Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dessy Innawaty
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh durasi penyinaran menggunakan LED dan pemanasan awal menggunakan Micerium ENA Heat terhadap depth of cure resin komposit bulk-fill. Alat dan bahan: Enam puluh spesimen Filtek Bulk-Fill Posterior Restoratives ketebalan 4 mm dan diameter 3 mm; tanpa dan dengan pemanasan awal pada temperatur 39 C dibagi ke dalam 3 kelompok sesuai dengan durasi penyinaran 5 detik, 10 detik, dan 15 detik. Spesimen dipolimerisasi menggunakan LED Curing Unit 3MTM Elipar, 1.200 mW/cm2 dan diuji kekerasan mikro menggunakan Vickers Microhardness Tester Shimadzu, Japan untuk menghitung nilai depth of cure. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik Kruskall-Wallis dan Post-Hoc Mann Whitney-U.
Hasil: Adanya perbedaan yang tidak bermakna p ge;0,05 untuk nilai depth of cure pada keenam kelompok tanpa dan dengan pemanasan awal. Walaupun nilai depth of cure tersebut tidak bermakna namun telah mencapai nilai minimum yaitu ge; 80. Selain itu terdapat perbedaan yang bermakna p.

Aim Evaluate the influence of different exposure time and pre heating on its depth of cure of bulk fill composite. Methods Sixty cylinder shaped specimens of Filtek Bulk Fill Posterior Restoratives 4 mm of thickness x 3 mm of diameter with and without pre heating at 39 C were divided into 3 subgroups according to exposure times 5, 10, and 15. All specimens were polymerized using LED Curing Unit 3MTM Elipar, 1.200 mW cm2 and tested using Vickers Microhardness Tester Shimadzu, Japan to determine its microhardness for calculating its depth of cure. Data were statistically analyzed using Kruskall Wallis and Post Hoc Mann Whitney U test.
Results A no significant differences p ge 0,05 in depth of cure amongst the six groups of non preheated and preheated bulk fill composite. However, all of the groups have reached a minimum value of ge 80 depth of cure. Moreover, there is a significant differences in microhardness in all of the six groups of non preheated and preheated bulk fill composite and between 5 and 15 of exposure times in both groups. Conclusion Exposure times and pre heating at 39 C had an influence on microhardness of bulk fill composite.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Adiba Fajrin
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh chlorhexidine gluconate 0,2 yang tidak mengandung alkohol terhadap perubahan warna Semen Ionomer Kaca yang dilapisi coating agent. Spesimen Semen Ionomer Kaca Konvensional dan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin dilapisi varnish dan nanofilled coating agent masing-masing kelompok berjumlah 10 buah. Spesimen yang telah dilapisi coating agent direndam dalam aquades selama 24 jam pada inkubator bersuhu 37°C. Spesimen dikeluarkan dari inkubator dan direndam dalam chlorhexidine gluconate 0,2 yang tidak mengandung alkohol selama 2 menit setiap hari. Spesimen direndam kembali pada aquades dan diletakkan pada inkubator. Proses ini diulang selama dua minggu. Nilai perubahan warna dihitung setelah perendaman dalam chlorhexidine gluconate 0,2 yang tidak mengandung alkohol pada hari ke-3, ke-7, dan ke-14. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada setiap kelompok yang dilakukan pada hari ke-3, ke-7, dan ke-14 p0,05 serta perbedaan yang bermakna p.

