Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achyar
"Latar belakang Meskipun intervensi non-bedah dengan balon (percutaneous balloon mitral valvulotomy) merupakan pilihan utama pada stenosis mitral (MS), tetapi pada kasus-kasus tingkat lanjut, bedah ganti katup mekanis merupakan salah satu pilihan. Penelitian khusus tentang bedah ganti katup mekanis pada MS di Indonesia masih sedikit. Rumahsakit Jantung Harapan Kita Jakarta, dalam kurun waktu 1985-1995 telah melakukan penggantian katup mekanis pada 566 penderita, 348 diantaranya dilakukan penggantian pada katup mitral. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keberhasilan awal dan lambat dari bedah ganti katup mekanis pada stenosis mitral, dan variabel prediktor kematian dari tindakan bedah ganti katup tersebut di Rumahsakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Metode penelitian : Penelitian dilakukan secara retrospektrif dan observasional, terhadap penderita MS yang dilakukan bedah ganti katup mekanis di Rumahsakit Jantung Harapan Kita (RSJHK) Jakarta selama kurun waktu 1985-1995. Pengamatan dilakukan mulai Desember 1985-Juni 1997. Pengumpulan data pra, intra dan pasca-bedah, serta data pada saat kontrol rutin dipoliklinik, didapat melalui catatan rekam medik penderita. Penderita yang tidak kontrol rutin, dihubungi dengan surat, telepon, atau kunjungan rumah. Analisis ketahanan hidup dilakukan dengan metode Kaplan-Meier. Variabel prediktor untuk kematian awal dilakuan dengan uji regresi logistik, sedang untuk kematian lambat dilakukan dengan regresi Cox. Hasil: Terdapat 51 penderita, 24 pria (47,1%), dan 27 wanita (52,9%), berumur antara 15-63 tahun (37,8 ± 8). MS murni 37 penderita (72,5%), 11 penderita disertai regurgitasi mitral ringan (21,5%), dan 3 penderita disertai regurgitasi aorta ringan (6%). MS berat 38 penderita (75%), MS sedang 13 penderita (25%). Kematian awal 13,7% (7 penderita), penderita yang dapat diikuti sampai akhir penelitian 95% (36 penderita). Lama pengamatan 228,8 tahun-orang. Ketahanan hidup 5 tahun adalah 85,6 ± 6 %, sedang untuk 10 tahun 79 ± 8,4 %. Komplikasi yang terjadi selama pengamatan, perdarahan oleh karena anti-koagulan 0,5%/penderita-pertahun, emboli 0,5%/penderita pertahun, gagal jantung 2,5%/penderita-pertahun, gagal fungsi katup 0,9%/penderita-pertahun, endokarditis 1%/penderita-pertahun, ganti katup 0,5%/penderita-pertahun, kematian mendadak 0,5%/penderita-pertahun. Variabel prediktor terhadap kematian awal adalah lama pemakaian mesin by-pass (rasio odds 1,02, interval keyakinan 95% 1,00-1,04, p=0,049). Tidak ditemukan variabel prediktor kematian lambat. Kesimpulan : Angka kematian awal 13,7%. Ketahanan hidup 5 tahun dan 10 tahun masing-masing 85,6 ± 6%, dan 79 ± 8,4%. Variabel prediktor terhadap kematian awal adalah lama pemakaian mesin by-pass. Tidak ditemukan variabel prediktor terhadap kematian lambat. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57273
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Montolalu, Gabriela
"ABSTRAK
Penyakit Jantung Koroner (PJK) memegang urutan pertama penyebab kematian dini pada laki-laki dengan usia menengah. Salah satu operasi tersering yang sering dilakukan sebagai intervensi terhadap PJK adalah Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kematian pasien dalam 6 tahun pascaoperasi BPAK di RS Pusat Jantung Harapan Kita (RSPJNHK) pada tahun 2006. Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap pasien yang menjalani operasi BPAK di RSPJNHK pada tahun 2006 menggunakan rekam medis subyek untuk menentukan apakah kadar kreatinin dan diabetes melitus dapat menjadi prediktor kematian. Pada setiap variabel dilakukan uji chi-square. Dari 75 subyek untuk variabel kadar kreatinin, 18,66% (n=14) meninggal setelah 6 tahun pascaoperasi BPAK (p=0,007). Dari 79 subyek untuk variabel diabetes melitus didapatkan 18,98% (n=15) subyek meninggal setelah 6 tahun pascaoperasi BPAK (p=0,55). Kematian pasien dalam 6 tahun pascaoperasi BPAK di RSPJNHK pada tahun 2006 menunjukkan adanya hubungan dengan kadar kreatinin preoperasi namun tidak berhubungan dengan status diabetes melitus subyek."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Andreas Michael
