Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Itja Risanti
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Ketahanan ikatan resin komposit-dentin merupakan salah satu penentu keberhasilan restorasi resin komposit. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efek klorheksidin terhadap degradasi kekuatan ikat resin kompositdentin. Metode: Dua puluh empat sampel dentin yang diambil dari mahkota gigi premolar, dibagi menjadi tiga kelompok yang diberikan perlakuan berbeda. Kelompok I diberi perlakuan bahan bonding tanpa klorheksidin, kelompok II diberi perlakuan klorheksidin dan bonding, kelompok III diberi perlakuan bonding mengandung klorheksidin, pada tiap kelompok dibagi menjadi 2 sub-kelompok yaitu kelompok tanpa direndam dan kelompok yang direndam NaOCl 10% selama satu jam, sehingga didapat enam sub-kelompok. Kemudian seluruh kelompok di ukur kekuatan ikat gesernya menggunakan Universal Testing Machine. Satu sampel dari setiap sub-kelompok dilakukan Scanning Electron Microscope (SEM). Data dianalisa statistik dengan uji hipotesis Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil: rerata kekuatan ikat geser sebelum perendaman NaOCl 10% tertinggi kelompok I sedangkan rerata kekuatan ikat geser setelah perendaman NaOCl 10% tertinggi pada kelompok III. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok I terhadap kelompok II dan antara kelompok II terhadap kelompok III. Kesimpulan: Klorheksidin mempunyai efek terhadap pengurangan degradasi kekuatan ikat geser resin komposit-dentin.
ABSTRACT
Background: Resilience of composite resin-dentin bonding known as one of success composite resin restoration determinants. The purpose of this study was to analyze the effect of chlorhexidine on reducing the degradation of composite resin-dentin shear bond strength. Methods: Twenty-four premolar crowns were divided into three groups then given different treatments. Group I was treated material bonding without chlorhexidine, group II was treated with chlorhexidine and bonding, group III was treated with chlorhexidine-contained bonding. Each group was divided into two sub-groups: the group without immersion of NaOCl 10% and the group with immersion of NaOCl 10% for one hour, then it were obtained six sub-groups. After twenty-four hours, shear bond strengths measured using Universal Testing Machine. A sample of each group was photographed with Scanning Electron Microscope (SEM). Statistical analysis was done by Kruskal Wallis test, then followed by Mann Whitney test to determine significance between groups. Results: The mean value of shear bond strength before immersion of NaOCl 10% was highest on Group I, while the mean value of shear bond strength after immersion of NaOCl 10% was highest on Group III. There are significant differences between Group I with Group II and between Group II with Group III. Conclusion: Chlorhexidine have an effect on reducing the degradation of shear bond strength of resin-dentin bonding
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trini Santi Pramudita
Abstrak :
Preparasi saluran akar menghasilkan ekstrusi debri, memicu respons inflamasi di periapeks. Tujuan: Mengamati perbedaan jumlah ekstrusi debri ke periapeks pada saluran akar yang dipreparasi menggunakan gerakan rotasi kontinyu dan resiprokal. Metode: Tigapuluh dua gigi premolar secara acak dibagi dalam dua kelompok. Kelompok 1 dipreparasi menggunakan gerakan rotasi kontiyu. Kelompok 2 menggunakan gerakan resiprokal. Penimbangan tabung penampung debri dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan setelah preparasi. Perbedaan berat tabung tersebut dianggap sebagai berat debri terekstrusi. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2 (p=0,844) Kesimpulan: Perbedaan gerakan preparasi saluran akar menggunakan rotasi kontinyu maupun resiprokal tidak memengaruhi jumlah ekstrusi debri ke periapeks. ......Root canal preparation produces debris extrusion, lead to inflammation in periapical tissue. Objective: Assess the differences of periapically extruded debris amount after preparation using continous rotation and reciprocating motion. Method: Thirty two premolars in a receptor tube were randomly divided into 2 groups. Group 1 was prepared using continuous rotation, Group 2 using reciprocating motion. Amount of the extruded debris was obtained by the receptor tube weight differences before and after preparation. Results: The difference between groups were not statistically significant (p = 0,844). Conclusion: Continuous rotation and reciprocating motion have no influence in the amount of periapically extruded debris.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T33031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titty Sulianti
Abstrak :
Papain dan Papacarie® adalah bahan kemomekanik yang dikembangkan dari bahan alami berupa enzim papain. Enzim papain diperoleh dari getah buah pepaya, mengandung α- I antitrypsin yang hanya bekerja pada jaringan terinfeksi. Bahan kemomekanik yang terbaik adalah yang juga memiliki efek antimikroba karena bakteri dapat tetap hidup pada lesi karies yang telah dipreparasi. Tujuan: membandingkan efek antimikroba antara papain dan Papacarie® terhadap Streptococcus mutans. Material dan metode: kelompok uji adalah papain dan Papacarie® dengan kontrol klorheksidin. Uji analisis dilakukan secara in vitro dengan uji dilusi dan uji difusi yang menghasilkan Kadar Hambat Minimal (KHM), Kadar Bunuh Minimal (KBM) dan zona hambatan. Hasil: KHM papain lebih tinggi dari Papacarie®. KBM papain lebih tinggi dari Papacarie® dan Zona hambatan papain lebih rendah dari Papacarie®.. Kesimpulan: papain sebagai bahan kemomekanik memiliki efek antimikroba yang tidak lebih baik dari Papacarie®.
