Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Richa Aprilianti
"Anemia merupakan akibat sekunder dari Gagal Ginjal Terminal (GGT) yang terjadi pada 80-95% pasien, seiring dengan penurunan laju filtrasi glomerulus pada pasien hemodialisis. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada pasien hemodialisis rutin. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 116 orang.
Hasil penelitian menunjukkan penyakit inflamasi merupakan faktor yang paling berhubungan dengan anemia ( p = 0,05; OR = 2,7), kedua adekuasi hemodialisis (p = 0,04; OR = 2,3) dan ketiga status nutrisi (p = 0,04; OR = 0,31). Pelaksanaan asuhan keperawatan yang komprehensif dan peran perawat dalam memastikan adekuasi hemodialisis tercapai untuk setiap pasien dengan frekuensi dialisis 3x/minggu selama 4 - 5 jam/sesi hemodialisis merupakan kunci keberhasilan manajemen anemia sebagai salah satu indikator kualitas pelayanan ruang hemodialisis.

Anemia is a secondary effect of Chronic Renal Failure (CRF), which occurs in 80-95% of patients, in line with the decline of glomerular filtration rate. The purpose of this research was to identify the factors associated with anemia in hemodialysis patient. This study used cross-sectional design with a sample of 116 people.
Results showed inflammatory disease was the most influential factor on the incidence of anemia (p = 0.05, OR = 2.7), then the adequacy of hemodialysis (p = 0.04; OR = 2.3) and third nutritional status (p = 0.04; OR = 0.31). Implementation of comprehensive nursing care and the role of nurses ensure adequacy of hemodialysis is achived for each patient with the frequency of hemodialysis performed 3 times a week for 4-5 hour per session of hemodialysis is the key indicator of adequacy of treatment of anemia as a service quality hemodialysis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T38674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Bakar
"Humidifier merupakan alat humidifikasi. Humidifier pada terapi oksigen menggunakan air steril dalam tabungnya namun, ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa terapi oksigen kurang dari 5 liter per menit, humidifier tidak perlu diberi air steril, disebut non humidifier. Tujuan: Mendapatkan gambaran perbedaan pertumbuhan bakteri di humidifier dan non humidifier pada pasien yang mendapat terapi oksigen. Metodologi; Penelitian survei analilik yang pengumpulan datanya secara purposive sampling. Hipotesis: Tidak ada perbedaan pertumbuhan bakteri pada humidifier dan non humidifier pada pasien yang mendapat terapi oksigen. Sampel: Sampel penelitian adalah 24 humidifier terdiri dari 12 sampel menggunakan humidifier dan 12 sampel menggunakan non humidifier. Instrumen: instrumen yang digunakan peralatan kultur dan pedoman observasi. Hasil: Uji Mann Whitney pada jam ke-0 menunjukkan tidak ada perbedaan pertumbuhan bakteri (p=0,131), pada jam ke-12 ada perbedaan pertumbuhan bakteri yang bermakana (p=0,046), dan pada jam ke-24 ada perbedaan pertumbuhan bakteri yang bermakna (p= 0,046). Analisis uji Kolmogorov Smimov membuktikan adanya perbedaan pertumbuhan bakteri pada humidifier dan non humidifier pada klien yang mendapat terapi oksigen (p= 0,010). Kesimpulan: Penggunaan non humidifier dapat mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri sehingga dapat mengurangi terjadinya infeksi nosokomial. Rekomendasi: Rumah sakit perlu menerapkan penggunaan non humidifier dan bila menggunakan humidifier maksimal 12 jam sekali harus di desinfeksi dan diganti airnya.

