Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ista Damayanti
Abstrak :
Latar Belakang : Bahan Magnesium mempunyai potensi sebagai bahan biodegradasi untuk aplikasi di bidang bedah mulut dan maksilofasial karena mempunyai sifat dapat terdegradasi. Dengan sifat biodegradasinya, Magnesium mempunyai keuntungan dibandingkan bahan biodegradable lain yang sudah ada seperti polimer, keramik dan gelas bioaktif dimana kekuatannya cukup dan nilai modulus Young mendekati tulang. Namun, degradasi magnesium yang cepat akibat korosi di dalam tubuh makhluk hidup dapat membatasi aplikasi klinisnya, misalnya aplikasi di bidang bedah mulut dan maksilofasial, karena tingkat degradasi yang terlalu tinggi menyebabkan kerusakan fungsi yang dini. Equal Channel Angle Pressing (ECAP) adalah prosedur pembentuk bahan yang digunakan untuk mengeluarkan material dengan menggunakan saluran yang dirancang secara khusus tanpa menyebabkan perubahan geometri yang substansial dan dapat membuat bahan berbutir dengan ukuran yang mengecil dengan menerapkan teknik Severe Plastic Deformation. Tujuan : Pada penelitian ini kami menggunakan bahan Magnesium yang telah diproses dengan teknik Equal Channel Angular Pressing (ECAP) untuk produk screw. Kami mengembangkan model in vivo pada kelinci untuk menilai degradasi bahan Magnesium ECAP untuk aplikasi klinis di bidang bedah mulut dan maksilofasial. Metode : Empat sekrup ditanamkan ke tulang paha kanan masing-masing dari 10 kelinci. Kelompok ini dibagi dalam periode pengamatan 4, 12 dan 20 minggu. Densitas degradasi bahan dan keadaan biologis disekitar screw dianalisa menggunakan pemeriksaan Micro-Computed Tomography (Mikro-CT) dan pewarnaan histologis setelah necropsy kelinci. Hasil: Kami mengamati kehilangan volume pada semua screw, dengan timbulnya produk korosi. Nilai laju degradasi untuk screw ditemukan sebesar (0,49 ± 0,14 mm a-1). Kami juga menemukan perbedaan perilaku korosi antar bagian sekrup. Secara khusus, data kami menunjukkan bahwa korosi terjadi pada kepala dan batang screw. Kesimpulan : Hasil penelitian baru pada kelinci ini menunjukkan bahwa sekrup Magnesium ECAP ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan alternatif dibandingkan dengan bahan implan konvensional. ......Background : Magnesium alloys have shown potential as biodegradable metallic materials for oral and maxillofacial surgery applications due to their degradability. Biodegradable magnesium are advantageous over existing biodegradable materials such as polymers, ceramics and bioactive glasses where sufficient strength and Young’s modulus close to that of the bone are required. However, fast degradation of magnesium due to corrosion in the human bio-environment may limit its clinical applications, for example, oral and maxillofacial surgery applications, because a too high degradation rate leads to premature deterioration of biofunctionality. Equal channel angular pressing (ECAP) is a viable forming procedure to extrude material by use of specially designed channel dies without a substantial change in geometry and to make an ultrafine grained material by imposing severe plastic deformation. Objectives : In this study we use Mg alloys processed by Equal Channel Angular Pressing (ECAP) for screw fabrication products. We developed an in vivo model in rabbits to assess Mg ECAP alloys degradation for oral and maxillofacial surgery applications. Methods : Four screws were implanted to the right femur of each of 10 rabbits. This group was divided into observation periods of 4, 12 and 20 weeks. Alloy degradation and biological effect were determined by Micro-computed Tomography (Micro-CT) and histological staining after sacrifice the rabbits. Results : We observed a net volume loss for all devices, with considerable corrosion product formation. A greater corrosion rate for the screws (0.49 ± 0.14 mm a-1). We also found differences in corrosion behavior between screw regions. Specifically, our data suggest that corrosion was enhanced for screw shafts compared to heads Conclusion : The results of this novel study in rabbits indicates that this screw Magnesium ECAP should be considered as an alternative to conventional implant materials.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Adhitya Suyatno
Abstrak :