"Latar Belakang: Penyakit kardiovaskular memiliki kontribusi 30% terhadap total kematian semua umur di Indonesia pada tahun 2011. Dalam upaya revaskularisasi dalam penyakit jantung koroner, Bedah Pintas Arteri Koroner menjadi salah satu upaya utama. Namun, jumlah pasien hidup dalam 10 tahun pasca-BPAK hanya mencapai 77% dibandingkan populasi normal yang mencapai 86%.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara lama Aortic Cross-clamping dan Cardiopulmonary Bypass dengan kematian pascaoperasi BPAK pada pasien di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Metode: Dari seluruh pasien yang menjalani operasi BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada tahun 2006, dilakukan studi kohort retrospektif dengan mempelajari rekam medis subyek dan menentukan faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor mortalitas (lama Aortic Cross-clamping dan Cardiopulmonary Bypass). Subyek penelitian (n=48) kemudian dihubungi untuk mencari tahu mortalitas subyek. Pada setiap variabel dilakukan Uji T Tidak Berpasangan atau Uji Mann-Whitney.
Hasil: Dari 48 subyek, 85,41% (n=41) hidup, dan sebesar 14,58% (n=7) meninggal setelah 6 tahun pascaoperasi BPAK. Untuk hubungan lama Artery Cross-clamping dengan kematian didapatkan p=0,265, dan untuk hubungan lama Cardiopulmonary Bypass dengan kematian didapatkan p=0,214.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara lama Aortic Cross-clamping dan Cardiopulmonary Bypass dengan kematian dalam 6 tahun pascaoperasi BPAK pada pasien di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Background: Cardiovascular diseases contribute to 30% of deaths in all age in 2011. Cardiopulmonary Bypass Graft remains a choice in revascularization for patients with coronary heart disease. Nevertheless, 10-year survival in post-CABG patients (77%) pales in comparison with such in normal population (86%).
Aim: To find out whether Aortic Cross-clamping Time and Cardiopulmonary Bypass Time are associated with 6-year post-CABG mortality at Harapan Kita National Cardiovascular Center.
Methods: All patients who underwent CABG at Harapan Kita National Cardiovascular Center in 2006 was included in a retrospective cohort study. Medical records of such patients were studied, and factors predicting mortality (Aortic Cross-clamping Time and Cardiopulmonary Bypass Time) noted. Subjects (n=48) were then called in order to determine mortality of subjects. All variables were analyzed using Unpaired T-Test and Mann Whitney Test where appropriate.
Results: Of all 48 subjects, 85.41% (n=41) survived, and 14,58% (n=7) died within 6-year post-CABG. Of Artery Cross-clamping Time and mortality, p=0.265, and of Cardiopulmonary Bypass Time and mortality p=0.214.
Conclusions: There is no relation of Aortic Cross-clamping and Cardiopulmonary Bypass Time with 6-year Post-Coronary Artery Bypass Graft Mortality at Harapan Kita National Cardiovascular Center.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hosea, Fransiscus Nikodemus
"Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak, yang dapat dialami oleh baik laki-laki ataupun perempuan. Salah satu tata laksana yang dapat dilakukan untuk kondisi ini adalah Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara lama rawat, jumlah pembuluh arteri koroner yang tersumbat, dan hipertensi terhadap kematian pasien CABG di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Desain penelitian yang dipilih adalah restrospective cohort. Data penelitian ini diperoleh dari rekam medik pasien yang tercatat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Data pada penelitian ini melibatkan 66 subjek penelitian. Data yang dikumpulkan kemudian diuji dengan Chi-square dan Fisher untuk menentukan nilai probabilitas (p).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara mortalitas dengan lama rawat (RR=1,57 IK95%=0,60-4,08 p=0,35), jumlah pembuluh arteri koroner yang tersumbat (RR=0,90 IK95%=0,25-3,27 p=1,00), dan riwayat hipertensi (RR=1,59 IK95%=0,41-6,21 p=0,72). Faktor lama rawat, jumlah pembuluh darah arteri koroner yang tersumbat, dan riwayat hipertensi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap mortalitas subjek penelitian dalam waktu 6 tahun pasca tindakan coronary artery bypass graft.