Humidifier is a device for delivering oxygen to the patients. Before using it, the humidifier tube should fiil with sterile water. There was a recent study that administering oxygen less than five liter per minutes, the tube was not load with the sterile water. Aim: The research aim was to describe the difference between bacterial growth in the humidifier and non humidifier at the patient who got oxygen therapy. Design; The design was the analytic survey with purposive sampling method. The samples were 24 patients. They were divided into two groups. Group one, consisted of 12 patients with humidifier and the others with non humidifier. The instrument was culture equipments diagnostic test and observation guidance. Hypothesis: The hypothesis was there was no difference bacterial growth existence in humidifier and non humidifier at the patient who got oxygen therapy. Resuits: The results showed that there was no significance difference of bacterial growth at time of zero hour (p= 0.131). Meanwhile, there was significance different of bacterial growth at time of 12 hour (p= 0,046), and time of 24 hour(p= 0,046). There was also significance different between bacterial growth in humidifier and non humidifier at the patient who got oxygen therapy (p= 0.010). Conclusion; The conclusion is a non humidifier device couid prevent bacterial and reduce nosocomial infection. Recommends: It was recommended that hospital should use non humidifier and the humidifier had to disinfect and change the water every 12 hours."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T26563
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia Hakam
"Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Selain sistem energi tubuh terdapat pula metode relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat mengurangi nyeri pada kanker. Teknik SEFT ini berfokus pada kata atau kalimat tertentu yang diucapkan berulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada Tuhan sesuai dengan keyakinan pasien. Tujuan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi SEFT dalam mengurangi nyeri pada pasien kanker. Metode, Metode penelitian ini adalah quasi-eksperimental dengan pre test and post test design with control group. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Jumlah sampel 20 orang, 10 orang kelompok intervensi dan 10 orang kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan kombinasi intervensi SEFT dan terapi analgesik dan kelompok kontrol hanya diberikan terapi analgesik. Intervensi SEFT dilakukan setelah pemberian analgesik dengan durasi 5-10 menit setiap hari selama lima hari. Sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan pengukuran nyeri dengan Numeric Rating Scale. Semua data yang terkumpul akan dianalisis dengan uji sample t test dengan tingkat kemaknaan a < 0,05. Hasil, Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi intervensi SEFT dan terapi analgesik lebih efektif untuk menurunkan nyeri pada pasien kanker dibandingkan hanya terapi analgesik saja (p=0,047). Implikasi, Implikasi dari penelitian ini adalah dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien kanker serta mendorong kemandirian dalam peran autonomi perawat dan mengurangi ketergantungan pasien terhadap terapi analgetik.

Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) represents an affiliation technique from body’s energy system and spiritual therapy by tapping at certain points of the body. Beside the body’s energy system there is also a relaxation method with that engage patient belief to relieve pain cancer. SEFT focuses on certain words or sentences pronounced several timcs in a rhythm, follows by resignation to The God as patient belief. Purpose, This research was aimed to explore the effect of SEFT intervention to reduce of cancer pain patients at the Dr Soetomo General Hospital in Surabaya. Method, Quasi experimental used in this study was pre test and post test design with control group. Samples were recruited using consecutive sampling. The sample size was 20 respondents. They were divided into intervention and control group, each group’s consist of 10 respondents. The intervention group received SEFT intervention combined with analgesic therapy and the control group given only analgesic therapy. SEFT intervention implemented after administrating analgesic, for 5-10 minutes every day during five days. Pain scale was measured by using Numeric Rating Scale to both of group. The data were analyzed statistically with sample t test with significance of level a < 0,05. Result, The results demonstrated that the combination SEFT intervention and analgesic therapy was more effective than only analgesic therapy (p=0,047). Implication, The Implication of this research can be employed to the cancer patient to relieve their pain. The nursing intervention with SEFT encourages nurse role autonomy and reduces patient dependency on analgesic therapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T26573
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juwi Athia Rahmini
"ABSTRAK
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dan prevalensi nya meningkat pada pasien hemodialisis. Insomnia yang tidak ditangani lebih lanjut akan menyebabkan kematian. Back massage adalah salah satu intervensi keperawatan komplementer yang dapat memberikan peningkatan rasa nyaman dan relaksasi otot. Sementara sleep hygiene adalah kebiasaan sehari-hari yang berhubungan dengan proses tidur yang dapat di gunakan untuk mengatasi insomnia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh back massage dan sleep hygiene terhadap insomnia. Metode: Desain penelitian adalah quasi eksperimen, pre post-test with control, dengan jumlah total sampel 30 orang, dengan tehnik consecutive sampling. Responden dibagi dalam dua kelompok yaitu 15 orang yang diberikan intervensi back massage dan sleep hygiene; 15 orang lainnya yang diberikan intervensi sleep hygiene. Back massage dilakukan sebanyak 3 sesi (10 menit per sesi) di unit HD dan sebelum tidur malam di rumah selama 8 hari. Pengukuran insomnia dengan menggunakan Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh. Hasil: Back massage dan sleep hygiene menunjukkan perbedaan nilai rata-rata insomnia 1,6 lebih besar dibandingkan dengan pemberian sleep hygiene dengan nilai rata-rata 0,4 (p= 0,0001). Rekomendasi: Back massage dan sleep hygiene dapat diaplikasikan oleh perawat dan keluarga sebagai bagian dari program intervensi komplementer non farmakologis untuk menurunkan keluhan insomnia dan meningkatkan kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis.

