Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munthe, Arison
Abstrak :
PLTP Wayang Windu yang berlokasi di bagian selatan kabupaten Bandung telah berhasil memproduksikan energi listrik dari hasil sumber energi panasbumi tanggal 8 Juni 2000 dengan kapasitas pembangkit 1 x 110 MW. Pengembangan PLTP ini bertujuan untuk mendukung upaya memenuhi kebutuhan energi listrik di masa depan sebagai alternatif energi yang bersifat dapat diperbaharui (renewable) serta ramah lingkungan. Pengembangan sumber daya panasbumi telah menjadi suatu kebijakan pemerintah dalam diversifikasi energi sejalan dengan antisipasi semakin menipisnya jumlah cadangan dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi. Salah satu sumber energi panasbumi yang potensial adalah PLTP Wayang Windu dengan besar potensi 460 MW dan telah berhasil dieksploitasi sebesar 197,7 MW. Sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, akan memberikan dampak peningkatan terhadap penggunaan energi listrik. Kebutuhan energi listrik terbesar adalah dari sektor industri dengan laju pertumbuhan yang diperkirakan sekitar 7,18% per tahun. Proses industrialisasi merupakan jalan yang ditempuh oleh Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Secara tidak langsung dengan kemajuan sektor industri akan berdampak terhadap kebutuhan energi listrik dari sektor rumah tangga dan sektor non industri lainnya akan meningkat. Selain dari memenuhi kebutuhan akan energi listrik, pengembangan sumber daya panasbumi juga berfungsi terhadap peningkatan penerimaan pemerintah dari sistem bagi hasil yang ditetapkan melalui kebijakan pemerintah. Perolehan atas bagi hasil tersebut merupakan komponen pembentuk APBN maupun APBD. Melalui kebijakan pemerintah telah ditetapkan besarnya perolehan pemerintah 34% dari hasil keuntungan tahunan. Selain itu juga Pertamina sebagai kuasa pemerintah dalam mengelola usaha pengembangan sumber daya panasbumi berhak mendapat upah produksi sebesar 4% dari keuntungan tahunan. Pembayaran ini akan dilaksanakan setelah tercapainya NOI (net operating income). Bersamaan dengan telah terselenggaranya program otonomi daerah dimana setiap daerah diberikan wewenang yang luas dalam upaya mengembangkan potensi yang ada. Prinsip dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pemerataan pembangunan sesuai dengan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999. Pemerintah Daerah dalam hal ini berkewajiban untuk menggali segala potensi yang ada untuk mendapatkan penerimaan terhadap daerah dalam mendukung pembentukan APBD. Salah satu objek sangat penting saat ini adalah potensi sumber daya alam (SDA) yang dapat memberikan devisa bagi daerah yang cukup besar. Menurut UU No. 25/1999 tentang dana perimbangan ditetapkan sistem bagi hasil antara pemerintah Pusat dan Daerah atas pengusahaan SDA, tetapi tidak termasuk sumber daya panasbumi. Oleh karena itu dalam upaya mengetahui besarnya kontribusi yang diberikan atas pengusahaan energi panasbumi PLTP Wayang Windu terhadap penerimaan daerah kabupaten Bandung, di akhir tesis ini dibuat suatu simulasi tentang sistem pembagian terhadap pemerintah daerah berdasarkan kategori masing-masing SDA sesuai UU No. 25/1999. Simulasi itu memberikan gambaran kategori SDA yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan daerah adalah dengan menggunakan formula bagi hasil terhadap pertambangan umum walaupun secara karakteristik berbeda dengan panasbumi. Walaupun saat ini dampak pengembangan PLTP Wayang Windu belum dapat dirasakan oleh masyarakat kabupaten Bandung, tetapi setidaknya setelah tercapai titik NOI pada tahun 2007 hal ini akan memberikan jaminan kepastian sumber penerimaan daerah yang dapat meningkatkan APED. Melalui Keputusan Presiden No.76/2000 hendaknya juga pemerintah daerah berupaya ikut serta dalam mengembangkan PLTP Wayang Windu unit berikutnya agar diperoleh penerimaan daerah yang lebih besar untuk merangsang pertumbuhan ekonomi kabupaten Bandung.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Sunarjanto
Abstrak :
