Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eva Lenna Juliana
Abstrak :
Salah satu metoda untuk menentukan keberadaan fosfat di lingkungan perairan adalah dengan pembuatan adsorben selektif Ion Imprinted Polymer menggunakan kitosan termodifikasi. Kitosan suksinat, fosfat, MBA (Metilen Bis Akrilamida) digunakan sebagai monomer, cetakan dan agen pengikat silang. Awalnya kitosan dimodifikasi membentuk kitosan suksinat dan ditambahkan ion besi, Fe(III) membentuk kompleks Fe(III) kitosan suksinat. Kemudian kompleks Fe(III) kitosan suksinat ditambahkan fosfat dan selanjutnya fosfat dikeluarkan dengan KOH sehingga membentuk rongga selektif untuk ion fosfat. Setelah rongga terbentuk, kompleks Fe(III) kitosan suksinat diikat silang dengan menggunakan MBA. Penyerapan fosfat dengan polimer yang telah dicetak dengan fosfat lebih tinggi bila dibandingkan dengan polimer tanpa dicetak dan kitosan. Penyerapan ion fosfat maksimum pada ion imprinted polymer dicapai saat 30 menit dengan kapasitas adsorpsi (Q) = 4,382.59 mg/g, pH 3 dengan Q = 4,806.74 mg/g dan konsentrasi 3-4 ppm dengan Q = 2,884.62-3,703.70 mg/g. Penyerapan fosfat pada ion imprinted polymer terganggu dengan adanya ion bikarbonat dengan Q = 1,205.27 mg/g sedangkan Q untuk penyerapan fosfat tanpa adanya gangguan ion (kontrol) sebesar 6,812.37 mg/g. Penyerapan Sodium Tripolifosfat (STPP) lebih kecil pada polimer yang dicetak dengan fosfat. Q untuk penyerapan STPP 2 ppm sebesar 1,670.35 mg/g sedangkan Q pada penyerapan fosfat 2 ppm sebesar 1,909.76 mg/g.
One method for determining the presence of phosphate within the waters was by making selective adsorbent ion imprinted polymer using modified chitosan. Chitosan succinate, phosphate, MBA (Methylene Bis Acrylamide) were used as a monomer, mold and crosslinking agent. Firstly, chitosan was modified to form chitosan succinate and added iron ions (III) to form complexes of Fe(III) chitosan succinate. Then the complex Fe(III) chitosan succinate was added with phosphate and then phosphate further removed with KOH to form a cavity for the adsorption phosphate ion selectively. Once the cavity was formed, the complex Fe(III) chitosan succinate was then crosslinked using MBA. Phosphate adsorption with polymers that have been imprinted with phosphate was higher when compared with non-imprinted polymer and chitosan. Maximum adsorption of phosphate ions on imprinted polymer was achieved after 30 minutes contact time with adsorption capacity (Q) 4,382.59 mg/g, pH 3 with Q = 4,806.74 mg/g and the concentration of 3-4 ppm with Q = 2,884.62-3,703.70 mg/g. The adsorption of phosphate on the imprinted polymer in the presence of bicarbonate ions as interference was by Q = 1,205.27 mg/g, whereas Q for the adsorption of phosphate ions in the absence of interference was (control) of 6,812.37 mg/g. Adsorption of Sodium tripolyphosphate (STPP) is smaller in the polymer imprinted with phosphate. Q for the absorption of 2 ppm STPP standar was 1,670.35 mg / g, while Q at 2 ppm of phosphate adsorption was 1,909.76 mg / g.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Dyah Kusumawardani
Abstrak :
Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan yang mengakibatkan eutrofikasi. Oleh karena itu diperlukan pengukuran fosfat di lingkungan. Ion imprinted polymer adalah material yang digunakan untuk mengukur konsentrasi fosfat dengan tujuan untuk mempelajari penyerapan ion tripolifosfat pada tripolifosfat-kompleks-kitosan suksinat. Komposisi dari ion imprinted polymer terdiri dari tiga, yaitu kitosan suksinat sebagai monomer kompleks, tripolifosfat sebagai cetakan yang menjadi target untuk dianalisis, dan N,N metilenbisacrilamida (MBA) sebagai agen pengikat silang. Langkah pertama, memodifikasi kitosan menjadi kitosan suksinat. Langkah kedua, kitosan suksinat direaksikan dengan Fe(III) dan tripolifosfat menghasilkan Fe(III)-kitosan suksinat. Setelah itu, Fe(III)-kitosan suksinat diikat silang dengan menggunakan MBA dan ion tripolifosfat dihilangkan dengan menggunakan KOH 1 M. Pengaruh pH, waktu kontak dan konsentrasi diamati. Serapan fosfat yang paling besar terjadi pada pH 2, waktu kontak selama 30 menit, dan konsentrasi sebesar 4 ppm. Hasil imprinted polymer dibandingkan dengan non imprinted polymer. Serapan imprinted polymer menghasilkan serapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan non imprinted polymer. Kitosan suksinat dan Fe(III)-kitosan suksinat yang sudah terikat silang dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC).