Coronary artery disease is one of the most common cause of death, that can be found both in men and women. This condition can be treated with some surgical intervention such as Coronary Artery Bypass Graft (CABG). The purpose of this study is to determine the association between length of stay, the number of diseased coronary artery vessel, and hypertension with mortality in post-CABG patients after 6 years in National Cardiovascular Center Harapan Kita. This study uses retrospective cohort as its design. Data used in this study involving 66 subjects. The data is then tested using Chi-square and Fisher to see the value of probability (p).Based on data analysis, it is found that there is no significant association between mortality with length of stay (RR=1.57 95%CI=0,60-4,08 p=0.346), the number of diseased coronary artery vessel (RR=0.90 95%CI=0.25- 3.27 p=1.000), and hypertension (RR=1.59 95%CI=0.41-6.21 p=0.716). Length of stay, the number of diseased coronary artery vessel, and hypertension are not associated with the mortality of post-coronary artery bypass graft patients after 6 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Gilang Rejeki
"Latar Belakang : Stenosis mitral (SM) merupakan suatu lesi obstruksi katup mitral yang memerlukan terapi definitif suatu tindakan mekanik. Di Indonesia, prevalensinya masih cukup tinggi dengan penyebab yang multifaktorial; di antaranya waktu tunggu untuk antrian dari penjadwalan intervensi di era Jaminan Kesehatan Nasional. Kondisi pasien yang hadir terlambat dan waktu tunggu yang lama dapat memperburuk keadaan pasien. Pada SM, serangkaian neurohormonal teraktivasi. Penyekat enzim konversi angiotensin (EKA) dapat menghambat aktivasi renin-angiotensi-aldosteron (RAA), memperbaiki kondisi pasien selama menunggu jadwal operasi. Namun, pemberian penyekat EKA masih kontroversial.
Tujuan : Untuk menilai keamanan dan pengaruh pemberian penyekat EKA dosis kecil pada pasien SM tanpa hipotensi terhadap six minute walk test (6MWT) dan N-Terminal pro B type natriuretic peptide (NT-proBNP).
Metode : Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak yang tersamar ganda. Sampel diambil secara konsekutif dan dilakukan randomisasi blok, untuk pemberian lisinopril 2,5 mg atau plasebo. Setiap subyek dilakukan ekokardiografi, 6MWT dan pemeriksaan laboratorium sebelum diberikan perlakuan. Evaluasi serupa dilakukan pada setiap subyek setelah 4 minggu.
Hasil Penelitian : Terdapat 37 subyek yang berhasil dilakukan analisis; 19 pasien pada kelompok perlakuan dan 18 pasien pada kelompok kontrol. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada perubahan NT-proBNP dan 6MWT pada kedua kelompok (∆ NT proBNP 59 (-6747) - 2145) vs (-166) (-1495 - 1664) pg/mL; p = 0.443) dan (∆ 6 MWT 11.66 + 73 vs 21.37 + 47; p = 0.638). Tidak didapatkan pula perbedaan tekanan darah serta isi sekuncup yang bermakna antara kedua kelompok paska perlakukan, median isi sekuncup pada kelompok perlakuan 54 (34 - 74) vs 45 (34 - 94), p = 0.126.
Kesimpulan : Pemberian penyekat EKA dosis kecil pada pasien SM tanpa keadaan hipotensi aman, namun tidak meningkatkan pencapaian 6MWT dan tidak meurunkan kadar NT-proBNP.

Background : Mitral stenosis (MS) is an obstructive lesion in which the definitive therapy is mechanical intervention. The prevalence of MS in developed countries has been decreasing due to the development of mechanical intervention. In Indonesia the prevalence remains high especially in the era of national health coverage, there are too many patients queuing for mitral valve operation. By this situation, we want to know if the angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor could reduce the burden of symptoms and other neurohormonal activation such as NT-proBNP in MS patients. There are many controversies to the use of ace inhibitor in MS patients, questioning the benefit and safety of ace inhibitor to these patients.
Objective : To study the safety and efficacy of low dose ACE inhibitor towards six minute walk test (6MWT) and N-Terminal pro B type natriuretic peptide (NT-proBNP) in Mitral Stenosis Patients without Hypotension.
