Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pangemanan, Novie P.L.
"Seiring dengan berjalannya iklim demokrasi di Indonesia, masalah pengelolaan lingkungan hidup, khususnya ekosistem terumbu karang yang berada di wilayah pesisir menjadi perhatian yang sangat besar mengingat fungsi dan manfaat dari adanya ekosistem tersebut. Untuk mendukung pengelolaan sumberdaya alam agar dapat berjalan dengan baik dan berdayaguna diperlukan dukungan kuat dari masyarakat yang bermukim di sekitar serta pihak-pihak pengguna sumberdaya lainnya (stakeholders).
Taman Nasional Bunaken merupakan salah satu kawasan pesisir yang berada di Sulawesi Utara, yang ditetapkan sebagai taman nasional (TN) berdasarkan SK Menhut No. 730/Kpts-II/1991 tgl. 19 Oktober 1991; dengan luas 79.056 Ha (BAPPENAS/DEPHUT/NRMP-Buku I, 1994).
Pulau Bunaken, salah satu pulau yang termasuk dalam TN Bunaken, merupakan salah satu objek andalan kegiatan pariwisata dalam kawasan TN Bunaken, yang terdiri dari dua desa, yaitu Bunaken dan Alungbanua. Pulau ini dikelilingi oleh gugusan terumbu karang yang unik karena memiliki tebing karang vertikal, menghujam di bawah permukaan air hingga 25-50 meter, terdapat 45 jenis keluarga (genus) karang yang sudah teridentifikasi. Tebing bawah air memiliki banyak ceruk, celah dan rekahan, tempat persembunyian berbagai jenis vertebrata dan invertebrata laut. Jenis-jenis ikan yang umum dijumpai antara lain Napoleon wrasse, damsel, trigger, dan lain-lain yang jumlahnya lebih dari 2000 jenis (Lalamentik dkk., 1995).
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah mengkaji penerapan konsep pengelolaan co-management ekosistem terumbu karang di Pulau Bunaken melalui : (1) kajian potensi dan kendala dalam pengelolaan terumbu karang, (2) mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan peranserta masyarakat lokal, (3) usulan-usulan program yang dapat dithwarkan kepada masyarakat lokal yang sesuai dengan keinginan mereka, serta (4) kemitraan dengan stakeholders terkait dengan pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Bunaken. Kegunaan studi ini adalah sebagai bahan masukan guna memperbaiki model, pengelolaan TN Bunaken dalam rangka menjamin kelestarian ekosistem terumbu karang serta menjamin penghidupan masyarakat yang bermukim di dalam kawasan tersebut, khususnya di Pulau Bunaken.
Pendekatan penelitian dalam studi ini adalah penelitian partisipatif (Participatory Rural Appraisal/Participatory Action Reasearh). Populasi penelitian adalah masyarakat yang berdomisili di Pulau Bunaken. Teknik penentuan sampel responden yang digunakan adalah gabungan antara purposive sampling dan stratified sampling. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan panduan (semi-struktur) terhadap responden terpilih. Data dan informasi yang terkumpul, termasuk hasil wawancara semi-struktur, diolah dengan menggunakan "Analisis SWOT" sebagai dasar rekomendasi intervensi yang diusulkan untuk pengembangan peranserta masyarakat dalam rangka pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Bunaken dengan pendekatan co-management.
Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan partisipatif yang dilakukan di Pulau Bunaken, disimpulkan bahwa :
1. Potensi yang dimiliki Pulau Bunaken masih mendukung untuk dilakukan pengembangan pengelolaan co-management ekosistem terumbu karang di wilayah tersebut, yang termasuk dalam kawasan TN Bunaken, dengan tidak mengabaikan berbagai permasalahan yang menjadi kendala dalam pengelolaan yang berkelanjutan.
2. Berbagai kegiatan pengelolaan ekosistem terumbu karang, terutama upaya konservasi dan rehabilitasi, dapat dipadukan dengan pengembangan wisata bahari di Pulau Bunaken yang berdimensi kerakyatan dan konservasi sumberdaya alam. Selain itu, harus didukung dengan intervensi program pengembangan peranserta masyarakat melalui kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya sebagai mats pencaharian altematif maupun sampingan bagi masyarakat lokal, seperti perikanan, bertani/berkebun, dan peternakan yang sifatnya terbatas agar tidak merusak terumbu karang.
