Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Addissya Paramasasti
Abstrak :
Prasasti Wwahan ditemukan di Desa Bandaralim, Kelurahan Demangan, Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan angka tahun 907 Śaka, prasasti ini dibuat atas perintah Dharmmawangśa Tguh, ketika menjadi raja di Matarām. Tiga tahapan metode epigrafi dipergunakan untuk mengungkap data sejarah dalam prasasti ini, yaitu tahap pengumpulan, pengolahan, serta penafsiran data. Prasasti ini berisikan tentang penetapan sima yang diberikan kepada warga di Wwahan pada masa pemerintahan Dharmmawangśa Tguh. ......Wwahan Inscription was found in Bandaralim village, Demangan sub district, Tanjung Anom district, Nganjuk regency, East Java Province. Based on the number of the year 907 Śaka, this inscription was made by order of Dharmmawangśa Tguh, when he was a king in Matarām. This research used three step of epigraphically methodology, to reveal historical data in this inscription, such as collecting, processing, and interpretation data. This inscription content the history of sima determination by the people in Wwahan under the authority of Dharmmawangśa Tguh.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Terrylia Feisrami
Abstrak :
Prasasti Rongkab merupakan sebuah prasasti berangka tahun 823 Śaka dan dikeluarkan pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung yang berkuasa pada tahun 820 hingga 832 Śaka. Prasasti Rongkab berisi mengenai peringatan akan diberikannya anugerah berupa pembebasan pajak akan kepemilikan kaṭik kepada para tetua Desa Rongkab oleh Sang Pamegat Umanggit yang bernama Pu Parwata. Kaṭik merupakan kasus yang unik di dalam Prasasti Rongkab karena biasanya hanya disebut dalam hal yang menyangkut pertanian, maka kajian ini akan membahas kaṭik dari sudut pandang berbeda. Selain itu, Prasasti Rongkab sendiri akan dikupas secara lebih mendalam, baik dari segi epigrafis maupun segi arkeologis. ......Rongkab inscription dated back to 823 Śaka and it was written under the rule of Rakai Watukura Dyah Balitung who reigned from 820 until 832 Śaka. The Rongkab inscription commemorated the gift given by the Sang Pamegat Umanggit named Pu Parwata to the elders of Rongkab village so they could have one kaṭik free of tax. Kaṭik was a unique case in Rongkab inscription since it was only mentioned in farm-related things in other inscriptions, thus this study would talk about kaṭik using different point of view. In addition, the Rongkab inscription itself would be studied more deeply, both epigraphically and archaeologically.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Galih Pratiwi
Abstrak :
ABSTRAK
Prasasti Ambětra ialah prasasti yang berasal dari masa Majapahit, tepatnya masa pemerintahan Hayam Wuruk. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana isi Prasasti Ambětra dan bagaimana menempatkan prasasti ini di dalam kronologi Pemerintahan Hayam Wuruk. Metode yang digunakan yaitu tiga tahapan dalam arkeologi, diantaranya pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Prasasti Ambětra hanya memiliki satu unsur pertanggalan, yaitu penyebutan angka tahun 1295 Śaka. Prasasti Ambětra merupakan jenis prasasti keputusan hukum dengan bentuk pendek yang disebut rajāmudra. Hal ini terlihat dari struktur yang lebih singkat jika dibandingkan dengan prasasti Śima pada umumnya dan bahasa yang digunakan pada prasasti adalah bahasa Jawa Pertengahan yang umum digunakan pada masa kejayaan Majapahit. Prasasti Ambětra berisi mengenai pembebasan pajak papasaran dan harik puriḥ kepada desa Ambětra oleh Saŋ  ryya Mahāsenapati dan Saŋ  ryya Satya Witaŗmma. Perintah tersebut merupakan titah dari Paduka Bhaţāra riŋ Wĕńkĕr. Dengan demikian, prasasti Ambětra merupakan prasasti keputusan bebas pajak pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk.