This study aims to analyze the effect of chlorhexidine gluconate 0,2 which does not contain alcohol to discoloration of Glass Ionomer Cement coated by coating agent. Glass Ionomer Cement and Resin Modified Glass Ionomer Cements coated by varnish and nanofilled coating agent and 10 specimens each group. Specimens coated by coating agents were incubated in aquades for 24 hours at 37°C. Specimens removed from the incubator and immersed in chlorhexidine gluconate 0,2 which does not contain alcohol once a day for two minutes. Spesimens then were immersed again in aquades and incubated. This process repeated for two weeks. Color measurements were made on day 3, 7, and 14 after the specimen immersed in chlorhexidine gluconate. The result showed that there were significant differences between day 3, 7, and 14 p0,05 on day 3 and 7, and significant differences to Resin Modified Glass Ionomer Cements coated by varnish and nanofilled coating agent."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalina Tjandrawinata
"ABSTRAK
Gigi yang lebih putih sering dianggap lebih menarik dari lebih sehat. Agar lebih putih orang seringkali melakukan pemutihan gigi dengan bahan karbamid peroksida. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi karbamid peroksida 10 % dan stannous fluorida 0,4 % pada kristalit hidroksiapatit dalam email gigi dengan metode difraksi sinar-x. Sebagai pembanding digunakan bahan perendam hidrogen peroksida 10 % dan sebagai kontrol digunakan akuades. Aplikasi bahan perendam dilakukan selama 192 jam, dengan penggantian bahan setiap 8 jam dan perendaman akuades 8 jam di antara waktu penggantian bahan perendam. Perendaman dilakukan pada suhu 37°C dan kelembaban 100%, sesuai kondisi di dalam mulut. Pemeriksaan difraksi sinar-x dilakukan setelah perendarnan 96 dan 192 jam. Selain penghitungan ukuran kristalit, dilakukan juga penghitungan konstanta kisi dan regangan (strain). Dari penelitian ini diketahui bahwa penggunaan bahan perendam karbamid peroksida, stannous fluorida, kombinasi kedua bahan dan hidrogenperoksida tidak menyebabkan perubahan ukuran kristalit dan konstanta kisi kristal hidroksiapatit email gigi secara bermakna, tetapi mengubah regangan dalam butir kristal secara berarti.
Dari pemeriksaan difraksi sinar-x terlihat bahwa kristal hidroksiapatit pada bagian fasial email gigi memiliki preferred orientation pada bidang [002]. Untuk melihat keadaan permukaan sampel dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop elektron (SEM) yang menunjukkan terjadinya perubahan pada perrnukaan email gigi akibat perendaman dalam karbamid peroksida, stannous fluorida dan hidrogen peroksida. Untuk mengetahui pengaruh keasaman perendam dilakukan pemeriksaan pH dengan pH-meter digital. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa derajat keasaman (pH) bahan perendam tidak berpengaruh terhadap kerusakan pada email gigi.

ABSTRACT
Carbamide peroxide has recently been widely used as a vital tooth whitener. The successful result and the simple use of the material have captured the esthetic interest of the dental practitioners. On the other hand, in some cases this bleaching material can cause pulpal sensitivity that can be cured by using stannous fluoride gel.
The purpose of this experiment is to study the influence of 10 % carbamide peroxide and 0,4 % stannous fluoride application on the crystallite of hydroxyapatite in tooth enamel, by using x-ray diffraction method. Hydrogen peroxide solution and aquadest are used as control. The materials are applied for 8 hours in incubator with 37°C dan 100 % humidity, for total 192 hours.Then it can be concluded that carbamide peroxide and stannous fluoride do not influence neither the crystallite size of tooth enamel nor the lattice parameters, but they influence the strain in crystal.
The x-ray diffraction on the facial surface of enamel shows preferred orientation patern at [002]. The application of the carbamide peroxide and hydrogen peroxide materials cause damage on the tooth enamel surfaces that can be detected by scanning electron microscope. In this experiment, the acidity of the materials is detected by digital pH-meter.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djarot Pambengkas
"RSUD Pasar Rebo terpilih menjadi salah satu rumah sakit daerah yang akan dikonversikan menjadi Rumah Sakit Unit Swadana. Unit Swadana menurut Keputusan Presiden No.38 tahun 1991 adalah satuan kerja tertentu dari Instansi Pemerintah yang diberi wewenang untuk menggunakan penerimaan fungsionalnya secara langsung. Sehingga dapat dijelaskan disini bahwa untuk biaya operasional suatu organisasi/satuan kerja yang dikonversikan menjadi Unit Swadana dari hasil penerimaan/pendapatannya sendiri yang didapatkan dari imbalan/penjualan jasa/barang yang dihasilkan oleh organisasi/instansi tersebut. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana kita bisa membuat perencanaan pendapatan yang "baik", dalam arti yang tidak terlalu jauh melesetnya dari kenyataan nantinya. Karena operasional unit swadana sangat tergantung dari pendapatan fungsionalnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan model peramalan yang dapat dipergunakan untuk membantu dalam membuat perencanaan pendapatan RSUD Pasar Rebo sebagai Unit Swadana. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan menggunakan analisa trend. Ruang lingkup penelitian adalah pusat-pusat pendapatan (revenue center) RSUD Pasar Rebo, tetapi karena terlalu luas, maka hanya dibatasi pada peramalan di poli umum, dengan tujuan sebagai contoh awal pencarian model peramalan yang cocok untuk poli umum, dimana cara-cara pencarian model untuk poli lain bisa mempergunakan cara yang dipakai pada penelitian ini. Dengan berasumsi bahwa produk rumah sakit identik dengan produk industri, maka pada penelitian ini model-model peramalan yang dipakai adalah model peramalan untuk industri barang.