Selama ini kebijakan perencanaan sampai dengan pengawasan kegiatan dalam suatu wilayah pertambangan belum dilengkapi kebijakan yang didasari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kutub pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan hanya mengembalikan lahan bekas tambang seperti saat belum ditambang, tentu akan merugikan masyarakat setempat dan akibat selanjutnya merugikan generasi akan datang yang hanya mendengar cerita dan melihat bekas kegiatan perekonomian waktu tambang masih aktif. Contoh kasus seperti ini adalah bekas kegiatan pertambangan Timah di Pulau Bangka Sumatra Selatan, ataupun sisa peralatan sumur minyak bumi di daerah Cepu dan sekitarnya Jawa Tengah. Untuk menghindari dampak negatip yang timbul akibat kegiatan pertambangan tersebut salah satu upaya menciptakan wilayah tambang tetap tumbuh walau kegiatan pertambangan berakhir, dan diharapkan menjadi bahan kajian perencanaan dan pengambilan kebijakan publik yang perlu dipersiapkan pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan. Berawal dari pemikiran tersebut dan selaras dengan era perubahan yang sedang terjadi di Indonesia saat ini, suatu perencanaan yang selama ini banyak diterapkan pada perencanaan regional akan diterapkan pada perencanaan suatu wilayah pertambangan yang merupakan wilayah ekonomi, dengan studi pada Unit Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor Jawa Barat. Hasil analisis komparatif PDRB Kecamatan Nanggung dan kecamatan yang berdekatan (Kec.Cigudeg dan Leuwiliang), menunjukkan bahwa semua sektor cenderung mengutub pada masing-masing kecamatan. Khusus pada Kecamatan Nanggung tahun 1997 mempunyai 3 sektor basis yaitu pertambangan, pertanian dan pengangkutan. Dengan metode AHP dilakukan perencanaan forward dan backward process, dihasilkan skenario kebijakan mengembangkan sektor pertanian dengan PT. Aneka Tambang sebagai prioritas pertama pelaku yang dipandang mampu melaksanakannya. Dari forward-backward process ditindak lanjuti pembuatan proyeksi menghasilkan hirarki yang tidak sensitif akan perubahan-perubahan, dengan skenario yang dihasilkan proyeksi inipun tetap dengan skenario mengembangkan sektor pertanian, diikuti pengembangan perdagangan dan pariwisata. Berdasar pengalaman selama masa transisi pemerintahan (Tahun 1998-1999) banyak perubahan kebijakan yang diperbarui atau bahkan diganti, hal itu menjadi salah satu pertimbangan adanya perubahan-perubahan pada sektor pertambangan, yang tentunya berpotensi memicu terjadinya kompetisi atau konflik kepentingan berbagai pihak. Konflik yang kemungkinan akan terjadi antara Pemda Kab.Bogor yang akan menerapkan UU No.22 dan UU No.25 Tahun 1999 pada satu pihak, dan PT. Aneka Tambang sebagai pemegang ijin pengusahaan pertambangan emas Daerah Pongkor pada pihak lain. Analisis game theory dengan AHP dapat menunjukkan tercapainya keseimbangan antara strategi Pemda Kabupaten Bogor untuk mengkoodinasikan penyelesaian Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) dan strategi PT. Aneka Tambang mengembangkan penambangan bawah tanah. Pihak manapun yang berinisiatif lebih dulu, prioritas pilihannya pada kedua strategi itu. Kompilasi hasil analisis masing-masing tahapan dapat lebih menekankan skenario kebijakan yang sesuai dengan keinginan responden adalah; Prioritas utama skenario kebijakan untuk Daerah Pongkor ke depan adalah, mengembangkan penambangan bawah tanah agar tetap menjaga kelestarian lingkungan dan tetap mengembangkan sektor pertanian sehingga tercipta kutub pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dari diskusi dengan berbagai pihak khususnya dengan responden dari Pemda Kabupaten Bogor, PT Aneka Tambang, LSM dan Swasta yang bekerja di Daerah Pongkor, perencanaan kutub pertumbuhan ekonomi pada wilayah pertambangan dapat dan perlu dilakukan. Diharapkan perencanaan yang telah dilakukan pada Unit Pertambangan Emas Pongkor dalam karya akhir ini dapat diimplementasikan di lapangan dan disarankan dapat dijadikan model percontohan untuk dikembangkan pada wilayah pertambangan lain di Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T7353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumiyarti
