Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baitil Atiq
"Latar belakang: Endokarditis infektif (EI) merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada anak baik yang dengan penyakit jantung bawaan (PJB) maupun tanpa PJB. Insidens EI pada anak jarang dibandingkan orang dewasa, tetapi diprediksikan akan meningkat seiring meningkatnya kesintasan anak dengan PJB dan meningkatnya penggunaan kateter vena sentral. Saat ini belum ada data epidemiologi, karakteristik klinis dan mikrobiologis, serta luaran EI pada anak di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui karakteristik, profil mikrobiologis serta luaran penyakit EI pada anak serta faktor-faktor yang memengaruhinya sehingga dapat menilai efektivitas terapi empiris yang digunakan saat ini.
Metode: Menggunakan desain potong lintang pada anak dengan EI usia 0-18 tahun yang dirawat di RSCM tahun 2014-2018. Data mengenai karakteristik klinis, pola kuman dan uji sensitivitasnya, serta luaran EI diperoleh melalui rekam medis pasien.
Hasil: Insidens EI di RSCM pada tahun 2014-2018 adalah 3,08 kasus per 10000 rawat inap anak. Insidens per tahun meningkat seiring dengan peningkatan jumlah rawat inap anak. Karakteristik klinis anak dengan EI di RSCM umumnya laki-laki berusia 5-18 tahun, dengan penyakit dasar PJB terutama ventricular septal defect  (VSD) dan tetralogy of fallot (TOF). Faktor risiko utama yang ditemukan adalah prosedur invasif dan pemasangan kateter vena sentral.  Sebagian besar biakan steril dengan bakteri terbanyak yang tumbuh adalah S. aureus yang resisten terhadap penisilin G dan ampisilin. Angka komplikasi pada EI di RSCM cukup tinggi yaitu 40,2% dengan angka mortalitas 5,9%. Tidak ditemukan perbedaan usia, jenis kelamin, penyakit dasar, dan ukuran vegetasi pada kelompok dengan dan tanpa komplikasi di RSCM. 
Kesimpulan: Terdapat peningkatan insidens EI pada anak dalam kurun waktu 5 tahun dengan etiologi utama S.aureus. Uji kepekaan antibiotik menunjukkan resistensi kuman terhadap antibiotik empirik yang digunakan. Angka komplikasi dan kematian pada anak masih cukup tinggi sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat pada anak berisiko tinggi EI.

Background: Infective endocarditis (IE) is one of the cause of morbidity and mortality in children both with or without congenital heart disease (CHD). The incidence is much lower than adults but tends to increase along with improved survival rates of children with CHD and increased usage of central venous catheter in critically ill children. Nowadays, there is still no epidemiological data, clinical characteristics, microbiological profile, and outcomes of IE in children in Indonesia.
Objectives: To assess the recent trends in incidence, characterictics, microbiological profile and outcomeof infective endocarditis in children during the period  of 2014–2018.
Methods: Using cross sectional study design involving patients with IE aged 0-18 years old admitted in Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) in 2014-2018. Clinical data, microbiological profile, and outcomes of subjects with IE was obtained from electronic and printed medical record.
Results: Total incidence of IE in CMH in 5 years was 3.08 cases per 10000 pediatric admission with increasing trends along with increased total pediatric admission. Clinical characteristics was predominantly male, aged 5-18 years old, with CHD as underlying disease, especially ventricular septal defect  (VSD) and tetralogy of fallot (TOF). The most common predisposing factors were history of invasive procedure and indwelling central catheter. Most of cases were the blood culture negative IE with the majority of positive blood cultures isolated S.aureus resistant to penisilin G and ampisilin. There were high rates of complications (40.2%) leading to mortality (5.9%) in CMH. There was no significant difference in age, genders, underlying disease, and size of vegetation in both cases with or withot complication in CMH.