Data yang dipakai adalah data kunjungan poli umum dari tahun kunjungan 1985 sampai dengan tahun 1991, dan dibagi dalam data kuartal. Dari data ini kemudian dibuat grafik trend kunjungan, dan hasilnya jelas terlihat mempunyai trend naik. Model peramalan yang dipilih adalah model peramalan yang sederhana yaitu: model peramalan semi average dan model peramalan least square ( tinier dan kuadratis), dengan varibel bebasnya hanya satu yaitu waktu. Sedangkan untuk memilih salah satu model maka dilakukan pengujian ketepatan metode/model peramalan tersebut diatas dengan berbagai cara yaitu : membandingkan nilai tengah kesalahan (Mean Error), nilai tengah kesalahan absolut (Mean Absolute Error), nilai tengah persentase kesalahan (Mean Procentage Error), nilai tengah persentase kesalahan absolut (Mean Absolute Procentage Error), dan Statistik U (Theil).
Dari hasil pemakaian model untuk peramalan sampai pengujian masing-masing model/metode peramalan maka model peramalan yang cocok untuk poli umum adalan model peramalan least square linier. Tetapi ternyata bila hasil peramalan kunjungan poli umum dengan mempergunakan model least square linier ini dibandingkan dengan hasil kunjungan yang sesungguhnya (kunjungan tahun 1992) masih cukup besar perbedaannya. Mengapa ?
Ternyata ada yang dilupakan pada penelitian ini, yaitu yang diteliti adalah suatu deret berkala dan model peramalan yang dipakai adalah peramalan trend, dimana harus dipenuhi dahulu syarat peramalan trend yaitu bahwa tidak ada korelasi dan banyak sedikitnya pola dari deret berkala yang diteliti. Sehingga pada penelitian ini pemeriksaan atau pengujian autokorelasi dan banyak sedikitnya pola deret berkala dilakukan sesudah dipilih model/metode peramalannya. Untuk pengujian banyak sedikitnya pola deret dipakai pengujian autokorelasi (Auto-r) dan untuk mencari ada tidaknya korelasi kesalahan peramalan dipakai Statistik Durbin-Watson. Dari hasil pengujian ini memang ternyata deret berkala yang diteliti mempunyai banyak pola dan juga mempunyai korelasi kesalahan pada peramalannya.
Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa sebelum melakukan peramalan suatu data sebaiknya dilihat deret tersebut mempunyai banyak pola atau tidak, karena hasil peramalan pasti kurang baik. Untuk peramalan produk jasa seperti produk rumah sakit, sebaiknya memakai model peramalan multivariat (banyak variabelnya), karena produk jasa ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Nerito
"Pemutihan gigi kini menjadi pilihan untuk mengembalikan warna gigi yang mengalami diskolorasi. Salah satu teknik pemutihan gigi yang menjadi pilihan adalah teknik pemutihan gigi in-office yang dilakukan oleh dokter gigi. Namun pada praktiknya, aplikasi bahan pemutih gigi tidak hanya mengenai jaringan gigi yang sehat tapi juga jaringan gigi yang mengalami tumpatan, contohnya tumpatan sewarna gigi resin komposit. Untuk memaksimalkan kegunaan dari resin komposit, bahan ini haruslah halus, karena permukaan yang kasar dapat menjadi tempat retensi plak, mengiritasi gingiva dan juga mengurangi kenyamanan pasien.
Tujuan : Mengetahui adanya pengaruh aplikasi bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 38% terhadap kekasaran resin komposit hibrid. Material dan Metode :20 spesimen resin komposit berdiameter 6mm dan tebal 3mm dibuat secara inkremental dan dipolimerasi menggunakan sinar halogen selama 30 detik. Spesimen dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok aplikasi sebanyak 10 spesimen yang diberi aplikasi bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 38% selama 30 menit dan dilanjutkan sampai 60 menit. Sedangkan kelompok kontrol hanya direndam dalam aquabides selama 30 menit dan dilanjutkan sampai 60 menit.