ABSTRACT
Ambětra inscription is an inscription coming from the Majapahit era, precisely during the reign of Hayam Wuruk. This research discusses how the contents of the Ambětra Inscription and how to place it in the chronology of the Hayam Wuruk Government. Three methods that used in this research that are collection, processing, and interpretation data. It has only one dating element, namely the mention of the year 1295 Śaka. Type of this incription is about decision of law with a short form called rajāmudra. This can be seen from the structure that is shorter when compared to the Śima inscription in general and the language used on the inscription is the Middle Javanese language that was commonly used during the heyday of Majapahit. Ambětra inscription contains about free-tax of papasaran and harik puriḥ to Ambětra village by San Aryya Mahasenapati and San Aryya Satya Witarmma. The order is the decree of His Majesty Paduka Bhaţāra riŋ Wĕńkĕr. Thus, the Ambětra inscription is an inscription of tax-free decisions during the reign of king Hayam Wuruk.
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Krisna Wibowo
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai permasalahan yang terjadi didalam Prasasti Pupus. Prasasti Pupus merupakan prasasti koleksi Museum Nasional Indonesia dengan nomor Inventaris 24. Prasasti ini mengalami banyak korosi khususnya pada bagian pertanggalan sehingga menyebabkan keraguan mengenai keotentikan dan kredibilitas prasasti tersebut. Dari kritik teks yang dilakukan dalam penelitian ini diketahui bahwa Prasasti Pupus dikeluarkan pada masa Dyah Balitung yaitu pada tahun 822 Saka. Isi dari Prasasti Pupus menyebutkan tentang penetapan wilayah desa Pupus sebagai sima karena merupakan tanah yang diwariskan dari tokoh Rahyangta Sanjaya. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode epigrafis yang sama dengan metode sejarah dengan adanya kritik teks sebagai metode dalam arkeologi untuk menentukan keotentikan dan kredibilitas data. Data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Prasasti Pupus sebagai data primer dan data prasasti-prasasti yang sezaman khusus masa Kadiri dan Mataram Kuna sebagai data sekunder atau pembanding. ...... This research discusses the problems that occur in Pupus Inscription. Pupus Inscription is an inscription of collection of National Museum of Indonesia with Inventory number 24. This inscription experienced a lot of corrosion especially on the part of the date causing doubts about the authenticity and credibility of the inscription. From the textual criticism conducted in this study note that Pupus Inscription issued during the Dyah Balitung in 822 Saka. The contents of Pupus Inscriptions tell about the determination of Pupus village area as sima because it is a land inherited from figures Rahyangta Sanjaya. The method used in this study is the same epigraphic method with historical method with the existence of textual criticism as a method in archeology to determine the authenticity and credibility of the data. The data to be used in this research is Pupus Inscription as primary data and data of inscriptions of special contemporaries of Kadiri and Mataram Kuna period as secondary data or comparison.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Indraswari
Abstrak :
