Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariadna Adisattya Djais
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara Penelitian : Umumnya pada masyarakat Indonesia pencabutan gigi masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan gigi. Pasca pencabutan gigi seringkali menimbulkan bakteremia, yang dapat melanjut menjadi endokarditis atau infeksi pada organ lain. Profilaksis yang dilakukan berupa pemberian antibiotika dan upaya profilaksis lain yaitu berkumur, untuk mengurangi jumlah bakteri oral yang dapat masuk dalam darah akibat tindakan pencabutan gigi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan Hexetidine 0,1% dalam mereduksi jumlah bakteri oral, dan juga daya Hexetidine 0,1% dalam mencegah kasus bakteremia pasca pencabutan gigi terhadap bakteri aerob maupun anaerob. Telah diteliti empat puluh subyek penelitian yang dibagi dalam dua kelompok. Sebelum pencabutan gigi kelompok kontrol berkumur dengan air garam faal steril dan kelompok perlakuan dengan Hexetidine 0,1%, dilakukan pemeriksaan terhadap hasil kumuran, plak gigi dan darah peserta yang diambil dari vena cubitis.

Hasil dan kesimpulan : Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa besar reduksi bakteri oral setelah berkumur dengan Hexetidine 0,1% dan air garam foal steril, terdapat perbedaan yang bermakna dengan p < 0,05. Pada pemeriksaan darah lima menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia sebesar 85% dan pada kelompok perlakuan sebesar 50%. Pada pemeriksaan darah sepuluh menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia 40% dan kelompok perlakuan sebesar 25%. Disimpulkan bahwa dengan berkumur Hexetidine 0,1% sebelum pencabutan gigi, akan mereduksi bakteri oral dengan persentasi tinggi dan menurunkan insidens kasus bakteremia pasca pencabutan gigi.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustin Indrawati
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Adanya imunoglobulin M (IgM) pada serum merupakan salah satu tanda terjadinya suatu infeksi awal, sehingga dengan ditemukannya suatu bahanl metode yang bisa mendeteksi adanya IgM secara tepat dan cepat, penyakit dapat segera terdeteksi. Pada penelitian ini ,dicoba membuat antibodi monoklonal terhadap IgM manusia dengan cara memfusikan sel splenosit mencit imun dengan sel mieloma NS1 yang dibantu dengan fusogen Poly Ethylene Glycol 4000,50%. Hasil fusi kemudian didistribusikan kedalam pelat mikrotiter dan sel hibrid diseleksi dengan mengunakan medium Hypoxantine, Aminopterine , Tymidine. Setelah terbentuk koloni sel hibrid kemudian dilakukan penapisan antibodi dengan cara ELISA dengan IgM manusia sebagai antigen. Sel hibrid dengan nilai optical density tinggi dilakukan kloning dan subkloning. Hasil dari subkloning dengan nilai OD tinggi dilakukan uji reaksi silang dengan imunoglobulin lain yaitu IgG, IgA dan serum minus IgG, IgM dan IgA. Untuk menguji ada tidaknya reaksi silang dengan imunoglobulin lain pembuktian adanya reaksi silang dilakukan uji kompetitif dan uji dengan menggunakan berbagai konsentrasi dari IgG,IgM dan IgA. Uji lain yang dilakukan adalah uji untuk menentukan klas dan subklas dari antibodi monoklonal yang dihasilkan. Hasil : Sel splenosit yang digunakan untuk fusi adalah 1,2x108 clan 3x107 sel mieloma dengan perbandingan 1 : 4. Dari 576 sumur pelat milcrotiter didapatkan pada 333 sumur tumbuh koloni set hibrid, 93 sumur tidak terdapat koloni dan 150 sumur