Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Toha Muhaimin
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada ibu hamil di komunitas dan estimasi jumlah bayi yang mengidap HIV melalui penularan perinatal, dengan menggunakan data sekunder 11.693 ibu hamil dari program Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV (PMTCT) Yayasan Pelita Ilmu tahun 2003-2010 di delapan ibu kota provinsi di Indonesia. Diagnosis HIV ditegakkan berdasarkan test Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Prevalensi HIV dihitung dari mereka yang ikut konseling post-test dan uji Mantel Haenszel Chi square dilakukan untuk melihat kecenderungannya. Sebanyak 98% responden menyatakan keinginannya untuk tes HIV dan diberi konseling pre-test. Dari partisipan yang mendapat konseling pre-test, 95% bersedia melakukan tes HIV, dan 88% dari mereka mengikuti konseling post-test. Prevalensi HIV yang ditemukan adalah sebesar 0,41% dan angkanya cukup bervariasi serta cenderung meningkat dari 2003 ke 2009, dari 0,36% tahun 2003-2006, naik menjadi 0,52% tahun 2008, naik menjadi 0,54% tahun 2009, kemudian turun menjadi 0,25% tahun 2010. Diperkirakan 8.604 bayi dengan HIV lahir setiap tahun, namun apabila dilakukan program PMTCT akan dapat dicegah 8.112 bayi dengan HIV dan dihemat biaya sekitar Rp 42 miliar per-tahun. Dapat disimpulkan, prevalensi HIV pada ibu hamil dari data di komunitas antara tahun 2003-2010 masih rendah dan cukup bervariasi dalam lima waktu pengamatan. Disarankan untuk memperluas cakupan program PMTCT dan mengintegrasikannya dengan pelayanan maternal dan keluarga berencana.
This study has aims to determine the prevalence of Human Immunodeficiency Virus (HIV) among pregnant women in the community and to estimate the number of babies born with HIV, using secondary data of 11.693 pregnant women from Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV (PMTCT) program conducted the Pelita Ilmu Foundation during 2003-2010 in eight provincial capitals in Indonesia. The HIV diagnosis was based on Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). The HIV prevalence was calculated from those who participated in the post-test counseling. Mantel Haenszel Chi-square test was performed to see the trend. Of all pregnant women, 98% expressed their desire for HIV testing. The women, then, were given pre-test counseling. Of the pre-test counseled respondents, 95% were willing to do HIV test and of the HIV tested respondents 88% followed the post-test counseling to get the test result, and as much as 0.41% are HIV positive. HIV prevalence quite vary and there is an increasing trend from 2003 to 2009, from 0.36% in 2003-2006, rose to 0.52% in 2008, rose to 0.54% in 2009, then fell to 0.25% in 2010. An estimated 8.604 infants were born with HIV every year. However, if PMTCT program was implemented there will be 8.112 babies averted with HIV and will save around 42 billion rupiah per year. It is concluded that the prevalence of HIV among pregnant women in the community were still low and vary in five-time observations. It is recommended that the government should implement a PMTCT program and integrated it with maternal & child health and family planning program.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmiati
Abstrak :
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dapat menurunkan risiko kematian bayi. Namun, belum diketahui pengaruh durasi pemberian ASI terhadap ketahanan hidup bayi setelah dikontrol oleh faktor determinan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh durasi pemberian ASI terhadap ketahanan hidup bayi di Indonesia setelah dikontrol faktor ibu, faktor bayi, dan lingkungan tempat tinggal. Penelitian ini menggunakan data sekunder SDKI 2002-2003. Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi cox ganda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa durasi pemberian ASI sangat mempengaruhi ketahanan hidup bayi di Indonesia. Bayi yang disusui dengan durasi 6 bulan atau lebih memiliki ketahanan hidup 33,3 kali lebih baik daripada bayi yang disusui kurang dari 4 bulan, dan bayi yang disusui dengan durasi 4-5 bulan memiliki ketahanan hidup 2,6 kali lebih baik daripada bayi yang disusui kurang dari 4 bulan, setelah dikontrol dengan jumlah balita dalam keluarga dan tempat tinggal. Faktor lain yang berpengaruh terhadap ketahanan hidup bayi di Indonesia adalah jumlah balita dalam keluarga dan tempat tinggal. Oleh karena itu, semua pihak diharapkan mendukung kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan untuk terus meningkatkan lama pemberian ASI bahkan sampai 24 bulan.