Papain and Papacarie® are chemomechanical removal caries (CMCR) materials that developed from natural material, papain enzim. Papain enzym derived from papaya latex, containing α- I antitrypsin that only works in infected tissue. The best CMCR is also contain antimicrobial material because the bacteri could alive in the caries lesion. Objective: to compare the antimicrobial effects of papain and Papacarie® with dilution and difussion test. Materials and methods: test groups are papain and Papacarie®; control group is chlorhexidine. Analyses are tests with dilution and diffusion tests by in vitro that found the KHM ,KBM and zona hambatan as antimicrobial effects. Result: The KHM of papain is higher than Papacarie. The KBM of papain is higher than Papacarie®. The Zona hambatan of papain is lower than Papacarie®. Conclusion: papain as chemomechanical caries removal has antimicrobial effect but Papacarie® have antimicrobial effect better than papain.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T33030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vastya Ihsani
Abstrak :
ABSTRAK
Konsep mempertahankan struktur jaringan gigi yang sehat saat ini telah berkembang, mengacu pada prinsip intervensi minimal. Metode yang telah dikembangkan sesuai dengan prinsip preparasi minimal yaitu preparasi menggunakan bahan kemomekanis, yaitu Papacarie®. Produk ini mengandung bahan alami utama yaitu enzim papain. Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuangan infected dentin dengan preparasi kemomekanis menggunakan gel papain dan Papacarie®, dan preparasi mekanis menggunakan instrumen putar bur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin secara mekanis dan kemomekanis. Metode: Dua puluh tujuh gigi molar tetap dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok 1: pembuangan infected dentin menggunakan tehnik kemomekanis gel papain. Kelompok 2: menggunakan bahan Papacarie®. Kelompok 3: menggunakan instrumen putar bur. Setiap kelompok dilakukan uji kekerasan menggunakan ANOVA, dilanjutkan dengan Post-hoc dan Tukey. Hasil:. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 3 serta kelompok 2 dan 3, p= 0.000. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2, p= 1.000. Kesimpulan: Kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin dengan bur lebih tinggi dibandingkan setelah aplikasi gel papain dan Papacarie®. Sedangkan, kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin dengan gel papain hampir sama dengan setelah aplikasi Papacarie®.
ABSTRACT
Konsep mempertahankan struktur jaringan gigi yang sehat saat ini telah berkembang, mengacu pada prinsip intervensi minimal. Metode yang telah dikembangkan sesuai dengan prinsip preparasi minimal yaitu preparasi menggunakan bahan kemomekanis, yaitu Papacarie®. Produk ini mengandung bahan alami utama yaitu enzim papain. Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuangan infected dentin dengan preparasi kemomekanis menggunakan gel papain dan Papacarie®, dan preparasi mekanis menggunakan instrumen putar bur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin secara mekanis dan kemomekanis. Metode: Dua puluh tujuh gigi molar tetap dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok 1: pembuangan infected dentin menggunakan tehnik kemomekanis gel papain. Kelompok 2: menggunakan bahan Papacarie®. Kelompok 3: menggunakan instrumen putar bur. Setiap kelompok dilakukan uji kekerasan menggunakan ANOVA, dilanjutkan dengan Post-hoc dan Tukey. Hasil:. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 3 serta kelompok 2 dan 3, p= 0.000. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2, p= 1.000. Kesimpulan: Kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin dengan bur lebih tinggi dibandingkan setelah aplikasi gel papain dan Papacarie®. Sedangkan, kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin dengan gel papain hampir sama dengan setelah aplikasi Papacarie®.