kontaminasi. Setelah dilakukan penapisan antibodi, koloni sel hibrid dengan nilai OD tinggi disubkloning dan diambil 5 untuk disubkloning kembali. Dan 5 klon awal tersebut diambil 8 klon dengan nilai OD tinggi untuk uji reaksi silang. Dui kedelapan klon tersebut setelah diuji reaksi silang masih mengenali IgG clan IgA, kemudian diuji dengan uji kompetitif dan uji dengan berbagai konsentrasi. Dari kedua uji tersebut, kedelapan klon menunjukkan tidak adanya reaksi silang dengan imunoglobulin lain yaitu IgG, IgA dan serum minus. Pada uji penentuan klas dan subklas diperoleh basil 6 klon merupakan klas dan subklas IgG2a dan 2 klon tidak diidentifikasi. Kesimpulan : Diperoleh 8 klon yang spesifik terhadap imunoglobulin M manusia. Dan kedelapan klon tersebut 6 klon merupakan klas dan subklas IgG2a dan 2 klon tidak diidentifikasi. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan perlu dilakukan pengujian terhadap rantai ringan dari 1gM dan dilakukan tahap produksi dan pemurnian.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.M.B. Sunarti
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Dalam upaya mencari vaksin dengue yang aman, efisien dan ekonomis maka diperlukan peta epitop yang lengkap sehingga dapat diketahui fraksi virus yang bersifat imunogen kuat. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan panel antibodi monoklonal. Karena dengue tipe 2 merupakan salah satu tipe yang banyak dihubungkan dengan kasus - kasus berat dan fatal di Indonesia maka dalam penelitian ini akan dicoba untuk membuat antibodi monoklonal terhadap virus dengue tipe 2 galur NGC dengan jalan memfusikan sel mieloma mencit P3U1 dengan splenosit mencit yang sebelumnya diimunisasi dengan virus dengue tersebut. Proses fusi dibantu dengan penambahan polietilen glikol 4000 50 % dan sel disebar pada sumur mikrotiter. Seleksi sel hibrid dilakukan dengan cara menam bahkan medium yang mengandung hiposantin, aminopterin dan timidin. Selanjutnya dilakukan pemilahan antara hibrid yang mensekresi antibodi dan tidak dengan cara ELISA. Karakterisasi supematan hibrid terpilih dilakukan dengan cara ELISA dan HI dengan ke - 4 tipe virus dengue sedangkan reaktiiiasnya terhadap virus ensefalitis Jepang diuji dengan cara ELISA. Hasil : Splenosit mencit Balb C betina yang sebelumnya diimunisasi dengan virus dengue tipe 2 galur NGC difusikan dengan 2,3 x 10 6 P3U1 dengan perbandingan 2 : 1. Seleksi dari 532 sumur mikrotiter yang berisi hasil fusi memperlihatkan pertumbuhan hibrid pada 383 sumur yang berisi 2 - 15 klon. Daripadanya hanya 201 sumur yang dapat ditapis dan setelah proses kloning - sub kloning dipilib 15 klon yang bereaksi kuat dengan D2 NGC. Hasil uji dengan ke - 4 serotipe virus dengue dan virus ensefalitis Jepang menunjukkan adanya 1 klon yang bersifat spesifik tipe dan 6 klon yang Flavivirus sub group reactive. Dua klon tidak diuji secara lengkap karena jumlahnya kurang. Sebanyak 6 Mon tidak memenuhi kriteria penggolongan antibodi monoklonal yang diajukan oteh Henchal. Ditemukan juga 1 Mon yang merupakan sekretor labil. Kesimpulan : Hasil yang didapatkan tidak memenuhi harapan. Adanya kontaminasi dihubungkan dengan sedikitnya jumlah antibodi monoklonal spesifik tipe yang dapat ditemukan. Klon yang berhasil ditemukan berupa Mon yang bersifat spesifik tipe, Flavivirus sub group reactive dan klon yang tidak dapat diklasifkasikan. Ditemukan pula klon yang termasuk sekretor labil .Rendahnya harga serapan yang didapatkan dari tampilan ELISA memerlukan beberapa cara untuk memperbaikinya.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Yuwono
