Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh Supriyandono
"Telah dilakukan penelitian uji klinis prospektif, untuk mengetahui perubahan penurunan kadar natrium darah pada bedah TURP, yang menggunakan prehidrasi HAES Steril6% dibandingkan yang mendapat prehidrasi NaCI 0,9%. Pasien dengan status fisik ASA I - II berumur antara 50 - 70 tahun, dibagi menjadi 2 kelompok masing masing 15 orang. Kelompok 1 mendapat prehidrasi HAES Steril 6% sebanyak 7 ml/kgbb, dan kelompok II mendapat prehidrasi NaCI 0,9% sebanyak 10 ml/kgbb. Semua pasien mendapat blok subaraknoid menggunakan Marcain 0,5%, dengan tinggi sensori T 9-\0 atau lebih rendah. Kedua kelompok mendapat perlakuan yang sarna selama bedah TURP. Kedua kadar natrium darah diperiksa dari pengambilan darah sebelum prehidrasi, kemudian 1 jam sesudah operasi selesai dan 2 jam kemudian. Dari hasil penelitian ini, terjadi penurunan kadar natrium darah pada kedua kelompok, yang secara statistis ada perubahan bermakna antara sam pel darah sebelum operasi dan sesudah operasi. Selama operasi hemodinamik kedua kelompok tetap stabil dalam batas normal, dengan pemberian vasopresor (efedrin) pada 7 pasien dari kelompok yang mendapat prehidrasi NaCl 0,9%. Secara statistis tidak ada perbedaan yang bermakna, terjadinya penurunan kadar natrium darah pada kelompok yang mendapat prehidrasi HAES Steril 6% dibandingkan pada kelompok yang mendapat prehidrasi NaCl 0,9%.

This report test that intravascular prehydration with 6% HAES steril compared isotonic saline 0,9%. Were studied for decreased of sodium serum electrolyte. Thirty patients undergoing elective transurethral resection of the prostate were allocated randomly to received either to 7 mLlkg of 6% HAES Steril (15 patients) or 10 mLlkg of isotonic saline 0,9% (15 patients) before spinal anesthesia. There was a significant decreased sodium serum electrolyte in the both groups. After spinal anesthesia the mean blood pressure significantly were normal in the both groups, however in the isotonic saline groups, 7 patients had efedrin for prevention of spinal hypotension and in the HAES Steril groups did not used efedrin. This study shows that was not significant for decreases of sodium serum electrolyte in the both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1999
T58338
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrul Jamal Isa
"Telah dilakukan penelitian kekerapan nyeri kepala pada
pasien pasca seksio sesaria dengan analgesia spinal dengan
pensil] di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunku-
Sejumlah 100 orang pasien yang menjalani operasi seksio
sesaria baik elektif dan darurat dengan status fisis ASA III.
Pasien-pasien ini dibagi dalam dua kelompok [ I dan II].
Kelompok I mendapat jarum spinal 27 tajam, kelompok II mendapat
jarum spinal 27 tumpul [keduanya dari produk UNISIS].
Sebelum dilakukan analgesia spinal semua pasien mendapat
perlakuan yang sama yaitu dipasang jalur intravena dan
diberikan cairan beban ringer laktat sebanyak 500 ml. Kemudian
pasien dibaringkan dalam posisi lateral dikubitus dan
dilakukan pungsi lumbal [L2-3 atau L3-4] dengan pendekatan
tajam].
Setelah operasi semua pasien dibaringkan dalam posisi
datar [horizontal] selama 6 jam dan mendapat cairan rehidrasi
3000 ml/hari untuk hari pertama dan dilakukan wawancara
keluhan nyeri kepala pasca pungsi dura (NKPPD) pada hari
I,III,V, pasca operasi. Pada pasien tersebut juga ditanyakan
keluhan lain, khususnya yang menyertai keluhan NKPPD. Pada
penelitian ini tidak ditemukan komplikasi NKPPD pada operasi
seksio sesaria dengan mempergunakan jarum no.27 tajam maupun
27 tumpul (UNISIS).
