Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mira Winarta
Abstrak :
ABSTRAK
Scope and Research method : In order to find out the prevalence rate of respiratory obstruction due to exposure to jute's dust and other risk factors, such as work place, age group, length of work, smoking habit, usage of personal protection device, clinical symptom and allergy history, a cross sectional study regarding the influence of jute's dust on lung function among jute factory worker has been done in Tangerang. Total sample of respondent for this study is 135 workers, who are working in 4 working unit in the factory. There are 4 methods of data collection used in this study. First, interview by using Pneumomobile Project Indonesia questioner. Second, physical examination to all employees especially related to respiratory disorder. Third, measurement of lung function using spirometer. Fourth, examination of jute's dust at work place used low volume dust sampler.

Result and Conclusion: This study find out the concentration of total jute's dust in high exposure working place is 13,3mg/m3, while in low exposure working place is 1,5 mg/m3. Result of statistic soon significant different (p<0,05). The study also finds out that the prevalence rate of chronic respiratory obstruction among the workers who work in high concentration dust environment is 25,9% and with low exposure is 2,8%. Statistically it is significantly different (p<0,05). There are a significant relationship between occurrence of chronic respiratory obstruction disease and dust concentration, while there are no relationship with age group, length of work, education level, height of body, smoking habit, use of personal protection device, previous clinical symptom and allergy history. The prevalence rate of acute respiratory obstruction among the workers who work in high concentration dust environment is 11,1%, while in low concentration dust environment is 3,7%. Statistically has not significantly different (p0,05). There are no relationship between acute respiratory obstruction disease and work place, age group, length of work, educational level, height of body, smoking habit, use of personal protection device, previous clinical symptom and allergic history. Analysis of smoking habit as risk factor and its relationship with obstruction can't be done since the prevalence rate of smoking habit among the workers is low (1,5%).
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zuriah Sunarmi
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Untuk Mengetahui hubungan kuat penerangan dengan kelelahan mata dan produktivitas kerja, telah dilakukan penelitian kross seksional terhadap 264 tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai penjahit di Industri Konveksi PT. Busana Rama Tekstil & Garment. Pengumpulan data dilakukan dengan cara Anamnesa, pemeriksaan fisik, khususnya kelelahan mata dengan menggunakan near point ruler serta pemeriksaan lingkungan terutama yang menyangkut penerangan tempat kerja dengan menggunakan lux meter. Hasil dan Kesimpulan : Hasil penelitian mencatat kuat penerangan rata-rata di seluruh tempat kerja adalah 238.50 lux, dengan simpang baku 77.36. Prevalensi rate kelelahan mata setelah 4 jam adalah 84.5%. Tidak ditemukan hubungan antara timbulnya kelelahan mata dengan kuat penerangan, warna bahan pakaian, lama kerja, pendidikan, serta golongan umur. Produktivitas rata-rata seluruh pekerja setelah bekerja selama 4 jam adalah 72,65 potong pakaian per jam dengan simpang baku 38.47. Hasil uji statistik memperlihatkan hubungan yang bermakna antara produktivitas kerja dengan warna bahan pakaian serta dengan kuat penerangan, tetapi tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelelahan mata, lama kerja, pendidikan, dan golongan umur.
The Relationship between Light Intensity and Asthenopia as well as Working Productivity of the Labor Working at Garment Industry of PT. Busana Rama Textile & Garment TangerangThe Scope and Method of Study. In order to find out the relationship between the light intensity with asthenopia and working productivity, a cross sectional study is conducted toward 264 female worker who are working as tailor in the garment industry of PT. Busana Rama Textile and Garment. The collection of data is carried out by anamneses, physical examination, especially related to asthenopia by using near point ruler, and environment examination regarding the light intensity at the working place by using the lux meter. Results and Conclusion: The study find out that the average light intensity for all working places is 238,50 lux, with standard deviation of 77.36. The prevalence rate of asthenopia after working for 4 hours is 84,5%. There are no relationship between asthenopia and light intensity, color of clothes raw-material, length of work, educational level, and age group of the female workers. The average productivity for all workers after working for 4 hours is 72,65 pieces of cloth per hour with the standard deviation of 38,47. The result of statistic shown that there are relationship between working productivity and color of cloths raw-material and light intensity. However with regards of asthenopia, length of work, educational level, and age group of the female workers there are no relationship with working productivity.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriani Suprapto