Methods : This study is a double blind randomized control trial. Sample was taken consecutively, and randomized to be given lisinopril 2.5mg or placebo. Every patient was assigned for echocardiography evaluation, 6MWT, and laboratory examination before and after intervention.
Result : 37 patients were included in the analysis; 19 was in the intervention group, 18 patient was in the placebo group. No significant difference were found between the two groups in terms of NT-proBNP and 6MWT, (∆ NT proBNP 59 (-6747) - 2145) vs (166) (-1495 - 1664) pg/mL; p=0.443) dan (∆ 6 MWT 11.66 + 73 vs 21.37 + 47; p = 0.638). In terms of blood pressure and stroke volume, there was also no significant difference between the two groups after intervention, median for stroke volume in intervention group and control group were 54 (34 - 74) vs45 (34 - 94), p = 0.126.
Conclusion : Low dose ACE inhibitor is safe to be given in MS patient without hypotension, however, it did not increase functional capacity measured by 6MWT, neither improve NT-proBNP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Soeryo Kuncoro
"Hipertensi merupakan penyakit yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab utama penyakit kardiovaskular di dunia. Hipertensi sebagian besar tanpa gejala tetapi akan merusak organ tubuh diantaranya jantung yang akan mengalami perubahan struktural dan fungsional yaitu LVH (left ventrikel hypertrophy) dan disfungsi diastolik. Disfungsi diastolik saja akan meningkatkan risiko kardiovaskular tidak tergantung pada massa LV dan tekanan darah. Disfungsi diastolik pada hipertensi mungkin terjadi disertai LVH maupun tidak. Beberapa tahun terakhir studi mengenai brain natriuretic peptide (BNP) banyak dilakukan, demikian pula pada disfungsi diastolik sebagai penanda kelainan fungsi ventrikel. Kenaikan kadar BNP mungkin dapat digunakan untuk memperlihatkan proses perubahan fungsi ventrikel sebagai peijalanan penyakit hipertensi.
Tujuan penelitian
Mengetahui hubungan antara peningkatan kadar BNP dengan derajat disfungsi diastolik pada penderita hipertensi.
Hipotesis penelitian dan manfaat penelitian
Kenaikan kadar BNP berhubungan dengan derajat disfungsi diastolik pada pasien hipertensi. Pemeriksaan BNP diduga dapat digunakan sebagai alat deteksi dini efek hipertensi pada jantung.
Metodologi
Penelitian dilakukan pads penderita hipertensi di PINHK selama kurun waktu April std Oktober 2006 (40 pasien, 24 pria, dan 16 wanita). Pasien yang memenuhi }criteria inklusi dan eksklusi dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dan diukur EDD, ESD, IVSD,IVSS,massa LV, fraksi ejeksi, rasio EIA, DT, IVRT, rasio e'la',rasioEle', dan doppler vena pulmonal menggunakan alat ekokardiografi dari Vivid -Philips. Pasien dibagi menjadi kelompok dengan fungsi diastolik normal (DDO), disfungsi diastolik tahap I (DDI), psedonormal (DD2) dan restriktif (DD3). Seluruh pasien dilakukan pemeriksaan BNP dengan menggunakan Abbott AxSYM BNP assay pada hari yang sarna dengan ekokardiografi. Uji korelasi dilakukan dengan Pearson test.
Hasil
Didapatkan kadar BNP masing-masing kelompok tidak berbeda bermakna (DD0=39,77+45,95 pg/ml;DD1=39,35±36,51 pglml;DD2=45,15+_3,65 pg/rnl;p=0,79). Tidak terdapat korelasi kadar BNP dengan rasio E/A (r=0,13;p=0,44) dan indeks massa LV (r=0,005;p=O,97). Terdapat korelasi positif BNP dengan nilai Ele' (r=0,524;p=O,O1).
Kesimpulan
Tidak terdapat korelasi BNP dengan disfungsi diastolik pada pasien hipertensi asimtomatik. Nilai BNP berkorelasi dengan nilai Ele' yang menunjukkan nilai tekanan pengisian ventrikel kin.

Background
Hypertension is the most common disease entity encountered in clinical practice. It is still the main cause of cardiovascular event in the world. Hypertension is mostly seen in the clinic as asympomatic. But during time it may impact heart, as one of target organ, which may shown left ventricle hypertrophy as well as diastolic dusf unction. Even diastolic dysfunction could impact in increasing cardiovascular event in the future. Diastolic dysfunction maybe associated with hypertrophy or it may be precedes hypertrophy. Recently studies regarding brain natriuretic peptide in diastolic dysfunction has been conducted as a marker for ventricle dysfunction. BNP may be use to express the process of ventricle dysfunction in hypertension.