ABSTRACT
Insomnia is the most frequent sleep disorder and high prevalence occurs in hemodialysis patient. If insomnia is not treated in advance, it will enchance mortality. Back massage is one of the complementary nursing interventions can increase comfort and muscle relaxation. Other intervention; sleep hygiene can be used as intervention for sleep disorder. This study aimed to identify the effect of back massage and sleep hygiene on insomnia. Method: This study used a quasi-experimental study design, pre post-test with control, recruited 30 sample by consecutive sampling technique. The implementation was conducted in November until December 2018. Respondents were divided into two groups: 15 sample of intervention groups provided back massage and sleep hygiene and 15 sample of intervention group provided sleep hygiene. Back massage provide in 3 session (10 minute per sesi) in Hemodialysis unit and before sleep for 8 days at home. The implementation of insomnia was evaluated using the Pittsburgh Sleep Quality Index. Results: The intervention of back massage and sleep hygiene showed differences in mean value of insomnia 1.6 greater than that of sleep hygiene with a mean value of 0.4 (p value 0,0001). Recommendation: Back massage and sleep hygiene can be applied by nurses as part of a non-pharmacological complementer intervention to reduce insomnia and improve the sleep quality of patients undergoing hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T52517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qurrata Aini
"Pendahuluan: Meskipun tersedia layanan spiritual, penilaian spiritual perspective pada pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) yang menjalani hemodialisis belum dilakukan, sehingga mengakibatkan tingkat spiritual perspective tidak diketahui dan hilangnya peluang untuk melakukan intervensi berbasis spiritual yang tepat. Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk menilai spiritual perspective, self transcendence dan hubungannya dengan kepatuhan hemodialisis pada 98 pasien berusia 18 tahun ke atas yang menjalani hemodialisis di rumah sakit. Metode: Spiritual perspective diukur menggunakan Spiritual Perspective Scale (SPS) dan self transcendence dengan Self Transcendence Scale (STS). Kepatuhan diukur menggunakan lembar observasi. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif korelatif. Tes parametrik mengidentifikasi hubungan antara SPS dan STS dengan kepatuhan hemodialisis pasien. Hasil: Dari 98 pasien, 75,5% memiliki tingkat spiritual perspective tinggi dan 83.7% memiliki self transcendence tinggi. Tidak terdapat hubungan antara tingkat spiritual perspective (p=0.935) dan self transcendence (p=0.896) dengan kepatuhan hemodialisis pasien PGTA. Hasil uji multivariat penelitian ini menunjukkan bahwa faktor dominan mempengaruhi kepatuhan hemodialisis pasien PGTA adalah status pekerjaan (p=0.043) dengan OR 4.267 (95% CI OR: 1.044-17.433). Kesimpulan: Temuan penelitian ini menjadi sangat penting dalam meningkatkan kepatuhan hemodialisis dengan menyoroti manajemen diri pasien yang bekerja dan tidak bekerja. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan landasan bagi penelitian eksploratif berikutnya untuk menilai pemahaman spiritualitas responden dan perilaku kesehatan secara lebih mendalam.