Breastfeeding can decrease risk of infant death. But, it is not clear yet the effect of breastfeeding duration to the infant survival after controlled for the other determinant factors. This research is aimed to know the effect of duration of breastfeeding to infant survival in Indonesia after controlled for mother, infant, and environment factors. Data was analyzed by using multiple cox regression models. The result showed that duration of breastfeeding had a significant effect to infant survival in Indonesia. Infant who breastfeed for 6 months or more had 33.3 better survival than those who breastfeed less than 4 months. Infant who breastfeed for 4-5 months had 2.6 time better survival than those who breastfeed less than 4 months. Others determinant of infant survival in Indonesia are the number of under five year children in family and their residence. Its recommended to all party were expected to support the policy conducted by Department of Health to improve the duration of breastfeeding up to 24 months
[Provinsi Aceh. Dinas Kesehatan ; Universitas Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat;Dinas Kesehatan, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Dinas Kesehatan, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam], 2008
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Muhani
Abstrak :
Pre-eklampsia berat, salah satu penyebab utama kematian ibu di Indonesia dan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung, merupakan penyebab kematian ibu nomor satu (47,25%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan prediktor pre-eklampsi berat (PEB) yang dinilai dari tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, proteiunuria, eklampsia, sindrom hemolysis, elevated liver enzymes, low platelets count (HELLP) dengan kematian ibu di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan jumlah sampel 60 kasus dan 120 kontrol. Data diolah dari rekam medis rumah sakit selama periode lima tahun (2010 ? 2014). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sindrom HELLP memiliki risiko kematian ibu 12 kali lebih tinggi (95%CI 2,9 - 53,7) dan eklampsia memiliki risiko 12,1 kali lebih tinggi (95%CI 3,8 - 38,6). Tekanan darah diastolik 110 - 119 mmHg memiliki risiko 7,4 kali lebih tinggi (95%CI 1,8 - 29,2), tekanan darah diastolik ³ 120 mmHg memiliki risiko 5,5 kali lebih tinggi (95%CI 1,1 - 23,1), tekanan darah sistolik > 190 mmHg memiliki risiko 2,1 kali lebih tinggi (95%CI 0,5 - 7,4), tekanan darah sistolik 170 - 190 mmHg memiliki risiko 1,6 kali lebih tinggi (95%CI 0,5 ? 4,5), proteinuria +3 memiliki risiko 4,2 kali lebih tinggi (95%CI 0,3 - 27,4), proteinuria +4 memiliki risiko 3,2 kali lebih tinggi (95%CI 0,5 - 31,7) setelah dikontrol oleh usia ibu, gravida, usia kehamilan, metode persalinan, pemberian diasepam, pendidikan, tempat tinggal, dan pekerjaan. Oleh karena itu, perlu meningkatkan deteksi dini komplikasi kehamilan dan penanganan yang baik kasus preeklampsia untuk mencegah kematian ibu akibat eklampsia dan sindrom HELLP.
Severe preeclampsia, one of main causes of maternal death in Indonesia and at Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Public Hospital, is the leading cause Pre-eklampsia Berat dan Kematian Ibu Severe Preeclampsia and Maternal Death Nova Muhani*, Besral** of maternal death (47.25%). This study aimed to determine relation of severe preeclampsia predictor as assessed from systolic blood pressure, diastolic blood pressure, proteiunuria, eclampsia and HELLP syndrome with maternal death at Dr. H. Abdul Moeloek Public Hospital. This study used case control design with 60 cases and 120 control total of sample. Data was managed from hospital medical records during five years period (2010 - 2014). Results of study showed HELLP syndrome had risk of maternal death 12 times higher (95%CI 2.9 - 53.7) and eclampsia had the risk 12.1 times higher (95%CI 3.8 - 38.6). Then diastolic blood pressure 110 - 119 mmHg had the risk 7.4 times higher (95%CI 1.8 - 29.2), diastolic blood pressure ³ 120 mmHg had the risk 5.5 times higher (95%CI 1.1 - 23.1), sistolic blood pressure > 190 mmHg had the risk 2.1 times higher (95%CI 0.5 - 7.4), sistolic blood pressure 170 - 190 mmHg had the risk 1.6 times higher (95%CI 0.5 - 4.5), proteinuria +3 had the risk 4.2 times higher (95%CI 0.3 - 27.4), proteinuria +4 had the risk 3.2 times higher (95%CI 0.5 - 31.7) after controlled by maternal age, gravida, pregnancy age, delivery method, diazepam provision, education, domicile and employment. Therefore, it needs to improve early detection of pregnancy complication and good management of preeclampsia case to prevent maternal death due to eclampsia and HELLP syndrome.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Giri Widakdo
Abstrak :
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan 11,6% penduduk Indonesia berumur 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penyakit kronis terhadap gangguan mental emosional. Desain penelitian ini adalah potong lintang mengggunakan data Riskesdas tahun 2007. Sebanyak 660.452 responden berusia di atas 15 tahun yang tidak mengalami gangguan jiwa dijadikan sampel. Gangguan mental emosional dinyatakan ada jika responden mem- punyai paling tidak enam dari 20 gangguan. Penyakit kronis seperti tuber- culosis (TB) paru, hepatitis, jantung, diabetes, kanker, dan stroke diukur melalui wawancara yang didasarkan pada diagnosis petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh penderita penyakit kronis, dua sampai lima penderita akan mengalami gangguan mental emosional. Analisis regresi logistik multivariat memperlihatkan bahwa risiko gangguan mental emosional semakin tinggi bersamaan dengan semakin banyak jum- lah penyakit kronis yang diderita oleh responden. Responden yang menderita satu penyakit kronis berisiko 2,6 kali lebih besar untuk mengala- mi gangguan mental emosional, yang menderita dua penyakit kronis berisiko 4,6 kali, yang menderita tiga penyakit kronis atau lebih berisiko 11 kali. Kementerian Kesehatan disarankan untuk mengembangkan standar pelayanan penyakit kronis terkait dengan pengurangan dampak pada gangguan mental emosional dan dibentuknya tim bimbingan teknis pelayanan penyakit kronis.