Abstrak :
Fenomena tentang pertumbuhan ekonomi telah lama menarik untuk diteliti. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi muncul untuk mencoba menerangkan mengenai faktor penyebab terjadinya pertumbuhan ekonomi tersebut. Perkembangan terbaru dari teori pertumbuhan ekonomi adalah munculnya teori pertumbuhan baru atau teori pertumbuhan endogen. Salah satu hal yang menarik dari teori pertumbuhan endogen adalah adanya ekstemalitas dalam perekonomian. Ekstemalitas ini merupakan suatu sumber eksternal yaitu sumber lain di luar input yang digunakan, yang turut menjadi faktor panting penyebab terjadinya pertumbuhan ekonomi. Dalam perekonomian terbuka dimana setiap negara selalu berhubungan dengan negara lain, ekstemalitas dapat muncul dari adanya hubungan perdagangan antar negara. Ketika dua negara mengadakan perdagangan dalam bentuk kegiatan impor dan ekspor barang akhir maupun barang antara, maka akan timbul adanya ekstemalitas yang berupa proses belajar. Proses belajar ini timbul dari pergerakan barang-barang yang secara tidak langsung membawa ide, stok pengetahuan dan teknologi yang terkandung pada barang-barang tersebut. Proses belajar (learning) yang berasal dari kegiatan perdagangan intemasional dikenal dengan istilah economy wide-trade induced learning by doing. Berhasilnya proses belajar tersebut pada sektor industri manufaktur akan menyebabkan meningkatnya tingkat pertumbuhan nilai tambah dan pada akhimya akan meningkatkan proporsi nilai barang yang dapat diekspor. Proses learning dalam hal ini lebih merupakan capital learning, yaitu learning yang terkait dengan penggunaan barang modal. Tesis ini secara khusus akan melihat tentang pengaruh dari sumber eksternal (ekstemalitas) dalam bentuk 'trade induced learning' terhadap pertumbuhan nilai tambah industri manufaktur Indonesia. Variabel trade induced learning (TL) dalam penelitian ini diwakili oleh rasio dari nilai impor dan ekspor mesin-mesin terhadap nilai tambah industri agregat. Dengan menggunakan data industri agregat dan dua digit diperoleh beberapa kesimpulan. Pada tingkat industri dua digit diperoleh hasil bahwa baik sumber internal dari input yang digunakan maupun sumber eksternal berupa variabel trade induced learning berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan nilai tambah industri. Kontribusi sumber ekstemal variabel trade induced learning jauh lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi sumber internal. Sementara pada tingkat industri agregat variabel trade induced learning secara statistik tidak signifikan untuk menentukan pertumbuhan nilai tambah. Kesimpulan yang berbeda ini menunjukkan bahwa belum terjadi proses belajar pada industri manufaktur secara umum. Proses belajar mungkin hanya terjadi pada sebagian kecil dari sub sektor industri dua digit. Belum terjadinya proses belajar inilah yang menyebabkan industri manufaktur masih berada pada tingkat skala hasil yang konstan, baik pada tingkat industri agregat maupun pada tingkat industri dua digit. Ini berarti bahwa pertumbuhan industri manufaktur Indonesia masih bertumpu pada pertumbuhan input yang digunakan. Variabel trade induced learning belum dapat berperan dan menjadi sumber bagi pertumbuhan total factor productivity pada industri manufaktur Indonesia.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Tabrani
Abstrak :
ABSTRAK
Perencanaan pembangunan daerah, dalam hal ini kabupaten dan kota, saat ini menjadi hal penting yang harus dilakukan dengan baik seiring dengan dilaksanakanannya otonomi daerah yang memberikan kewenangan besar kepada daerah untuk menentukan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan setiap daerah. Dalam melakukan kegiatan perencanaan pembangunan suatu daerah diperlukan alat yang baik untuk menganalisis mengenai daerah tersebut, khususnya dalam hal perekonomian. Untuk hal tersebut, alat Analisis Input-Output merupakan alat yang dapat dipergunakan untuk menganalisls kondisi perekonomian suatu daerah.