2012
T33039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmeisari
Abstrak :
Latar Belakang: Kerapatan pengisian saluran akar merupakan hal yang penting bagi kesuksesan perawatan saluran akar. Pengambilan gutaperca dan preparasi pasak pada restorasi gigi pasca PSA dapat mengganggu kerapatan bahan pengisi yang tersisa. Siler saluran akar sebaiknya dapat mempertahankan kerapatan bahan pengisi setelah dilakukan pembuangan gutaperca dan preparasi pasak. Siler epoksi telah digunakan secara luas karena memiliki sifat adhesif dan kerapatan yang baik dengan dinding saluran akar. Baru-baru ini siler MTA juga telah dikembangkan dan dikatakan memiliki sifat adhesif dan kerapatan yang baik. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kerapatan sepertiga apeks pengisian saluran akar dengan siler epoksi dan siler MTA setelah dilakukan preparasi pasak. Metode: Preparasi saluran akar dilakukan pada empat puluh gigi manusia dengan saluran akar tunggal dan dibagi menjadi dua kelompok secara acak, yaitu kelompok siler epoksi (SE) dan siler MTA (SM). Preparasi saluran akar dilakukan dengan ProTaper rotary, dan irigasi NaOCl 2,5% dan EDTA cair 17%. Preparasi pasak dengan peeso reamer dilakukan 7 hari pasca pengisian dengan menyisakan bahan pengisi sepanjang 5 mm di bagian apeks. Kerapatan sisa bahan pengisi diukur dengan menghitung penetrasi tinta pada sampel yang telah ditransparansi. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop stereo perbesaran 20 kali. Skor 1 untuk penetrasi tinta 0-0,5 mm, skor 2 untuk penetrasi tinta 0,51-1mm, dan skor 3 untuk penetrasi tinta >1 mm. Hasil: Data penetrasi tinta pada kelompok SE: skor 1 sebanyak 35%, skor 2 sebanyak 30%, dan skor 3 sebanyak 35%. Sedangkan pada kelompok SM skor 1 sebanyak 25%, skor 2 sebanyak 30%, dan skor 3 sebanyak 45%. Uji Chi-Square menunjukkan terdapat perbedaan kerapatan yang tidak bermakna antara kelompok SE dan SM. Kesimpulan: Pengisian sepertiga apeks pasca preparasi pasak pada kelompok siler epoksi lebih rapat dibandingkan kelompok siler MTA, namun keduanya tidak berbeda bermakna. ......Background: Root canal obturation sealing ability is an important part of endodontic success. Restoration of endodontically treated teeth may sometimes need post and core. Post preparation procedure requires partial removal of the root canal filling to prepare adequate space for the post and retention of the intra canal post. Root canal sealer should be able to maintain obturation seal. Epoxy sealer has been widely used because its adhesive properties and sealing ability. Recently MTA sealer has also been developed and according to the manufacturer, MTA sealer also has adhesive properties and good sealing ability. Aim: The aim of this study was to analyze the sealing ability of apical third of the root canal a with epoxy sealer and MTA sealer after post preparation. Methods: Root canal preparation was performed on forty human teeth with a crown down technique; irrigation with 2,5% NaOCl and 17% EDTA, and lubrication with RC-Prep were used. The canals were then filled with gutta-percha and root canal sealer utilizing a cold lateral condensation technique. MTA Fillapex or AH-Plus were used in the experimental groups. The teeth were cleared with Robertson technique and examined under a stereomicroscope. Post preparation was performed with peeso reamer 7 days after obturation. Residual seal was measured by counting dye leakage. Observations were made with a stereo microscope magnification of 20 times. Score 1 for ink penetration 0-0.5 mm, a score of 2 to 0.51 - 1mm dye leakage, and a score of 3 for dye leakage > 1 mm. Results: Dye leakage on the SE group: score1 : 35 %, score 2: 30 %, and score 3: 35 %. While the SM group: score 1: 25 %, score 2: 30 %, and score 3: 45 %. Chi-Square test showed no significant differences in density between the SE and SM group. Conclusion: Dye leakage demonstrated that SE group show less leakage than SM group. Chi-Square test show there is no significant difference between both group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amalia
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: E. faecalis merupakan bakteri yang sulit dieliminasi sehingga dapat menyebabkan kegagalan perawatan endodontik. Klorheksidin 2 merupakan bahan irigasi yang sudah terbukti efektif dalam mengeliminasi E. faecalis, namun memiliki toksisitas terhadap sel-sel yang sehat. Ekstrak jintan putih Cuminum cyminum memiliki potensi efektivitas antibakteri. Namun, belum terdapat penelitian yang meneliti efek antibakteri ekstrak jintan putih terhadap biofilm E. faecalis dari isolat klinis. Tujuan: Mengetahui efek antibakteri ekstrak jintan putih konsentrasi 0,2 mg/ml, 0,5 mg/ml, 0,7 mg/ml, 1,0 mg/ml, dan 1,2 mg/ml dibandingkan dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis. Metode: Menilai kekeruhan larutan biofilm E. faecalis pasca pemaparan bahan uji dengan ELISA reader, dengan hasil akhir berupa nilai optical density OD . Hasil: Terdapat perbedaan efek antibakteri yang bermakna antara ekstrak jintan putih dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis p < 0,05 . Kesimpulan: Efek antibakteri ekstrak jintan putih konsentrasi 1,0 mg/ml lebih baik dibandingkan dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis.