Pendahuluan: Kejadian ruptur tendon Achilles meningkat dalam beberapa dekade terakhir dengan insiden tertinggi didapatkan pada kelompok usia 30-39 tahun. Penanganan terkini untuk ruptur tendon Achilles adalah pembedahan dengan penjahitan primer, serta dapat juga secara konservatif pada kondisi-kondisi tertentu. Karena komplikasi adhesi dan gliding tendon sering terjadi pasca tindakan pembedahan, para peneliti berusaha menemukan bahan yang secara efektif mampu memperbaiki proses penyembuhan tendon. Platelet-rich plasma (PRP) dan membran amnion merupakan bahan yang dinyatakan memiliki potensi dalam memperbaiki proses penyembuhan tendon, mencegah adhesi dan gliding tendon. Namun, penelitian mengenai efek kombinasi keduanya masih belum pernah dilakukan. Metode: Model ruptur tendon Achilles dilakukan pada 24 ekor kelinci putih New Zealand yang terbagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol, kelompok dengan pemberian membran amnion, kelompok dengan pemberian PRP dan kelompok dengan pemberian kombinasi membran amnion dan PRP. Evaluasi dilakukan pada 6 minggu setelah tindakan pembedahan berdasarkan penilaian terhadap pemeriksaan gliding tendon dengan USG, Tang score gambaran makroskopis adhesi tendon, grading adhesi secara makroskopis, Tang score gambaran histopatologis adhesi, grading adhesi secara histopatologis, serta Tensile strength tendon dengan uji tarik. Data yang didapatkan diuji secara statistik dengan jenis data dan jumlah kelompoknya. Hasil: Kelompok perlakuan membran amnion serta kelompok kombinasi membran amnion dan PRP memiliki perbedaan bermakna terhadap dalam hal gliding tendon secara USG, Tang score makroskopis dan histopatologis serta grading adhesi makroskopis dan histopatologis. Kelompok perlakuan PRP dan kombinasi membran amnion dan PRP menunjukkan perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol dalam hal nilai tensile strength test. ......Background: The incidence of Achilles tendon rupture has increased in the last few decades with the highest incidence found in the 30-39 years of age group. The current treatment for Achilles tendon rupture is surgery with primary suturing, and can also be conservative under certain conditions. Because adhesion complications and gliding tendons often occur after surgery, the researchers tried to find a material that is able to effectively improve the tendon healing process. Platelet-rich plasma (PRP) and amniotic membrane are substances that have the potential to improve tendon healing processes, prevent adhesion and gliding tendons. However, research on the effects of the combination of both has never been done. Methods: The Achilles tendon rupture model was carried out in 24 New Zealand white rabbits, which were divided into 4 treatment groups, namely the control group, the group with the administration of amniotic membrane, the group with the administration of PRP and the group with the combination of amniotic membrane and PRP. The evaluation was carried out at 6 weeks after surgery based on an assessment of gliding tendon examination with ultrasound, Tang score macroscopic image of tendon adhesion, macroscopic adhesion grading, Tang score histopathological adhesion, histopathological adhesion grading, and Tensile strength tendon with the tensile test. The data obtained were tested statistically with the type of data and the number of groups. Results: Amniotic membrane treatment group and combined amniotic membrane and PRP treatment group had significant differences in terms of gliding tendon by ultrasound, macroscopic and histopathological Tang scores and macroscopic and histopathological adhesion grading. The PRP treatment group and combined amniotic membrane and PRP treatment group showed significant differences compared to the control group in terms of tensile strength test values. Conclusion: The administration of amniotic membrane can reduce the formed paratenon adhesion, however, it does not have statistical significance in influencing tendon strength. Giving Platelet-rich Plasma (PRP) does not affect the formation of paratenon adhesion statistically, but it affects the increase in tendon strength. The combination of amniotic membrane and PRP has a significant effect in reducing paratenon adhesion and increasing tendon strength.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Praja Wira Yudha Luthfi
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Defek tulang rawan memiliki kemampuan penyembuhan yang terbatas. Beberapa studi dengan hasil jangka panjang dalam upaya tatalaksana lesi ini terbukti belum memuaskan. Sel punca mesenkimal (SPM) banyak mendapatkan perhatian kemampuan dalam proses regenerasi sel. Namun, dibutuhkan investasi yang besar, sulitnya penanganan dan manufaktur sel, dan tindakan invasif untuk mendapatkannya. Sekretom yang diperoleh dari SPM dapat menjadi alternatif yang baik, karena sekretom memiliki komplikasi lebih sedikit, penanganan, manufaktur, dan transportasi sel yang lebih mudah. Saat ini, tidak ada penelitian terpublikasi mengenai penggunaan sekretom SPM asal jaringan tali pusat pada model domba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sekretom yang didapatkan dari SPM jaringan tali pusat pada model domba dengan defek tulang rawan.

