Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Yulianti Wibowo
Abstrak :
Gizi ganda (dual form of malnutrition/DFM) merupakan fenomena kesehatan yang tidak hanya terjadi di tingkat nasional tetapi sudah sampai pada tingkat keluarga. Kondisi ini cukup unik, mengingat anggota keluarga tinggal dalam kondisi yang sama. DFM menjadi tantangan dan masalah kesehatan baru, kedua masalah gizi salah sama penting dan memberikan beban lebih besar pada rumahtangga. Tujuan penelitian adalah mengetahui prevalensi dan determinan DFM di Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas 2010. Analisis multilevel modelling digunakan untuk mengidentifikasi determinan DFM di level rumahtangga, wilayah desa/kota dan propinsi. Definisi Dual form of Malnutrition yang digunakan adalah anggota rumahtangga mempunyai status gizi yang berbeda; dipilih pasangan balita kurang gizi (<-2 z-score) dan ibu gizi lebih (IMT>25 kg/m2). Kriteria inklusi adalah rumahtangga dengan pasangan ibu kandung dan balita, usia ibu >18-40 tahun, dan usia balita >=2-5 tahun, sedangkan kriteria eksklusi adalah ibu hamil dan anak masih menyusu. Determinan variabel yang digunakan adalah jumlah anggota rumahtangga, komposisi rumahtangga, sosial ekonomi, Intra Household Food Distribution/IHFD, usia dan jenis kelamin anak, pekerjaan, usia dan pendidikan ibu, wilayah desa-kota, dan kondisi fiskal, akses ke pelayanan kesehatan, kondisi kesehatan propinsi, tingkat kemiskinan, petugas gizi, angka melek huruf yang merupakan proksi indikator kondisi nutrition and epidemiologic transition. Hasil penapisan diperoleh 1899 rumahtangga yang memenuhi syarat. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi DFM adalah 29.8% (95%CI 26.5-31.2). ibu berusia diatas 30 tahun OR=1.68;95%CI (0.31-0.72), ibu berpendidikan kurang dari SMA OR=1.63;95%CI(1.23- 1.71), balita mendapatkan alokasi karbohidrat lebih sedikit OR=1.28;95%CI(1.02-1.60), rendahnya distribusi lemak pada anak di level rumahtangga OR=1.24;95%CI(1.02-1.51), dan kondisi kesehatan di masyarakat (IPKM) di level propinsi OR=1.43;95%CI(1.06-1.93). Wilayah desa/kota tidak berhubungan dengan kejadian DFM. Resiko kejadian DFM antara rumahtangga berisiko dengan rumahtangga kurang berisiko adalah 1.33. Level kontekstual propinsi tidak terlalu berpengaruh terhadap perbedaan kejadian DFM di rumahtangga MOR 1.28 (perubahan MOR 3.75%), IOR 0.89-2.29). Penelitian ini menunjukkan bahwa rumahtangga khususnya ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya preventif kejadian DFM. ...... Dual form of malnutrition/DFM is a health phenomenon that is not only happening at the national level but has reached the lowest level of the family. This condition is quite unique, given the family members living and share the same conditions. DFM is a health challenge and new health problem, of which problem has equal/same important and provide a greater burden to households. The research objective was to determine the prevalence and determinants of DFM in Indonesia using data Riskesdas 2010. Multilevel modeling analysis used to identify the determinants of DFM in household, urban/rural area and province level. Dual form of malnutrition defined as member of household has an opposite nutritional status; the study used pair of malnourished child (<-2 z-score) and overweight mother (BMI> 25 kg/m2). Inclusion criteria were households with pair child and mother, maternal age> 18-40 years, and child’s age >=2-5years, whereas exclusion criteria were pregnant women and breastfed children. Determinants variable used were the number of household members, household composition, household socio-economic, Intra Household Food Distribution/IHFD, age and gender of children, occupation, age and maternal education, rural and urban areas, and fiscal conditions, access to health care, provincial health condition, poverty level, nutrition workers, literacy rate which are considered as a proxy indicator of nutrition and epidemiologic transition. The screening result obtained 1899 households are eligible. Results showed the prevalence of DFM was 29.8% (95% CI 26.5-31.2). Mothers aged over 30 years OR =1.68; 95% CI (0.31- 0.72), lower mother’s education (less than senior high school) OR = 1.63, 95% CI (1.23- 1.71), child received lower carbohydrate allocation over the family OR = 1.28, 95% CI (1.02- 1.60), child received lower fat distribution over the family OR = 1.24;95% CI (1.02-1.51), and health conditions in the community (IPKM score) at the provincial level OR = 1.43;95% CI (1.06-1.93. Urban/rural was not associated with DFM. The risk of DFM between households at risk with less risk households is 1.33. Contextual level of provinces do not much affect to the incidence of DFM among households MOR 1.28 (small change of MOR 3.75%) and IOR 0.89-2.29). This study showed that household and particularly mother has a very important role in to prevent DFM events.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Ade Ari Wiradnyani
Abstrak :