Aim of the study
To see the correlation of increasing level of BNP with degree of diastolic dysfunction in hypertensive patient.
Hypotesis and benefit of the study
!increasing level of BNP correlate with degree of diastolic dysfunction in hypertensive patient. Thus BNP may be beneficial as tool for early detection of hypertension impact to heart.
Methodology
Study was conducted to outpatient with hypertension in PJNHK during April-October 2006 (40 pts, 24 male, 16 female). All patients was done echocardiography exam to see the diastolic dysfunction and ventricular dimension. All patients was classified as normal diastolic function (DDO), diastolic dysfunction grade I (DM), pseudonormal (DD2) and restrictive filling pattern (DD3) accordingly. BNP measurement was done at the same time echo was done using Abbot AxSYM assay.Pearson test was done for correlation test.
Result
There was no difference among the group for diastolic dysfunction (DDO= 39,77±45,95 pg/ml,DD1=39,35±36,51 pg/ml; DD2=45,15±3, 65 pg/ml;p0, 79). No correlation of BNP with E/A ratio ((r=0,13;p=0,44) and LV mass index (r=0,005;p=0,97). BNP value correlate well with E/e ' ratio representing LV filling pressure ((r=0, 524;p =0, 01).
Conclusion
BNP level not correlate well with diastolic dysfunction in this group of aymptornatic hypertensive patients. BNP value correlate with E/e' which shown a LV filling pressure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denys Putra Alim
"Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia Sensus nasional Indonesia tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner PJK sebesar 26,4% Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor faktor yang memengaruhi kematian 6 tahun pasca bedah pintas arteri koroner BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Studi yang digunakan adalah kohort retrospektif pada pasien yang menjalani BPAK tahun 2006 di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan menggunakan total population sampling Hasilnya terdapat 308 tindakan BPAK di RS Harapan Kita tahun 2006 dengan eksklusi 5 subjek karena data rekam medis tidak lengkap 1 subjek karena BPAK dengan tindakan bedah lain 225 subjek karena tidak dapat dihubungi kembali Didapatkan 77 subjek penelitian dengan angka kematian sebesar 18,2% (14 dari 77 subjek). Faktor prediktor kematian oleh usia> 50 tahun didapatkan nilai p=0,725 faktor jenis kelamin nilai p=0,198 dan faktor fraksi ejeksi <40% nilai p=0,449 Kesimpulannya faktor usia jenis kelamin dan fraksi ejeksi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian kematian subjek dalam 6 tahun pasca operasi BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Cardiovascular disease is one of the leading causes of death worldwide Indonesian national census in 2001 showed that deaths due to cardiovascular disease including coronary artery disease CAD by 26 4 This study aims to find factors that influence the 6 year mortality post coronary artery bypass surgery CABG at National Cardiovascular Center Harapan Kita The study design is retrospective cohort study in patients undergoing CABG in 2006 at the National Cardiovascular Center Harapan Kita by using total population sampling There were 308 CABG procedures at National Cardiovascular Center Harapan Kita in 2006 which were excluded 5 subjects with incomplete medical records 1 subject with other cardiovascular surgery procedure 225 subjects lost to follow up There were 77 eligible research subjects with a mortality rate of 18 2 14 of 77 subjects Predictor factors of mortality by age 50 years p 0 725 sex p 0 198 and ejection fraction 40 p 0 449 Therefore there were no significant correlation among age sex and ejection fraction to the 6 years mortality outcome for patients undergo CABG at National Cardiovascular Center Harapan Kita
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victor Florencia Ferdinand Joseph
"Latar Belakang. Merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner yang paling dapat dimodifikasi. Di Indonesia, 88% konsumsi rokok adalah kretek. Sejauh ini belum ada studi mengenai rokok kretek terhadap fungsi ventrikel kanan. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh akut rokok kretek dengan rokok putih terhadap fungsi ventrikel kanan menggunakan ekokardiografi pada partisipan usia muda yang sehat.
Metode. Uji eksperimental cross over dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada Maret - April 2013. Lima puluh partisipan diikutsertakan dan diminta untuk tidak merokok minimal 2 jam sebelum penelitian. Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan sebelum merokok, segera dan satu jam setelah merokok. Partisipan datang kembali keesokan harinya untuk merokok jenis rokok lain.
