Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gusti Agung Ayu Jayanthi Wulan Utami
Abstrak :
Tujuan : Pembangunan pusat pelayanan radioterapi sampai saat ini belum menjadi prioritas utama khususnya di negara berkembang. Tingginya biaya yang dihabiskan untuk pusat pelayanan merupakan salah satu alasannya. Biaya terkait sumber daya manusia (SDM) berhubungan erat dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Pengetahuan terkait produktivitas yang mencakup beban SDM dan penggunaan pesawat radiasi merupakan dasar untuk terciptanya pelayanan radioterapi dengan biaya efektif. Oleh karena itu, digagaslah penelitian tentang produktivitas SDM dan penggunaan pesawat radiasi di pusat pelayanan Onkologi Radiasi di Indonesia sebagai bagian dari penelitian terkait biaya radioterapi. Metode : studi deskriptif cross sectional. Subjek penelitian merupakan seluruh pusat pelayanan Onkologi Radiasi di Indonesia yang telah melakukan pelayanan selama setahun. Subjek diberikan kuesioner secara digital yang berisikan pertanyaan terkait ketersediaan SDM dan pesawat radiasi. Data yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam Radiotherapy Resources and Cost Calculator (RRCC) v.20 serta dilakukan penghitungan dengan asumsi aktual sesuai kondisi di Indonesia. Hasil : beban kerja Dokter Spesialis, Fisika Medis, dan RTT di Indonesia bervariasi dengan rerata beban kerja secara berurutan sebesar 92,5% (asumsi aktual), 97,7%, 107,6%, dan 80,8%. Beban kerja SDM secara statistik lebih tinggi pada pusat pelayanan dengan brakhiterapi dan pusat pelayanan dengan jumlah pasien yang tinggi. Rerata penggunaan pesawat radiasi sebesar 104,1% dan 138% secara statistik signifikan lebih tinggi pada rumah sakit pemerintah dan jumlah pasien tinggi. Jumlah pasien memiliki korelasi kuat dengan jumlah kebutuhan dokter spesialis (r=0,927), fisika medis (r=0,838) dan RTT (r=0,886). Jumlah pasien dapat menjadi prediktor untuk menentukan kebutuhan Dokter Spesialis dengan adjusted R2 = 72,1% dan 80%, kebutuhan fisika medis adjusted R2 = 69,3%, dan kebutuhan RTT dengan adjusted R2 = 83,3%.Kesimpulan : produktivitas SDM dan penggunaan pesawat radiasi pada pusat pelayanan Onkologi Radiasi di Indonesia bervariasi. Penghitungan produktivitas dengan RRCC v.20 dapat diaplikasikan pada pusat pelayanan Onkologi Radiasi di Indonesia. ......Objective: The development of a radiotherapy center has not been a top priority, especially in developing countries. The high cost spent on service centers is one of the reasons. Human resource costs are inextricably linked to operational expenses. Knowledge related to productivity, which includes the workload of human resources and the use of radiation equipment, is the basis for creating cost-effective services. Therefore, research was initiated on human resource productivity and the use of radiation equipment at radiotherapy centers in Indonesia as part of research related to radiotherapy costs. Method: descriptive cross-sectional study. The research subjects were all radiotherapy centers in Indonesia that had been running for a year. Subjects were given a digital questionnaire containing questions related to the availability of human resources and radiation equipment. The data obtained is then entered into the Radiotherapy Resources and Cost Calculator (RRCC) v.20, and calculations are carried out with actual assumptions according to conditions in Indonesia. Results: The workload of specialists, medical physicists, and RTTs in Indonesia varies, with an average workload of 92.5% (actual assumption), 97.7%, 107.6%, and 80.8%, respectively. HR workload is statistically higher in centers with brachytherapy and in centers with a high number of patients. The mean use of radiation equipment was 104.1% and 138%, respectively, statistically significantly higher in government hospitals, and centers with a high number of patients. The number of patients has a strong correlation with the number of specialists (r = 0.927), medical physics (r = 0.838), and RTT (r = 0.886). The number of patients can be a predictor for determining the need for specialist doctors with adjusted R2 values of 72.1% and 80%, medical physics needs with adjusted R2 values of 69.3%, and RTT needs with adjusted R2 values of 83.3%. Conclusion: HR productivity and the use of radiation equipment at radiation oncology service centers in Indonesia vary. The calculation of productivity with RRCC v.20 can be applied to radiotherapy centers in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ramadhani