Prasasti Rayung yang berada di Museum Nasional, Jakarta. Prasasti Rayung tidak memiliki unsur pertanggalan dan memiliki keunikan yang tidak dimiliki prasastiprasasti lainnya. Prasasti Rayung berisi mengenai penetapan desa Rayung sebagai sima karena masyarakat Rayung membuat bangunan suci untuk dewa di Paru. Ditinjau dari unsur paleografis dan isi pada prasasti Rayung ditemukan ketidakcocokan untuk menetapkan perkiraan masa pembuatan prasasti ini sehingga diperkirakan merupakan prasasti tinulad. Pada penelitian ini dilakukan pembuktian keaslian prasasti Rayung sebagai sumber data sejarah dan meletakan prasasti Rayung dalam kronologi sejarah kuno. ......The focus of this study is Rayung inscription that is kept at National Museum, Jakarta. Rayung inscription does not contain dating element and has unique feature that other inscriptions do not possess. Rayung inscription contains the establishment of sīma in the village of Rayung because the citizen of Rayung built a holy temple for gods in Paru. From the paleography and the content of this inscription, it is found that there is incompatibility to estimate the period which this inscription was made thus leading to the conclusion that this inscription is tinulad. This study also functions as historical data sources and put this inscription on chronology of ancient history.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Akbar
Abstrak :
Prasasti adalah sumber tertulis yang berisikan penetapan sima, keputusan hukum (jayapattra), kutukan (sapatha), utang piutang, dan tindakan pidana dikenai denda (sukhaduhka). Kajian sukhaduhka khususnya Jawa Kuno sudah pernah dibahas tetapi belum dibahas secara mendalam terkait dengan hukum pidana. Penelitian ini akan mengidentifikasi tindak pidana pada prasasti masa Jawa Kuno abad IX-XV Masehi dan menjelaskan relevansi bentuk penyelesaian hukum masa Jawa Kuno dengan bentuk penyelesaian hukum masa kini. Metode penelitian yang digunakan terdiri dari tiga tahapan metode arkeologi yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Dari hasil tersebut ditemukan bahwa sukhaduhka merupakan tindakan yang dikenai denda yang dikeluarkan oleh raja pada prasasti untuk menciptakan keamanan dan ketertiban pada lingkungan masyarakat Jawa Kuno. Sukhaduhka dapat digolongkan menjadi empat jenis bentuk pelanggaran yaitu berupa tindak kejahatan pidana yang menggunakan kalimat, fisik, perkelahian dan fitnah. Membahas relevansi bentuk hukum melakukannya dengan analisis perbandingan yang hasilnya adalah peraturan hukum masa kini masih memiliki relevansi dengan peraturan hukum yang digunakan pada masa Jawa Kuno. ......The inscription is a written source containing the determination of sima, legal decisions (jayapattra), curses (sapatha), debts and criminal act (sukhaduhka). The research of sukhaduhka, especially Ancient Javanese, has been discussed but has not been discussed in depth related to criminal law. This study will identify criminal act in Ancient Javanese inscriptions in the IX-XV centuries AD and explain the relevance of forms of legal settlement in the Ancient Javanese period with forms of present legal settlements. The research method used consists of three stages of archaeological methods, namely data collection, data processing, and data interpretation. The results it was found that sukhaduhka is an act that is subject to a fine issued by the king on the inscription to create security and order in the ancient Javanese community. Sukhaduhka can be classified into four types of violations, namely in the form of criminal acts that use sentences, physical, fights, and slander. Discussing the relevance of legal forms, we do this by means of a comparative analysis, the result of which is that today's legal regulations still have relevance to the legal regulations used in ancient Javanese.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Fitrotul Ummah
Abstrak :