Hasil : Terjadi peningkatan nilai kekasaran permukaan resin komposit hidrid setelah aplikasi bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 38% baik selama 30 menit maupun 60 menit.
Kesimpulan : Bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 38% dapat meningkatkan nilai kekasaran permukaan resin komposit hibrid. Peningkatan kekasaran ini dapat menyebabkan berkurangnya nilai estetika resin komposit hibrid.

Bleaching is one of the technique that used to get back the colour of the discolour tooth. One of the bleaching technique than can be use is in-office bleaching that should be applied by the dentist. But, in the fact, bleaching agent not only applied on the healthy tooth but also in a tooth that has been restorated,by resin composite. To optimize the benefit of resin composite, it has to be smooth, because the rough surface of resin composite can increase the plaque retention, irritate the gingiva, and also make the patient uncomfortable.
Objective : To evaluate the effect of 38% hydrogen peroxide ? containing at in-office bleaching agent apllication to the surface roughness of hybrid composite resin. Material and Method: Twenty specimen of hybrid composite resin (6mm diameter & 3mm in thick) were incrementally polimerized by halogen light for 20 seconds. All spesimens were devided into two groups as follow: 10 spesimens were applied with 38% hydrogen peroxide for 30 minutes and continue to 60 minutes. The other group was soak into the aquabidest for 30 minutes and continue to 60 minutes.
Result: The surface roughness (Ra) of hybrid composite resin is increased significantly before and after application of 38% hidrogen peroxide for 30 minutes or 60 minutes.
Conclusions : The in ? office bleaching agent 38% hydrogen peroxide could increase the surface roughness of hybrid composite resin and may be reduce the estetic of hybrid composite resin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devie Falinda
"Pendahuluan. Persentase indeks karies oklusal gigi mendekati 90 % dimana area pit & fissure gigi memiliki risiko karies 8x lebih besar daripada permukaan licin lainnya pada gigi. Resin pit & fissure sealant merupakan bahan restorasi gigi yang digunakan untuk menutup pit dan fissure oklusal gigi posterior guna mencegah karies. Oleh karena lokasi restorasi tersebut berada di dalam mulut, maka resin tersebut akan berkontak dengan saliva yang kandungan utamanya adalah air. Air tersebut akan diserap oleh matriks resin pit & fissure sealant sehingga mengakibatkan perubahan pada kekerasan permukaannya.
Tujuan. Untuk menganalisa pengaruh waktu perendaman resin pit & fissure sealant di dalam air terhadap kekerasan permukaan material tersebut.
Metode. Spesimen resin pit & fissure sealant (diameter 15 mm & tebal 1 mm) sebanyak 24 buah dimanipulasi sesuai petunjuk pabrik dan dibuat dengan menggunakan cetakan akrilik. Jumlah tersebut dibagi dalam 4 kelompok uji, yaitu kelompok kontrol (tidak direndam dalam air), kelompok uji perendaman 1 hari, 2 hari dan 7 hari, dimana setiap kelompok uji menggunakan 6 spesimen. Spesimen direndam dalam air akuabides 40 ml dan dimasukkan ke dalam cornic tube kemudian disimpan dalam inkubator 370C. Sebelum direndam, setiap spesimen ditimbang 3 kali dengan timbangan elektronik Shimadzu hingga diperoleh massa konstan (M1). Kemudian spesimen tersebut direndam dalam air akuabides selama 1, 2, dan 7 hari, kecuali kelompok kontrol yang langsung diuji kekerasan permukaannya dengan alat uji Vicker. Setelah direndam, spesimen ditimbang 3 kali hingga didapat massa konstan (M2). Setelah itu, spesimen diuji kekerasan permukaannya dengan alat Vicker. Indentasi pada uji kekerasan permukaan dilakukan pada 5 area untuk setiap spesimen.