LATAR BELAKANG. Prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi. Di lain pihak, pemerintah telah menjalankan program nasional gizi ibu dan anak pada 1000 hari pertama kehidupan/HPK anak yang merupakan periode emas untuk mencegah/menurunkan kejadian stunting.Studi menunjukkan bahwa untuk mendapatkan dampak yang diharapkan,diperlukan kepatuhan ibu menjalankan rekomendasi program gizi tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengukur faktor yang berhubungan dengan praktek ibu dalam menjalankan rekomendasi program gizi nasional pada 1000 HPK, serta hubungannya dengan prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan. METODE. Studi ini menganalisis data sekunder dari Survei Nasional (SDKI 2002, 2007 dan 2012, dan Riskesdas 2010) dan pendekatan kualitatif untuk melengkapi hasil analisisagar mendapat gambaran yang utuh tentang faktor yang berhubungan dengan praktek ibu tersebut. Program gizi nasional yang diukur adalah suplementasi tablet besi-folat/TBF, pemberian ASI lanjutan, pemberian makanan pendamping ASI/MP-ASI, dan suplementasi kapsul vitamin A. HASIL. Kepatuhan ibu menjalankan program sebagai komposit program tidak berhubungan secara bermakna dengan resiko stunting pada anak. Namun, analisis program secara individu menunjukkan bahwa kepatuhan minum TBFberhubungan bermakna dengan risiko severestunting, dan praktik MP-ASI berhubungan dengan risiko stunting pada anak usia 6-11 bulan. Pada keluarga dengan ekonomi rendah, anak yang masih menerima ASI memiliki risiko stunting yang lebih tinggi dibandingkan pada anak yang sudah disapih. Hal ini berhubungan dengan MP-ASI yang lebih buruk pada anak yang masih menyusu. Faktor lain yang berhubungan dengan risiko stunting adalah tinggi badan ibu, berat lahir serta jenis kelamin dan umur anak.Paparan informasi serta dukungan suami/keluarga berhubungan secara bermakna dengan praktek ibu. Ditemukan empat mispersepsi yang umum pada ibu, yaitu TBF dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, TBF lebih untuk pengobatan daripada pencegahan, ASI dapat menggantikan kebutuhan energi dan zat gizi anak yang seharusnya diperoleh dari MP-ASI, serta makanan lunak untuk anak usia 6-8 bulan yg baik adalah bubur susu siap saji. KESIMPULAN. Kepatuhan ibu pada program prenatal, serta faktor sebelum dan selama kehamilan berhubungan dengan resiko stunting pada anak. Hal ini menekankan kembali pentingnya status gizi wanita sebelum dan selama hamil. Paparan informasi dan dukungan suami/keluarga sangat berperan dalam praktek ibu. Memaksimalkan kunjungan antenatal dan pemantauan pertumbuhan balita sebagai media untuk memberi ibu paparan informasi menjadi sangat penting. Memberdayakan bidan dan kader Posyandu adalah keharusan. Pendekatan ibu-ayah diusulkan sebagai salah satu cara karena diharapkan dapat memberi hasil yang lebih baik dibandingkan pendekatan pada ibu sebagai satu-satunya target program gizi ibu dan anak.
BACKGROUND. Stunting in Indonesia remains highly prevalent despite the availability of national maternal and child nutrition/MCN programs for the period known to be window of opportunity for stunting prevention/reduction, i.e. the first 1000 days of child's life. Studies confirm that good adherence towards the program recommendations is required to ensure the program's impact. The study aims to assess factors associated with adherence of mothers towards national MCN programs within the first 1000 days of child's life and its association with prevalence of stunting among children aged 6-23 months. METHODS. The study analyzed national surveys data (Indonesian DHS 2002, 2007 and 2012 and Riskesdas 2010), complemented witha qualitative approach exploring factors associated with the mother's adherence in order to provide the more complete pictures. The MCN programs cover iron-folic acid supplementation/IFAS, continued breastfeeding, complementary feeding/CF practices, and vitamin A capsule supplementation. RESULTS. Adherence towards MCN programs as a composite program is not associated with risk of stunting in children. However,good adherence towards IFAS program is associated with significant lower risk of severe stunting.The CF practices shows significant association with risk of stunting in 6-11 months old children. On the contrary, risk of stunting of children from poor family was higher among breastfed than non-breastfed ones, which was associated with their poorerCF practices. Other predictors of stunting were maternal height, child's birthweight, sex and age. Good exposures towards information and support from husband/family were associated with good mother's adherence towards the MCN program. Four misleading perceptions were revealed from the qualitative study, i.e. IFA tablets may cause high blood pressure,IFAS was more for curative than preventive, breastmilk can substitute energy and nutrient needs for the children that should be obtained from foods, and instant baby milk porridges were referred as most appropriate 'soft food' for 6-8 months old children. CONCLUSION. Adherence towards prenatal program, maternal height and child's birthweight were significant predictors of child stunting. It reinforces the needs to put good nutrition of women before and during pregnancy as priority. Good CF practices have to be emphasized more, especially during the transition period. Exposure towards information and support from husband were significant factors of the mother's adherence. Making optimal use of ANC and posyandu visit to expose mothers with information is highly crucial. Thus, empowering midwife andposyandu cadres is a must.Mother-father based approach is proposed to be more beneficial rather than mothers as single target of the MCN programs for pregnancy and child care.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library