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian: Resistensi obat pada Salmonella merupakan masalah kesehatan yang menarik dan perlu selalu dilakukan pemantauan mengenai pola resistensi Salmonella terhadap antibiotik yang digunakan pada masyarakat. Di berbagai negara telah banyak dilaporkan adanya resitensi obat terhadap Salmonella non typhi maupun Salmonella typhi. Resistensi tersebut sebagian disebabkan oleh adanya plasmid dengan BM 40,0kb-95,0kb, akibatnya terjadilah kuman Salmonella yang multiresisten obat. Penelitian ini merupakan suatu studi awal mengenai pola resistensi terhadap koleksi isolat Salmonella dari beberapa daerah: Jakarta, Tangerang dan Palembang selama th. 1994-1996. Diteliti sebanyak 86 isolat Salmonella yang merupakan koleksi dari Jakarta: Pel. Mas. Bag. Mikrobiologi FKUI dan NAMRU-2 Jakarta, dari Tangerang: RSUD Tangerang dan dari Palembang koleksi Puslit. Penyakit Menular Badan Litbang. Kesehatan. Telah dilakukan pemeriksaan sensitivitas obat dengan metode mikrodilusi terhadap antibiotik yang biasa digunakan yaitu: ampisilin dan kloramfenikol. Untuk mengetahui apakah ada peranan plasmid sebagai penyebab terjadinya resistensi dan kemungkinan penyebarannya di alam, dilakukan isolasi plasmid dan uji konjugasi terhadap kuman Escherichia coli JM 109 (lac+, F-, Pen+) serta transformasi plasmid ke sel kompeten E. coli JM 109. Hasil dan kesimpulan: Dengan uji mikrodilusi dari 86 isolat Salmonella ditemukan 11 (12,8%) isolat yang resisten, yaitu 11,5% terhadap ampisilin dan 10,0% terhadap kloramfenikol. Titer KHM/MIC terhadap ampisilin ditemukan titer terendah sebesar 3,12 μg/ml dan tertinggi 25,0 μg/ml, sedangkan terhadap kloramfenikol titer terendah 6,2 μg/ml dan tertinggi 50,0 μg/ml. Hasil identifikasi isolat menunjukkan bahwa 5 (5,6%) adalah S. typhi dan 6 (6,9%) S. non typhi. Pada S. typhi ditemukan 4 (5,7%) telah resisten terhadap ampisilin atau 3 (4,6%) terhadap kloramfenikol. Isolasi plasmid dari kuman yang resisten obat ditemukan 3(tiga) jenis plasmid, satu plasmid dengan BM 23,0kb dan dua plasmid kecil dengan BM 0,Skb-2,0kb. Hasil konjugasi kuman dengan E.coli JM 109 menunjukkan bahwa plasmid dengan BM 23,0kb dan 0,5-2,0kb dapat ditransfer ke kuman resipien, sehingga tidak dapat diketahui plasmid mana yang membawa gen resisten terhadap antibiotik. Dengan transformasi dapat diketahui bahwa plasmid dengan BM 23,0 kb pada koloni Tf-6b merupakan plasmid yang membawa gen determinan r, antara lain terhadap kloramfenikol. Sedangkan plasmid 0,5-2,0 kb pada koloni transforman Tf-4k, Tf-6k dan Tf-7k merupakan plasmid yang membawa gen resisten bukan kloramfenikol. Plasmid 23,0 kb tidak dapat dipotong oleh ensim Hind III, sebaliknya plasmid 0,5-2,0 kb terpotong oleh ensin Hind III menjadi 2 pita. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui determinan r yang terdapat di dalam suatu DNA plasmid, penggunaan transformasi lebih spesifik dibanding cara konjugasi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurleny Sutanto