Analisis Input-Output memerlukan suatu tabel yang biasa disebut Tabel Input Output yang didalamnya berisikan informasi mengenai keterkaitan antar sektor yang terdapat dalam suatu perekonomian.

Dalam penyusunan Tabel input Output tersebut pada dasarnya terdapat beberapa metode yaitu metode survai, metode survai parsial dan metode tanpa survai. Metode survai dan metode survai parsial pada prinsipnya memerlukan sumber daya baik tenaga, waktu serta dana yang tidak sedikit untuk memperoleh data sehingga hal tersebut sering menjadi kendala bagi suatu daerah dalam menyusun Tabel input Output. Khusus untuk tingkat kabupaten maka hal tersebut menjadi lebih sulit lagi dibandingkan dengan penyusunan tingkat naslonal ataupun propinsi mengingat tingkat keterbukaan yang tinggi pada tingkat kabupaten sehingga menjadi kendala dalam pengumpulan data yang diperlukan.

Kondisi sebagaimana diutarakan diatas menjadikan metode tanpa survai sebagal alternatif yang dapat digunakan. Dalam metode tanpa survai ini, dengan menggunakan asumsi - asumsi yang diperlukan, maka yang dilakukan adalah penyesuaian terhadap koefisien input tingkat nasional menjadi koefisien input daerah. Koefislen input itu sendiri merupakan suatu jumlah input dari suatu sektor yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output sektor lainnya.

Dalam literatur disebutkan bahwa dalam prosedur penyesuaian terdapat pendekatan - pendekatan yaitu pendekatan location quotient dan pendekatan commodity balance. Sementara itu dalam pendekatan location quotient terdapat beberapa metode yaitu metode Simple Location Quotient (SLQ), Purchases - Only Location quotient (PLQ) dan Cross Industry Quotient (CIQ). Sedangkan dalam pendekatan commodity balance terdapat metode Supply-Demand Pool (SDP).

Terdapatnya beberapa metode dalam upaya penyesuaian koefisien input tersebut merupakan hal yang menarik untuk dianalisis serta dibandingkan hasilnya dimana diharapkan hasil dari analisis tersebut dapat memberikan masukan bagi pihak perencana dalam melakukan kegiatan penyusunan Tabel Koefisien Input yang merupakan bagian penting dari Tabel Input Output.

Untuk melakukan analisis sebagaimana disebutkan diatas maka dalam penelitian ini menggunakan salah satu kabupaten yang terdapat di propinsi Kalimantan Barat yaitu kabupaten Pontianak. Dengan demikian maka penyesuaian yang dilakukan adalah terhadap tabel koefisien Input propinsi Kalimantan Barat 1995 untuk disesuaikan dengan tingkat kabupaten Pontianak.

Untuk melakukan analisis dalam membandingkan hasil penerapan masing - masing metode tersebut digunakan analisis statistik dan analisis deskriptif. Analisis Statistik menggunakan alat analisis varian untuk memperoleh kesimpulan mengenai perbedaan yang terjadi dari hasil penerapan masing - masing metode. Sedangkan untuk analisis deskriptif dengan melakukan analisis terhadap peringkat sektor dan sebaran sektor. Disamping itu untuk melengkapi analisis yang dilakukan maka digunakan juga matrik pengganda yang merupakan kelanjutan dari koefisien Input. Dalam penelitian ini matrik pengganda, yang merupakan hasil dari penerapan masing - masing metode, digunakan untuk melihat dampak perubahan output sebagai akibat dari adanya perubahan permintaan akhir untuk investasi.