Abstrak :
Latar Belakang: Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara lebih mendalam mekanisme molekuler fenomena respons adaptasi pada penduduk Mamuju, Sulawesi Barat sebagai area radiasi latar tinggi (high background radiation area/HBRA) di Indonesia khususnya ditinjau dari jalur inflamasi dan stress oksidatif. Metode: Penduduk Dusun Tande-Tande, Mamuju sebagai area radiasi latar tinggi dan penduduk Desa Topoyo, Mamuju Tengah sebagai kelompok kontrol direkrut dalam penelitian. Pemeriksaan kerusakan DNA, aberasi kromosom tidak stabil, stabil, mikronukleus, indeks mitosis, nuclear division index, aktivitas enzim SOD, GPx konsentrasi CAT serum dan darah lengkap dilakukan pada penelitian. Analisis G2 MN dilakukan untuk memvalidasi respons adaptasi pada penduduk Dusun Tande-Tande. Pengukuran konsentrasi sitokin dan protein pro-inflamasi, anti-inflamasi, p-Akt, Akt, dan NFkB dilakukan untuk mengetahui keterlibatan jalur inflamasi dan stress oksidatif pada fenomena respons adaptasi. Hasil: Analisis kerusakan DNA, aberasi kromosom tidak stabil, stabil, aktivitas SOD, aktivitas GPx menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian. Rerata konsentrasi CAT kelompok kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Nilai indeks mitosis dan nuclear division index (NDI) pada kelompok kasus lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Rerata konsentrasi sitokin proinflamasi dan anti-inflamasi pada serum kelompok kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Rerata konsentrasi protein marker inflamasi CRP pada serum kelompok kasus lebih rendah tetapi tidak bermakna secara statistik dibandingkan kelompok kontrol. Hasil pemeriksaan darah lengkap memperlihatkan bahwa jumlah sel darah merah kelompok kasus lebih tinggi secara bermakna sedangkan jumlah limfosit, nilai MCV, MCH, MCHC, dan RDW kelompok kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Rerata nilai rasio p-Akt/Akt dan konsentrasi NFkB kelompok kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan: Fenomena respons adaptasi terhadap radiasi terjadi pada penduduk Dusun Tande-Tande, Mamuju. Hasil penelitian belum dapat membuktikan peningkatan antioksidan serta sitokin tertentu baik sitokin pro maupun anti-inflamasi pada kelompok kasus. Aktivasi jalur Akt dan NFkB pada kelompok kasus belum dapat dibuktikan mengingat nilai rasio p-Akt/Akt serta konsentrasi NFkB lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. ......Background: This study aim is to investigate the molecular mechanism of radioadaptive response in inhabitants of Mamuju, West Sulawesi as one of the high background radiation areas of Indonesia, particularly from inflammatory and oxidative stress perspectives. Methods: Tande-Tande sub-village, Mamuju district inhabitants as high background radiation areas, and Topoyo Village inhabitants in Middle Mamuju district were recruited in this study. Evaluation of DNA damage, unstable and stable chromosomal aberrations, micronucleus, mitotic index, nuclear dividon index, SOD and GPx activities, serum catalase concentration and complete blood count were performed in this study. The G2 MN assay for validating the radioadaptive response phenomenon was performed in this study. Measurement of pro and anti-inflamamatory cytokines, p-Akt, AKt and NFkB were performed to find out the involvement of infllmation and stress oxidative on radioadaptive response phenomenon. Results: The levels of DNA damage and stable and unstable chromosomal aberrations were not significantly different between the two groups. The rate of cell proliferation represented by the mitotic and nuclear dividion indexes showed a significantly higher rate in the case group. The SOD and GPx activities were not significantly different between the two groups. Interestingly, the CAT concentration was significantly lower in the case group. A significant lower level of both pro- and anti-inflammatory cytokines was also found in the case group. A lower level of CRP concentration as an inflammatory marker protein also showed in the present study, although