Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Eri Kurniawan
Abstrak :
ABSTRAK
Sengatan Panas (heat stroke) merupakan kondisi emergensi yang menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortabilitas selama melakukan haji saat musim panas. Banyaknya jemaah haji yang berusia lanjut dengan berbagai komorbid, suhu yang tinggi (bisa lebih dari 45°C), dan aktivitas fisik yang berat selama prosesi haji merupakan faktor risiko terjadinya sengatan panas. Heat Stroke dapat dicegah apabila kita dapat mengenali sedini mungkin apa saja tanda dan gejala perjalanan penyakit serta mengetahui siapa saja atau kondisi apa saja yang mempengaruhi kejadian sengatan panas. Metode penelitian merupakan studi potong lintang dengan metode consecutive sampling pada jemaah haji Indonesia tahun 2016 yang menderita sengatan panas di Arafah dan Mina. Diagnosis sengatan panas (heat stroke dan heat exhaustion) ditegakkan secara klinis dengan kriteria: 1. demam/hiperpireksia, 2. kulit pucat/kulit kering, 3. penurunan kesadaran/kebingungan, dan 4. tidak ada tanda-tanda infeksi. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 41 jemaah haji Indonesia menderita sengatan panas, terdiri dari 16 jemaah heat stroke serta 25 jemaah heat exhaustion. Mayoritas subjek berjenis kelamin laki-laki sebesar 63,4%. Usia >70 tahun mengalami sengatan panas terbanyak yaitu 29,3%. Sebanyak 14,6% komorbid diabetes mellitus dab 12,2% memiliki hipertensi. Sengatan panas 78% terjadi di Arafah dan 22% terjadi di Mina. Dari seluruh jemaah yang menderita sengatan panas, sebanyak 68,3% sembuh dan 29,3% dirawat. Kesimpulannya usia lebih dari 70 tahun terbanyak mengalami kejadian sengatan panas. Komorbid seperti diabetes mellitus dan hipertensi merupakan kejadian terbanyak sengatan panas. Sebagian besar Jemaah terkena snegatan panas adalah di Arafah.
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:3 (2016)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jerry Nasarudin
Abstrak :
Pasien HIV berisiko 20-37 kali lipat terinfeksi TB dan TB merupakan penyebab kematian tertinggi pada HIV. Resistensi OAT menjadi masalah utama pengobatan TB pada pasien HIV yang menyebabkan peningkatan mortalitas dan biaya. Rifampisin merupakan OAT utama sehingga perlu diketahui prevalensi resistensi rifampisin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pasien TB-HIV.
Tujuan: Mengetahui prevalensi resistensi rifampisin pada pasien TB-HIV dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Metode: Studi potong lintang terhadap 196 pasien TB-HIV yang menjalani pemeriksaan Xpert MTB-RIF di poli pelayanan terpadu HIV RSUPN-CM selama tahun 2012-2015. Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan faktor-faktor terkait dengan kejadian resistensi rifampisin. Analisa multivariat menggunakan uji regresi logistik.
Hasil: Didapatkan prevalensi resistensi rifampisin sebesar 13,8%. Usia, jenis kelamin, riwayat penggunaan ARV, dan TB ekstraparu tidak berhubungan dengan kejadian resistensi rifampisin pada pasien TB-HIV. Jumlah CD4<100 memiliki hubungan dengan kejadian resistensi rifampisin (OR 2,57; 95% IK 0,99-6,69), namun secara statistik tidak bermakna. Riwayat pengobatan TB memiliki hubungan signifikan dengan kejadian resistensi rifampisin (OR 3,98; 95% IK 1,68-9,44).
Simpulan: Prevalensi resistensi rifampisin TB-HIV di RSUPN-CM sebesar 13,8%. Riwayat TB memiliki hubungan signifikan dengan kejadian resistensi rifampisin pada pasien TB-HIV.
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:1 (2016)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library