Vll sumo Jakarta dan Rumah Sakit Boedi Kemuliaan Jakarta.
median dengan jarum yang dipilih secara acak [tumpul atau
memakai jarum no.27 tajam [Standard] dan 27 tumpul (UNISIS)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harlyjoy
"Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dan dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara pemberian 1000 cc larutan Ringer laktat (RL) dengan 500 cc larutan Starch (HAES) 6% terhadap perubahan tekanan darah maternal dan nilai Apgar neonatus pada anestesia bedah sesar. Pada penelitian ini dipilih dengan cara random 40 wanita hamil aterm dengan status fisik ASA kelas I - II yang akan menjalani bedah sesar berencana dengan anestesia subarakhnoid. Ke 40 pasien ini terbagi dalam dua kelompok. Kelompok I akan menerima 1000 cc larutan RL dan kelompok II akan menerima 500 cc larutan HAES 6% sebagai larutan pengisian awal sebelum tindakan anestesia subarakhnoid. Perubahan tekanan darah maternal dalam penelitian ini adalah terjadinya hipotensi yang didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik dibawah 100 mmHg Hipotensi terjadi 50% pada kelompok yang mendapat 1000 cc larutan RL sementara pada kelompok II yang menerima 500 cc larutan HAES 6% hipotensi terjadi 25% penderita. Namun pada uji statistik ternyata perbedaan tersebut tidak bermakna (p>0,05). Sementara itu nilai apgar menit 1 dan 5 pada ke 40 neonatus tidak menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa penurunan tekanan darah maternal dan nilai Apgar neonatus menit pertama dan ke lima pada penggunanaan 1000 cc larutan RL sebagai larutan pengisian awal sebelum anestesia subarakhnoid pada bedah sesar tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0,05) di bandingkan dengan 500 cc larutan HAES 6%. Hal ini berarti penggunaan 1000 cc larutan RL sebagai larutan pengisian awal sebelum tindakan anestesia subarakhnoid masih dapat digunakan untuk mencegah penurunan tekanan darah maternal.

This study was a prospective study and was conducted to determine whether there was a difference between administering 1000 cc of Ringer's lactate (RL) solution and 500 cc of 6% Starch solution (HAES) on changes in maternal blood pressure and neonatal Apgar scores during cesarean section anesthesia. In this study, 40 term pregnant women with ASA class I - II physical status were randomly selected who would undergo planned caesarean section with subarachnoid anesthesia. These 40 patients were divided into two groups. Group I will receive 1000 cc of RL solution and group II will receive 500 cc of 6% HAES solution as an initial filling solution before subarachnoid anesthesia. The change in maternal blood pressure in this study was hypotension which was defined as a decrease in systolic blood pressure below 100 mmHg. Hypotension occurred in 50% of the group that received 1000 cc of RL solution, while in group II which received 500 cc of 6% HAES solution, hypotension occurred in 25% of patients. However, in statistical tests it turned out that the difference was not significant (p>0.05). Meanwhile, Apgar scores at 1 and 5 minutes in the 40 neonates did not show a statistically significant difference (p>0.05). It can be concluded that the reduction in maternal blood pressure and the first and fifth minute Apgar scores of neonates when using 1000 cc of RL solution as an initial filling solution before subarachnoid anesthesia for caesarean section does not show a statistically significant difference (p>0.05) compared with 500 cc of 6% HAES solution. This means that the use of 1000 cc of RL solution as an initial filling solution before subarachnoid anesthesia can still be used to prevent a decrease in maternal blood pressure."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shendy Meike Sari
"Latar belakang. Bonfils adalah alat fiberoptik kaku yang dapat digunakan untuk intubasi baik pada jalan nafas normal maupun sulit. Penelitian ini membandingkan teknik pendekatan midline dan retromolar dalam melakukan intubasi dengan Bonfils pada suatu pelatihan dengan subjek penelitian adalah PPDS Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI/RSCM tahap mandiri dan paripurna. Pelatihan pada maneken ini dilakukan di SIMUBEAR (Simulation Based Education and Research Center) IMERI (Indonesian Medical Education and Research Institute). Subjek tidak terbiasa menggunakan Bonfils, sehingga pelatihan ini menjadi kesempatan yang baik. Terdapat 10 langkah DOPS (Direct Observation of Procedural Skills) yang harus dikerjakan oleh setiap subjek untuk masing-masing teknik. Penelitian ini menilai DOPS, lama waktu intubasi dan jumlah upaya yang dilakukan untuk melakukan intubasi dengan Bonfils.