it was not statistically significant. The complete blood counts analysis revealed a significant increase in RBC numbers and a significant decrease in lymphocyte numbers (MCV, MCH, MCHC, and RDW values) in the case group. The p-Akt/Akt ratio and NFkB concentration were also found to be statistically lower in the case group. Conclusion: It can be concluded that the radioadaptive response phenomena induced by chronic low radiation dose exposure existed in Tande-Tande sub-village inhabitants. However, this present study failed to find a significant increase of antioxidant enzymes and inflammatory cytokines in Tande-Tande sub-village inhabitants. The activation of Akt and NFkB pathways in Tande-Tande sub-village inhabitants was also not found in this present study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Andrianto
Abstrak :
Tujuan: PD-L1 merupakan protein yang berperan dalam pengaturan respon imun terhadap tumor. Peningkatan ekspresi PD-L1 mengakibatkan antigen atau sel kanker dapat terhindar dari sistem imun. Hubungan ekspresi PD-L1 dengan penggunaan imunoterapi dan radioterapi secara bersamaan telah banyak dilakukan. Akan tetapi, saat ini masih belum diketahui hubungan antara ekspresi tersebut dengan toksisitas akut radiasi. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara ekspresi PD-L1 dengan toksisitas akut selama radiasi dan 2 bulan paska radiasi. Metoda: 30 pasien kanker serviks lanjut local yang mendapatkan terapi radiasi di Departemen radioterapi RSCM. Pasien dilakukan biopsy 2 kali yaitu pra radiasi eksterna dan paska radiasi eksterna untuk dilakukan pemeriksaan ELISA & IHK PD-L1. Selama menjalani radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi, pasien dievaluasi toksisitas akut dengan kirteria CTCAE versi 5. Hasil: Ekspresi PD-L1 pada kanker serviks lanjut lokal yang mendapatkan radiasi tidak memengaruhi pada toksisitas akut selama radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi (p>0,05). Akan tetapi, IHK PD-L1 dengan intesitas ≥ 2 dan ELISA PD-L1 yang mengalami penurunan dari pra radiasi ke paska radiasi, menunjukkan ada kecenderungan memiliki toksisitas yang lebih rendah yaitu ≤ Grade 1. Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 tidak menurunkan toksisitas akut radiasi selama radiasi dan 2 bulan paska terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut lokal. Akan tetapi, pada toksisitas akut 2 bulan paska terapi menunjukkan kecenderungan mendapatkan toksisitas radiasi yang lebih rendah pada pasien yang memiliki ekspresi PD-L1. ......Objectives: PD-L1 is a protein that controls the immune response to tumors. Increased PD-L1 expression results in immune system not detecting cancer cells. There was a correlation between the expression of PD-L1 and the combined use of immunotherapy and radiotherapy. At this time, however, there is no established association between these expression and radiation acute toxicity. Methods: Totally 30 locally advanced cervical cancer patients receiving radiation therapy in the Department of Radiotherapy of RSCM. Biopsy was performed twice, pre-external radiation and post-external radiation for PD-L1 ELISA & IHC tests. The patient was evaluated for radiation of acute toxicity with CTCAE version 5 during external radiation and 2 months post-radiation. Results: The expression of PD-L1 in local advanced cervical cancer which received radiation did not affect acute toxicity during external radiation and 2 months post radiation (p > 0.05). However, PD-L1 CPI with intensity ≥ 2 and PD-L1 ELISA which decreased from pre-radiation to post-radiation, showed a tendency to have lower toxicity, namely ≤ Grade 1. Conclusion: PD-L1 expression in local advanced cervical cancer patients did not reduce the acute toxicity of radiation during external radiation and 2 months post-treatment. Nonetheless, 2 months post-therapy, acute toxicity showed a propensity to lower toxicity in patients with expression of PD-L1.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Oentario
Abstrak :