Hasil. Spesimen kontrol memiliki nilai kekerasan permukaan yang tertinggi. Nilai kekerasan permukaan antar kelompok spesimen yang direndam tidak menunjukkan perbedaan nilai yang signifikan. Hasil penelitian ini dianalisis secara statistik dengan menggunakan one-way ANOVA, p<0,05 berarti terdapat perbedaan bermakna nilai kekerasan permukaan antara kelompok kontrol dengan semua kelompok perendaman. Sedangkan nilai kekerasan permukaan antar tiap kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna, dengan p>0,05. Kesimpulan. Waktu perendaman 1 hari resin pfs dalam air menyebabkan penurunan kekerasan permukaan secara signifikan. Namun, waktu perendaman selama 2 & 7 hari tidak menunjukkan penurunan kekerasan permukaan yang signifikan.

Introduction. Percentage of occlusal caries teeth approximately 90 % and pit & fissure tooth have caries risk about 8 times than other smooth surface of tooth. Pit and fissure sealant resin is tooth restorative material which is used to seal pit and fissure on occlusal of posterior tooth to prevent caries. Due to the location of restoration in oral cavity, it will contact with saliva which have major content is water. Water will be absorbed by resin`s matrix therefore cause changing of surface hardness.
Objectives. The purpose of this research is to analyze effect of immersion time to the surface hardness of pit & fissure sealant resin.
Methods. 24 specimens pit & fissure sealant resin (15 mm in diameter & 1 mm in thick) are manipulated according to factory manual in acrylic mould. The number of specimens is divided to 4 groups of specimen. These are control group (doesn`t immersed in water), specimen groups which is immersed for 1 day, 2 days and 7 days. Each of these group uses 6 specimens. The specimens are immersed in 40 ml aquabidest and inserted to cornig tube and then storage in incubator 370C. Before specimens is immersed in water, it is weighed 3 times by Shimadzu electronic balance until mass constant is regained (M1). After that, the specimens are immersed in aquabidest for 1 day, 2 days and 7 days, except control group which is surface hardness tested immediately with Vicker surface hardness tester. After the specimens are immersed in aquabidest, it is weighed 3 times until mass constant is regained. And then, the specimens is tested for Vicker surface hardness. Indentation of surface hardness test have done on 5 areas for each specimen.
Results. Specimens control have the highest value of surface hardness. Surface hardness value between immersed specimen groups doesn`t show different value significantly. This result is analyzed statistically with one-way ANOVA, p<0,05. According it, there were significant difference among control group and all of immersed groups. Meanwhile no significant difference in surface hardness value among immersed groups (p>0,05). Conclusion. Immersion of pit & fissure sealant resin in water for 1 day cause significantly decreasing of surface hardness but immersion time for 2 & 7 days doesn`t significantly decreased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eikla Luwlu Yasmina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dalam berbagai pH saliva buatan terhadap kekerasan permukaan material restoratif glass hybrid (EQUIA® FORTE Glass Hybrid Restorative System, GC Corporation, Japan). Jumlah spesimen 90 buah terbagi dalam sembilan kelompok perlakuan yaitu perendaman dalam saliva buatan dengan pH 4,5; 5,5; dan 7 dengan waktu perendaman masing-masing 1 jam, 24 jam, dan 72 jam pada suhu 37oC. Uji kekerasan permukaan menggunakan Knoop Microhardness Tester (Shimadzu HMV-G Micro Hardness Tester, Japan) dengan beban 50 gram selama 15 detik sebanyak 5 indentasi pada tiap spesimen. Hasil data dianalisis statistik dengan One-way ANOVA (p<0,05).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada setiap kelompok perlakuan yaitu nilai kekerasan pada perendaman dengan larutan saliva buatan pH 4,5 dan lama perendaman 1 jam, 24 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah sebesar 69,48 0,57 KHN, 54,76 0,23 KHN, dan 42,90 0,41 KHN. Sementara itu, nilai kekerasan dengan saliva buatan pH 5,5 dan lama perendaman 1 jam, 24 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah sebesar 75,34 0,32 KHN, 57,45 0,47 KHN, dan 45,84 0,27 KHN. Dengan larutan saliva buatan pH 7 dan lama perendaman 1 jam, 24 jam, dan 72 jam didapatkan nilai kekerasan berturut-turut adalah 82,89 0,68 KHN, 62,49 0,37 KHN, dan 49,84 0,14 KHN. Disimpulkan bahwa dengan menurunnya pH saliva buatan dan semakin lamanya perendaman dapat menurunkan nilai kekerasan permukaan material restoratif glass hybrid.