Berdasarkan analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan secara umum bahwa hasil dari penerapan metode SLO, PLO, CIO den SDP tidak berbeda jauh baik untuk koefisien input maupun untuk menghitung dampak perubahan output sebagai akibat adanya perubahan permintaan akhir untuk investasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam upaya penyesualan koefisien input, penggunaan metode SLO adalah hal yang disarankan. Hal ini mengingat kesederhanaan metode penghitungan dan pengolahan datanya serta kebutuhan data yang tidak terlalu banyak yang mana masalah keterbatasan data merupakan kendala yang banyak ditemui di tingkat kabupaten.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedwigis Esti Riwayati
Abstrak :
Tesis ini menggambarkan penyerapan tenaga kerja menurut lapangan usaha (sektoral), dengan memilih Propinsi Jawa Tengah sebagai daerah observasi. Model yang digunakan dalam tesis ini didasarkan pada model J. Ledent yang berjudul Regional Multiplier Analysis: a Demometric Approach dengan daerah observasi di Tucson Arizona, USA. Variabel yang digunakan selain variabel ekonomi juga digunakan variabel demografi. Persamaan yang dipakai dalam tesis ini terdiri dari 14 (empat belas) persamaan regresi dan 5 (lima) persamaan identitas. Semua persamaan tersebut merupakan persamaan yang simuttan dan over identrfikasi. Data yang dipakai adalah data time series dengan periode tahun 1978-1999 yang sebagian besar diambil dari data yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Untuk mengolah data dan melakukan simulasi ex-post dan ex-ante digunakan program komputer eviews. Dalam membuat simulasi ke depan yaitu tahun 2000 - 2005, dilakukan dengan 3 (tiga) skenario, dengan menggunakan variabel tingkat pengangguran nasional (.NUNR) dan variabel PDRB Propinsi Jawa Tengah menurut lapangan usaha (dalam juta rupiah atas dasar harga konstan 1993), sebagai variabel simulasi. Dari ketiga skenario tersebut memberikan hasil yang pada dasarnya sama, yaitu untuk penyerapan tenaga kerja menurut lapangan usaha (sektoral) di Propinsi Jawa Tengah (dalam jiwa/orang) dari tahun 2000-2005 mengalami peningkatan. Untuk pegawai negeri Sipil serta jumlah kelahiran dan jumlah kematian di Propinsi Propinsi Jawa Tengah (dalam jiwa/orang) mengalami penurunan. Sedangkan untuk tingkat pengangguran lokal Jawa Tengah (dalam %) dan pendapatan rill perkapita Jawa Tengah (dalam rupiah atas dasar harga konstan 1993) dari tahun 2000 - 2005 mengalami peningkatan. Model dalam tesis ini baik untuk membuat simulasi ke depan dan dapat digunakan atau diaplikasikan di propinsi lainnya. Daftar Acuan : 37 acuan (1976 - 2000)
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatot Hendrasto
Abstrak :
Salah satu bagi hasil sumber daya alam yang sangat menarik adalah sumber daya alam minyak bumi. Dalam dua tahun terakhir, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang dibagikan sekitar Rp. 11 triliun lebih. Minyak bumi memberikan kontribusi sekitar 50 persen dari seluruh Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yakni lebih dari Rp. 5 trilliun. Berdasarkan data tahun 2001 dari 31 propinsi yang ada di Indonesia, daerah yang dilimpahi sumber daya alam minyak bumi hanya 14 propinsi, dimana daerah Riau memberikan bagian hasil sumber daya alam yang besar sekali, yaitu sekitar 286 juta barrel minyak bumi. Besarnya Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak Bumi Riau tersebut tentunya akan menarik untuk dikaji lebih mendalam dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang terjadi di propinsi tersebut. Riau diperhitungkan tidak menghadapi kendala fiskal dalam hal keuangan daerahnya sehingga diharapkan merupakan salah satu propinsi yang sanggup membiayai otonomi daerah yang telah digulirkan ini. Tujuan penelitian ini adalah membuat model keuangan daerah Riau yang menekankan pada pengaruh Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) Minyak Bumi bagi pertumbuhan daerah, menganalisis peranan factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan disparitas pendapatan regional Riau, dan memperkirakan implikasi kebijakan publik dengan melakukan simulasi kebijakan berdasarkan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) Minyak Bumi daerah Riau yang dikombinasi dengan pemberian subsidi Pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU) bagi pertumbuhan dan disparitas pendapatan regional Riau. Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah menghubungkan blok keuangan daerah, dimana Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai peubah kebijakan akan dapat mempengaruhi pertumbuhan (PDRB) dan pendapatan per kapita (PDRB per kapita), sebagai peubah target, yang berada pada blok makro ekonomi daerah yang diterangkan dalam 15 persamaan simultan (8 persamaan struktural dan 7 persamaan identitas). Beberapa simulasi kebijakan dicoba dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian ini. Disparitas pendapatan diukur dengan indeks Williamson (Vw) dan analisis Koefisien Variasi. Selama periode analisis sepanjang tahun 1993-1999 pada 7 Kabupaten/Kota se-Riau menunjukkan bahwa peningkatan dana bagi hasil sumber daya alam minyak bumi, yang diwakili dengan bagi hasil bukan pajak sebelum diundangkannya UU no. 25/1999, berpengaruh positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan pendapatan per kapita (PDRB per kapita) regional Riau. Sementara peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU), yang diwakili oleh Subsidi Daerah Otonom dan dana Inpres sebelum diundangkannya UU no. 25/1999, berfungsi sebagai penyeimbang penerimaan daerah, yakni selain ikut meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan per kapita, juga menurunkan tingkat disparitas pendapatan regional Riau. Masih terdapat trade off antara pertumbuhan dan pemerataan (growth and equity). Di masa mendatang, dengan menambah data tahun pengamatan dan peubah-peubah penjelas yang lebih mampu menjelaskan kriteria-kriteria pendugaan model sehingga peubah endogen yang ada dapat diterangkan dengan lebih valid. Penggunaan data PDRB berdasarkan penggunaan secara relatif lebih nyata dan memenuhi keinginan karena berdasarkan pendapatan permintaan atau konsumsi, bukan produksi.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endriyani Widyastuti
Abstrak :
Kebutuhan akan alat yang dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan dan analisa ekonomi suatu wilayah atau daerah semakin dirasakan, terutama semenjak diberlakukannya UU no. 22/1999 mengenai Otonomi Daerah. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan dan analisa ekonomi untuk wilayah secara detil adalah Tabel Input-Output atau Tabel I-0. Dengan Tabel I-0 yang diperkenalkan oleh Dr. Wassily Leontief dapat diketahui struktur perekonomian suatu daerah secara Iengkap yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor, transaksi penggunaan barang dan jasa antara sektor-sektor produksi, struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor yang berasal dari daerah lain atau negara lain dan struktur permintaan barang dan jasa balk permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi ataupun ekspor, untuk kurun waktu tertentu. Penyusunan Tabel I-0 dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan survey dan non survey. Metode survey adalah pendekatan yang diutamakan, hasil yang diperoieh relatif akurat, akan tetapi penggunaan metode survey ini membutuhkan waktu yang panjang, sumber daya manusia yang tidak sedikit dan biaya yang besar. Dengan adanya kendala dalam penggunaan metode survey, maka untuk menyusun tabel I-0 dapat pula dilakukan dengan metode non survey. Tujuan utama metode non-survey adalah menaksir dan memperbaiki koefisien input antara atau koefisien teknis (matriks input) pada tahun input-output disusun. Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka tujuan dari tesis ini adalah menyusun tabel I-0 suatu daerah dengan menggunakan beberapa metode non survey yang meliputi; Metode The Simply Location Quotient (SLQ), The Purchase Only Location Quotient (POLQ), The Cross-Industry Quotient (CIQ), Supply Demand Pool (SDP), Modification Of Supply Demand Pool dan RAS. Adapun daerah yang digunakan sebagai bahan studi kasus di dalam tesis ini adalah Kota Bandung. Dipilihnya Kota Bandung karena pada tahun 2000 pertama kalinya Kota Bandung menyusun Tabel I-0 dengan metode semi survey sehingga tujuan kedua dari penelitian ini dapat dilakukan yaitu membandingkan dan menganalisa hasil penyusunan Tabel 1-0 Kota Bandung metode non survey dengan Tabel 1-0 Kota Bandung yang disusun dengan metode semi survey oleh BPS Kota Bandung. Analisa yang digunakan untuk menganalisa metode non survey yang paling tepat, meliputi indikator ukuran statistik berupa Mean Square Error (MSE) clan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dan analisa deskriptif dengan melakukan perhitungan Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan (IDK) untuk mengetahui sektor yang menjadi unggulan. Dari hasil pengujian ke-6 Tabel 1-0 Kota Bandung yang disusun dengan metode non survey terhadap Tabel I-0 Kota Bandung yang disusun oleh BPS Kota Bandung maka metode RAS adalah metode yang paling tepat untuk digunakan dalam penyusunan tabel I-0 Kota Bandung dengan menggunakan metode non survey. Hal ini didasarkan dari hasil perhitungan MSE dan MAPE untuk total output dan total permintaan antara dari tabel I-0. Disamping itu, kesimpulan ini pun of dukung oleh hasil identifikasi sektor unggulan, dimana berdasarkan metode RAS terdapat 2 sektor yang menjadi unggulan dan juga merupakan sektor unggulan menurut perhitungan BPS Kota Bandung. Adapun sektor yang dimaksud adalah sektor industri pengelahan dan sektor konstruksi.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12626
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christofel Datu Birru
Abstrak :
Titik berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) diletakkan pada bidang ekonomi yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang lainnya yang dilaksanakan seirama, selaras, dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional (Anonymous, 1998). Pembangunan sebagai suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah melembaga, dan lembaga-lembaga nasional termasuk dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan absolut (Todaro, 1978). Menyoroti sudut pandang aspek ekonomi dikatakan Sjahrir (1997) bahwa pembangunan adalah proses pertumbuhan ekonomi dan perubahan-perubahan yang menyertai proses pertumbuhan itu. Perubahan atau transformasi ini mencakup banyak hal, mulai dari struktur produksi, kebijakan dan juga dinamika masyarakat. Untuk melewati proses itu serta mencapai tujuan yang dapat diharapkan maka tentu perlu dilakukan pembangunan dalam hal ini pembangunan ekonomi.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Widodo
Abstrak :
Tesis ini berupaya untuk mengetahui secara lebih rinci tentang batasan-batasan mekanisme persaingan usaha yang sehat, wajar dan transparan dalam industri hilir migas di Indonesia dengan menggunakan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) yang memanfaatkan input primer (kuesioner) dari kelompok-kelompok terkait. Penelitian dilakukan terhadap tiga kelompok utama, yang masing-masing terdiri dari 3 orang responden, dalam industri hilir migas ini, yaitu 1) Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) sebagai perwakilan dari pemerintah, 2) Himpunan Wiraswasta Nasional Migas (Hiswana Migas) sebagai perwakilan dari produsen, dan 3) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai perwakilan dari konsumen. Pendekatan AHP bertujuan untuk menentukan tingkat kepentingan antar kriteria (konsentrasi pasar rendah, tidak ada hambatan untuk masuk dan keluar industri, tidak ada kolusi, informasi tersebat merata, dan harga bergerak dengan mudah) terhadap tujuan utamanya yaitu mekanisme persaingan usaha yang sehat, wajar dan transparan. Berdasarkan tingkat kepentingan ini, kemudian diukur prioritas aiternatif strategi yang terpilih. Berdasarkan hasil kuesioner, terlihat bahwa : 1) kelompok BPH Migas menilai kriteria tidak adanya kolusi sebagai kriteria yang paling penting dan alternatif strategi untuk mencapai tujuan umumnya adalah dengan menyerahkan sepenuhnya pengawasan kegiatan hilir migas kepada BPH Migas. 