ABSTRACT
Introduction E. faecalis is a bacteria that is difficult to eliminate which can lead to failure of endodontic treatment. Chlorhexidine 2 is an endodontic irrigation material that has been proven to be effective against E. faecalis, but has toxicity to healthy cells. The extract of cumin Cuminum cyminum has the potential antibacterial activity. However, there have been no research investigating the antibacterial effect of Cuminum cyminum extract on E. faecalis biofilm from clinical isolates. Aims To compare antibacterial efficacy of Cuminum cyminum extract 0,2 mg ml, 0,5 mg ml, 0,7 mg ml, 1,0 mg ml, and 1,2 mg ml and 2 chlorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates. Methods Assessing the turbidity of E. faecalis in biofilm after immersed in antibacterial agents with ELISA reader, with optical density OD as the final result. Results There were significant differences statistically between Cuminum cyminum extract and 2 chlorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates p 0.05 . Conclusion Antibacterial effect of 1,0 mg ml Cuminum cyminum extract was more effective than 2 chorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sani Suryadarma
Abstrak :
Latar Belakang: Siler saluran akar berfungsi untuk mengisi ruang antara gutaperca dengan dinding saluran akar dan harus bersifat biokompatibel terhadap jaringan periapeks. Siler saluran akar merupakan bahan kimia yang berpotensi menyebabkan mutasi yang dapat dilihat dari ekspresi protein sel tersebut. Tujuan: Mengetahui dan membandingkan potensi mutagenitas siler resin, silikon, dan biokeramik terhadap perubahan ekspresi protein sel limfosit manusia. Metode: Sembilan sampel dari setiap kelompok siler sebanyak 2 ml yang terdiri atas bahan siler dan darah diinkubasi selama 1, 3 dan 7 hari. Kemudian dilakukan isolasi sel limfosit dan pemisahan protein dengan metode elektroforesis. Profil pita protein diobservasi dan data dianalisis secara statistik dengan Kruskal-Wallis dan post-hoc Mann-Whitney. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik terhadap pembentukan pita protein antara ketiga bahan siler berbahan dasar resin, silikon dan biokeramik. Namun, terdapat perbedaan bermakna antara kelompok siler resin dan silikon pada hari pertama dan ketiga, dan antara kelompok siler silikon dan biokeramik pada hari pertama. Kesimpulan: Terdapat perbedaan potensi mutagenik pada hari pertama, siler resin lebih berpotensi mutagenik diikuti oleh biokeramik kemudian siler silikon. Pada hari ketiga, biokeramik lebih berpotensi mutagenik diikuti oleh resin kemudian silikon. Pada hari ketujuh, biokeramik lebih berpotensi mutagenik diikuti oleh resin dan silikon. .....Background: Root canal sealers serves to fill the space between the gutta percha and canal wall must be biocompatible with periapical tissue. Root canal sealers are chemicals agent that potentially cause mutations that can be seen from the protein expression of the cells. Objective: To know and compare the potential mutagenicity of resin, silicone, and bioceramic sealers on expression of proteins of human lymphocyte cells. Methods: Nine samples from each group sealer as much as 2 ml of blood are incubated for 1, 3 and 7 days. Then the isolated lymphocytes are observed for protein separation by electrophoresis method. Profile of protein bands observed and data were analyzed statistically by Kruskal-Wallis and post-hoc Mann-Whitney. Results: there is no statistically differences in the formation of protein bands among the resin, silicone and bioceramic sealers. However, there is a statistically differences between the resin and silicone on the first and third, and between silicone and bioceramic on the first day. Conclusion: There were differences in the potential mutagenicity on the first day, resin is more potentially mutagenic followed by bioceramic then silicone. On the third day, bioceramic is more potentially mutagenic followed by resin then silicone. On the seventh day, bioceramic is more potentially mutagenic followed by resin and silicone sealers.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fery Ariska Dewi
Abstrak :