This study aims to determine the effect of immersion time in various pH of artificial saliva on the surface hardness of glass hybrid restorative materials (EQUIA® FORTE Glass Hybrid Restorative System, GC Corporation, Japan). There were 90 specimens (diameter 6mm, thickness 3mm), and the specimens were divided into nine groups immersed in artificial saliva with pH 4,5; 5,5; and 7 for 1 hour, 24 hours, and 72 hours at 37oC respectively. The surface hardness of each specimens were tested using Knoop Microhardness Tester (Shimadzu HMV-G Micro Hardness Tester, Japan) with 50 grams load for 15 seconds, with 5 indentations on each specimens. The statistical analysis using One-way ANOVA (p<0,05) showed that there were significant differences between each groups.
The result showed that the hardness number of the groups immersed in artificial saliva pH 4,5 for 1 hour, 24 hours, and 72 hours respectively are 69,48 0,57 KHN, 54,76 0,23 KHN, and 42,90 0,41 KHN. Meanwhile, the hardness number of the groups immersed in artificial saliva pH 5,5 for 1 hour, 24 hours, and 72 hours respectively are 75,34 0,32 KHN, 57,45 0,47 KHN, and 45,84 0,27 KHN. With artificial saliva of pH 7 for 1 hour, 24 hours, and 72 hours, the hardness number are 82,89 0,68 KHN, 62,49 0,37 KHN, and 49,84 0,14 KHN. It can be concluded that the lower pH value of artificial saliva and prolonged immersion time can reduce the surface hardness value of glass hybrid restorative materials.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Akib
"SIK modifikasi resin dapat mengalami penurunan kekerasan permukaan pada pH kritis rongga mulut 5,5 yang dapat dicegah dengan pemberian ion kalsium dan fosfat. Ion tersebut bersumber dari CPP ACP. Pengaplikasian CPP ACP pada SIK modifikasi resin diketahui mampu mencegah terjadinya penurunan kekerasan permukaan SIK modifikasi resin. Saat ini telah ada penggabungan propolis pada CPP ACP yang bertujuan untuk meningkatkan sifat antibakteri tetapi diketahui penambahan propolis mengurangi pelepasan ion kalsium dan fosfat dari CPP ACP sehingga berpengaruh terhadap kemampuannya dalam melindungi SIK modifikasi resin dari penurunan kekerasan permukaan. Namun belum diketahui efek pengaplikasian CPP ACP yang ditambahkan propolis terhadap kekerasan permukaan SIK modifikasi resin.
Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh aplikasi pasta CPP ACP dengan dan tanpa kombinasi propolis terhadap kekerasan permukaan semen ionomer kaca modifikasi resin.
Metode: Tiga puluh spesimen semen ionomer kaca modifikasi resin berbentuk silinder berukuran 6 x 3 mm, di polimerisasi menggunakan LED curing unit irradiansi 700 mW/cm2, selama 20 detik kemudian disimpan selama 1 hari kering dalam inkubator. Spesimen diuji kekerasan awalnnya dengan Knoop Hardness Tester (50 g selama 15 detik) dengan penjejasan 5 kali di 5 lokasi permukaan yang berbeda kemudian diambil nilai rata-ratanya untuk mempresentasikan permukaan spesimen. Spesimen dibagi menjadi tiga kelompok yaitu spesimen tanpa dan dengan pengolesan CPP ACP yang didiamkan 30 menit dan dengan pengolesan CPP ACP propolis yang didiamkan 30 menit. Seluruh spesimen direndam dalam larutan asam laktat pH 5,5 selama 24 jam dan diuji nilai kekerasan permukaan akhirnya. Data dianalisis menunggunakan uji statistik Kruskal Wallis dan uji Post Hoc Mann Whittney.
Hasil: hasil menunjukkan bahwa kekerasan awal seluruh spesimen adalah 30,68, 0,03 dan setelah diberi perlakuan kelompok A menjadi 24,96, 0,07, kelompok B menjadi 27,9, 0,01 dan kelompok C menjadi 26.5, 0,03. Pengaplikasian CPP ACP propolis pada SIK modifikasi resin menyebabkan penurunan kekerasan permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan yang hanya diaplikasikan CPP ACP.