Basic Health Research (Riskesdas) year 2007 showed that 11.6 percent of Indonesia?s population aged 15 years and above suffering from mental emo- tional disorder. This study aimed to examine the effects of chronic illness to the mental emotional disorders. A cross-sectional study was performed that used Riskesdas 2007 data. A total of 660,452 respondents aged 15 years and over who are mentally health become sample of this study. Mental Efek Penyakit Kronis terhadap Gangguan Mental Emosional Effects of Chronic Illness to the Mental Emotional Disorders Giri Widakdo* Besral** *Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, **Departemen Biostatistika dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia emotional disorders exist if they have at least six of the 20 disorder. Chronic diseases such as pulmonary tuberculosis, hepatitis, heart disease, dia- betes, cancer, and stroke were measured based on diagnosis by health pro- fesional. The results showed that out of ten respondents with chronic illness, aproximately two to five will suffering from mental emotional dis- order. Multivariat logistic regression analysis shows that the risk of developing mental emotional disorders higher as more number of chronic illnesses suffered by the respondent. Respondents suffering from one chronic disease were 2.6 times greater risk for emotional mental disorder, suffering from two chronic dis- ease have risk 4.6 times, which had three or more chronic disease risk have risk 11 times. It is suggested that the Ministry of Health to develop a standard of care of chronic diseases associated with reducing impact on the mental emotional disorders and establishment of teams for technical guidance chronic disease care.
Universitas Muhammadiyah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arfah Husna
Abstrak :
Cakupan pelayanan kebidanan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2006 yang belum mencapai target mengindikasikan kinerja bidan di desa dalam pelayanan kebidanan program JPKMM masih rendah. Penelitian ini bertujuan mengetahui ki- nerja bidan desa dan faktor-faktor yang berhubungan. Kinerja bidan desa diukur dengan melihat cakupan pelayanan kebidanan program JPKMM meliputi ca- kupan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali dan cakupan pertolongan persalinan. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan popula- si seluruh bidan desa yang bertugas di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2007. Sampel adalah bidan desa yang sudah bertugas minimal setahun yang ber- jumlah 104 orang. Disimpulkan bahwa sebagian besar kinerja bidan desa masih rendah (56%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa adalah: tidak adanya pesaing, adanya pembinaan, pengetahuan dan motivasi. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kinerja bidan desa adalah umur, status pernikahan, status kepegawaian (PNS/PTT), domisili, jumlah desa, sikap, imbalan, kemampuan dan pendidikan. Disarankan kepada Dinas Kesehatan untuk memberikan pembinaan yang lebih intensif kepada bidan desa dan memberikan penghargaan untuk meningkatkan motivasinya. Disarankan kepada bidan di desa untuk terus-menerus melakukan peningkatan pelayanan kepada pasien dan selalu menerapkan prinsip 3S (salam, senyum dan sopan) serta proaktif mendatangi pasien ke rumahnya untuk memberikan pelayanan kebidanan ataupun memelihara hubungan sosial yang baik.