Sesajen adalah salah satu komponen terpenting di setiap upacara, termasuk upacara penetapan Sīma, yaitu upacara yang dilakukan sebagai peresmian perubahan status dari desa milik raja menjadi desa yang otonom. Penelitian ini membahas seputar bagaimana sesajen digunakan untuk media komunikasi antara manusia dengan dewa dalam upacara penetapan Sīma, termasuk: jenis-jenisnya, cara penyajiannya, dan orang-orang yang terlibat dalam penyajian sesajen. Secara umum penelitian dilakukan menggunakan tiga tahap: pengumpulan, pengolahan, dan interpretasi data. Data primer untuk penelitian ini berasal dari prasasti keluaran abad 8-10 M. Jenis sesajen dikategorikan menjadi tiga: flora dan fauna, logam, dan lainnya. Sesajen dipersembahkan ke tiga ikon yang menjadi representasi para dewa: lingga, yoni, dan api. Berdasarkan perlengkapan dan jenis sesajen yang digunakan, dapat dikatakan bahwa upacara penetapan Sīma pada masa ini bukanlah jenis upacara yang dilaksanakan dengan aturan yang sangat rigid. Sesajen dan runtutan upacara di beberapa prasasti tidak semuanya sama. Meskipun keseluruhan sesajennya ditujukan kepada dewa-dewi Hindu, namun bangunan suci yang diresmikan dengan upacara sīma tidak semuanya Hindu. Hal ini dapat menunjukkan adanya pluralisme dalam kehidupan beragama di masa Jawa Kuno. ......Sesajen (offerings) is one of the most essential thing in every religious ceremony, including a sīma ceremony. Sīma ceremony is a ceremony to celebrate the changing status of land from king-owned land to an autonomous land. Sesajen in this ceremony used as a medium between humans and spirit powers in the form of offering. The main concern of this research is how sesajen were presented as an offering for the spirits in sīma ceremony. This also include types of sesajen, people who involved in presenting sesajen, and the spirits whom they worship. This research also was done in three steps: collecting data, processing data, and interpretation. Primary data for this research is Old Javanese inscriptions especially from 8th to 10th century. Based on its materials, sesajen were divided into three: natural-based, metal tools, and others. These sesajen would be offered to these three entitites as manifestation of Gods: Sang Hyang Watu Sīma, representated with the lingga stone; Sang Hyang Kulumpang, representated with the yoni stone; and Sang Hyang Brahma, representated with fire. These entities were named as “Sang Hyang” which mean “the deity” in Sanskrit. There’s no standard provision for sesajen offering. So, the amount and variety of sesajen offering were varied in each ceremony. Sesajen offering in sima ceremony is a great example of how a religion practices and nature intertwined in ancient practices.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Cahyanita
Abstrak :
ABSTRACT
Seseorang yang meninggal menyebabkan munculnya berbagai permasalahan mengenai kelanjutan hak dan kewajibannya, penyelesaiannya akan diatur dalam hukum waris. Pewarisan sudah berlangsung sejak zaman dahulu seperti pada masa Jawa Kuna. Pewarisan masa Jawa Kuna dapat diketahui berdasarkan prasasti dan kitab-kitab dari masa tersebut seperti kitab agama dan Manawadharmasastra. Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian mengenai pewarisan masa Jawa Kuna, tetapi belum pernah dibahas secara mendalam. Penelitian ini membahas mengenai penerapan pewarisan pada masa Jawa Kuna. Pewarisan dalam prasasti dikaitkan dengan kitab agama dan Manawadharmasastra yang menghasilkan penjelasan mengenai penerapan pewarisan masa Jawa Kuna. Pewarisan pada masa tersebut memiliki tiga unsur yaitu pewaris, harta warisan, dan ahli waris. Pewaris dan ahli waris masa Jawa Kuna berdasarkan prasasti tidak membedakan jenis kelamin. Harta warisan yang diteruskan dibagi menjadi dua yaitu harta berwujud yang berupa tanah, kebun, dan sawah, serta harta tidak berwujud berupa takhta, hak-hak istimewa, hutang piutang, dan pajak. Pewarisan pada masa Jawa Kuna menerapkan pewarisan parental seperti masyarakat adat Jawa sekarang ini.