Tujuan: membandingkan perbedaan luaran klinis antara pasien metastasis otak yang diberikan whole brain radiation therapy (WBRT) dan WBRT dengan simultaneous integrated boost (SIB) pada pasien metastasis otak. Metode: antara tahun Januari 2018 dan Januari 2023, 47 pasien metastasis otak diberikan radioterapi paliatif otak. Diantaranya, 30 pasien menjalani WBRT dan 17 pasien menjalani WBRT-SIB. Hasil akhir pada penelitian ini termasuk kontrol intrakranial, respons tumor dan kesintasan keseluruhan (OS). Hasil: median follow-up pada kelompok WBRT dan WBRT-SIB yaitu 5,4 bulan dan 7,1 bulan secara berurutan. Median kontrol intrakranial pada kelompok WBRT adalah 4,8 bulan dan 9 bulan pada kelompok WBRT-SIB. Kontrol intrakranial 6 bulan pada kelompok WBRT-SIB lebih tinggi dibandingkan kelompok WBRT (76,4% vs 30%, p=0,002). Tidak terdapat perbedaan signifikan pada kesintasan keseluruhan dan respons tumor. Analisis multivariat menunjukkan Penyakit primer terkontrol, kemoterapi pasca RT dan metode WBRT-SIB dapat meningkatkan angka kontrol intrakranial pada pasien metastasis otak. Tidak dijumpai toksisitas radiasi derajat 3 atau lebih pada kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan signifkan penurunan fungsi kognitif pada kedua kelompok. Kesimpulan: WBRT-SIB dapat meningkatkan kontrol intrakranial dibandingkan WBRT saja pada pasien metastasis otak. Namun, tidak dijumpai perbedaan signifikan OS dan respons tumor pada kedua kelompok. ...... Purpose: To compare the differences in clinical outcomes between brain metastasis patients treated with Whole Brain Radiation Therapy (WBRT) alone and WBRT with Simultaneous Integrated Boost (SIB). Method: Between January 2018 and January 2023, 47 brain metastasis patients received palliative brain radiotherapy. Among them, 30 patients underwent WBRT, and 17 patients underwent WBRT-SIB. The primary outcomes assessed in this study included intracranial control, tumor response, and overall survival (OS). Results: The median follow-up in the WBRT and WBRT-SIB groups was 5.4 months and 7.1 months, respectively. The median intracranial control in the WBRT group was 4.8 months, while in the WBRT-SIB group was 9 months. The 6-month intracranial control in the WBRT-SIB group was significantly higher compared to the WBRT group (76.4% vs. 30%, p=0.002). There were no significant differences in overall survival and tumor response between the two groups. Multivariate analysis showed that controlled primary disease, post-RT chemotherapy, and WBRT-SIB method could improve intracranial control rates in brain metastasis patients. No grade 3 or higher radiation toxicity was observed in both groups. There were no significant differences in cognitive function decline between the two groups. Conclusion: WBRT-SIB can improve intracranial control compared to WBRT alone in brain metastasis patients. However, there were no significant differences in overall survival and tumor response between the two groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milda Inayah
Abstrak :
Tujuan: Mengetahui hubungan beban finansial terhadap kualitas hidup pasien kanker yang menjalani terapi radiasi di instalasi radioterapi rumah sakit pusat rujukan nasional Indonesia yang menggunakan JKN. Metode: Desain penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional. Data diambil dari rekam medis dan kuesioner yang didalamnya terdapat formulir EORTC QLQ-C30 untuk menilai HRQoL, yang diisi melalui wawancara via telepon pada pasien kanker yang telah menjalani radioterapi di IPTOR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari 2022 - Maret 2023. Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi dan mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, klinis, dan ekonomi/beban ekonomi, terhadap HRQoL pasien kanker. Hasil: Dari analisis bivariat masing-masing variabel independen, didapatkan untuk global health yang secara statistik memiliki hubungan (p>0,25) antara lain usia (p=0,166), jenis kelamin (p=0,090), stadium (p=0,111), pendapatan bulanan (p=0,114), dan skor COST FACIT (p<0,001). Untuk fungsi fisik, yang berhubungan yaitu KPS (p=0,089), OTT (p=0,048), pendapatan (p=0,146), dan skor COST FACIT (p<0,001). Sedangkan fungsi emosional, berhubungan dengan usia (p=0,081), jenis kelamin (p=0,113), KPS (p=0,119), indikasi radiaisi (p=0,188), OTT (p=0,053), OOP (p=0,021), financial catastrophe (p=0,135), dan skor COST FACIT (p<0,001). Hasil analisis multivariat dengan regresi linier didapatkan hanya skor COST FACIT yang memiliki nilai p<0,05 dari analisisi regresi liniernya untuk global