Latar Belakang: MTA modifikasi merupakan perkembangan material MTA konvensional sebagai upaya untuk memperbaiki sifat fisiknya. Tujuan: Menganalisis perbedaan kebocoran mikro antara MTA konvensional dan MTA modifikasi pada penutupan perforasi. Metode: Empat puluh spesimen gigi premolar dengan perforasi lateral, ditutup dengan MTA konvensional dan MTA modifikasi. Setelah 24jam, spesimen direndam dalam tinta india selama 24jam. Kebocoran mikro dinilai dengan melihat penetrasi tinta india menggunakan mikroskop stereo (20x). Uji statistik menggunakan Chi-Square (p<0,05) Hasil: MTA modifikasi menunjukkan nilai kebocoran mikro (0,5-1mm) lebih kecil (25%) dibandingkan MTA konvensional (45%), namun tidak berbeda bermakna. Kesimpulan: Terlihat kebocoran mikro pada penutupan perforasi, baik menggunakan material MTA konvensional maupun MTA modifikasi. ......Background: Modified MTA is an advancement of MTA to improve its undesirable properties. Objective: To analyze the microleakage of conventional MTA and modified MTA in perforation treatment. Methods: Forty specimens of human’s premolar teeth with lateral perforations were sealed by conventional MTA and modified MTA. After 24 hours, the specimens were immersed in Indian ink for 24 hours. The score of microleakage was determined using stereo microscope (20x). Statistical analysis was done by Chi Square (p<0,05). Result: Less microleakage score (0,5-1mm) was detected in modified MTA (25%) compared to conventional MTA (45%), although not statistically significant. Conclusion: Microleakages were detected in both conventional and modified MTA as material for perforation treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Muchlis Fauzi
Abstrak :
Latar Belakang: Resin komposit nanofiller merupakan resin komposit yang menggunakan filler nanomerik dan nanocluster, yang partikelnya saling berikatan kovalen satu sama lain, sehingga fillernya seperti buah anggur yang padat. Sedangkan resin komposit nanohibrid merupakan resin komposit dengan filler gabungan, yakni filler nanofil sampai makrofil. Dengan peningkatan komposisi pada resin komposit nanofiller dan nanohibrid diharapkan memiliki stabilitas warna yang baik. Stabilitas warna resin komposit dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor instrinsik dan ekstrinsik yang saling memengaruhi satu sama lain. Untuk menilai stabilitas warna resin komposit dapat dievaluasi dengan menggunakan beberapa uji,yakni; uji perubahan warna, pelepasan filler barium, penyerapan air, pelepasan matriks resin, dan uji kekasaran permukaan. Tujuan: Menganalisis perbandingan stabilitas warna resin komposit nanofiller dan nanohibrid. Metode: Terdapat 20 spesimen yang dibagi kedalam 4 kelompok. Kelompok I (nanofiller) dan II (nanohibrid) sebagai kelompok kontrol yang direndam didalam saliva buatan, sedangkan kelompok III (nanofiller) dan IV (nanohibrid) diberikan perlakuan perendaman kunyit, kopi dan penyikatan gigi. Masing-masing kelompok dianalisis perubahan warna dan jumlah filler barium sebelum dan sesudah perlakuan akhir dengan menggunakan colourimeter dan FESEM/EDX. Terdapat 2 kelompok tambahan lainnya untuk penyerapan air sebagai data pendukung perubahan warna dan pelepasan filler barium. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna dalam hal perubahan warna, pelepasan filler barium dan penyerapan air pada resin komposit nanofiller dan nanohibrid dengan nilai kemaknaan ( p < 0,05). Terdapat hubungan terjadinya perubahan warna dan pelepasan filler barium, dengan kekuatan korelasi sebesar 64,7% (korelasi kuat) dan dengan nilai kemaknaan (p < 0,05). Kesimpulan: Stabilitas warna resin komposit nanofiller lebih baik jika dibandingkan dengan resin komposit nanohibrid. ......Background: The nanofiller composite resin is a composite resin that uses nanomeric and nanocluster fillers, whose particles are covalently bonded to each other, so that the filler is like a dense grape. Nanohibrid composite resin is a composite resin with combined fillers; nano fillers to macrofiller. The increase in composition of nanofiller and nanohibrid composite resins it is expected to have good colour stability. The colour stability of composite resin can be influenced by two factors; intrinsic and extrinsic factors that influence each other. To assess the colour stability of composite resins can be evaluated using several tests; colour change test, leaching of barium filler, water sorption, leaching