ABSTRACT
People who dies causes the emergence of various problems regarding the continuity of his rights and obligations, the settlement will be regulated in law of inheritance. Inheritance has been going on since long time ago as in ancient Javanese. The inheritance of the Old Javanese can be known by the inscriptions and books of the period such as agama and Manawadharmasastra. Some researchers have done research on ancient Javanese inheritance, but have not been discussed in depth. This research discusses the application of inheritance in the Old Javanese period. Inheritance in the inscription is associated with the agama and Manawadharmasastra books which resulted in an explanation of the application of the ancient Javanese inheritance. Inheritance at that time had three elements: inheritors, inheritance, and heirs. The inheritors and the heirs of Javanese Kuna based on the inscription do not distinguish the sexes. The proceeds of the inheritance are divided into two: tangible property in the form of land, gardens, and fields, and intangibles in the form of thrones, privileges, accounts payable, and taxes. The inheritance of the Old Javanese implements parental inheritance such as the Javanese indigenous people today.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pipit Meilinda
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian mengenai prasasti-prasasti Bali mencantumkan berbagai keterangan yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Penelitian ini membahas bagaimana penerapan hukum waris yang dicantumkan dalam kitab hukum seperti Manawadharmasastra dalam prasasti berbahasa Bali kuno serta relevansinya dengan keadaan Bali dewasa ini. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pihak laki-laki mendapat bagian yang lebih besar dari pihak perempuan dan disebutkan dengan konsep junjungan pikulan. Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa peraturan mengenai pembagian warisan dalam prasasti lebih bersifat praktis karena berkaitan dengan kehidupan sehari masyarakat, sementara peraturan yang dicantumkan dalam Manawadharmasastra adalah lebih konseptual. Raja memiliki andil yang besar dalam mengatur ketentuan yang tidak dicantumkan dalam kitab hukum dan memiliki kepentingan ekonomis dan sosial dalam alokasi harta rakyatnya. Dari hasil penelitian juga ditemukan peraturan-peraturan tambahan mengenai pewarisan yang tidak ditemukan dalam kitab hukum yang masih dilaksanakan hingga sekarang di Bali, terutama berkaitan dengan harta orang yang tidak lagi memiliki keturunan. Segala hal yang dilakukan dalam hal pengurusan kematian dan harta almarhum pada dasarnya adalah salah satu cara melaksanakan dharmma.
ABSTRACT
Old-Bali inscriptions mention many information related to the social and cultural life of people. This study discusses how the application of the law of inheritance is mentioned in Old-Balinese Inscriptions, the book of the law Manawadharmasastra, and its relevance in Bali nowadays. According to the research revealed that the men gets larger share than the women and mentioned in the concept of “junjungan pikulan”. Based on the study also note that the rules regarding inheritance in the inscription is more practical, while the rules specified in Manawadharmasastra is more conceptual. King has a significant role in regulating provisions that are not included in the Manawadharmasastra and also have an intertest with the allocation of economic and social wealth of its people. From the research also found some inheritance’s additional rules that are not found in Manawadharmasastra that is still held today in Bali. The management of death and property are basically one way to implement dharmma.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilda Zakiah
Abstrak :
Gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai budaya yang sudah ada sejak masa lalu dan diduga sudah dilakukan dan diwariskan oleh para leluhur. Mataram Kuno merupakan masa Klasik di Indonesia yang berada pada kurun waktu abad 8 hingga 10 Masehi, merupakan kerajaan yang sudah kompleks, seperti pada kegiatan kehidupan sehari-hari salah satunya yaitu aktivitas gotong royong yang menjadi budaya Indonesia saat ini. Bagaimana dan seperti apa sistem gotong royong atau aktivitas serupa gotong royong yang terjadi pada masa Mataram Kuno. Skripsi membahas bagaimana gotong royong pada masa Mataram Kuno abad 8-10 Masehi tersebut berdasarkan data prasasti. Terdapat 15 prasasti sebagai sumber data penelitian. Metodologi yang digunakan berupa tahapan penelitian, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Diketahui bahwa gotong royong masa Mataram Kuno terbagi atas gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti yang terbagi dua, adalah gotong royong kerja bakti untuk raja dan gotong royong kerja bakti untuk dewa.
Gotong royong has been known by the Indonesians as a culture and have been carried out by our ancestors. The empire of ancient Mataram in Central Java (8-10 Century) had a complex organization. The Mataram people had conducted gotong royong. This research shows how gotong royong conducted in ancient Mataram era, based on data mentioned in Inscriptions, there are 15 inscriptions used a data research. The method used in this research are data collection, data proccessing, and data interpretation. The research result show us that there are two kinds of gotong royong in ancient Mataram era. The first one was helping each other and the second one was aid service. The aid service were divided in two, the community service for the king and the community service for Gods.;
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>