Metode: Defek tulang rawan dilakukan dengan tindakan operatif dengan membuat defek sebesar 5x5mm2 pada lutut kanan. Domba-domba (n=15) dibagi menjadi tiga kelompok; setiap kelompok terdiri dari lima domba. Kelompok pertama mendapatkan tindakan injeksi sekretom SPM tali pusat, dan kelompok ketiga mendapatkan tindakan kombinasi antara mikrofraktur dan injeksi sekretom SPM tali pusat. Enam bulan setelah tindakan, seluruh domba dikorbankan. Lutut dari ketiga kelompok dibandingkan secara makroskopik dengan sistem skor Goebel dan mikroskopik menggunakan sistem skor Pineda.

Hasil: Pada hasil makroskopis, kelompok yang mendapatkan terapi kombinasi antara mikrofraktur dan injeksi sekretom SPM tali pusat lebih rendah secara signifikan bila dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan tindakan mikrofraktur saja (p=0,006). Tidak ada perbaikan bermakna pada kelompok yang mendapatkan sekretom saja terhadap kedua kelompok lainnya. Dan pada hasil mikroskopis, tidak ada perbaikan bermakna pada ketiga kelompok perlakuan.

Kesimpulan: Penggunaan terapi kombinasi antara mikrofraktur dan injeksi intraartikular sekretom SPM tali pusat memberikan potensi yang dapat menjadi alternatif terapi pada defek tulang rawan sendi lutut. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan sel punca mesenkimal dengan sekretom, dengan mengikutsertakan penilaian fungsional.
ABSTRACT
Introduction: Cartilages with defect have limited healing capacity. Previous longterm studies to evaluate the treatment for cartilage defects have not yielded satisfactory results. Mesenchymal stem cells (MSC) have attracted attention regarding its capacity to regenerate cells. However, massive investment, difficulties in cell manufacturing and handling, and invasiveness of the procedure often gets in the way. The secretome attained from MSC may serve as an alternative as it is correlated with lower complications; handling, manufacturing, and transport are also considered easier. Until now, there are no published article regarding the use of umbilical cord derived MSC secretome in sheep model. This study is conducted to investigate the effect of secretome derived from umbilical cord MSC in sheep models with cartilage defects.

Methods: Cartilage defect is made using operative procedures. 5x5mm2 defects are created on the right knee. 15 sheeps are divided into three groups: each group contains five sheeps. The first group was administered with umbilical cord MSC secretome, and the third group with microfacturing and umbilical cord MSC injection. Six months after the procedure, all sheeps were sacrified. Knees from the three groups are compared macroscopically using the Goebel score and microscopically using the Pineda score.

Results: Macroscopically, the group treated with combination therapy achieved lower compared to the group treated with microfacturing only (p=0,006). There was no significant difference in groups treated with secretome only and the other two groups. Microscopically, there was no significant difference between all groups.