The presence of phosphate compounds in water greatly affect the balance of aquatic ecosystems resulting in eutrophication. That is why the measurement of phosphate in the environment is in need. Ion imprinted polymer is a material that has been used to measure the concentration of phosphate, the aim of this research is to learn adsorption of tripolyphosphate ions on tripolyphosphate-chitosan-succinate complex. The composition of ion imprinted polymer composed of three components, namely chitosan succinate as a monomer complex, tripolyphosphate as the template for analysis, and the N,N-methylenebisacrylamide (MBA) as a crosslinking agent. The first step, chitosan was modified into chitosan succinate. The second step, chitosan succinate was reacted with iron(III) and tripolyphosphate produced Fe(III)-chitosan succinate. After that, Fe(III)-chitosan succinate were crosslinked with MBA and tripolyphospate ion was removed using 1 M KOH solution. Effect of pH, contact time and concentration were observed. The maximum adsorption has found to be at pH 2, adsorption equilibrium was achieved in about 30 minutes, and a concentration is 4 ppm. Imprinted polymer has been compared with non-imprinted polymer. The result of imprinted polymer higher than non-imprinted polymer. Chitosan succinate and Fe(III)-chitosan succinate were characterized by Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) and Differential scanning calorimetry (DSC).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Purwo Lestari
Abstrak :
Pada penelitian ini dilakukan adsorpsi ion logam Cu2+ dengan menggunakan komposit film alginat-karagenan dan rumput laut bergenus Sargassum. Daya adsorpsi kemudian dibandingkan antara komposit film alginat-karagenan dengan S.crassifolium untuk mengetahui adsorben mana yang lebih baik. Kondisi optimum adsorpsi adsorben diketahui dengan melakukan variasi adsorpsi meliputi variasi pH, waktu kontak, konsentrasi awal ion logam Cu2+ serta variasi suhu kontak. Diperoleh pH optimum adsorpsi untuk komposit film alginat-karagenan adalah 5, sedangkan untuk S. crassifolium pada pH 3, dengan waktu optimum berturut-turut 120 menit dan 90 menit. Biosorpsi logam meningkat secara linier sebagai fungsi konsentrasi awal logam sampai konsentrasi 50 mg/L dengan nilai serapan untuk S.crassifolium dan komposit film alginat-karagenan berturut-turut 19,1106; 20,3667 mg/g adsorben kering. Pada variasi suhu diperoleh pula serapannya naik baik untuk S.crassifolium maupun komposit film alginat- karagenan. Diperoleh % recovery dengan menggunakan HCl 3 M paling tinggi sebesar 97,495 % dan 91,771% berturut-turut untuk komposit film alginat- karagenan dan S.crassifolium. Diketahui daya adsorpsi komposit film alginat- karagenan lebih tinggi dibanding S.crassifolium pada semua pengukuran variasi. Selama adsorpsi berlangsung, S.crassifolium melepaskan sejumlah zat organik ke dalam larutan sehingga diperoleh kadar organik terlarutnya tinggi, sehingga penggunaan komposit film alginat-karagenan sebagai adsorben logam lebih disarankan. ......In this study, adsorption of metal ions Cu2+ was performed by using composite films alginate-carrageenan and brown seaweed (Sargassum sp.). The adsorption between composite films alginate-carrageenan and S.crassifolium was compared to know the best adsorbent. To determine the optimum condition of adsorbent, several variation was conducted, include variation of pH, contact time, initial concentration of Cu2+ ions solution, and temperature. Optimum pH adsorption obtained for composite films alginate-carrageenan is 5, while for S. crassifolium at pH 3, with successive optimum contact time of 120 minutes and 90 minutes. Metal biosorption increased linearly as the function of the initial concentration of the metal until the concentration of 50 mg/L with uptake value for S.crassifolium and composite films alginate-carrageenan consecutive 19.1106; 20.3667 mg/g dry adsorbent. In the effect of temperature is also obtained an increase in adsorption for both S. crassifolium and composite films alginate- carrageenan. The maximum of % recovery using 3 M HCl is 97.495% and 91.771% respectively for the composite films alginate-carrageenan and S.crassifolium. It is found that the adsorption of composite films alginate- carrageenan is higher than S. crassifolium in all the measurement variation. During the adsorption process, a number of organic substances are released from S.crassifolium into solution producing high levels of dissolved organic material, so the use of composite films alginate-carrageenan as metal adsorbent is recommended.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhania Dwi Aprianti