health (p<0,001 b=0.443 R2=18,8%), fungsi fisik (p<0,001 b=0,456 R2=20,1%), dan fungsi emosional (p<0,001 b=0,523 R2=34,6%). Kesimpulan: Toksisitas finansial memilki hubungan yang bermakna dalam menilai HRQoL pasien kanker yang menjalani radioterapi. Pendapatan, OOP, dan financial catastrophe juga dapat dipertimbangkan dan menjadi perhatian dalam mengevaluasi HRQoL dari pasien kanker. ......Objective: To determine the relationship between financial burden and the quality of life of cancer patients undergoing radiation therapy at the radiotherapy installation of the national referral hospital in Indonesia that utilizes the National Health Insurance (JKN). Methods: A descriptive-analytical research design with a cross-sectional method was employed. Data were obtained from medical records and questionnaires containing the EORTC QLQ-C30 form to assess HRQoL, filled out through telephone interviews with cancer patients who had undergone radiotherapy at IPTOR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from January 2022 to March 2023. An analysis was conducted to identify and understand the relationship between sociodemographic, clinical, and economic/economic burden characteristics with the HRQoL of cancer patients. Results: From the analysis of each independent variable, it was found that for global health, there is a statistically significant relationship (p>0.25) with age (p=0.166), gender (p=0.090), stage (p=0.111), monthly income (p=0.114), and COST FACIT score (p<0.001). For physical function, the relationship variables are KPS (p=0.089), OTT (p=0.048), income (p=0.146), and COST FACIT score (p<0.001). Meanwhile, emotional function related to age (p=0.081), gender (p=0.113), KPS (p=0.119), radiation indication (p=0.188), OTT (p=0.053), OOP (p=0.021), financial catastrophe (p=0.135), and COST FACIT score (p<0.001). The results of multivariate analysis with linear regression show that only the COST FACIT score has a p-value <0.05 from its linear regression analysis for global health (p<0.001 b=0.443 R2=18.8%), physical function (p<0.001 b=0.456 R2=20.1%), and emotional function (p<0.001 b=0.523 R2=34.6%). Conclusion: Financial toxicity is significantly related to assessing the HRQoL of cancer patients undergoing radiotherapy. Income, OOP, and financial catastrophe should also be considered and given attention when evaluating the HRQoL of cancer patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Uswah Hasanuddin
Abstrak :

Latar Belakang: Kanker membutuhkan perawatan medis jangka panjang dan biaya besar, sehingga memerlukan benchmark pelayanan kanker terstandardisasi. Program Kemenkes RI mengenai Rumah Sakit Jejaring Pengampuan Pelayanan Kanker berupa pelayanan berjenjang merata di Indonesia. Tiga pembagian strata rumah sakit, yaitu madya, utama, dan paripurna, dikoordinatori oleh satu pengampu nasional. RSCM sebagai pengampu dari lima RS strata utama yang tersebar dari empat Provinsi, yaitu Lampung, Banten, Kalbar dan Kalsel. Tujuan: Mengkaji situasi dan kondisi pelayanan kanker komprehensif di rumah sakit provinsi dan melakukan analisis keberhasilan program pengampuan tersebut. Metode: Studi deskriptif analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil: Pada kelima RS ampuan RSCM masih ada kesenjangan dalam pelayanan kanker dibandingkan dengan benchmark, terutama pada pemenuhan SDM, sarana, dan prasarana. Derajat kesenjangan dalam program penanggulangan kanker sedang hingga ringan. Terdapat kekurangan yang signifikan dalam aspek diagnosis dan terapi secara kualitatif pada RS Sitanala dan RS Banten, yang membutuhkan peningkatan SDM dan fasilitas untuk mengurangi kesenjangannya. Perubahan derajat kesenjangan masih rendah hanya 0.86% hingga 6.25%. Kendala terletak pada implementasi program yang tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing rumah sakit, serta ketergantungan pada dukungan dana dari pengampu nasional. Kesimpulan: Program pengampuan pelayanan kanker yang dirancang strategis berdasarkan analisis kesenjangan belum menunjukkan peningkatan yang memuaskan setelah dua kuartal pelaksanaan. ......Background: Cancer requires long-term medical care and substantial costs, requires standardized cancer care benchmarks. The Ministry Health of Indonesia has established Cancer Care Mentoring