Conclusions: There were increasing trends of IE incidence in children during last five years with S.aureus as the most common causative agent. Antibiotic sensitivity test showed antibiotic resistant to the most common empirical antibiotics in the health care setting. Complication and mortality rates were still high, thus proper prophylactic procedure was needed to be considered in high risked population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ety Mariatul Qiptiah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar fecal calprotectin (FC) pada anak dengan BB normal, BB lebih termasuk obesitas akibat inflamasi dan disfungsi saluran cerna serta faktor risiko apa saja pada awal kehidupan yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas usia pra sekolah. Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol, subyek penelitian terdiri dari 58 anak kelompok kasus (BB lebih atau obesitas) dan 58 anak kelompok kontrol (BB normal) yang dipasangkan
dengan jenis kelamin, usia, dan sekolah. Hasil penelitian didapatkan median IMT z-zcore 2,05 (-1,86?6,78) SD, rerata asupan energi total sebesar 1541,66 + 389,69 kkal dan asupan lemak 54,92 + 17,48 gram. Didapatkan hubungan bermakna asupan energi total dan lemak pada kelompok kasus dan kontrol (p=0,040 dan
p=0.022). Tidak ditemukan hubungan bermakna kadar FC antara kelompok kasus
dan kontrol (p=0,454). Dilakukan analisis multivariat terhadap faktor risiko awal
kehidupan dengan status gizi lebih lebih dan kadar FC diaatas normal, tidak
didapatkan hubungan. Namun setelah dihubungkan dengan faktor penggangu,
didapatkan kecendrungan kenaikan nilai OR dan penurunan p-value. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian obesitas dan peningkatan
kadar FC pada anak pra sekolah dengan faktor risiko awal kehidupan

ABSTRACT
This study was conducted to determine levels of fecal calprotectin (FC) in
children that have normal weight, overweight (OW) including obesity due to
inflammation and dysfunction of the gastrointestinal tract and any risk factors in
early life can lead to obesity preschool children. This study was a case-control
study, subjects consisted of 58 children in group cases (OW or obese) and 58
controls group (normal weight) were matched by sex, age, and school. The results
showed a median BMI z-zcore 2.05 (-1,86-6,78) SD. Mean total energy intake and
fat intake were 1541.66+389.69 kcal and 54.92+17.48 grams. We found
significant relationship between subject cases and control for total energy intake
and fat intake (p=0,040 and p=0.022). And no significant value of FC between
case and control (p=0,454). Multivariate analysis of the early life risk factors with
nutritional status and levels of FC, no significant. However, after adjusted with a
disturbance factor, obtained trend increase the value of OR and decrease p-value.
This suggests that there is a relationship between the incidence of obesity in preschool
children and increased value of FC with risk factors early in life"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudianita Kesuma
"Latar Belakang. Irritable bowel syndrome (IBS) merupakan nyeri perut berulang pada remaja yang paling banyak terjadi. Irritable bowel syndrome pada remaja akan menimbulkan gangguan yang serius berupa masalah perilakunya.
Tujuan. Menganalisis hubungan antara masalah perilaku dengan Irritable bowel syndrome pada remaja di Kota Palembang.
Metode. Penelitian ini adalah studi potong lintang. Semua siswa SMA Nurul Iman dilakukan pencatatan meliputi karakteristik umum, pemeriksaan fisik berupa berat badan dan Tinggi badan. Selanjutnya dilakukan uji Rome III (Irritable bowel syndrome) dan PSC-17 (masalah perilaku). Analisis statistik yang digunakan adalah analisis bivariat dengan uji chi-square.
Hasil. Dari semua siswa SMA Nurul Iman didapatkan 180 subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Prevalens IBS sebanyak 58 subyek (32,2%) yang terdiri dari 22 subyek dengan IBS subtipe konstipasi, 23 subyek dengan IBS subtipe diare dan 13 subyek dengan IBS subtype campuran. Prevalens masalah perilaku sebesar 40,6% yang terdiri dari 28,9% masalah perilaku internalisasi, 2,8% masalah eksternalisasi, 0,6% masalah perilaku perhatian dan 8,4% variasi dari 3 gangguan. Faktor risiko terjadinya IBS antara lain: mengonsumsi daging olahan, teh, makan terburu-buru, serta dibully. Terdapat hubungan yang bermakna antara IBS dengan masalah perilaku (p=0,001). Nilai Odds Ratio yang diberikan sebesar 3,015 (IK95%=1,580-5,754).