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Demam tifoid merupakan penyakit endemic di Indonesia. Salah satu masalah utama dalam penanggulangan penyakit ini adalah belum adanya cara diagnosis pemasti yang dapat diandalkan, terutama untuk pengelolaan penderita. Saat ini laboratorium Mikrobiologi FKUI sedang mengembangkan suatu cara diagnosis dengan menggunakan protein membran luar (PML) S.typhi. Untuk itu diperlukan PML dalam jumlah banyak, sehingga perlu dicari cara isolasi yang cepat,mudah dan efisien. Dicoba 2 cara isolasi yaitu menggunakan dapar Hepes dan dinatrium hidrofosfat (Na2HPO4). Kuman dikultur selama 18-24 jam dalam medium kaldu nutrien yang ditambahkan ekstrak ragi 0,2% dan glukosa 1,257 Dengan sentrifugasi 1400xg sus.pensi 1/1000 volume kuman dipanen pada -lase "late logarithmic" dan disonikasi. Pemisahan protein membran Iuar dan protein membran dalam dilakukan dengan sentrifugasi 100.000>:g, selanjutnya dilakukan elektroforesis pada SDS-PAGE untuk membandingkan profil proteinnya. Karakterisasi protein tersebut dilakukan dengan "Western blot". Hasil dan kesimpulan: Jumlah protein yang dihasilkan dengan menggunakan dapar Na2HPO4 rata-rata 0,084x10-7 ug per sel kuman,sedangkan ekstraksi dengan menggunakan dapar Hepes menghasi l kan protein rata--rata 0, 051X10-7 ug per sel kuman. Profil protein pada SDS-PAGE dapat dilihat dengan jelas pada konsentrasi protein 50 ug/ml untuk ekstraksi PML menggunakan dapar Hepes dan 30 ug/ml dengan Na2HPO4. Fraksinasi pada SDS-PAGE dengan kedua cara diatas memperlihatkan pita-pita protein dengan berat molekul antara 26-116 kDA dengan pita protein mayor terletak antara 36-38 kDa . Hasil "Western blot" menggunakan serum pasien tifoid dan serum kelinci yang telah diimunisasi kuman S.typhi menunjukkan adanya reaktivitas yang kuat dengan protein 38 kDa. Tidak ditemukan reaksi silang dengan serum kelinci yang diimmunisasi dengan kuman S.paratyphi A atau B. Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa isolasi PML dengan menggunakan dapar Na.2HP04 lebih cepat,mudah dan praktis karena prosedurnya lebih singkat. Selain itu ektraksi cara ini lebih efisien dare pada cara Hepes karena jumlah protein yang diperoleh lebih banyak, dan dibLLtuhkan jumlah yang lebih sedikit.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erie Yuwita Sari
Abstrak :
Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) merupakan coronavirus baru, pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina. Tingginya jumlah kasus dan cepatnya proses infeksi membutuhkan deteksi cepat dan akurat untuk menegakan diagnosis COVID-19. Studi bertujuan memperoleh sensitivitas dan spesifisitas uji serologi IgG SARS-CoV-2 Architect dibandingkan dan RT-PCR pada pasien COVID19. Studi ini menggunakan pendekatan potong lintang uji diagnostik, dengan menggunakan 128 pasien yang diperoleh di RSUP Persahabatan. Studi ini berlangsung sejak bulan April sampai Juli 2021 di RSUP Persahabatan. Sampel berupa swab nasofaring diambil dari pasien untuk diperiksa dengan uji RT PCR dan darah untuk uji serologi menggunakan Architect ® i2000SR Abbott. Hasil uji sensivitas Architect sebesar 27.37% (18.72%-37,48%) dan spesifisitas 63.64% (45,12% - 79,60%). NPV 23,33% dan PPV 68,42%. Kesimpulan: Secara keseluruhan uji serologi SARS-CoV-2 IgG Architech memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dibanding dengan RTPCR. Architect dapat digunakan untuk screening, dapat digunakan pada fase akut, hasil negatif perlu dikonfirmasi dengan RT-PCR. Tidak ada hubungan antara Ct-value RTPCR dengan derajat keparahan COVID-19, dan terdapat hubungan antara titer Architect dengan derajat keparahan COVID-19. Tidak ada hubungan onset COVID-19 dengan hasil pemeriksaan RT-PCR dan Architect ......Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) is a new coronavirus, which was first detected in Wuhan, China. The high number of cases and the rapid process of infection require fast and accurate detection to establish the diagnosis of COVID-19. The study aimed to obtain the sensitivity and specificity of the SARS-CoV2 Architect IgG serological test compared to RT-PCR in COVID-19 patients. This study used a cross-sectional approach to diagnostic testing, using 128 patients obtained from Persahabatan Hospital. This study took place from April 2021 to July 2021 at the Persahabatan Hospital. Nasopharyngeal swab samples were taken for RT-PCR and blood was drawn for serological testing using the Architect® i2000SR from Abbott. The sensitivity of Architect test was 27.37% (18.72–37.48%), specificity was 63.64% (45.12–79.60%), whereas NPV was 23.33% and PPV was 68.42%. Conclusion: Architech's SARS-CoV-2 IgG serological test has low sensitivity and specificity compared to RT-PCR. Architect can be used for screening, can be used in the acute phase, negative results need to be confirmed by RT-PCR. There is no relationship between the Ct-value RT-PCR and the severity of COVID-19, and there is a relationship between Architect titers and the severity of COVID-19. There is no relationship between the onset of COVID-19 and the results of the RT-PCR and Architect examinations.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Khoirotun Nisa
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi DENV masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia, karena angka kesakitan semakin meningkat, masih menimbulkan kematian dan sering terulangnya kejadian luar biasa (KLB). Salah satu permasalahan terbesar pada manajemen pasien yang terinfeksi adalah untuk memperoleh hasil diagnosis yang cepat dan spesifik dari infeksi DENV pada fase akut. Deteksi NS1 virus dengue merupakan solusi untuk deteksi dini infeksi dengue. Pada penelitian ini dilakukan produksi antibodi anti-NS1 DENV 2 berlabel HRP untuk mendeteksi antigen NS1 DENV. Untuk mendapatkan antibodi anti-NS1 DENV 2, protein NS1 sebanyak 500µg disuntikkan ke kelinci. Booster dilakukan sebanyak tiga kali dengan menyuntikkan NS1 500µg. Antibodi anti-NS1 yang dihasilkan oleh kelinci kemudian dilabel menggunakan horseradish peroxidase (HRP) dan dilakukan optimasi slot blot immunoassay. Setelah antibodi anti-NS1 DENV 2 berlabel HRP dikonfirmasi dengan direct ELISA, dilakukan uji reaksi silang. Pada penelitian ini digunakan 15 plasma pasien positif dengue yang terdiri dari serotipe 1, 2, 3 dan 4, 3 plasma negatif dengue, 1 plasma orang sehat dan 1 kontrol positif yaitu protein NS1 DENV 2. Hasil menunjukkan, antibodi anti-NS1 DENV serotipe 2 dapat mengenali NS1 yang berasal dari serotipe 1,2,3, dan 4. Hal ini disebabkan karena protein NS1 merupakan glikoprotein yang sangat terkonservasi diantara keempat serotipe dengue. Adanya kemiripan epitop NS1 DENV 2 dengan serotipe lainnya membuat antibodi anti-NS1 DENV 2 dapat mengenali protein NS1 dari serotipe dengue yang lain. Sedangkan hasil negatif ditunjukkan pada plasma pasien orang sehat. Untuk sampel 3 plasma negatif dengue, hasil slot blot menunjukkan 2 negatif dan 1 indeterminate. Disimpulkan bahwa antibodi anti-NS1 DENV 2 berlabel HRP dapat digunakan untuk dalam uji slot blot untuk mendeteksi keempat serotipe virus dengue.