3. Untuk keberhasilan pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Bunaken sebagai kawasan taman nasional perlu dibangun konsep pengelolaan co-management, dimana masyarakat lokal sebagai subyek pengelolaan, serta didukung oleh langkah-langkah pengelolaan, seperti : (1) pengembangan kelembagaan yang dibutuhkan untuk memudahkan dalam pengelolaan selain Balai TN Bunaken yang sudah ada; (2) intervensi secara langsung terhadap perubahan tingkah laku yang terjadi pada anggota masyarakat, termasuk instrumen kebijaksanaan, seperti peraturan perundangan; dan (3) keikutsertaan pemerintah dan stakeholders pendukung lainnya.
Sebagai saran yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini, yaitu : (1) diperlukan upaya pengembangan peranserta dan pemberdayaan terhadap masyarakat lokal agar tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu upaya pelestarian ekosistem terumbu karang; (2) diperlukan upaya sosialisasi dan penataan batas tiap zonasi serta aturan dan sanksi yang diberlakukan di tiap zonasi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Bunaken agar pengelolaan dapat berjalan dengan efektif.

With the present democratization era in Indonesia, environmental management problems, especially those affecting the ecosystem of coral reefs in the coastal area, have caught popular attention because of their function and utility. In order to provide good and beneficial management of natural resources, strong support is needed froth the communities and other resource users (stakeholders) that live in and around the ecosystem.
Bunaken National Park is one of the coastal areas located in North Sulawesi. It is a national park (NP) based on a Decree issued by the Minister of Forestry (Menteri Kehutanan) No. 730/Kpts/II/1991, dated October 19, 1991, with an area of 79,056 Ha (BAPPENAS / DEPHUT/ NRMP-Book I, 1994).
Bunaken Island, one of the islands located in Bunaken NP, is one of the most popular tourist destinations in the park. Bunaken Island is divided into two villages, Bunaken and Alungbanua. This island is surrounded by coral reefs considered unique because they have a vertical coral wall that goes underwater down to 25 - 50 m and include 45 genera so far identified. The underwater wail has many rifts, cracks and holes, where all kinds of sea vertebrates and invertebrates hide. Kinds of fish commonly found or seen include Napoleon wrasse, damsel, trigger and others, with more than 2,000 species (Lalamentik et al, 1995).
The purpose of this investigation is to assess the applicability of a co-management approach to coral reef ecosystems on Bunaken Island through (1) an assessment of potentials and constraints; (2) an identification of efforts that have been made to develop local community participation, (3) formulation of program recommendations for local communities in line with their wishes, and (4) development of partnership with coral reef ecosystem management stakeholders on Bunaken Island. This research proposes to provide some inputs to the revision of the Bunaken NP management model to ensure coral reef ecosystem sustainability and to ensure community livelihoods in the region, especially on Bunaken Island.
The approach used for this research is Participatory Rural Appraisal/Participatory Action Research. The research population is the communities who live on Bunaken Island. Sample gathering techniques are a combination of purposive sampling and stratified sampling. Primary data gathering was done by semi-structured interviews with selected samples. Data and information collected was analyzed by a SWOT analysis regarding community participation development for co-management on coral reefs at Bunaken Island.
Based on the implementation of participatory activities that have been performed on Bunaken Island, the researcher has come to the conclusion that:
1. Assessment of Bunaken Island's potential supports coral reef management development in the region, without ignoring the challenges associated with sustainable management.
2. Any coral reef ecosystem management activities, especially conservation and rehabilitation efforts, can be integrated with marine ecotourism development on Bunaken Island, based on community and natural resources conservation. This be must supported by a community participation development program with economic activities for alternative or additional income sources for the local community, such as fisheries, farming and animal husbandry, within limits that prevent coral reef destruction.
3. Successful coral reef ecosystem management at Bunaken Island as a part of a national park region requires a co-management concept where local communities play a key management role. This would include: (1) institutional development for easier management; (2) direct intervention to change behaviors, including policy instruments such as acts and regulations; and (3) the involvement of government and other supporting stakeholders.
Recommendations from this research are: (1) develop community participation in coral reef ecosystem management with increased knowledge and understanding of the importance of coral reef ecosystem conservation; (2) carry out information and campaigns zonation boundary revision and enforce laws and regulations in each zone for effective management.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Sudiana
"Ekosistem Hutan Mangrove Segara Anakan terdiri dari berbagai komponen sumber daya alam berupa bentang alam, flora, fauna, dan masyarakat setempat, komponen itu satu dengan lainnya berinteraksi membentuk satu kesatuan ekosistem. Saat ini, ekosistem hutan mangrove tersebut mengalami tekanan dari berbagai aktivitas masyarakat di sekitar hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari berupa pengambilan sumber daya hutan mangrove seperti flora dan fauna.
Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan tersebut maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Ekoturisme merupakan salah satu alternatif program yang dapat diterapkan. Permasalahannya adalah apakah ekosistem hutan mangrove Segara Anakan memiliki sumberdaya dan lingkungan untuk pengembangan ekoturisme?
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi obyek dan daya tarik ekoturisme, persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat setempat, aksesibilitas dan sarana prasarana, lembaga pengelolaan, faktor internal dan eksternal, dan merumuskan strategi pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan.
Metode yang digunakan adalah adalah metode kualitatif dan desknptif dengan jenis studi kasus. Analisis pengembangan menggunakan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT). Data dikumpulkan melalui studi literatur, observasi, dan wawancara mendalam dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Hasil-hasil dari penelitian adalah:
1. Pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan telah sesuai dengan arahan pembangunan nasional yang diimplementasikan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004. Pada kebijaksanaan tingkat daerah pengembangan kegiatan ekoturisme telah sesuai dengan kebijaksanaan daerah yang dijabarkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Segara Anakan Kabupaten Cilacap tahun 1999/2000-2009/2010.
2.Ekosistem hutan mangrove Segara Anakan memitiki potensi sumber daya alam berupa bentang alam, flora, fauna dan kegiatan sosial ekonomi sebagai obyek dan daya tarik ekoturisme.
3.Kegiatan ekoturisme yang dapat dilakukan di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan meliputi memancing, menikmati bentang alam, pengamatan burung, pengamatan vegetasi hutan mangrove.
4.Sebagian besar responden (97%) menyatakan setuju terhadap rencana pengembangan ekosistem hutan mangrove bagi kegiatan ekoturisme. Peran serta yang diinginkan secara berurutan adalah kegiatan usaha makanan dan minuman, menyewakan perahu, pemandu wisata, usaha penginapan dan menjadi pegawai kantor pengelola;
5.Sarana dan prasarana pengelolaan serta pelayanan pengunjung yang dibutuhkan untuk pengembangan ekoturisme saat ini belum memadai;
6.Segara Anakan memiliki tingkat aksesibilitas yang baik melalui jalur penyeberangan yang menghubungkan wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
7.Lembaga pengelolaan untuk pengembangan ekoturisme di Ekosistem Hutan Mangrove Segara Anakan belum tersedia.
8. Faktor internal dan Eksternal pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan adalah:
?Kekuatan terdiri dari : keanekaragaman jenis dan kelimpahan ikan, keindahan bentang alam, keanekaragaman jenis dan perilaku fauna, struktur vegetasi dan keanekaragaman jenis flora, dan tanggapan positif masyarakat setempat.
?Kelemahan terdiri dari : lembaga pengelola belum ada, fasilitas pengelolaan dan pelayanan pengunjung belum ada, dan tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat setempat masih rendah.
?Peluang terdiri dari : arah kebijaksanaan di tingkat nasional dan daerah sudah ada, Segara Anakan sebagai koridor pariwisata di antara obyek wisata di Jawa Barat dan Jawa Tengah, sarana transportasi ke lokasi memadai.
?Ancaman terdiri dari : tingginya tingkat sedimentasi di perairan Segara Anakan, tekanan masyarakat di luar terhadap hutan mangrove.
9. Strategi yang diusulkan untuk pengembangan ekoturisme meliputi penanganan sedimentasi, pengembangan peran serta masyarakat setempat, pengembangan obyek dan daya tank ekoturisme, pengembangan sarana dan prasarana ekoturisme, dan pengembangan lembaga pengelolaan.
Saran-saran dari penelitian ini adalah:
1.Keberhasilan pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan sangat ditentukan oleh keutuhan dan keaslian hutan mangrove di lokasi Segara Anakan. Oleh karena itu program perlindungan dan pelestarian ekosistem hutan mangrove harus dilakukan terus-menerus, yaitu program penanganan sedimentasi dan program pengembangan peran serta masyarakat;
2.Program penanganan sedimentasi disarankan melalui dua pendekatan yaitu menurunkan tingkat erosi di daerah hulu Sungai Citanduy dan mengurangi proses sedimentasi di perairan Segara Anakan. Untuk merealisasikannya perlu kerjasama yang kuat antara Pemda Jawa Banat dan Jawa Tengah;
3.Program peran serta masyarakat setempat dalam ekoturisme disarankan melalui dua pendekatan yaitu pengembangan peran serta secara aktif berupa pelibatan masyarakat setempat pada setiap tahapan kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pengelolaan dan evaluasinya. Pengembangan peran serta secara pasif dilakukan melalui program pendidikan dan latihan, pembinaan, dan pendampingan pada aspek pelestarian hutan mangrove dan bidang-bidang usaha makanan dan minuman, penginapan, pemandu, dan jasa wisata lainnya.