Network Hospitals, designed to provide equitable cancer care across country. Hospitals are divided into three strata: intermediate, main, and complete, coordinated by national mentor. RSCM acts as mentor for five main-strata hospitals spread across four provinces: Lampung, Banten, West Kalimantan, and South Kalimantan. Objective: Assess situation of comprehensive cancer care at provincial hospital level and analyse its success. Methods: Descriptive study using both quantitative and qualitative analysis. Results: In five RSCM-mentored hospitals found gaps in cancer care compared to established benchmarks, particularly in human resources, facilities, and infrastructure. The gaps degree in cancer control program tends to be moderate to mild, but qualitatively, there are significant lacks in diagnostic and therapeutic aspects at Sitanala and Banten Hospital, that require improvements. The change in gap degree remains low, ranging from only 0.86% to 6.25%. The main challenges lie in program implementation that are not align with each hospital specific needs and reliance on funding support from national coordinator. Conclusion: The designed cancer care mentoring program based on gap analysis, shows unsatisfactory improvement after two quarters of implementation.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Putri Astiti
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui pengaruh penerapan protokol buli di RSCM terhadap dosimetri dan toksisitas radiasi usus pada pasien kanker serviks saat menjalani radiasi eksterna. Metode : Penelitian adalah penelitian kohort retrospektif pada 236 subjek penelitian yang menjalankan radioterapi eksterna di IPTOR RSCM pada tahun 2019 – 2021. Subjek terbagi menjadi tiga kategori menurut perlakuan yaitu pasien tanpa protokol buli sebanyak 84 pasien, dengan protokol buli 300 - <500 mL sebanyak 35 pasien dan protokol buli 500 mL sebanyak 67 pasien. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov, perbandingan rerata menggunakan Kruskal Wallis dan Mann Whittney. Perbandingan nominal kategorik menggunakan chi square. Analisis multivariat menggunakan regresi linier dan regresi logistik Hasil : Pasien tanpa diberikan instruksi protokol buli volume buli yang cenderung lebih kecil yaitu median 83,5 mL (min-maks) (29,2 – 570) dibandingkan dengan yang diberikan instruksi protokol buli 300 - <500 mL yaitu median (min-maks) 91,5 mL (25,6 – 409,4) dan yang diberikan instruksi protokol buli 500 mL yaitu 125 mL (15-462) (P=0,014). Protokol buli juga berpengaruh terhadap proporsi pasien dengan V45 bowel bag <195 mL, dimana pasien dengan protokol buli 11,12% mencapai V45 bowel bag <195mL, sedangkan pasien tanpa protokol buli hanya 3,2% yang mencapai V45 bowel bag <195 mL (P=0,04. CI 95%). Kesimpulan : Protokol buli yang telah diterapkan di IPTOR RSCM terlihat mempunyai pengaruh terhadap volume buli dan volume bowel bag namun tidak menunjukkan pengaruh terhadap toksisitas akut gastrointestinal bawah. ......Objective: To determine the effect of bladder protocol at RSCM to the irradiated bowel volume and acute bowel toxicity in cervical cancer patients underwent external beam radiotherapy. Methods: This was a retrospective cohort study on 236 cervical cancer patients who underwent external radiotherapy at IPTOR RSCM in 2019-2021. Subjects were divided into three bladder protocol categories. Patients without bladder protocol (n=84), with 300 - <500 mL bladder protocol (n=85) and with 500 mL bladder protocol (n=67). Normality test using Kolmogorov-Smirnov, mean comparison using Kruskal Wallis and Mann Whittney. Comparison of categorical nominal using chi square. Multivariate analysis using linear regression and logistic regression. Results: Patients without bladder protocol had a smaller bladder volume, which median (min-max) was 83.5 mL (29.2 – 570) compared to those who were given a bladder protocol instruction of 300 - <500 mL which was 91, 5 mL (25.6 – 409.4) and those given 500 mL bladder protocol which median value was 125 mL (15-462) (P=0.014. 95% CI). Bladder protocol also caused more patients to achieve V45 bowel bag <195 mL which was 11.12% compared to those without bladder protocol which was 3,2% (P=0.04). Conclusion: The bladder protocol that has been applied at IPTOR RSCM seems to influence the bladder volume and bowel bag volume but did not show an effect on acute lower gastrointestinal toxicity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiana Syarifah