ABSTRACT
DENV infection remains a public health problem in Indonesia, as the number of illnesses is still increasing, causing death and frequent recurrence of outbreaks. One of the biggest problems in managing infected patients is how to get a rapid and specific diagnosis of DENV in the acute phase. Detection of dengue virus is a solution for early detection of dengue infection. In this study, production of labelled anti-NS1 DENV 2 antibody to be used for dengue antigen detection. To get anti-NS1 DENV 2 antibody, protein NS1 500 μg was injected into rabbit. Booster is done three times by injecting NS1 500 μg. Anti-NS1 antibodies produced by rabbits then were labeled by horseradish peroxidase (HRP). After confirmation of labelled anti-NS1 DENV antibody and optimation of in-house slot blot immunoassay, cross reactivity between DENV serotype was performed. In this study, 15 dengue positive patients serotypes 1, 2, 3 and 4, three dengue negative plasma, 1 healthy person plasma and 1 positive control on NS1 DENV 2 were used. The results showed that anti-NS1 DENV serotype 2 antibody could recognize NS1 from serotypes 1,2,3, and 4. This may be because the NS1 protein is a highly conserved glycoprotein among four dengue serotypes. The similarity of NS1 DENV 2 epitopes with other serotypes makes NS1 DENV 2 antibody can recognize NS1 protein from other dengue serotypes. While negative results are shown on the plasma of healthy patients. For a sample of 3 negative plasma dengue, the result of the blot slot showed 2 negatives and 1 indeterminate. An HRP-labelled anti-NS1 DENV 2 antibody could be used in slotblot immunassay to detect NS1 of four serotype of dengue infection.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Andrianto Lesmana
Abstrak :
Latar Belakang. SARS-CoV-2 sebagai penyebab COVID-19 pertama kali terdeteksi pada sampel klaster pasien di Provinsi Hubei, China pada Desember 2019. Pada mulanya klaster pasien tersebut memiliki gejala seperti demam, batuk, sesak nafas, dan gejala lainnya yang tidak spesifik. Alat uji Rapid Antigen Test (RAT) dapat dijadikan alternatif untuk diagnosis klinis COVID-19. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rekomendasi mengenai alternatif spesimen dan metode deteksi SARS-CoV-2. Metode. Desain penelitian ini merupakan uji diagnostik studi potong lintang dengan pengumpulan spesimen secara consecutive sampling. Subjek penelitian yaitu pasien yang memiliki kontak dengan kasus infeksi SARS-CoV-2 yang terkonfirmasi dengan atau tanpa gejala klinis COVID-19 di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dan Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI dengan jumlah sampel 221. Analisis data dengan tabulasi silang dan perhitungan sensitivitas, spesifisitas, PPV, dan NPV. Hasil. Deteksi antigen menggunakan spesimen nasal memiliki nilai sensitivitas 32,35%, spesifisitas 99,35%, PPV 95,65%, NPV 76,77%, akurasi 78,73%. Tingkat positifitas pada spesimen nasofaring 34,84%, spesimen orofaring 30,32%, dan nasal 30,77%. Kesimpulan. Hasil uji rRT-PCR pada beberapa jenis spesimen menunjukkan bahwa spesimen nasal dan orofaring dapat dijadikan pilihan selain spesimen nasofaring. Penggunaan kit deteksi antigen dapat dilakukan untuk pelacakan kontak COVID-19 atau untuk diagnosis, terutama untuk daerah yang memiliki keterbatasan akses diagnosis menggunakan rRT-PCR. ......Introduction. The SARS-CoV-2 as the cause of COVID-19 was first detected in a cluster sample of patients in Hubei Province, China in December 2019. The first patient had symptoms such as fever, cough, shortness of breath, and other non-specific symptoms. Rapid Antigen Test can be used as an alternative for diagnosis of COVID-19. Aim. This study aims to obtain recommendations alternative specimens and detection methods for SARS-CoV-2. Method. The design of this study is a cross-sectional diagnostic test with consecutive sampling. The research subjects were patients who had contact with confirmed cases of SARS-CoV-2 infection with or without clinical symptoms of COVID-19 at Health Service Facilities (Fasyankes) and Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI with a total sample of 221. Data analysis using cross tabulation to calculate the sensitivity, specificity, PPV, and NPV. Results. The positivity rate for nasopharyngeal specimens was 34.84%, oropharyngeal specimens 30.32%, and nasal specimens 30.77%. Antigen detection using nasal specimens has sensitivity 32.35%, specificity 99.35%, PPV 95.65%, NPV 76.77%, accuracy 78.73%. Conclusion. The results of the rRT-PCR test on several types of specimens indicate that nasal and oropharynx specimens can be used as an alternative to nasopharyngeal specimens. The use of antigen detection kits can be carried out for COVID-19 contact tracing or for diagnosis, especially for areas that have limited access to diagnosis using rRT-PCR.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Fernando Adi S.