Abstrak :
Konsentrasi fosfat yang tinggi di lingkungan akuatik dapat menyebabkan terjadinya blooming algae yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem air. Oleh karena itu, penentuan bioavailabilitas fosfat perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasinya dalam ekosistem akuatik. Salah satu metode efektif yang saat ini digunakan dalam penentuan bioavailabilitas fosfat di lingkungan akuatik adalah metode Diffusive Gradient in Thin Films (DGT) dengan binding gel TiO2. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pengikat silang pada gel poliakrilamida yang digunakan sebagai diffusive gel pada sistem DGT untuk meningkatkan selektivitasnya terhadap anion ortofosfat. Pengikat silang yang digunakan untuk modifikasi adalah N,N’-Methylenebisacrylamide (MBA). Nilai koefisien difusi dengan variasi konsentrasi pengikat silang MBA didapatkan bahwa nilai koefisien difusi berbanding terbalik dengan konsentrasi pengikat silangnya. Pembandingan selektivitas diffusive gel DGT dengan pengikat silang MBA dilakukan melalui perhitungan kadar fosfat total pada kedua sistem tersebut dengan adanya anion pengganggu berupa asam fitat dan asam humat. Perhitungan dilakukan menggunakan sistem deployment dalam waktu 24 jam dan variasi konsentrasi pengikat silang MBA (0,05%; 0,2%; dan 0,3%). Melalui perhitungan ini didapat bahwa diffusive gel dengan konsentrasi pengikat silang MBA sebesar 0,3% memberi selektivitas terbaik terhadap anion ortofosfat. Hal ini dibuktikan melalui percobaan dengan gangguan fosfat organik. Konsentrasi asam fitat dan asam humat yang teradsorpsi pada sistem ini cenderung tetap meski konsentrasinya bertambah. Hal ini membuktikan bahwa diffusive gel MBA 0,3% memiliki ambang batas tertentu dalam melewatkan kedua asam organik tersebut, yaitu sebesar 28,753 μg untuk asam fitat dan untuk asam humat sebesar 33,177 μg. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa MBA dapat digunakan sebagai pengikat silang pada diffusive gel poliakrilamida dalam sistem DGT. Penggunaan pengikat silang MBA juga dapat menghasilkan pengukuran kadar bioavailabilitas fosfat yang lebih akurat karena lebih selektif terhadap ortofosfat dan bersifat membatasi jumlah fosfat organik yang terdifusi yang dapat mengganggu analisis kadar ortofosfat. ...... High phosphate concentrations in aquatic environments can cause algae bloom that can result in an imbalance of aquatic ecosystems. Thus, the determination of phosphate bioavailability needs to be done in order to know the level of phosphate concentrate in aquatic ecosystem. One of effective method that is currently used in the determination of phosphate bioavailability in aquatic environments is a Diffusive Gradient in Thin Films (DGT) technique with TiO2 as a binding layer. In this research, the crosslinking modification of polyacrylamide gel used as a diffusive gels in DGT system to improve the selectivity of the orthophosphate adsorption. The crosslinker that used for modification is N, N'-methylenebisacrylamide (MBA). Diffusion coefficient with concentration of crosslinking degree of variation was found that the diffusion coefficient is inversely proportional to the concentrate of cross linker. Benchmarking selectivity DGT diffusive gels with crosslinking MBA done through the calculation of total phosphate levels in both systems with the confounders in the form of phytic acid anions and humic acids. The calculation is done using the system deployment within 24 hours and the concentration of crosslinking variation MBA (0,05%, 0,2% and 0.3%). Obtained through these calculations that the diffusive gel crosslinking MBA with a concentration of 0.3% gave the best selectivity towards orthophosphate anion. This has