Introduction: Despite the availability of spiritual services, assessment of spiritual perspective in End Stage Kidney Disease (ESKD) patients undergoing haemodialysis has not been done, resulting in an unknown level of spiritual perspective and missed opportunities for appropriate spiritually based interventions. Objective: This study aimed to assess spiritual perspective, self transcendence and its association with haemodialysis adherence in 98 patients aged 18 years and above undergoing haemodialysis at the hospital. Methods: Spiritual perspective was measured using the Spiritual Perspective Scale (SPS) and self transcendence with the Self Transcendence Scale (STS). Adherence was measured using an observation sheet. This study used descriptive correlative analysis. Parametric tests identified the relationship between SPS and STS with patients' haemodialysis adherence. Results: Of the 98 patients, 75.5% had a high level of spiritual perspective and 83.7% had high self-transcendence. There was no association between the level of spiritual perspective (p=0.935) and self transcendence (p=0.896) with haemodialysis compliance of ESKD patients. Multivariate test results showed that the dominant factor influencing haemodialysis adherence of ESKD patients was employment status (p=0.043) with OR 4.267 (95% CI OR: 1.044-17.433). Conclusion: The findings of this study are crucial in improving haemodialysis adherence by highlighting the self-management of working and non-working patients. The results of this study can also serve as a foundation for future exploratory research to assess respondents' understanding of spirituality and health behaviours in more depth."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Judha
"Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk menggali pengalaman partisipan mencari makna hidup. Partisipan penelitian berjumlah delapan parisipan dengan purposif sample. Pengalaman partisipan memberikan gambaran secara utuh diketahuinya perasaan partisipan dihadapi Lupus dan perubahan nilai, kepercayaan dan keyakinan penderita Lupus.
Hasil penelitian terdapat respon penderita dalam menghadapi penyakit Lupus terkait aktivitas fisik, psikologis dan perubahan lingkungan serta perubahan nilai, kepercayaan dan keyakinan penderita Lupus.
Hasil penelitian menyarankan tenaga perawatan melakukan asuhan yang komprehensif, untuk tenaga pendidikan juga harus memberikan bagaimana melakukan asuhan keperawatan holistik kepada peserta didik dan untuk peneliti lain agar menambah variasi jenis kelamin partisipan agar memperoleh variasi tema.

This research is a qualitative study phenomenology descriptive approach, to explore the experiences of participants to find meaning in life. Amount of research participants with a purposive sample of eight parisipants. The Experience gives participants how to life with Lupus and changes in value, trust and self confidence in people with lupus.
Patients with Lupus give response to physical activity, psychological and environmental changes and changes in values, trust and confidence in people with lupus.
The results suggest that nurse do comprehensive care, and to other researchers in order to increase the participants' gender variations in order to obtain variation on the theme.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T29364
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Welas Riyanto
"Penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) melebihi standart 1,5 kg dapat berdampak terhadap kualitas hidup pasien CKD. Efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual, muntah, edema perifer, ascites.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui hubungan antara penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) dan kualitas hidup pasien , baik domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.
Metode penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 76 pasien.
Hasil analisis menggunakan one way analysis of variance menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisa dengan kualitas hidup pada semua domain (p = 0,000, ά 0,05). Domain kesehatan fisik 21,62 (SD 5,18) domain psikologis 18,45 (SD 18,45) domain hubungan sosial 9,24 (SD 9,24) dan domain lingkungan 25,67 (SD 25,67). Variabel confounding tidak mempunyai kontribusi terhadap kualitas hidup (p>0,05).
Rekomendasi hasil penelitian lebih lanjut adalah meneliti hubungannya karakteristik adat istiadat, budaya, stress dan kecemasan terhadap kualitas hidup.