Conclusions: The administration of combination therapy of microfacturing and intraarticular injection of umbilical cord MSC secretome gives potential results and may act as an alternative therapy in knee cartilage defect. However, further study is required to compare MSC and secretome, while also incorporating the functional measures.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Handayani
Abstrak :
Latar Belakang: Magnesium ECAP mempunyai sifat mekanis yang baik danpengaruh osteoanabolik, namun magnesium memiliki sifat korosif.Imunohistokimia mengidentifikasi respon proses korosi dengan melihat jejakjaringan sekitar. Metode: Tulang femur dipasang miniplate dan screwdikelompokkan 1-3-5 bulan. Tulang kontrol diambil pada sisi berlawanan. Hasil Imunohistokimia dinilai dengan skoring. Data diuji nonparametrik dengan tingkatkepercayaan 99. Hasil: Perbedaan bermakna kelompok perlakuan dengankelompok kontrol p=0,000 . Peningkatan pembentukan trabekula dan responosteogenesis. Peningkatan revaskularisasi dan reaksi kluster diferensiasi terhadapgas poket hingga bulan ke-3. Kesimpulan: Respon jaringan sekitar tertoleransi dengan terjadinya peningkatan osteogenesis, tidak ditemukannya jaringannekrosis, dan penurunan nilai gas poket. ......Background : ECAP processed magnesium has an excellent mechanicalproperties and osteoanabolic effect. However metal materials are known to havecorrosive nature, and magnesium was no exception. Immunohistochemistry is ableto identify corrosion process response in living organism by looking into its tracesin surrounding tissus. Methods : The femur bone samples were implanted byECAP processed magnesium miniplate and screw for 1, 3, and 5 months. Theopposing femur was left alone as control samples. Afterwards,immunohistochemical staining results were scored and tested using nonparametrictests with confidence interval of 99. Results : Significant differences werefound between treatment groups and control groups p=0.000. The increase oftrabeculae formation and osteogenesis responses also revascularisation anddifferentiation clusters to gas voids are observed well into the 3 month samples. Conclusion : Surrounding tissue responses are tolerated as shown by the increaseof osteogenesis, untraceable necrotic tissues, and the decrease in gas voids score.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andra Hendriarto
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Sebagai salah satu penyebab nyeri dan disabilitas, saat ini tidak terdapat terapi efektif yang dapat mencegah osteoartritis lutut. Saat ini, sel punca mesenkimal (SPM) telah mendapatkan banyak perhatian karena kapasitas regeneratifnya. Meskipun demikian, penggunaan SPM berkaitan dengan beberapa kekurangan seperti dibutuhkan jumlah investasi uang yang besar, sulitnya penanganan dan manufaktur sel, dan prosedur pengambilan yang invasif. Bukti saat ini menunjukkan bahwa SPM memperbaiki osteoartritis lutut melalui aksi parakrin faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh SPM; factor yang disekresi ini disebut sekretom. Secara klinis, sekretom yang didapatkan dari SPM dapat menjadi alternatif yang lebih baik daripada terapi berbasis SPM, karena sekretom memiliki komplikasi lebih sedikit, penanganan, manufaktur, dan transportasi sel yang lebih mudah. Saat ini, tidak ada penelitian terpublikasi mengenai penggunaan sekretom SPM asal jaringan adiposa pada model domba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sekretom yang didapatkan dari SPM jaringan adiposa pada model domba dengan osteoartritis. Metode: Induksi osteoartritis lutut dilakukan dengan menisektomi lateral total. Domba- domba (n=15) dibagi menjadi tiga kelompok; setiap kelompok terdiri dari lima domba. Kelompok pertama mendapatkan sekretom SPM jaringan adiposa, kelompok kedua mendapatkan asam hyaluronat (AH), dan kelompok ketiga mendapatkan sekretom dan asam hyaluronat. Masing-masing terapi diberikan mulai saat 4 minggu pascaoperasi. Empat minggu setelah injeksi, seluruh domba dikorbankan. Lutut dari ketiga kelompok dibandingkan secara makroskopik dan mikroskopik menggunakan skor OARSI. Hasil: Dalam 4 minggu pasca injeksi, ditemukan fibrosis pada kelompok sekretom ditambah dengan AH yang tidak ditemukan pada kelompok lainnya. Skor osteofit pada kelompok yang diberikan sekretom lebih rendah dibandingkan kelompok-kelompok lainnya (p=0,031). Parameter-parameter lainnya, baik makroskopik maupun histologis, tidak memiliki perbedaan signifikan antar grup. Diskusi: Hasil yang didapatkan disebabkan oleh penggunaan sekretom dari sel punca mesenkimal yang tidak diinisiasi sehingga tidak memiliki potensi anti-inflamasi maksimal. Selain itu, injeksi sekretom setelah masa inflamasi mengurangi potensi anti- inflamasi yang dimiliki oleh sekretom. Penggunaan sekretom xenogenik meningkatkan potensi inflamasi dan fibrosis karena memiliki MHC kelas I dan II. Kesimpulan: Tidak ditemukan perbedaan signifikan pada parameter-parameter lainnya, baik makroskopik mikroskopik, pada 4 minggu pasca injeksi. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan sel punca mesenkimal dengan sekretom, dengan mengikutsertakan penilaian fungsional.