been proven through experimental research by using organic phosphate as confounder. Concentration of phytic acid and humic acid adsorbed on these systems tend to stagnate despite its concentration increases. This proves that the diffusive gel MBA 0,3% have skipped a certain threshold in both the organic acids : 28,753μg for phytic acid and 33,177 μg for humic acid. Based on this study it can be concluded that the degree can be used as a crosslinking on diffusive polyacrylamide gels in DGT system. The use of crosslinked diffusive material can also provide phosphate bioavailability concentration measurements that are more accurate because it is more selective towards limiting the amount of orthophosphate and organic phosphate diffused as phytic acid and humic acid which can interfere with analysis of the levels of orthophosphate.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldhi Kristianto
Abstrak :
Salah satu metoda untuk mengurangi limbah fosfat adalah dengan menggunakan adsorben yang memiliki daya adsorpsi tinggi dan selektif. Adsorben seperti ini dapat disintesis dengan metode ion imprinted polymer. Mula-mula kitosan dimodifikasi membentuk kitosan suksinat dan ditambahkan ion besi, Fe (III) membentuk kompleks Fe (III) kitosan suksinat. Kemudian kompleks ini ditambahkan fosfat dan diikat silang dengan menggunakan MBA. Selanjutnya fosfat dikeluarkan dengan KOH, sehingga membentuk rongga selektif untuk ion fosfat. Selanjutnya ion imprinted polymer yang terbentuk diteliti kinerja adsorpsinya terhadap ion ortofosfat pada berbagai variasi eksperimen yang dilakukan dalam sistem SPE (Solid Phase Extraction). Adsorpsi fosfat optimum tercapai pada kondisi konsentrasi 4,0 ppm dengan % adsorpsi 84,865 % ; pH 3,0 dengan % adsorpsi 84,865 % ; kecepatan alir 0,5 mL/menit dengan % adsorpsi 85,936 % ; massa adsorben 0,2 gram dengan % adsorpsi 89,43 %. Selain itu gangguan dari ion bikarbonat dan sulfat tidak berpengaruh secara signifikan dalam proses adsorpsi ion fosfat, yang masing-masing penurunanya berkisar 8 % dan 5 %. Berdasarkan percobaan interaksi adsorbat-adsorben mengikuti pola isotherm adsorpsi Freundlich dengan R² = 0,9958 dan konstanta adsorpsi (k) yang diperoleh untuk adsorpsi ion fosfatsebesar 0,4075, sedangkan nilai konstanta n adalah 0,6985. Persen Recovery pada sistem ini sangat tinggi, yaitu 96 %.
One method to reduce phosphate waste is to use selective adsorbent. Such adsorbents can be synthesized by the method of ion imprinted polymer. Modified chitosan was used to adsorb phosphate existing in waste like any aquatic environment. Chitosan succinate, phosphate, MBA (Methylene Bis Acrylamide) is used as a monomer, mold and crosslinking agent. Initially established modified chitosan and chitosan succinate added iron ions, Fe (III) to form complexes of Fe (III) chitosan succinate. Then the complex Fe (III) phosphate and chitosan succinate was added subsequently issued with KOH phosphate to form cavities for ion selective phosphate. Once the cavity is formed, the complex Fe (III) crosslinked chitosan succinate by using the MBA. Phosphate absorption by polymers that have been printed with phosphate higher when compared with non-printed polymer and chitosan. Furthermore ion imprinted polymer studied the adsorption performance in the SPE (Solid Phase Extractionsystem). Phosphate adsorption is achieved at optimum conditions with the concentration of 4.0 ppm with % adsorption 84.865%; pH 3.0 with % adsorption 84.865%; flow rate of 0.5 mL / min with % adsorption 85.936%; adsorbent mass of 0.2 grams with % adsorption 89.43%. Besides disruption of bicarbonate and sulfate ions did not significantly in the process of adsorption of phosphate ions, each of which reduction around 8% and 5%. Based on the experimental adsorbate-adsorbent interactions follow the pattern of Freund lich adsorption isotherm with R² = 0.9958 and adsorption constants (k) obtained for the adsorption of phosphate ions at 0.4075, while the value of the constant n is 0.6985. Percent Recovery on the system is very high, at 96%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S54255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratsania Rahmaniarti H.