Metode. Penelitian ini merupakan uji eksperimental, acak, tidak tersamar, crossover yang dilakukan pada bulan September 2018. Subjek penelitian sebanyak 45 orang yang diambil dengan metode total sampling, dibagi menjadi dua kelompok yang berbeda dalam sekuens. Kelompok 1 terdiri dari 23 orang yang melakukan intubasi dengan Bonfils pendekatan midline terlebih dahulu kemudian pendekatan retromolar dan kelompok 2 terdiri dari 22 orang yang melakukan sebaliknya. Uji statistik data kategorik berpasangan menggunakan uji McNemar dan data numerik berpasangan dengan uji Wilcoxon Signed Ranks Test.
Hasil. Keberhasilan intubasi dengan Bonfils melalui pendekatan midline pada DOPS 1, DOPS 2 dan pada kasus jalan nafas sulit sebesar 71,1%, 86,7%, 88,9%, sedangkan pada pendekatan retromolar adalah 68,8%, 68,9%, 64,4%. Lama waktu intubasi yang diperlukan untuk pendekatan midline pada jalan nafas normal dan sulit adalah 59 (18-224) detik dan 55 (24-146) detik, sedangkan pada pendekatan retromolar adalah 64 (38-200) detik dan 74,5 (26-254) detik. Kemudahan melakukan intubasi dengan Bonfils dinilai dari jumlah upaya yang dilakukan oleh subjek sebanyak 1x, yaitu pada pendekatan midline 64,4% dan retromolar 35,6% pada jalan nafas normal, dan 66,7% serta 46,7% pada jalan nafas sulit.
Simpulan. Keberhasilan dan kemudahan intubasi dengan Bonfils melalui pendekatan midline lebih baik dibandingkan dengan pendekatan retromolar pada maneken.

Background. The Bonfils Intubation Fibrescope is a rigid optical instrument for performing orotracheal intubation has becomes a useful device in the management of normal and difficult airways. In this study, we compared midline and retromolar approach techniques using Bonfils in simulation-based training that would allow the highest level residents of Anesthesiology Department perform tracheal intubation faster and a higher success probability. Data were collected from 45 participants using an airway simulator in SIMUBEAR (Simulation Based Education and Research Center) IMERI (Indonesian Medical Education and Research Institute). The participants who uncommon using Bonfils were randomly assigned to a sequence of techniques to use. These two techniques become a challenge for the participants. The ten steps of DOPS (Direct Observation of Procedural Skills) were performed with each technique. We did the assessment of DOPS, time of intubation, and the amount of attempt of intubation.
Methods. We did the randomized crossover trials in which participants are assigned randomly to a sequence of techniques using Bonfils with midline and retromolar approach on September 2018. These 45 participants were collected by total sampling method, divided into two groups. Group 1 (n=23) did the intubation using midline approach first then retromolar and group 2 (n=22) did the retromolar first then midline approach. Each participant was being trained using those techniques by ten steps of DOPS, then they were tested to intubate a mannequin on normal and difficult airways. The researchers obtained the DOPS scores, time of intubation, and the amount of intubation attempts. We analyzed this study using McNemar test for categoric data and Wilcoxon Signed Ranks test for numeric data.
Results. This study compared the success rate, intubaton time and the amount of intubation attempts using Bonfils with midline and retromolar approach. It was found that the success rate in midline approach was better than retromolar. For the ease rate, we obtained data from the intubation time and the amount of intubation attempts. The intubation time in midline approach (59 (18-224) s and 55 (24-146) s) was shorter than retromolar (64 (38-200) s and 74,5 (26-254) s) in normal and difficult airways respectively. And also we found that 64,4% participants could did one attempt of intubation using Bonfils with midline approach and only 35,6% participants did the retromolar approach.
Conclusions. Success and ease rate of intubation using Bonfils with midline approach is better than retromolar approach techniques in mannequin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library