ABSTRACT
Introduction: Despite being a common source of pain and disability, currently therapies that could retard the progression of knee osteoartritis (KOA) are lacking. Nowadays, mesenchymal stem cells (MSCs) have garnered many interests due to their regenerative capacity. However, the use of such cells is associated with several drawbacks including high capital investment, complex cell handling and manufacturing, and invasive collection procedure. Moreover, existing evidence demonstrated that these cells ameliorate KOA via paracrine actions of growth factors and cytokines secreted from them, which is referred as secretome. Clinically, the secretome derived from MSC may represent a better alternative compared with the MSC-based treatments as the former is associated with less complications, easier cell handling, manufacturing, and transportation. To date, there are no published studies regarding the use of adipose- derived mesenchymal stem cells (AD-MSCs) secretome in sheep models. The objective of this study is to investigate the effect of secretome derived from AD-MSCs in a sheep model of KOA. Methods: Induction of KOA was performed surgically through anterior cruciate ligament transection and lateral meniscectomy. The sheep (n=15) were divided into three groups; each group consisted of five sheep. The first group received secretome derived from AD- MSCs, the second group was administered with hyaluronic acid (HA), and the third group received both secretome and HA. Each of the therapy was given weekly four weeks postoperatively. Four weeks post-injection, the sheep were sacrificed. Knees of the three groups were compared macroscopically and histologically. Results: At 4 weeks post-injection, we found intraarticular fibrosis on secretome combined with HA, which were not found on two other groups.Tthe osteophyte score in the secretome-treated group was lower compared to the other groups (p=0.031). Other parameters, both macroscopic and histological ones did not differ significantly between groups. Discussion: The results showed that using non-activated secretome from stem cells do not confer therapeutic advantage. The injection of secretome past the inflammation phase also attenuates the potency of secretome. The use of xenogeneic secretome which possess MHC Class I and II also enhances the pro-inflammatory capabilities of secretome and contributes to fibrosis formation . Conclusions: Macroscopic and microscopic scores did not significantly differ between the groups after 4 weeks of injection. Further studies are needed to directly compare secretome with MSCs, including functional parameters.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ariefianto Yudhi Nugroho
Abstrak :
Latar Belakang : Teknik bone engineering dalam rekonstruksi mandibula banyak dilakukan di bidang bedah mulut guna keberhasilan proses rehabilitasi. Penambahan dua hal yang memungkinkan untuk membantu proses penyembuhan adalah dengan bone graft dan penambahan growth factors seperti Platelet Rich Plasma (PRP). Penggunaan bone graft pada defek tulang yang besar dapat membantu penyembuhan luka. Autogenous bone graft merupakan jenis graft yang paling sering digunakan, dikarenakan sifatnya yang osteogenik, osteoconductive dan osteoinductive. Vascularized bone graft merupakan terapi pilihan pada defek mandibula dengan panjang lebih dari 6 cm. Namun non vascularized bone graft juga menjadi pilihan karena memiliki beberapa keuntungan seperti kontur yang lebih baik, memiliki volume tulang yang cukup untuk keperluan estetik atau insersi implan. Serta merupakan terapi pilihan pada defek tulang kurang dari 6 cm. Tetapi resiko resorpsi pada non vascularized bone graft lebih besar. Penambahan PRP yang mengandung banyak growth factor dapat membantu proses rehabilitasi penyembuhan jaringan tulang. Salah satunya TGF-β yang membantu peningkatan jumlah osteoblas untuk penyembuhan jaringan tulang. Pada penelitian ini penambahan PRP