Abstrak :
Konsentrasi fosfat yang tinggi dalam perairan dapat memicu terjadinya eutrofikasi yang mengarah pada pertumbuhan alga yang tidak terkendali (algae blooming). Hal tersebut mendasari perlunya penentuan konsentrasi fosfat di lingkungan akuatik. Namun, konsentrasi fosfat dapat berubah saat penyimpanan sampel sehingga analisis yang akurat sulit dicapai kecuali dilakukan secara in-situ. DGT (Diffusive Gradient in Thin Film) merupakan metode pengukuran in-situ yang dikembangkan untuk pengukuran fosfat dan logam. Pada penelitian ini digunakan Fe-Al-Oksida sebagai binding gel yang diharapkan mampu mengikat fosfat dengan kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan ferrihidrit. N,N’-methylenebisacrylamide digunakan sebagai pengikat silang pengganti DGT Crosslinker yang komersial karena harga yang lebih murah dan selektif terhadap molekul kecil. DGT Ferrihidrit dan DGT Fe-Al-Oksida diuji dengan sejumlah variasi konsentrasi, pH, dan waktu kontak. Pada kedua metode DGT didapat bahwa pH yang baik untuk pengukuran fosfat dilakukan pada pH 3. Kapasitas binding gel Fe-Al-Oksida diketahui lebih tinggi dibanding binding gel ferrihidrit dengan hasil CDGT Ferrihidrit : Cawal adalah 76% dan CDGT Fe-Al-Oksida : Cawal adalah 82%. ...... High concentration of phosphates in the water can lead to eutrophication which leads to uncontrolled growth of algae (algae blooming). It underlies the need for determining the concentration of phosphate in the aquatic environment. However, the concentration of phosphate may change during storage of samples so that an accurate analysis difficult to achieve unless carried out in-situ. DGT (Diffusive Gradient in Thin Films) is an in-situ measurement method developed for measuring phosphate and metal. In this study the use of Fe-Al-Oxide as a binding gel that is expected to bind phosphate with a capacity greater than ferrihydrite. N, N'-methylenebisacrylamide is used as a substitute for commercial DGT Crosslinker as crosslinking for a cheaper price and selective for small molecule. Ferrihydrite-DGT and Fe-Al-Oxide-DGT are tested with a variety of concentrations, pH, and contact time. In both methods DGT found that the pH for phosphate measurements performed at pH 3. Capacity of Fe-Al-Oxide binding gel known to be higher than the ferrihydrite binding gel with result Cferrihydrite-DGT:Cstart is 76% and CFe-Al-Oxide-DGT:Cstart is 82%
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puriyati
Abstrak :
Ion logam Cr (III) dan Cr (VI) merupakan logam berat yang dapat membahayakan bagi lingkungan. Oleh karena itu diperlukan cara untuk dapat menangani limbah tersebut, salah satu caranya yaitu menggunakan biomassa alga hijau sebagai biosorben yang dapat menyerap logam berat. Selain itu juga dilakukan protonasi biomassa dengan menggunakan larutan HCl 0,1 M yang diharapkan menghasilkan serapan (daya adsorpsi) terhadap ion logam Cr (III) dan Cr (VI). Penelitian ini menggunakan beberapa variasi yiatu, pH awal larutan logam, waktu kontak, dan konsentrasi awal larutan logam. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa biosorpsi optimum untuk ion logam Cr (III) berada pada pH 7 sebesar 94,68 % sedangkan biosorpsi optimum untuk ion logam Cr (VI) berada pada pH 2 sebesar 64,79 %. Penyerapan maksimum untuk ion logam Cr (III) dan Cr (VI) berada pada waktu kontak 60 menit. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serapan terbesar untuk ion logam Cr (III) terjadi pada konsentrasi 10 mg/L dan untuk ion logam Cr (VI) terjadi pada konsentrasi 80 mg/l. Biomassa alga hijau terprotonasi dapat digunakan sebagai biosorben ion logam Cr (III) dan Cr (VI).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30685
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Wulandari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30529
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Susanti
Abstrak :
Alga nijau telah diketahui dapat menyerap ion logam berat seperti ion logam Cr (VI) dalam Iarutan. Namun kemampuan alga dalam menyerap ion logam berat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti mudah rusak karena degradasi olen mikroorganisme Iain, ukurannya yang sangat kecil, dan berat jenisnya yang rendah. Selain itu alga mudah sekali Iarut dalam asam. Oleh karena itu biomassa alga tersebut diimmobilisasi dengan kalsium alginat agar diperoleh struktur yang Iebih stabil dalam asam. Selain itu, kalsium alginat diketahui juga dapat menyerap ion logam Cr (VI) dalam larutan. Biomassa alga, biomassa alga terimmobilisasi, dan kalsium alginat sebelum dan setelah mengikat ion logam Cr (VI) dikarakterisasi menggunakan SEIVI-EDX dan FTIR. Dari hasil penelitian menunjukkan banwa pH maksimum untuk ion logam Cr (VI) oleh biomassa alga, biomassa alga terimmobilisasi, dan kalsium alginat berada pada pH 2 dengan waktu kontak 120 menit. Recovery ion logam Cr (VI) dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi HNO3 dan NaOH.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30494
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramos Mangisi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30501
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>