Abstrak :
Latar Belakang. Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 dengan cepat menyebar dan menjadi Pandemi serta menimbukan kerugian yang sangat besar pada masyarakat di seluruh dunia. Deteksi virus yang cepat dan akurat memegang peranan penting untuk mengendalikan penyebaran di masyarakat dan membantu pasien untuk menghindari perkembangan penyakit lebih lanjut. Saat ini real-time Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (real-time RT-PCR) merupakan reference standard diagnostic test dalam mendeteksi SARS-CoV-2 di seluruh dunia. Real-time Reverse Transcriptase Loop Mediated Isothermal Amplification (RT-LAMP) merupakan metode amplifikasi asam nukleat isotermal yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi dan waktu pengerjaan yang jauh lebih cepat dibandingkan real-time RT-PCR. Tujuan. Penelitian bertujuan untuk iDetectTM SARS-CoV-2 Detection Kit SARS-CoV-2. Metode. Penelitian ini merupakan uji kesesuaian dengan studi potong lintang dan menggunakan metode pengumpulan sampel secara consecutive sampling. Subjek penelitian yaitu spesimen swab nasofaring dan orofaring dalam VTM (N=80) yang dianalisis di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. iDetectTM SARS-CoV-2 Detection Kit menggunakan uji kesesuaian Kappa aplikasi SPSS versi 25. Hasil. Dari 72 sampel valid yang diperiksa dengan real-time RT-LAMP iDetectTM SARS- CoV-2 Detection Kit dan real-time RT-PCR, 24 sampel terdeteksi positif oleh real-time RT-PCR dan hanya tiga sampel yang terdeteksi positif oleh real-time RT-LAMP. Tiga sampel yang terdeteksi positif oleh real-time RT-LAMP termasuk ke dalam sampel - sampel yang terdeteksi positif oleh real-time RT-PCR. Secara statistik, uji reliabilitas / uji kesesuaian dari penelitian kedua alat diagnostik ini menunjukkan nilai Kappa yang sangat rendah, yaitu 0,16. Uji kesesuaian Kappa kedua alat ini menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan alat real-time RT-LAMP iDetectTM SARS-CoV-2 Detection Kit tidak sesuai dengan alat real-time RT-PCR dalam mendeteksi SARS-CoV-2. Kesimpulan. Real-time RT-LAMP iDetectTM SARS-CoV-2 Detection Kit tidak sesuai dengan alat real-time RT-PCR dan tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik dalam mendeteksi SARS-CoV-2. ......Introduction. COVID-19 caused by SARS-CoV-2 quickly spread and became Global Pandemic and caused enormous losses to people around the world. Rapid and accurate virus detection plays an important role in controlling spread in the community and helping patients to avoid further disease progression. Currently, real-time Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (real-time RT-PCR) is determined as the reference standard diagnostic test for detecting SARS-CoV-2 worldwide. Real-time Reverse Transcriptase Loop Mediated Isothermal Amplification (RT-LAMP) is an isothermal nucleic acid amplification method that has high sensitivity and specificity and provide faster result than real-time RT-PCR. Aim. The research aims to compare real-time RT-LAMP iDetectTM SARS-CoV-2 Detection Kit and real-time RT-PCR in detecting SARS-CoV-2. Method. This research is a comparison test with a cross-sectional study and uses a consecutive sampling method to collect samples. The research subjects were nasopharyngeal and oropharynx swab specimens in VTM (N=80) which were analyzed at the Clinical Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. The data obtained from the real-time RT-LAMP iDetectTM SARS-CoV-2 Detection Kit and real-time RT-PCR test results were analyzed using Kappa test SPSS version 25. Results. Of the 72 valid samples examined by the real-time RT-LAMP iDetectTM SARS- CoV-2 Detection Kit and real-time RT-PCR, 24 samples were detected positive by real- time RT-PCR and only three samples were detected positive by real-time RT-LAMP. Three samples that were detected positive by the real-time RT-LAMP were included in the samples that were detected positive by the real-time RT-PCR. Statistically, the comparison test of the research of these two diagnostic tools showed a very low Kappa value, which was 0.16. The Kappa suitability test of these two tools showed that the real- time RT-LAMP iDetectTM SARS-CoV-2 Detection Kit were not compatible with the real- time RT-PCR in detecting SARS-CoV-2. Summary. Real-time RT-LAMP iDetectTM SARS-CoV-2 Detection Kit is not compatible with real-time RT-PCR and cannot be used as a diagnostic tool in detecting SARS-CoV-2.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library