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Untuk mengetahui insiden, keluhan yang sering timbul, serta resiko green tobacco sickness(GTS) yang diderita oleh pemetik tembakau yang kontak dengan daun tembakau basah dan segar, dilakukan penelitian Prospektir Sederhana terhadap S4 pemetik daun tembakau di desa Bansari pergunungan Sindoro, kecamatan Parakau, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan mempergunakan daftar pertanyaan yang telah di uji coba, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan kadar kotinin urin secara immunoassay kompetitif dengan menggunakan Coti Traq dari Serex. pengalahan secara elektrikal mempergunakan program SPSS. Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian ini menemukan angka insiden GTS adalah 63.7 %. Keluhan yang sering ditemukan adalah pusing, sakit kepala serta kelelahan. Sedangkan faktor resiko yang mempengaruhi GTS adalah pengalaman kerja, letak daun yang dipetik, serta penggunaan alat pelindung. Pemetik daun tembakau yang telah lama bekerja, pemetik daun tembakau letak tengah serta pmakai baju lengan panjang sedikit terkena GTS ketimbang pemetik daun tembakau yang baru bekerja, pemetik daun letak tengah atas serta tidak memakai baju lengan panjang. Untuk tnencegah/mengurangi insiden GTS dianjurkan beberapa saran antara lain memakai alat pelindung. ......The incidence and risk factors of GTS among the tobacco pickers at Bansari Village, Sindoro Mountain, Parakan Subdistrict, Temanggung District, Central Java.Scope and Method : In order to obtain information regarding incidence, main symptoms plaints, and risk factors of GTS among the tobacco pickers that directly contact with fresh and wet tobacco's leaf, a simple prospective study covered 80 tobacco leaf pickers was conducted in Bansari Village, Sindoro mountain, Parakan Subdistrict, Temanggung District, Province of Central Java. The method of data collection were by interviewing with the tobacco pickers using pre-tested questioner, physical examination, and laboratory test on cotinine in the urine by competitive immunoassay method from Serex. The datas were processed by computer using SPSS PC + software. Result and Conclusion :The study found that the incidence of GTS was 63.7%. The main symptoms were dizziness, headache, and fatigue. The risk factors of GTS were work's experience, the position of the tobacco leaf to be picked, and protection device used. The incidence of GTS among the tobacco pickers who having more work's experience and picking tobacco leaf in the middle position, and wearing long sleeves dress were less than the tobacco pickers who having less work's experience and picking tobacco leaf in the upper position, and wearing short sleeves dress. To prevent or reduce the occurrence of GTS among the tobacco pickers, some suggestions were forwarded, including using protection device.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wudangadi JB Rampen-Harsono
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Sindrom terowongan karpal (STK) yang diawali dengan keluhan nyeri, kebas, kesemutan atau rasa terbakar di daerah persarafan medianus ditangan, tanpa pengobatan dini akan berlanjut dengan atrofi otot tenar serta kerusakan total saraf sehingga menyebabkan cacat tangan. Angka kejadian sindrom ini yang semakin meningkat di luar negeri, menurut kebanyakan peneliti erat hubungannya dengan faktor pekerjaan. Penelitian kros seksional ini mengevaluasi prevalensi sindrom terowongan karpal pada 61 tenaga kerja dengan pajanan tinggi tekanan biomekanis berulang pada tangan dan pergelangan tangan di pabrik ban P.T. BSIN, menggunakan 65 tenaga kerja dengan pajanan. rendah dari pabrik yang sama, sebagai pembanding. Juga dilakukan penilaian terhadap beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor risiko. Diharapkan hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk perencanaan program pencegahan sindrom ini. Data sosio-demografis, riwayat pekerjaan dan riwayat penyakit didapatkan melalui anamnesis menggunakan kuesioner, sedangkan status kesehatan ditetapkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik menggunakan tes provokatif. Pemeriksaan penunjang elektroneuromiografis dilakukan untuk konfirmasi diagnosis. Uji chi kuadrat dig unakari untuk menilai hubungan antara faktor-faktor yang diperkirakan sebagai faktor risiko dan STK, sedangkan analisis regresi logistik berganda dipakai untuk melihat probabilitas timbulnya STK sehubungan dengan faktor risiko yang ada. Hasil dan Kesimpulan: Prevalensi STK pada pekerja bagian produksi adalah 12.7%, dan lebih tinggi pada kelompok pekerja dengan pajanan tinggi (19.7%) dibandingkan kelompok pekerja dengan pajanan rendah (6.2%). Tidak didapatkan hubungan bermakna antara masa kerja dan tingkat pendidikan dengan STK. Faktor-faktor yang menunjukkan kecenderungan tinggi sebagai faktor risiko STK, selain faktor pekerjaan berupa tekanan biomekanis