4. Penelitian ini ditekankan pada masalah potensi kawasan sebagai obyek dan daya tarik ekoturisme. Untuk menyempurnakan kajian pengembangan dari aspek pemasaran dan promosinya maka perlu adanya penelitian lanjutan mengenai potensi pasar terhadap upaya pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan.
Daftar Kepustakaan: 56 (1971.2000)

Study of Ecotourism Development in A Mangrove Forest Ecosystem (A Case Study of the Segara Anakan Mangrove Forest Ecosystem, Cilacap, Central Java).The Segara Anakan mangrove forest ecosystem consists of several natural resources components, i.e. flora, fauna, local people, land, terrestrial and water landscape, which interacted with one another as one ecosystem. Recently, it has been exploited by people surrounding the ecosystem to fulfill their basic needs.
Increasing local people's income is an alternative solution to prevent mangrove forest ecosystem degradation. This could be achieved by the application of ecotourism concepts. The problem faced is whether The Segara Anakan mangrove forest ecosystem has the resources and environment necessary for the development of ecotourism.
The purpose of this study was to identify tourism potential and natural resource attractions, perceptions and level of participation of the local people, accessibility and facilities, management institutions, internal and external factors, and the formulation of ecotourism development strategy for the Segara Anakan mangrove forest.
Qualitative and descriptive methods were used in the research which was a case study. Analysis used a SWOT approach.. Data were collected using three techniques: literature review, observation or fieldwork, and in depth interviews with local people.
The study showed that:
1.Segara Anakan ecotourism development is consistent with the State Development Policy that was included in the National Development Program (PROPENAS) for 2000-2004, At the local government policy level it is supported by The Segara Anakan Spatial Plan for 199912000-2009/2010.
2.The Segara Anakan mangrove forest ecosystem has environment and natural resources, including, landscape, flora, fauna and socio-economic activities as object potential attraction.
3.Ecotourism activities that would be carried out in the Segara Anakan mangrove forest ecosystem include fishing, enjoyment of the landscape, bird watching, and mangrove forest vegetation observation.
4.Most of the people interviewed (97%) agreed with planning for Segara Anakan mangrove forest ecosystem development for tourism. Therefore they want to participate; by opening drink and food shops, restaurants, fishing and working as recreation guides, renting boats, cottage, and working as management staff.
5.Management and visitors facilities that are needed for ecotourism development have not yet been provided in the location.
6.Segara Anakan has a high level of accessibility due to its location on the route between West Java and Central Java.
7.Management Institutions that are needed for ecotourism development have not yet been provided in the location.
8.The internal and external factors of the ecotourism development in the Segara Anakan mangrove forest ecosystem are :
? Strengths include: species diversity and abundance of fish, landscape beauty, species diversity and behavioral of fauna, vegetation structure and species diversity of flora, and positive response from the local people.
 Weaknesses include: lack of management institution, unavailability of management and visitors facilities, and the low education level of the local people.
 Opportunities include: the availability of policy direction at the National and regional level, the location of Segara Anakan on the route between tourism destinations in West Java and Central Java, and the availability of local transportation facilities.
 Threats include: The high level of sedimentation in the Segara Anakan waters, and external community pressure on the mangrove forest.
9. The strategies proposed for the development of ecotourism include sedimentation management, development of local people?s participation, development of natural resources and other attractions, development of ecotourism facilities, and development of management institutions.
Recommendations of the research include:
1. The success of ecotourism development in the Segara Anakan mangrove forest ecosystem will strongly depend on the integrity, uniqueness and condition of mangrove forest ecosystem in Segara Anakan. Therefore, its protection and preservation has to be done continuously through sedimentation management program and development of indigenous people participation program.
2.The proposed approach for sedimentation management includes reduction of erosion levels in the upland area of The Citanduy River Basin and reduction of sedimentation process in the Segara Anakan waters. The implementation should be conducted through strong collaboration with local Governments of West Java and Central Java.
3.The proposed approach for the development of local peoples participation includes the development of active participation of local people in every step of the activity from planning, to implementation, management and evaluation step. Development of passive participation will take place education and training, coaching and assistance in mangrove forest conservation and also in the area of food and drinks, accommodation, guiding and other tourism services.
4.The study focuses on the identification of problems related to ecotourism attraction. A complete study of the whole area of ecotourism has to include marketing and promotion aspects; therefore a study of the potential of the market for ecotourism development in the Segara Anakan mangrove forest ecosystem is also required.
References: 56 (1971-2000).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T8593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library