of resin, and surface roughness test. Objective: To analyze the comparison of colour stability in nanofiller and nanohibrid composite resins. Methods: There were 20 specimens divided into 4 groups. Group I (nanofiller) and II (nanohibrid) as a control group were immersed in artificial saliva, while group III (nanofiller) and IV (nanohibrid) were immersed in a solution of turmeric, coffee and brushing with toothbrush. Each group analyzed the number of barium fillers and the colour change before and after the final treatment using EDX/FESEM and colourimeter. There are 2 other additional and different groups for water sorption as supporting data for colour change and leaching of barium fillers. Results: There were significant differences in colour change, leaching of barium filler and water absorption in nanofiller and nanohibrid composite resins with significance values (p <0.05). There was a correlation between the colour change and the leaching of barium filler in composite resins with a correlation strength of 64.7% (strong correlation) with significance value (p <0.05). Conclusion: The colour stability of nanofiller composite resins is better compared to nanohibrid composite resins.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atria Mya Kelani
Abstrak :
Latar Belakang: Affected dentin merupakan lapisan yang ditinggalkan pada perawatan karies secara minimal invasif karena dapat diremineralisasi. Lapisan ini masih terdapat ikatan silang kolagen yang intak meskipun, mineral apatit telah hilang. Remineralisasi dentin diregulasi oleh protein non kolagen Dentin Matriks Protein 1 (DMP1). Remineralisasi yang dihasilkan berupa remineralisasi intrafibrilar dan ekstrafibrilar. Remineralisasi intrafibrilar meningkatkan sifat fisik dentin. Guided Tissue Remineralization (GTR) merupakan metode remineralisasi dentin secara intrafibrilar dan ekstrafibrilar menggunakan material analog protein non kolagen. Material ini memiliki fungsi menyerupai DMP1. Salah satu material analog protein non kolagen adalah Carboxymethyl Chitosan/ Amorphous Calcium Phosphate (CMC/ACP). Tujuan:  Mengevaluasi remineralisasi dentin pada permukaan demineralized dentin setelah aplikasi material analog protein non kolagen CMC/ACP. Metode: Dua kelompok dilakukan demineralisasi buatan, salah satunya diaplikasikan material CMC/ACP sedangkan, kelompok lainnya tidak diaplikasikan CMC/ACP. Evaluasi remineralisasi dengan SEM dan EDX. Hasil: Terlihat remineralisasi pada permukaan demineralized dentin dan peningkatan kadar kalsium dan fosfat setelah aplikasi CMC/ACP pada hari ke-7. Perbandingan rerata dua kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Kesimpulan: CMC/ACP memiliki potensi untuk meremineralisasi demineralized dentin. ...... Background: Affected dentin is a layer has been left during non invasive caries treatment as it can be remineralized. Collagen crosslinking remains intact in this layer, however the apatite minerals have been lost. Dentin remineralization is regulated by a non collagenous protein, Dentin Matrix Protein 1 (DMP1) and resulting intra- and extrafibrillar remineralization. Intrafibrillar remineralization improves physical properties of dentin. Guided Tissue Remineralization (GTR) is a method of collagen dentin remineralization using non collagen protein analog, resulting in intra- and extrafibrillar remineralization.  This material has similar function with DMP1. Carboxymethyl Chitosan/ Amorphous Calcium Phosphate (CMC/ACP) is one of non collagen protein analog.Aim: To evaluate demineralized dentin remineralization after application non collagen protein analog CMC/ACP. Method: Two groups performed artificial demineralization, one of which applied CMC / ACP material whereas, the other group was not applied CMC / ACP. Remineralization was evalutated using SEM and EDX. Result: After 7 days CMC/ACP application, remineralization was observed on the surface of demineralized dentin, which showed a white irregularities surrounding the dentin tubuli. In addition, increasing calcium and phosphate level has been showed experimentally although, the comparison of both group is insignificant. Conclusion: CMC/ACP has a potential for demineralized dentin remineralization.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>