pada autogenous bone graft non vascularized diharapkan mampu membantu penyembuhan tulang, dengan melakukan pengamatan pada jumlah osteoblas. Tujuan : Mengevaluasi pengaruh penambahan platelet rich plasma pada penyembuhan tulang mandibula dengan autogenous bone graft dilihat dari jumlah osteoblas (studi pada Ovis Aries) Material dan Metode : Penelitian quasi eksperimental in vivo dengan membagi dua kelompok, kelompok dengan pemberian autogenous bone graft dan kelompok dengan pemberian autogenous bone graft dan penambahan PRP. Kemudian dilakukan evaluasi pengaruh pemberian platelet rich plasma pada penyembuhan tulang mandibula dengan autogenous bone graft dilihat dari jumlah osteoblas (studi pada Ovis Aries) Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna antara jumlah osteoblas kelompok dengan pemberian autogenous bone graft dan kelompok dengan pemberian autogenous bone graft dan penambahan PR ......Background: Bone engineering techniques in mandibular reconstruction are mostly performed in the field of oral surgery for the success of the rehabilitation process. Two additional things that make it possible to help the healing process are bone graft and the addition of growth factors such as Platelet rich plasma (PRP). The use of bone grafts in large bone defects can aid in wound healing. Autogenous bone graft is the type of graft that is most often used, because of its osteogenik, osteoconductive and osteoinductive properties. Vascularized bone graft is the treatment of choice in mandibular defects longer than 6 cm. However, non-vascularized bone graft is also an option because it has several advantages such as better contours, having sufficient bone volume for aesthetic purposes or implant insertion. And is the treatment of choice for bone defects less than 6 cm. But the risk of resorption in the non-vascularized bone graft is greater. The addition of PRP which contains a lot of growth factors can help the rehabilitation process of healing bone tissue. One of them is TGF-β which helps increase the number of osteoblass for healing bone tissue. In this study, the addition of PRP to non-vascularized autogenous bone graft is expected to be able to help bone healing, by observing the number of osteoblass. Objective: To evaluate the effect of platelet rich plasma administration on the healing of mandibular bone with autogenous bone graft based on the number of osteoblass (study on Ovis Aries). Material and Methods: This in vivo analytical experimental study was divided into two groups, a group with autogenous bone graft and a group with autogenous bone graft and the addition of PRP. Then an evaluation of the effect of platelet rich plasma on the healing of mandibular bone with autogenous bone graft was evaluated from the number of osteoblass (study in Ovis Aries). Conclusion: There is a significant difference between the number of osteoblass in the group with autogenous bone graft and the group with autogenous bone graft and the addition of PRP.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Praja Wira Yudha Luthfi
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Defek tulang rawan memiliki kemampuan penyembuhan yang terbatas. Beberapa studi dengan hasil jangka panjang dalam upaya tatalaksana lesi ini terbukti belum memuaskan. Sel punca mesenkimal (SPM) banyak mendapatkan perhatian kemampuan dalam proses regenerasi sel. Namun, dibutuhkan investasi yang besar, sulitnya penanganan dan manufaktur sel, dan tindakan invasif untuk mendapatkannya. Sekretom yang diperoleh dari SPM dapat menjadi alternatif yang baik, karena sekretom memiliki komplikasi lebih sedikit, penanganan, manufaktur, dan transportasi sel yang lebih mudah. Saat ini, tidak ada penelitian terpublikasi mengenai penggunaan sekretom SPM asal jaringan tali pusat pada model domba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sekretom yang didapatkan dari SPM jaringan tali pusat pada model domba dengan defek tulang rawan.