The surface hardness of Resin modified glass ionomer cement can be decrease at the critical pH of the oral cavity 5.5 which can be prevented by giving calcium and phosphate ions. These ions can be sourced from CPP ACP. Aplication CPP ACP is known to be able to prevent a decrease in the surface hardness of resin modified glass ionomer cement. Now there has been the addition of propolis to CPP ACP which functions as an antibacterial but it is known the further addition of propolis reduces ion calcium and phosphate release from CPP ACP which influences its capability in protecting RMGIC from further reduction of surface hardnes. However, the effect of CPP ACP application that added propolis is not yet known on resin modified glass ionomer cement.
Objective: this study aims to compare the effect of CPP ACP paste application with it and without a combination of propolis against the surface hardness of glass ionomer cement modified resin.
Methods: thirty specimens of Resin Modified Glass Ionomer Cement in cylindrical shape (6 x 3 mm), 1 day dray storage in the incubator and the specimen are polymerized for 20 seconds using a 700 mW/cm irradiance LED curing unit. The initial specimens were tested for hardness with Knoop Hardness Tester (50 g for 15 seconds) with 5 times of crushing in 5 different surface locations then the average value was taken to present the specimen surface. The specimens were divided into three groups: without CPP ACP application, CPP ACP and CPP ACP Propolis application which were allowed to stand for 30 minutes. All specimens were immersed in lactic acid pH 5.5 for 24 hours and tested for final surface hardness values. Data obtained analyzed using Kruskal Wallis dan Mann Whittney.
Results: the test showed that the initial hardness of all specimens were 30,68, 0,03 and after treatment group A becomes 24,96, 0,07, group B becomes 27,9, 0,01 and group C becomes 26.5, 0,03. There was a decrease surface hardness of the resin modified glass ionomer cement before and after immersion at all groups. The initial hardness of all specimens were 30,68, 0,03 and after treatment group A becomes 24,96, 0,07, group B becomes 27,9, 0,01 and group C becomes 26.5, 0,03. The application of CPP ACP propolis to RMGIC caused.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesica Uli Giovani
"Semen Ionomer Kaca (SIK) konvensional dapat mengalami penurunan kekerasan permukaan pada pH 5,5 sehingga membutuhkan pemberian ion kalsium dan fosfat yang dapat ditemukan pada CPP-ACP untuk mencegah penurunan kekerasan. Penelitian terhadap CPP-ACP tengah dilakukan dengan penambahan propolis yang ditujukan untuk menambah sifat antimikroba. Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa penambahan propolis pada CPP-ACP menyebabkan ion kalsium dan fosfat yang dilepaskan berkurang sehingga mungkin memengaruhi kemampuannya dalam mencegah penurunan kekerasan SIK konvensional. Namun belum diketahui efek CPP-ACP apabila ditambahkan propolis pada SIK konvensional.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh CPP-ACP dengan dan tanpa kombinasi propolis terhadap kekerasan permukaan SIK konvensional.
Metode: Tiga puluh spesimen SIK konvensional berbentuk silinder dengan diameter 6mm dan tebal 3 mm dibuat dan diletakkan dalam inkubator selama 24 jam. Spesimen lalu dilakukan pengujian kekerasan awal menggunakan Vickers Micro Hardness Tester dengan indenter Knoop, setiap spesimen diberikan indentasi dengan beban 50 g selama 15 detik sebanyak 5 kali diposisi berbeda pada permukaan dan diambil rata-rata untuk merepresentasikan seluruh permukaannya. Spesimen kemudian dibagi menjadi tiga kelompok (masing-masing 10 spesimen), yaitu yang tanpa diaplikasikan CPP-ACP, yang diaplikasikan CPP-ACP, dan yang diaplikasikan CPP-ACP propolis. Spesimen yang diaplikasikan CPP-ACP atau CPP-ACP propolis didiamkan selama 30 menit di dalam inkubator. Spesimen kemudian direndam dalam asam laktat pH 5,5 selama 24 jam lalu diuji kekerasan akhirnya.
Hasil: Kekerasan awal didapat sebesar 74,51±1,82KHNdan setelah perendaman pada kelompok tanpa diaplikasikan CPP-ACP menjadi 40,82±0,71KHN, kelompok yang diaplikasikan CPP-ACP menjadi 57,94±1,40KHN dan kelompok yang diaplikasikan CPP-ACP propolis menjadi 52,01±1,23KHN. Terdapat penurunan bermakna (p<0,05) antara kekerasan sebelum dan setelah perendaman di semua kelompok dan terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada kekerasan antar kelompok dengan uji One-way ANOVA dan post hoc Tamhane.