2) Kelompok Hiswana Minas juga menilai tidak adanya kolusi sebagai kriteria utama dan pengawasan sepenuhnya kegiatan hilir oleh BPH Migas merupakan alternatif strategi terpilih. 3) Kelompok YLKI menilai kriteria informasi yang tersebar secara merata merupakan kriteria yang paling penting, dan untuk mencapai tujuan umum dari model hirarki, memberdayakan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan hilir migas merupakan alternatif strategi terpilih.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mawardi
Abstrak :
Penelitian ini akan menganalisis dampak kebijakan investasi Pemerintah Daerah Jawa Barat pada sektor industri terhadap struktur penyerapan tenaga kerja di Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan daerah lainnya. Pemilihan Propinsi Jawa Barat sebagai basis penelitian dikarenakan Propinsi tersebut merupakan salah satu sentra industri yaitu di wilayah Bandung, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek). Menarik untuk dijadikan kajian karena Botabek merupakan daerah penyangga Propinsi DKI Jakarta yang notabene merupakan pusat aktivitas perekonomian Indonesia. Kurang lebih 60% pembangunan sektor industri di Indonesia didominasi oleh sektor industri pengolahan dan berada di Propinsi Jawa Barat. Kebijakan tersebut diharapkan dapat berdampak pada penyerapan jumlah tenaga kerja sekaligus mengurangi tingkat pengangguran regional. Konsekuensi logis adanya interregional effect akan berdampak pula pada daerah sekitarnya. Investasi yang dilakukan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat di dalam penelitian ini bukanlah investasi yang sebenarnya, melainkan hanya merupakan skenario alternatif kebijakan investasi yang mungkin diambil, untuk menstimulasi pihak swasta sebagai pelaku utama dalam pembangunan sektor industri. Pemilihan skenario kebijakan investasi Pemerintah Daerah Jawa Barat tersebut berdasarkan kebutuhan msayarakat akan peluang memperoleh lapangan kerja di berbagai sektar industri pengolahan. Adapun skenario yang dilakukan adalah dengan melakukan pengembangan sektor-sektor industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Setor-sektor yang dimaksud adalah sektor industri tekstil (sektor 9), industri kertas (sektor 11) dan industri barang dari logam (sektor 15). Pertimbanganya adalah ketiga sektor tersebut merupakan sektor penyumbang terbesar ketiga yaitu 17,3% bagi penyerapan tenaga kerja di Propinsi Jawa Barat setelah sektor pertanian 29,69% dan sektor perdagangan 24,96%. Data awal yang digunakan untuk menganalisis dampak tersebut adalah Tabel Input-Output Antar Daerah (IRIO) Tahun 2000 hasil pemutakhiran data Input-Output Antar Daerah (IRIO) Tahun 1990 yang disusum oleh Bappenas. Dari hasil simulasi dapat dikatakan bahwa kebijakan yang dilakukan Pemerintah Daerah Jawa Barat dengan mendorong pihak swasta untuk lebih banyak berperan dalam pembangunan ekonomi, terutama disektor industri tekstil (sektor 9), industri kertas (sektor 11) dan industri pengolahan barang dari logam (sektor 15) memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat, akan tetapi kurang signifikan dampaknya terhadap Propinsi DKI Jakarta dan daerah lainnya. Hal ini disebabkan karena keterkaitan antara sektor-sektor ekonomi di Propinsi DKI Jakarta dan lainnya relatif rendah bila dibandingkan dengan sektor-sektor sejenis di Propinsi Jawa Barat. Hal ini ditunjukan oleh rendahnya nilai keterkaitan kebelakang (backward linkages), keterkaitan kedepan (forward linkages) dan pure linkages. Dengan kata lain, dampak interregionalnya kecil atau kurang berarti.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>