Metode: Defek tulang rawan dilakukan dengan tindakan operatif dengan membuat defek sebesar 5x5mm2 pada lutut kanan. Domba-domba (n=15) dibagi menjadi tiga kelompok; setiap kelompok terdiri dari lima domba. Kelompok pertama mendapatkan tindakan injeksi sekretom SPM tali pusat, dan kelompok ketiga mendapatkan tindakan kombinasi antara mikrofraktur dan injeksi sekretom SPM tali pusat. Enam bulan setelah tindakan, seluruh domba dikorbankan. Lutut dari ketiga kelompok dibandingkan secara makroskopik dengan sistem skor Goebel dan mikroskopik menggunakan sistem skor Pineda.

Hasil: Pada hasil makroskopis, kelompok yang mendapatkan terapi kombinasi antara mikrofraktur dan injeksi sekretom SPM tali pusat lebih rendah secara signifikan bila dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan tindakan mikrofraktur saja (p=0,006). Tidak ada perbaikan bermakna pada kelompok yang mendapatkan sekretom saja terhadap kedua kelompok lainnya. Dan pada hasil mikroskopis, tidak ada perbaikan bermakna pada ketiga kelompok perlakuan. Kesimpulan: Penggunaan terapi kombinasi antara mikrofraktur dan injeksi intraartikular sekretom SPM tali pusat memberikan potensi yang dapat menjadi alternatif terapi pada defek tulang rawan sendi lutut. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan sel punca mesenkimal dengan sekretom, dengan mengikutsertakan penilaian fungsional.
ABSTRACT
Introduction: Cartilages with defect have limited healing capacity. Previous long-term studies to evaluate the treatment for cartilage defects have not yielded satisfactory results. Mesenchymal stem cells (MSC) have attracted attention regarding its capacity to regenerate cells. However, massive investment, difficulties in cell manufacturing and handling, and invasiveness of the procedure often gets in the way. The secretome attained from MSC may serve as an alternative as it is correlated with lower complications; handling, manufacturing, and transport are also considered easier. Until now, there are no published article regarding the use of umbilical cord derived MSC secretome in sheep model. This study is conducted to investigate the effect of secretome derived from umbilical cord MSC in sheep models with cartilage defects.

Methods: Cartilage defect is made using operative procedures. 5x5mm2 defects are created on the right knee. 15 sheeps are divided into three groups: each group contains five sheeps. The first group was administered with umbilical cord MSC secretome, and the third group with microfacturing and umbilical cord MSC injection. Six months after the procedure, all sheeps were sacrified. Knees from the three groups are compared macroscopically using the Goebel score and microscopically using the Pineda score.

Results: Macroscopically, the group treated with combination therapy achieved lower compared to the group treated with microfacturing only (p=0,006). There was no significant difference in groups treated with secretome only and the other two groups. Microscopically, there was no significant difference between all groups.

Conclusions: The administration of combination therapy of microfacturing and intraarticular injection of umbilical cord MSC secretome gives potential results and may act as an alternative therapy in knee cartilage defect. However, further study is required to compare MSC and secretome, while also incorporating the functional measures.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Petrus Aprianto
Abstrak :
Latar Belakang: Osteoartritis adalah penyakit sendi inflamasi yang paling umum, ditandai dengan penyakit sinovial degeneratif yang menghasilkan gangguan seluler dan ekstraseluler. Saat ini, pilihan perawatan bedah dan non-bedah untuk OA terbatas pada mengurangi gejala atau memperbaiki lesi yang terisolasi, dengan operasi penggantian lutut total diperlukan kemudian. Dewasa ini, timbul suatu kebutuhan terhadap terapi yang tidak hanya sementara, tetapi juga memiliki potensi untuk mengubah arah dan perkembangan penyakit, menurunkan kebutuhan analgetik dan operasi di masa depan. Penelitian lebih lanjut terkait terapi pencegahan progresivitas osteoartritis terfokus pada terapi rekayasa jaringan dengan penggunaan sekretom sel punca mesenkimal (SPM). Hingga saat ini studi-studi yang ada terkait topik tersebut masih cukup terbatas. Studi ini bertujuan untuk melihat efektivitas