Hasil. Nilai E/A menurun segera sesudah merokok rokok putih dan rokok kretek kemudian naik mendekati normal satu jam setelah merokok. Nilai DT memanjang segera sesudah merokok dan kembali mendekati normal sejam sesudahnya. Dilakukan pengujian secara statistik dengan membandingkan pengaruh rokok kretek dan rokok putih segera dan satu jam sesudah merokok terhadap fungsi ventrikel kanan dan tidak diperoleh nilai yang bermakna secara signifikan.
Kesimpulan. Kedua jenis rokok menyebabkan perubahan akut pada parameter fungsi ventrikel kanan. Penggunaan rokok kretek dibandingkan rokok putih tidak menyebabkan perubahan fungsi diastolik yang lebih bermakna pada fungsi ventrikel kanan.

Background. Smoking is one of the most modifiable risk factor in coronary heart disease. In Indonesia, 88% of cigararette smoked is clove cigarette. To the best of our knowledge, there were no studies published regarding this issue on right ventricular diastolic function. This study is to describe the acute effects of clove cigarette smoking on right ventricular function in young healthy participants and comparing the effects caused by clove cigararette to white cigarette.
Methods. This is an experimental study carried out in Department of Cardiology and Vascular Medicine Universitas Indonesia/ National Cardiavascular Center Harapan Kita in March - April 2013. Fifty participants were asked not to smoke for at least 2 hours prior to study. Echocardiography study was performed to each participants before, right after and 60 minutes after smoking. Participants were then asked to come back on the next day to perform the same procedure with another kind of cigarette.
Result. After smoking, there was a decreased E/A from baseline and increase 60 minutes after smoking. Deceleration time was longer right after smoking and got short 60 minutes after smoking, in white and clove cigarette smoking. Statistic calculation was made with comparing the clove with white cigarette to right ventricular function, right and one hour after smoking and found there is no significant value was found.
Conclusion. Clove and conventional cigarette smoking both have acute effects on right ventricular diastolic function where clove cigarette have no more significant diastolic function change of right ventricular compare to the white one.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hapsari Pranadewi
"ABSTRAK
Prevalensi penyakit kardiovaskular pada usia kerja semakin meningkat. Pekerja perkantoran cenderung memiliki kebiasaan kurang sehat yang merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular, seperti kebiasaan makan yang tidak sehat, aktivitas fisik yang rendah/sedentary, dan tingkat stres tinggi. Diperlukan program promotif preventif di tempat kerja untuk memperbaiki kebiasaan buruk tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kebiasaan makan, tingkat aktivitas fisik, dan tingkat stres pada pekerja setelah dilakukan Program Wellness Our Way (Program WOW).
Desain penelitian menggunakan gabungan beberapa desain, yaitu pre post study , kross sektional komparatif, analisis kuasi eksperimental dan dilengkapi dengan wawancara mendalam. Jumlah sampel total sebanyak 79 orang, yang terdiri 39 orang pada kelompok WOW dan 40 orang pada kelompok non WOW. Pengambilan data menggunakan beberapa kuesioner, diantaranya kuesioner Food Frequency Questioner (FFQ) semikuantitatif, kuesioner Rapid Assesment Phisical Activity (RAPA), dan kuesioner Stress Diagnostic Survey.
Hasil penelitian menunjukkan Program WOW berhasil meningkatkan perbaikan tingkat aktivitas fisik secara signifikan (RR 2.91, CI 1.02-8.27) dan menurunkan tingkat stress dua komponen stressor kerja, yaitu beban berlebih kualitatif ( OR 3.28, CI 1.16-9.24) dan pengembangan karir (OR 2.97, CI 1.19-7.42). Akan tetapi program WOW kurang berhasil dalam memperbaiki kebiasaan makan (RR 1.96,CI 0.91-4.18).
Saran bagi pekerja agar aktif mencari informasi kesehatan melalui media atau praktisi kesehatan, dan khusus bagi peserta WOW agar tetap aktif mengadakan diskusi kelompok. Bagi perusahaan agar mengadakan perbaikan pada program wellness dengan peserta yang lebih banyak dan melakukan penyegaran kembali atau evaluasi sesudah 4-6 bulan program selesai.