berulang (OR3.968) adalah faktor umur (OR 4.368) dan faktor berat badan (OR3.157). ...... Scope and method: Carpal tunnel syndrome (CTS) characterized by pain, numbness, or tingling of the fingers in the median nerve distribution, without early intervention will result in impaired hand function and disability. Increased risks for this syndrome has been found in manufacturing industries. The purpose of this cross sectional study, using 61 randomly selected workers exposed to high repetitive biomechanical stress at an automotive tires manufacturer, is to estimate prevalence of the carpal tunnel syndrome in this population. A control group, consisting of sixty five randomly selected workers exposed to low repetitive biomechanical stress, from the same plant is also studied. It is hoped that results of this study will be helpful in the strategic planning of early preventive measures. Socio-demographic data and occupational history are obtained by structured interview, and health status is determined using clinical history and physical examinations, including provocative testing. Electrodiagnostic testing is used for confirmation only. Association between exposure and CTS is examined with the chi square test, and multiple logistic regressions is used to estimate association between CTS and exposure , while controlling for potential confounders. Results and Conclusions: The prevalence of CTS in the total sample is 12.7%, and is much higher in the exposed group (19.7%) compared to the control group(6.2%). When controlling for potential confounders the odds ratio for the exposed group was more than three (p-.042) compared to the control group. No statistically significant association between CTS with .years on the job or level of education is suggested. Factors associated with carpal tunnel syndrome are exposure (OR 3.968), age (OR 4.368) and body weight (OR3.157).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Meily Kurniawidjaja
Abstrak :
Latar Belakang. Industri semen di Indonesia telah berkembang dengan pesat, terutama dalam tahun-tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan antara lain karena permintaan yang meningkat baik dari dalam maupun luar negeri. Peningkatan industri semen di dalam negeri sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemakaian semen meningkat sesuai dengan peningkatan pembangunan di sektor pemerintah maupun swasta, seperti pembangunan prasarana jalan dan jembatan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, bendungan dan irigasi. Gambar 1 menunjukkan kenaikan konsumsi semen di dalam negeri dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1990 <1). Peningkatan permintaan dari luar negeri dimulai sejak awal 1988. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena Jepang mengurangi produksi semennya secara drastis. Sebelumnya Jepang adalah pemasok semen terbesar di dunia dengan kapasitas lebih dari 70 juta ton pertahun (2). Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang mengalami surplus semen, dengan kapasitas terpasang nasional sebesar 17,41 juta ton per tahun pada akhir Pelita 2 lalu. Semen Indonesia yang diproduksi oleh 10 grup pabrik semen, berpeluang besar untuk meningkatkan produksi pada tahun-tahun mendatang. Gambar 1. Konsumsi Semen di Indonesia, 1978 ? 1990 (Untuk melihat gambar silahkan link ke file pdf.) Meningkatnya produksi semen sangat berpengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, kewaspadaan terhadap kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses produksi semen harus selalu mendapat perhatian. Termasuk dampak negatif debu semen yang beterbangan di udara. Paparan debu semen dengan kadar tertentu di udara dapat menimbulkan penyakit, seperti penyakit saluran napas, penyakit kulit serta penyakit saluran cerna (3 - 9). Penelitian mengenai pengaruh debu semen terhadap saluran napas telah banyak dilakukan. Di Indonesia penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Hariadi dan Hargono di Surabaya (1979), Harsono dan Musauaris {1983). Soedirman (1987) dan Hariana di Citeureup {I98E3) (10-14). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan keragaman hasil sesuai dengan latar belakang penelitian masing-masing, namun pada umumnya menyimpulkan bahwa upaya perlindungan khusus terhadap bahaya debu semen belum sepenuhnya dilakukan secara memadai dan menyeluruh. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, untuk mencegah timbulnya penyakit saluran napas perlu dilakukan upaya pemantauan secara berkelanjutan. Dengan pemantauan ini diharapkan bahwa apabila sewaktu-waktu terjadi penyimpangan dapat segera diketahui dan segera dilaksanakan tindakan koreksi yang diperlukan (3,15). Pemantauan ini secara khusus dilaksanakan terhadap para pekerja, untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya penyakit sedini mungkin melalui pemeriksaan kesehatan berkala serta pemantauan terhadap lingkungan kerja. Cara ini dapat dipandang sebagai diagnosis dini yang mempunyai peran amat penting, sebagai salah satu indikator paparan debu di lingkungan kerja, untuk kemudian dilakukan tindakan-tindakan pencegahan dan bila perlu pengobatannya (3,15)?