Weight gain between the two time of hemodialysis (Interdialysis Weight Gain = IDWG) in excess of 1.5 kg standard can implicate on quality of life to Chronic Kidney Disease (CKD) patient. The negative effect of IDWG on patient conditions, are hypotension, muscle cramps, hypertension, shortness of breath, nausea, vomiting, peripheral edema, ascites.
The objectives of this study is to ascertain the relationship between IDWG and patients quality of life (QoL) in term of physical health domain, psychological, social relationships and environment.
This research method used descriptive correlation with cross sectional approach. Sample of 76 patients.
Analysis outcome used one way analysis of variance indicated that there were any significant relationship between weight gain in between two time hemodialysis with quality of life (QoL) on all domains (p = 0.000, ά 0.05). Physical health domain 21.62 (SD 5.18), Psychological domain 18.45 (SD 18.45) Social relations domain 9.24 (SD 9.24) and Environment domain 25.67 (SD 25.67). The confounding variables did not contribute to the quality of life (p> 0.05).
The Recommendation of the following of this study outcome are to investigate the relationship of patient life in many characteristics of custom, cultural, stress and anxiety with quality of life."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suko Pranowo
"Kompres dingin merupakan salah satu tindakan mandiri keperawatan untuk mengurangi nyeri saat kanulasi HD, yang sudah diteliti dan direkomendasikan di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Namun tindakan tersebut sudah tidak dilanjutkan sebagai upaya untuk mengurangi nyeri kanulasi HD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pelaksanaan pemberian kompres dingin sebelum kanulasi pada pasien HD. Penelitian dengan desain survei deskriptif, menggunakan total sampling dengan sampel sebanyak 10 perawat dan 46 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap perawat negatif (50%), keyakinan perawat rendah (50%), pasien terbanyak memiliki pendidikan dasar (43,5%), sikap pasien negatif (50%), dukungan sosial pada pasien rendah (50%). Pelaksanaan kompres dingin tidak dilanjutkan kemungkinan disebabkan karena dukungan dari kepala ruang yang rendah, tingkat pendidikan pasien yang rendah, dan rendahnya dukungan keluarga pada pasien. Penelitian ini mendapatkan gambaran bahwa intervensi kompres dingin mampu laksana, sehingga diharapkan manajerial rumah sakit membuat kajian dalam bentuk SOP, dan memberikan dukungan terhadap pelaksanaan manajemen nyeri kanulasi HD.

Cold compress is one of nursing interventions in pain management for hemodialisys cannulation that have been studied and recommended in RSUD Kraton Pekalongan, but the intervention does not proceed in an attempt to reduce the pain of hemodialisys cannulation. This study aimed to describe the factors that contribute to the implementation of the provision of cold compress before hemodialisys cannulation in patients. The method of this study was descriptive with total sampling (10 nurses and 46 patients). The results showed that nurses had a negative attitude (50%), had low confidence (50%), patients had a lower level of education background (43.5%), had a negative attitude (50%), had a low of social support (50%). Implementation of cold compress was not continue due to a lack of supervisor support for the nurses, a low of family support for the patients and a low level of patients education background. However all factor related to nurses enhance the cold compress practice. This study describe that the intervention could be implemented by expecting managerial hospital contribution to make an assessment standart form for operating procedure of cold compress and fully support the implementation of hemodialysis cannulation pain management during intervention.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T46184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Astuti
"ABSTRAK
Penatalaksanaan gagal ginjal terminal membutuhkan modifikasi gaya hidup pasien dalam mengatur diet, membatasi cairan, rejimen medikasi, perawatan akses vaskuler dan kepatuhan menjalani hemodialisis. Pasien hemodialisis dapat mengoptimalisasikan kesehatan dirinya, mencegah komplikasi dan meminimalkan efek penyakit dengan melaksanakan self management. Tujuan penelitian mengetahui determinan yang berhubungan dengan self management pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian adalah cross sectional dengan teknik consecutive sampling dan jumlah sampel 100 orang. Hasil penelitian didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan, dukungan keluarga dan efikasi diri dengan SM (p value <0,05). Variabel yang paling berpengaruh adalah tingkat pengetahuan. Penelitian merekomendasikan kegiatan pendidikan kesehatan terstruktur sebagai sarana untuk untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian berat badan antara waktu hemodialisis

ABSTRACT
Management of end stage renal disease requires to modify the patient's lifestyle in regulating diet, limiting fluids, medication regimens, treatment of vascular access and adherence undergoing hemodialysis. Haemodialysis patients can optimize their own health, prevented complication and minimize the effects of the disease by carrying out self management. The objective research is to determinants influencying Self Management patients undergoing hemodialysis. The research disign was cross sectional study with consecutive sampling with 100 of a sample. The result showed there is a significant relationship between knowledge, family support and self efficacy with self-management (α =0.05, CI 95%). The most influential variable is the level of knowledge. This study recommends for educational activities as a forum to improve knowledge and control Interdialystic Weight Gain."