Abstrak :
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran biaya produk radioterapi eksterna dan tarif reimbursement berdasarkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia serta mengetahui kesesuaian antara keduanya. Metodologi: Desain penelitian ini menggunakan metode potong lintang dan pengumpulan data dilakukan dengan total sampling. Data yang terkumpul kemudian dihitung menjadi tiga model perhitungan biaya produk aktual, optimal dan sesuai RRCC versi 20 dari IAEA selanjutnya dibandingkan kesesuaiannya dengan tarif reimbursement JKN. Hasil: Pengumpulan data akhir didapatkan 29 senter partisipan yang dapat diolah datanya dari 19 senter dari RS pemerintah dan 10 RS swasta namun tidak semua senter mengumpulan data dengan lengkap, hanya 5 senter yang mengumpulkan data hingga data amortisasi dan pemeliharaan peralatan dengan lengkap. Senter pemerintah melayani 340.265 fraksi dalam setahun sedangkan swasta 99.547 fraksi. Median biaya produk aktual pada lima senter lengkap, biaya produk optimal dan sesuai RRCC berturut-turut Rp 1.253.552, Rp 1.787.606 dan Rp 1.520.066. Biaya produk aktual dan optimal berdasarkan level PORI (sesuai teknik) berbeda bermakna secara statistik antara level 1A dan 2 atau 3 secara berturut-turut p= 0.014 dan p< 0.001, berdasarkan jenis pesawat Cobalt dibanding Linac biaya produk aktual (p= 0.002), optimal (p= 0.001) dan RRCC (p= 0.022), berdasarkan klasifikasi jumlah fraksi rendah dibanding sedang atau tinggi per tahun biaya produk aktual (p= 0.013) dan RRCC (p= 0.015). Kesimpulan: Secara garis besar gambaran biaya produk dipengaruhi oleh teknik radiasi, jenis pesawat, jumlah fraksi. Perhitungan biaya produk yang direkomendasikan sebagai acuan tarif adalah biaya produk optimal karena sudah memperhitungkan kapasitas dan kemampuan senter untuk berkembang. Tarif JKN menunjukkan tren yang lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya produk optimal, sedangkan jika dibandingkan dengan biaya produk aktual tampak tren lebih tinggi dibanding biaya produk yang dihasilkan dengan hanya 5 senter yang memiliki data lengkap. ......Aims: The aim of this study was to describe the external beam radiation therapy cost and reimbursement tariff based on National Health Insurance (NHI) in Indonesia and to ascertain whether the two were compatible. Methodology: The design of this study used a cross-sectional method and total sampling was used for data collection. The three models created using the collected data to estimating actual, optimal and product cost according to RRCC version 20 from IAEA then assessed for appropriateness against the NHI reimbursement. Results: The final data collection revealed that 29 participating centers came from 10 private hospitals and 19 public hospitals, although not all centers collected complete data, only 5 centers collected data up to complete amortization data and maintenance. In a year, public hospital centers serve 340.265 fractions while private centers serve 99.547 fractions. The median actual product cost for 5 complete centers, optimal product cost and according to RRCC product cost were IDR 1,253,552, IDR 1,787,606, and IDR 1,520,066. According to the radiation technique, level 1A and 2 or 3 of the actual and optimal product costs differed statistically significant (p = 0.014 and p 0.001, respectively), while Cobalt compared to Linac actual product costs (p = 0.002), optimal product cost (p = 0.001) and RRCC (p = 0.022), based on the classification of the number of fractions low compared to medium or high per year actual product cost (p= 0.013) and RRCC (p= 0.015). Conclusion: Radiation technique, machine type and fractionation count all have a general impact on product cost. The optimal product cost calculation suggested as a tariff reference, because it has taken into account the capacity and ability of the centers to develop. The reimbursement shows a lower trend when compared to the optimal product cost, whereas when compared to the actual product cost, it appears to be a higher trend with only 5 centers having complete data.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library