Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Panji Prakoso
"Tumbuh berkembangnya DKI Jakarta untuk pemenuhan fasilitas perkotaan yang diikuti dengan alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menyebabkan terjadinya penurunan kondisi lingkungan fisik kritis perkotaan seperti peningkatan suhu udara dan kebisingan perkotaan. Kondisi tersebut dapat diminimalkan dengan keberadaan hutan kota, melalui keberadaan vegetasi yang menghasilkan jasa ekosistem salah satunya adalah Hutan Kota Srengseng (HKS). Sehingga, riset ini bertujuan untuk menganalisis menganalisis kondisi vegetasi, iklim mikro, kebisingan, kenyamanan audial-termal, dan merumuskan strategi prioritas untuk pengelolaan hutan kota berbasis pemilihan jenis. Riset ini menggunakan metode kuantitatif melalui observasi lapangan dan penyebaran kuisoner kepada para ahli untuk penentuan prioritas pengelolaan. Analisis yang dilakukan dalam riset ini adalah melalui analisis vegetasi, analisis deskriptif dengan menggunakan instrument baku mutu serta Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil yang diperoleh adalah jenis Kapuk (Ceiba pentandra) dan Mahoni daun besar (Swietenia macrophylla) adalah jenis yang berperan pada masing-masing tingkat pertumbuhan yaitu semai, pancang, tiang dan pohon karena memiliki nilai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi. Keberadaan vegetasi di HKS mampu memberikan efek pendinginan suhu udara serta peningkatan kondisi kelembaban sebesar 2,44⁰C dan 12,27%. Kemampuan reduksi kebisingan yang dihasilkan oleh HKS adalah sebesar 31,28 dB(A). Di lain sisi, HKS belum mampu memberikan kenyamanan audial-termal pada kategori nyaman. Prioritas pengelolaan HKS untuk mencapai kenyamanan audial-termal adalah melalui pengayaan jenis dengan komposisi 47,42% (audial) dan 55,28% (termal). Jenis prioritas yang ditanam secara berturut-turut adalah Tanjung (Mimustop elengi) dan Kirai Payung (Felicium decepiens).
The growth of DKI Jakarta for the fulfillment of urban facilities followed by land conversion of Green Open Space (GOS) has led to a decline in urban critical physical environmental conditions such as an increase in air temperatures and urban noise. This condition can be minimized by the presence of urban forests, through the presence of vegetation that produces ecosystem services, one of which is Srengseng Urban Forest (SUF). Thus, this research aims to analyze the analysis of vegetation conditions, microclimate, noise, audial-thermal comfort, and formulate priority strategies for urban forest management based on species selection. This research uses quantitative methods through field observations and distributing questionnaires to experts to determine management priorities. The analysis conducted in this research is through vegetation analysis, descriptive analysis using quality standard instruments and Analytical Hierarchy Process (AHP). The results obtained are the type of Ceiba pentandra and Swietenia macrophylla are the types that play a role in each level of growth, namely seedlings, saplings, poles and trees because they have the highest Importance Value Index (IVI). The presence of vegetation was able to provide a cooling temperature effect and an increase in humidity conditions of 2,44 ⁰C and 12,27%. The ability to reduce noise produced by SUF is 31,28 dB(A). On the other hand, SUF has not been able to provide audial-thermal comfort in the comfortable category. The priority of SUF management to achieve audial-thermal comfort is through species enrichment with a composition of 47,42% (audial) and 55,28% (thermal). Priority types planted consecutively are Mimustop elengi and Felicium decepiens."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Erline Fitridiah Pitaloka
"Daerah Aliran Sungai Citarum ditetapkan sebagai DAS prioritas oleh Kementrian Lingkugan Hidup dan Kehutanan, yang berdasarkan kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, dan kebijakan pembangunan wilayah perlu diberikan prioritas dalam penanganannya. Kurangnya koordinasi antar sektor dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia tercermin dalam kasus pengelolaan DAS Citarum. Tujuan dari riset ini adalah menganalisis pola interaksi para pihak, perencanaan dan realisasi anggaran; penutupan hutan; dan pola interaksi para pihak yang berkelanjutan. Metode riset yang digunakan adalah analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), analisis sosial kelembagaan menggunakan Actor Network Theory (ANT), dan analisis deskriptif. Hasil riset menunjukkan bahwa pola interaksi membentuk jaringan aktor yang lemah dengan nilai Betweenness Centrality 7,02%; perencanaan dan realisasi anggaran belum optimal; penutupan hutan pada tahun 2019 sebesar 24,51% yang artinya belum mencapai syarat keberlanjutan DAS. Kesimpulan riset ini adalah Gubernur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Perum Perhutani sebagai aktor kunci perlu menyediakan wadah untuk menyatukan gagasan dan anggaran dari semua pihak, guna menambah hubungan antar aktor sehingga sentralitas pada jaringan menjadi kuat dan kebutuhan dana dapat tercukupi. Pola interaksi para pihak dalam pengelolaan penutupan hutan yang berkelanjutan mendukung penambahan penutupan hutan yang meningkatkan daya tampung dan daya dukung DAS, melindungi keanekaragaman hayati, dan mendukung keberlanjutan hulu DAS Citarum.
The Citarum Watershed is designated as a priority watershed by the Ministry of Environment and Forestry, based on environmental, social, economic and regional development policies that need to be given priority of the management. The lack of coordination between sectors in environmental management in Indonesia is reflected in the case of Citarum Watershed Management. The purpose of this research is to analyze the pattern of stakeholder interaction; planning and budget realization; forest coverage; and the sustainable pattern of stakeholder interaction. The research method used are spatial analysis using Geographic Information Systems (GIS), institutional social analysis using Actor Network Theory (ANT), and descriptive analysis. The results showed that the pattern of stakeholder formed a weak actor network with a value of 7.02% Betweenness Centrality; budget planning and realization is not yet optimal; forest coverage in 2019 was 24.51%, which means that the sustainale of the watershed has not been achieved. The conclusion of this study is the Governor, Ministry of Environment and Forestry, Perum Perhutani as key actors who need to provides a platform for bringing together ideas and budgets from all stakeholders, increase the relationship between actors so that centrality in the network becomes strong and funding needs can be fulfilled. The sustainable pattern of stakeholder interaction in forest coverage supports increasing forest coverage that increases the carrying capacity of the watershed, protects biodiversity, and supports sustainability of the upper Citarum Watershed."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library