penggunaan sekretom dan sel punca mesenkimal tali pusat pada manajemen osteoartritis. Metode: Sebanyak 18 domba (Ovies aries) menjalani intraartikular menisektomi total sisi lateral tungkai belakang untuk membuat suatu model hewan osteoartritis. Setelah terkonfirmasi osteoartritis secara radiologis, domba tersebut kemudian dibagi menjadi tiga kelompok: kelompok sekretom, kelompok asam hyaluronat, dan kelompok SPM-sekretom yang disintesis sebelumnya dengan kultur, isolasi, dan ekspansi SPM yang dikultur di laboratorium. Semua domba kemudian disuntikkan secara intraartikular dan dievaluasi dengan pencitraan, pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik (analisis histopatologi), dan imunohistokimia aggrecan. Skoring makroskopik dan mikroskopik dilakukan menggunakan intraartikular OARSI, sementara IHK protein aggrecan dihitung menggunakan system IRS agar dapat secara objektif mengevaluasi progresivitas osteoartritis. Analisis statistik kemudian dilakukan dengan analisis One-way ANOVA dan Kruskal-Wallis. Hasil: Analisis makroskopik dengan menggunakan penilaian OARSI telah menunjukkan skor OARSI yang lebih rendah pada kelompok sekretom (6.833 ± 1.471) dibandingkan dengan dua kelompok lainnya, yang menandakan bahwa tingkat progresivitas osteoartritis paling rendah terjadi pada kelompok tersebut. Ditemukan perbedaan yang bermakna secara intraartikular antara kelompok sekretom dengan kelompok asam hyaluronat (p <0,05), namun tidak ditemukan perbedaan yang bermakna secara intraartikular antara kelompok sekretom dengan SPM-sekretom (p>0,05). Hasil serupa juga ditemukan pada kelompok mikroskopik dengan kelompok sekretom memiliki skor terendah (26.00 ± 4,24). Kesimpulan: Sekretom menunjukkan efektivitas yang lebih baik dalam menghambat progresivitas osteoarthritis pada hewan model dibandingkan dengan asam hyaluronat, dimana tingkat efektivitas ini tidak berbeda bermakna secara intraartikular dengan SPM-sekretom. Studi lebih lanjut di lapangan untuk menentukan dosis dan frekuensi penyuntikan intraartikular harus dilakukan untuk evaluasi selanjutnya ......Background: Osteoarthritis is the most prevalent inflammatory joint disease, characterized by degenerative synovial diseases that produce cellular and extracellular disruptions. Recently, the surgical and non-surgical treatment options for OA have been confined to alleviating symptoms or correcting isolated lesions, with a total knee replacement operation being necessary later. Currently, there is a need for therapy that is not only transitory but also has the potential to alter the disease's course and development, lowering the need for analgesics and surgery in the future. More investigations on such therapy are shifting into the use of mesenchymal stem cell (MSC) secretome, however, limited studies on the topic are found. This study aims to evaluate the use of MSC-secretome on the management of osteoarthritis. Method: A total of 18 sheep (Ovies aries) underwent menisectomy to make a model osteoarthritis animal, the sheep then were divided into three groups: the secretome group, hyaluronic acid group, and MSC-secretome group, which was synthesized earlier by culture, isolation, and expansion of mesenchymal stem cell line. All the sheep were then injected intraarticularly and evaluated by imaging, macroscopic examination, and microscopic examination (histopathology and immunohistochemistry analysis) and then subjected to OARSI scoring to objectively evaluate the osteoarthritis severity. Statistical analysis were then conducted with One-way ANOVA and Kruskal-Wallis analysis. Result: The macroscopic and microscopic analysis using OARSI scoring has revealed lower OARSI score on the secretome group (6,833 ± 1,471) as compared to other two group, implying lower grade of osteoarthritis found in the group. There are significant differences between the secretome group with the hyaluronic acid group (p <0.05). Similar result also found in the microscopic group with secretome group having the lowest score (26,00 ± 4,24). Conclusion: Secretome is more effective on managing osteoarthritis on the model animal as compared to hyaluronic acid and no significant difference of MSC injection statistically. Further studies on the field, to evaluate the doses and frequency of injection.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library