Simpulan. Remaja yang mengalami IBS akan mengalami masalah perilaku.

Background. Irritable Bowel Syndrome (IBS) is the most common recurrent abdominal pain in adolescence, causing serious impairments on behavioral problems. To date, there have no studies on IBS and behavioral problems in Palembang.
Objective. To assess for an association between IBS and behavioral problems in adolescences in Palembang.
Methods. Subjects in this cross-sectional study were adolescences who attended Nurul Iman high school. Their general characteristics, developmental history and physical examination results (including weight and height) were recorded. We administered the Criteria Rome III for IBS and the Pediatric Symptom Checklist 17 (PSC 17) for behavioral problems. Data was analyzed by Chi-square test.
Results. We enrolled 180 adolescences as student in Nurul Iman high school. Prevalences of IBS was 32,2%, consisting of subtype IBS constipation (37,9%), subtype IBS Diarrhea (39,7%), and subtype IBS Mixed (22,4%). The prevalence of behavioral disorders was 40,6%, consisting of internalization (28,9%), externalization (2,8%), attentive problems (0,6%) and various combinations of three problems (8,4%). A significant association was found between IBS and behavioral problems (P=0.001; OR=3.015 95%CI=1.580-5.754).
Conclusion. IBS is significantly associated with behavioral problems.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Agung Ngurah Sugitha Adnyana
"Latar Belakang: Bayi berat lahir rendah(<2500 gram) atau prematur merupakan salah satu kondisi bayi risiko tinggi. Keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif merupakan salah satu gangguan yang sering dijumpai pada anak dengan riwayat berat lahir rendah/prematur. Bayi berat lahir rendah lebih sering disertai dengan kondisi medis yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.
Tujuan: Mendapatkan prevalens dan faktor risiko keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak usia 12-18 bulan dengan riwayat berat lahir rendah.
Metode: Rancangan penelitian adalah potong lintang untuk menilai perkembangan bahasa dan kognitif dengan menggunakan alat skrining Capute scales pada anak usia 12-18 bulan yang mempunyai riwayat berat lahir rendah. Sampel diambil secara konsekutif di poliklinik anak RSUP Sanglah Denpasar, Agustus 2015-April 2016.
Hasil Penelitian: Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini sebanyak 160 orang. Usia rerata subyek adalah 15,69 (SB 2,19) bulan. Prevalens keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak dengan riwayat berat lahir rendah sebesar 28,1%. Analisis multivariat didapatkan berat lahir <1500 gram merupakan faktor risiko terjadinya keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif (visio-motor) sebesar 10,2 kali lebih banyak dibandingkan berat lahir 1500-<2500 gram (RP 10,260; IK95% 2,265-46,478; P 0,003).
Simpulan: Prevalens keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak usia 12-18 bulan dengan riwayat berat lahir rendah sebesar 28,1%. Bayi berat lahir <1500 gram sebagai faktor risiko keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif.

Background: Low birth weight (LBW) (<2500 g) or premature baby is one of thehigh-risk conditions. Language and cognitive developmental delay is one of the disorders are often found in children with low birth weight/preterm. Infant with low birth weight more frequently accompanied by a medical condition that affects growth and development.
Objective: To find the prevalence and risk factors of language and cognitive developmental delay in children aged 12-18 months with low birth weight.
Methods: A cross-sectional study design was to assess language and cognitive development by using Capute scales screening tool in children aged 12-18 months who have low birth weight. Samples are taken consecutively in a child outpatient clinic Sanglah Hospital Denpasar, August 2015-April 2016.