2016
T46512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anditha Ratnadhiyani
"ABSTRAK
Nama : Anditha RatnadhiyaniProgram Studi : Magister Ilmu KeperawatanJudul : Pengalaman Wanita Pasca Sindrom Koroner Akut dalam Adaptasi terhadap Perubahan Kemampuan Fungsional Pemulihan pasca sindrom koroner akut mencakup proses adaptasi individu terhadap perubahan kemampuan fungsional. Perkembangan dalam penelitian di bidang kardiovaskular menunjukkan dampak dan prognosis sindrom koroner akut yang lebih buruk pada wanita jika dibanding pria, yang dikaitkan dengan perbedaan dalam persepsi, prediktor klinis, dan status sosioekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman wanita pasca sindrom koroner akut dalam adaptasi terhadap perubahan kemampuan fungsional. Metode kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran pengalaman sepuluh partisipan dalam penelitian ini. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam, kemudian dilakukan content analysis dengan metode Colaizzi. Teridentifikasi enam tema utama dari penelitian ini yaitu respon ketidaknyamanan setelah mengalami sindrom koroner akut, penurunan kemandirian dan kemampuan melakukan aktivitas sebagai dampak perubahan kondisi fisik, self-adjustment sebagai koping terhadap perubahan kemampuan fisik, revaskularisasi memberikan harapan kesembuhan, pengaruh dukungan terhadap psikologis, dan self-effort untuk memulihkan kemampuan fungsional. Hasil penelitian menunjukkan peran penting faktor psikologis dalam proses adaptasi wanita selama pemulihan, sehingga direkomendasikan peningkatan intervensi yang mendukung psikologis dalam tatalaksana pasien wanita dengan sindrom koroner akut. Kata kunci: adaptasi, kemampuan fungsional, sindrom koroner akut, wanita

ABSTRACT
Name Anditha RatnadhiyaniStudy Program Master of NursingTitle The Experiences of Women after Acute Coronary Syndrome in Adaptation to Functional Ability Changes Adaptation to functional ability changes is part of recovery after Acute Coronary Syndrome ACS . Earlier studies have indicated that women with ACS have worse impact and prognosis. It is associated with perception differences, clinical predictors and socio economy status. The aim of this study is to explore experiences of women after ACS in adaptation to functional ability changes. A qualitative study using phenomenological description design was conducted. Ten women after ACS participated in individual in depth interview. Data were analysed using Colaizzi rsquo s procedural approach. Women rsquo s experiences in adaptation were formulated into six main themes 1 inconvenience response to ACS 2 decrease in autonomy and ability to perform activities as a result of physical changes 3 self adjustment as a mechanism to cope with physical ability changes 4 being recovered by revascularization 5 social support promotes psychological improvement and 6 self efforts to improve functional abilities. This research denotes a major role of psychological factors in women rsquo s adaptation during recovery process. Therefore, developing a psychological based intervention for women after ACS is an important strategy to improve outcomes. Keywords acute coronary syndrome, adaptation, functional ability, women"
2016
T47065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>