Kesimpulan: Pengaplikasian CPP-ACP dengan kombinasi propolis pada SIK konvensional menyebabkan penurunan kekerasan permukaan lebih besar dibandingkan dengan yang hanya CPP-ACP.

Conventional glass ionomer cement (GIC) can be decreased in surface hardness at critical pH (5,5) so calcium and phosphate ions, which can be found in CPP-ACP, are needed to prevent it. Research about CPP-ACP were being developed by adding propolis to increase antimicrobial properties. However, study before stated that the addition of propolis into CPP-ACP could be decreasing ions release so probably decreasing its ability to prevent conventional GICs surface hardness reduction. But the effect of CPP-ACP if were added with propolis toward conventional GIC not yet known.
Aims: This study aims to compare the effect of CPP-ACP with and without propolis on conventional GICs surface hardness.
Methods: Thirty specimens of conventional GIC, 6mm in diameter and 3 mm in thick were prepared and saved in incubator for 24 hours. Specimens initial surface hardness were measured by Vickers Micro Hardness Tester with Knoop indenter. Each specimen was indented using 50 g weigh in 15 seconds for five times on different spot to represent all the surface hardness of the specimen and the mean value was calculated. Specimens then divided into three groups (each group contain 10 specimens), which were without CPP-ACP, applicated with CPP-ACP and applicated with CPP-ACP propolis. CPP-ACP or CPP-ACP propolis were applicated to conventional GIC and kept for 30 minutes in incubator. After that, specimens were immersed in lactic acid pH 5,5 for 24 hours and the final surface hardness were tested. The surface hardness values then were analyzed using One Way Anova and Post Hoc Tamhane test.
Result: Initial surface hardness value was 74,51±1,82KHN, and decreased after immersion. The final surface hardness value become 40,82±0, 71KHN on without CPP-ACP group, 57,94±1, 40KHN on with CPP-ACP group, and 52,01±1, 23KHN on with CPP-ACP propolis group. There were statistically significant (p<0.05) in specimens hardness reduction between before and after immersion in all groups and in hardness differences between groups after immersion.
Conclusion: Application of CPP-ACP combined with propolis on conventional GIC caused greater surface hardness reduction compared to CPP-ACP without propolis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Ratna Sari
"Tesis ini membahas tingkat pemenuhan harapan pejabat BI terhadap kualitas pelayanan MCU DPK YKKBI dan karakteristik yang mempengaruhinya. Penelitian bersifat survei observasional, pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional. Hasil Penelitian terhadap 97 responden, didapatkan frekuensi pemenuhan harapan tertinggi surat pemanggilan MCU 89,74%, terendah kenyamanan ruang tunggu 72,4%, untuk aspek sumber kualitas Gummesson didapatkan kualitas desain tertinggi 84,65%, terendah kualitas teknik 76,82%. Variabel karakteristik yang signifikant umur (p-value 0,003), pendidikan (p-value 0,014) satuan kerja (p-value 0,09), lama bekerja (p-value 0,011) pengetahuan MCU DPK(p-value 0,001). Dari persamaan model regresi didapatkan satuan kerja, lama bekerja dan pengetahuan pejabat dapat mempengaruhi tingkat pemenuhan harapan pejabat BI terhadap layanan MCU DPK YKKBI.

The thesis discusses level of fulfillment expectation of BI officers towards the service quality of the MCU of DPK YKKBI and the influencing characteristics. Research is based on an observational survey, with a quantitative approach involving a cross sectional design. The result from 97 respondents found that for fulfillment expectation, the highest frequency was MCU invitation letter at 89.74%, the lowest was waiting area comfort. For Gummesson quality source aspect, the highest was design quality at 84.65%, the lowest was technical quality at 76.82%. Significant variable characteristics were age (p-value 0.003), education (p-value 0.014), workforce (p-value 0.09), length of work (p-value 0.011), and DPK knowledge of MCU (p-value 0.001). The regression model equation result was that workforce, length of work and officer`s knowledge skills could influence the level of fulfillment expectation of BI officers towards the MCU quality of DPK YKKBI."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29601
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>