Results: Subjects who meet the inclusion and exclusion criteria in the study of 160 people. The average age of the subjects was 15.69 (SD 2.19) months. Prevalence of language and cognitive developmental delay in children with low birth weight was 28.1%. On multivariate analysis, obtained birth weight <1500 g is a risk factor for language and cognitive (visio-motor) developmental delay of 10.2 times more often than the birth weight 1500 to <2500 g (PR 10.260; 95%CI from 2.265 to 46.478; P 0.003).
Conclusions: The prevalence of language and cognitive developmental delay in children aged 12-18 months with low birth weight is 28.1%. Birth weight <1500 g is risk factor of language and cognitive developmental delay.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Susi Natalia
"Latar belakang: Pertumbuhan dapat optimal, jika faktor nature maupun nurture berjalan harmonis. Berdasarkan kurva WHO, angka stunting Riskesdas tahun 2012, Papua lebih tinggi dibandingkan Jakarta. Anak Indonesia terbukti lebih pendek, tetapi BMI-nya tidak menunjukkan deviasi bermakna.
Obyektif: Membandingkan TB anak SDN Nabire-Papua dengan SDN Jakarta, faktor yang memengaruhi, menggunakan CDC dan Indonesian National Growth Chart.
Metodologi: Desain penelitian adalah analitik cross sectional, Desain I, membandingkan TB anak Nabire asli Papua dan non-Papua. Desain II, membandingkan TB anak SDN Nabire-Papua dan Jakarta, dengan CDC dan Indonesia National Growth Chart.
Hasil: Penelitian I, jumlah subyek 189, terdiri dari 115 anak Nabire-asli-Papua dan 71 non-Papua, didapatkan anak non-Papua, 2,7 cm lebih tinggi dibanding asli-Papua (p=0,0465). Penelitian II, SDN Nabire-Papua 1.829 subyek, sedangkan SDN Jakarta 1.283 subyek, didapatkan anak perempuan asli-Papua lebih pendek dibanding non-Papua (p=0,001), sebaliknya pada anak lelaki. Diasumsikan, perbedaan TB disebabkan faktor nurture. Terdapat hubungan signifikan pendidikan ibu dan pendapatan ayah terhadap TB anak SDN Jakarta. Namun, tidak terdapat hubungan terhadap BMI. Anak SDN Jakarta lebih tinggi dibanding SDN Nabire-Papua. Persentase anak SDN Nabire-Papua dan Jakarta yang stunted dan juga wasted dengan Indonesia National Growth Chart, lebih sedikit dibanding dengan CDC.
Kesimpulan: Anak pendek SDN Nabire-Papua bukan stunting. Telah terjadi trend sekuler positif TB anak SDN Jakarta.. Indonesia National Growth Chart lebih sesuai menggambarkan pertumbuhan anak Indonesia.

Background: Optimal growth achieved with harmonious nature and nurture factors. Riskesdas 2012 mentions, stunting rate in Papua is higher than Jakarta. WHO curve proves that Indonesian children shorter, but the BMI does not show deviations.
Objective: Comparing Heigh of Nabire-Papua to Jakarta elementary children and influencing factors using CDC and Indonesian National Growth Chart.
Methodology: Design of research is cross sectional analytic. Design I, to compare height of children Nabire-Papuanese and non-Papuanese. Design II, to compare height of Nabire-Papua and Jakarta elementary children, with CDC and Indonesia-National-Growth-Chart.
Results: Study I, Non-Papuanese children, 2.7 cm higher than Papuanese (p=0,0465). Research II, Height of Papuanese girls shorter than non-Papuanese (p=0.001), otherwise on boys. This assumptions, the difference of height due to nurture factors There is significant relationship maternal education and father's income to SDN Jakarta children´s height. However, no connection to BMI. Children of SDN Jakarta higher than Nabire-Papua. Percentage of Nabire-Papua and Jakarta elementary children´s were stunted and wasted with Indonesia National Growth Chart, fewer than CDC.
Conclusion: Nabire-Papua Children´s are not stunting. Secular positive trend of height Jakarta children. Indonesia National Growth Chart more suitable to describe growth of Indonesian children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library