ABSTRACT
The prevalence of cardiovascular disease in working age is increasing. Office workers tend to have less healthy habits that are risk factors for cardiovascular disease, such as unhealthy eating habits, low physical activity / sedentary, and high stress levels. Needed a preventive promotive programs in the workplace to improve these poor habits. The purpose of this study was to determine the improve in eating habits, physical activity level, and stress levels among workers after Wellness Our Way Programs (WOW Program).
The study design using a combination of design, that are pre post study, comparative kross sektional, quasi-experimental analysis and complemented by depth interviews. Total samples are 79 people, consist of 39 people at WOW group and 40 people at non-WOW group. Retrieving data used several questionnaire, including semiquantitative Food Frequency Questionnaire (FFQ), Rapid Assessment Phisical Activity (RAPA) questionnaires and Stress Diagnostic Survey questionnaires.
The results showed that the WOW Program succeeded in increasing improvements in physical activity levels significantly (RR 2.91, CI 1:02 to 8:27) and lowered the stress level of components work stressor qualitative excess burden (OR 3:28, 1:16 to 9:24 CI) and career development (OR 2.97, CI 1:19 to 7:42). But the WOW Programs was less succesful in improving eating habits (RR 1.96, CI 0.91-4.18).
Suggest for workers in general are in order to actively seek health information through the media or health care practitioner, and specifically for participants of WOW programs to stay active in discussion groups. For the company to improve the upcoming Wellness program with a wider range of participants and conduct refresher or evaluation after 4-6 months of program completion"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Septiyanti
"Data mengenai luluh paru LP sangat terbatas mencakup karakteristik demografi, status hipertensi pulmoner HP , fungsi paru, kapasitas latihan, akivitas fisis dan kejadian rawat inap berulang. Penelitian ini memiliki desain potong lintang dengan 54 subjek. Echokardiografi dilakukan untuk menyingkirkan terdapatnya kelainan jantung dan menentukan status HP. Subjek kemudian akan menjalani serangkaian prosedur antara lain wawancara, pemeriksaan fisis, uji jalan 6 menit 6MWT , uji fungsi paru dan pemeriksaan darah. Hipertensi pulmoner ditemukan pada 63 subjek dengan mPAP 29,13 13,07 sedangkan 55,9 diantaranya mengalami PH yang berat. Rawat inap berulang terjadi pada 44,4 , sesak napas mMRC >1 , aktivitas fisis, rawat inap berulang, luas lesi, CRP dan tekanan oksigen arteri memiliki hubungan bermakna terhadap status HP. Kadar CRP dan 6MWT merupakan variabel yang paling berhubungan dengan kejadian rawat inap berulang pada LP-HP yang dianalisis dengan analisis multivariat. Echokardiografi sebaiknya dilakukan pada pasien LP. Pasien LP-HP mengalami sesak yang lebih berat, rawat inap berulang, lesi yang lebih luas, kadar CRP lebih tinggi, aktivitas fisis, uji fungsi paru, PaO2 dan indeks massa tubuh yang lebih rendah. Hasil spirometri dan kadar CRPmerupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian rawat inap berulang pada pasien LP-HP melalui analisis multivariat.

We investigated and provided datas about demographyc and clinical characteristics. We also found out the influencing factors of re hospitalization in destroyed lung with pulmonary hypertension patients. This is a cross sectional study involving 54 DL subjects. Echocardiography was performed to rule out cardiac abnormality and to establish their PH status. Subjects performed several procedures such as interview, physical examination, 6 minutes walking test 6MWT , lung function test, and blood tests to obtain all the neede data. Pulmonary hypertension was found in 63 of subjects with mPAP was 29,13 13,07 while 55,9 of DL PH subjects had severe PH. Re hospitalization occured in 44,44 subjects. We analyzed using chi square for categorical data and student t test and found a significant association of PH status in DL subjects with breathlessness by mMRC scale 1, physical activity, re hospitalization, body mass index, FVC, FEV1, FEV1 FVC, spirometry result, extend of lesion, CRP and arterial oxygen pressure. Level of CRP, VEP1 dan 6MWT had the strongest association for DL having PH and rehospitalization by multivariate analysis. Echocardiography should be performed among DL patients. Patients DL who got PH have more breathlessness, re hospitalization and extend of lesion, higher CRP level, lower physical activity, worse lung function test, lower PaO2 and lower BMI. Spirometri result, and CRP level had the strongest association for DL having PH and rehospitalization by multivariate analysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>