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Nurhanif
Abstrak :
Latar belakang : Hasil pemeriksaan kesehatan terhadap 544 karyawan PT. X yang dilaksanakan pada tahun 2007 menemukan 18 kasus DM (5,66%). Pada PT. X diketabui pula diterapkan pola shift. Beberapa literatur menyebutkan babwa terdapat hubungan antara faktor shift dengan risiko DM. Permasalahannya apakah tingginya prevalensi DM di PT. X berhubungan dengan shift yang diterapkan pada PT. X ?. Dilakukannya penelilian ini adalah untuk mengetahui pengaruh shift terhadap risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pekerja Pabrik Baterai PT. X. Metode penelitian : Desain penelilian yang digunakan adahah studi potong lintang. Jumlah sampel yang diambil adalah total sampel berjumlah 544 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, pemeriksaan kadar glukosa darah TTGO dan pemeriksaan fisik, yang meliputi pengukuran tekanan darah, berat badan, dan tinggi badan. Penilaian kadar glukosa darah TTGO dilakukan sesuai prosedur pemeriksaan. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor-faktor penyebab diabetes, seperti usia, jenis kelamin, masa kerja, shift, gizi, latihan jasmani, riwayat DM dalam keluarga, hipertensi, dan merokok terbadap risiko Diabetes Metitus Tipe 2. Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat secara simultan faktor-faktor risiko dan perancu terhadap risiko DM tipe 2. Hasil penelilian : Didapatkan responden sebanyak 366 pekerja dari total populasi 544 pekerja. Responden yang menderita DM ditemukan sebanyak 81 orang, dengan komposisi terbanyak berusia > 45 (50,6%), dengan nilai P=0,707 dan OR=1,171; lakilaki (97,5%), dengan nilai P=0,511 dan OR=0,566; masa kerja > 20 tabun (70,4%), dengan nitai P=0,694 dan OR=1,114; 72 respenden bekerja dengan shift (88,9%). dengan nilai P=0,012 dan OR = 2,704; 55 responden menderita obesitas (67,9%), dengan nilai P=0,001 dan OR = 2,384; 47 responden memiliki riwayat DM dalam keluarga (62,7%) dengan nilai P=0,000 dan OR=14,299; 40 respponden tidak melakukan latihan jasmani setidaknya l (satu) kali dalam 1 (sata) minggu (49,4%) dangan nilai P = 0,020 dan OR = 0,673; 13 responden menderita hipertensi (16,0%) dengan nilai P=0,648 dan OR=0,857; serta 28 responden perokok (34,6%) dengan nilai P=0,381 dan OR=1,264. Kesimpulan : Prevalensi Diabetes Melitus responden pabrik baterai PT. X, Jakarta sebesar 22,1%. Prevalensi Diabetes Melitus pada responden dengan shift (8&,9%) lebih tinggi dibandingkan dengan responden tanpa shift (11,1%) serla berbeda secara bermakna. Pekerja dengan shift mempunyai fisiko menderita Diabetes Melitus Tipe 2 sebesar 2,704 kali dibandingkan dengan pekerja tanpa shift. Faktor riwayat DM dalam keluarga, shift, dan gizi berhubungan bermakna terhadap risiko Diabetes Melitus Tipe 2. Sedangkan faktor-faktor lainnya seperti USIa, jenis keiamin, masa kerja dengan shift, latihan jasmani, hipertensi, dan merokok tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. ......Background : Result of medical examination of 544 employees from Battery Company "X" in 2007 found that 18 cases suffer from type 2 DM (5,66%). Company "X" applied shift work system. Many literature mentioned the correlation between shift work with the risk of type 2 DM. The question is highly prevalence of type 2 DM in company "X" related with the shift work applied? This study aims to find correlation between shift and other causative factors with the risk of Type 2 Diabetes Mellitus. Methods : The design of study used was cross sectional study. The number of sampled was involved 544 people. The data were collected by questionnaire, interview, examination of TTGO blond glucose, and physical examination, included measuring blood pressure, body weight and height. Standard procedure of TTGO blood glucose was used. Bivariate analysis was applied to look at the causative factors such as age, sex, work with shift year, shift work, exercise, nutrition status, history of DM in family, hypertension, and smoking with the risk of type 2 DM. In line with the analysis, the regression logistic analysis was used to look out risk factors and confounding factors simultaneously with risk of type 2 DM. Result: The number of sample involved was 366 employees. It was found that 81 people suffer from type 2 DM, with majority of respondents belonged to the age over 45 years (50.6%;P =0.707 and OR= 1.171); male respondent (97.5%;P=0.511 and OR= 0.566); work with shift over 20 years (70.4%;P= 0.694 and OR=1.114); 72 respondents work with shift (88.9%;P= 0.012 and OR=2.704); 55 respondents with obesity (67.9%;P=0.001 and OR=2.384); 47 respondents with history of DM in family (62.7%;P=0.000 and OR=14.299); 40 respondents never had exercise in a week (49.4%;P=0.020 and OR=0.673); 13 people with hypertension (16.0%;P=0.648 and OR=0.857); 28 people were smoker (34.6%; P=0.381 and OR=1.264). Conclusion: Type 2 DM prevalence among workers of battery company "X", Jakarta was 22,1%. Prevalence of type 2 DM among shift workers (88.9%) were higher than workers without shift (11,1%). Shift workers were much more susceptible to type 2 DM than workers without shift. History of DM in family, shift work, and nutrition status had significant correlation with the risk of type 2 OM. Age, sex, work with shift, weekly exercize, hypertension, and smoking did not have significant correlation with the risk of typa 2 DM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T21199
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library