This research aimed to find out the performance of village midwife and its determinant factors. The performance of midwifery service within the Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) program was measured by the coverage of antenatal care and coverage of trained birth attendance. The design of this study is cross sectional and data was analyzed using univariate, bivarite, and multivariate logistic regression. The population was all village midwives (137 persons) in Aceh Selatan District in the year 2007. The sample was village midwife who has at least one year work experience in a certain vil- lage and it consists of 104 persons. The result shows that the performance of village midwife is still low (56%). Multivariate logistic regression analysis con- firmed that the dominant factor related to good performance were no competitor, good supervision, knowledge and motivation. Factors which not associated with performance were age, marital status, employee status, domicile, number of village to be covered, attitude, reward, and education. We recommend that the District Health Office must supervise intensively and giving more reward to improve work motivation. The village midwife should improve their quality of services and implement the 3S principle (salam, senyum and sopan) and conducting home visit to provide maternal health services and to maintain good so- cial relationship with the community
2009
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Rosida
Abstrak :
In dense and slum areas, parents often have to share bedroom with their children, so the children have been exposed to sexual activity since early. This study aimed to determine residential density, parents? sexual activity and its effects to teenage sexual behavior in Yogyakarta. This study used cross-sectional design by interviewing 268 families that had teenagers as selected randomly in urban slum areas and rural areas on March ? May 2015. Data was analyzed using chi-square test and multivariate cox-regression. Results showed that parents living in dense residence had risk two times higher to commit sexual activity which had negative effect on their children. Parents? sexual activity did not have any influence to risky sexual behavior among teenagers. Factors significantly related to risky sexual behavior among teenagers are male sex, negative attitude and influence of peers. Health agency and primary health care should improve counseling programs for teenagers and train peer counselors. Activities which have been conducted at schools should be expanded to risky areas, such as urban slum area with high density of residence.

Pada daerah kumuh dan padat, orangtua sering terpaksa harus berbagi ruang tidur dengan anak-anaknya sehingga anak-anaknya sudah terpapar dengan aktivitas seksual sejak dini. Penelitian ini bertujuan mengetahui kepadatan hunian, aktivitas seksual orangtua, dan efeknya terhadap perilaku seksual remaja di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan mewawancarai 268 keluarga yang memiliki anak remaja yang dipilih secara acak di daerah kumuh perkotaan dan daerah pedesaan pada bulan Maret ? Mei 2015. Analisis data dilakukan menggunakan uji kai kuadrat dan regresi-cox multivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan menunjukkan bahwa orangtua yang tinggal di hunian padat memiliki risiko dua kali lebih besar untuk melakukan aktivitas seksual yang berdampak negatif bagi anaknya. Aktivitas seksual orangtua tidak berpengaruh terhadap perilaku seksual berisiko pada remaja. Faktor yang berhubungan bermakna dengan perilaku seksual berisiko pada remaja adalah jenis kelamin laki-laki, sikap negatif, dan pengaruh teman sebaya. Dinas kesehatan dan puskesmas agar terus meningkatkan program penyuluhan remaja dan melatih konselor teman sebaya. Kegiatan yang selama ini telah dilakukan di sekolah sebaiknya diperluas pada daerah berisiko seperti daerah kumuh perkotaan dengan kepadatan hunian yang tinggi.
Yogyakarta: Aisyah Yogyakarta School of Health Sciences, Yogyakarta, Indonesia, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status hidrasi, perubahan nilai total serum bilirubin, dan perbedaan durasi fototerapi bayi yang mendapat fototerapi dengan diberi ASI dan susu formula Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, observasional, dan prospektif terhadap 34 bayi cukup bulan yang sehat di sebuah rumah sakit di Jakarta. Responden dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu; kelompok bayi yang hanya diberi susu formula, kelompok bayi yang hanya diberi ASI, dan kelompok bayi yang diberi ASI dan susu formula. Hasil penelitian, menggunakan analisa data univariat dan bivariat dengan tes statistik Chi-square, ANOVA dan Mann-Whitney, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status hidrasi dan perbedaan perubahan nilai total serum bilirubin (p= 0,76; α= 0,05), tetapi ada perbedaan durasi fototerapi antara ke tiga kelompok (p= 0,001; α= 0,05). Kelompok yang diberi ASI mempunyai durasi fototerapi tersingkat. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat memastikan keefektifan breastfeeding selama fototerapi.
PSIK FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
610 JKI 15:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anni Fithriyatul Masudah
Depok: Universitas Indonesia, 2018
613 KESMAS 12:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Afiyanti
Abstrak :
Objective: The number of gynecological cancer survivors is increasing in Indonesia, and these women often require physical and emotional support from their male partners as primary caregivers. However, the male caregiver`s need for biological, psychological, and social support is often neglected. This study aims to assess the demographic and clinical determinants affecting the unmet supportive care needs of the gynecological cancer survivors` husbands in Indonesia. Methods: This cross‑sectional survey involved 152 husbands of survivors who were recruited by a consecutive sampling method in two national referral hospitals. A self‑administered Cancer Survivors` Partners Unmet Needs Questionnaire was used for data collection. Multiple linear regression was performed to analyze the data. Results: The majority of participants (97.4%) reported at least one unmet need. The primary unmet needs were legal services (71.1%), financial support (70.4%), cancer recurrence concerns (69.7%), and ongoing health support (66.4%). These needs were significantly associated with the wife`s radio‑chemotherapy and lower household income (P < 0.01) and also related to the husband`s education level, duration of caregiving, and wife`s cancer stage. Conclusions: Husbands of gynecological cancer survivors in Indonesia reported a need for legal, financial, and health‑care information and assistance. Multidisciplinary professionals should be involved in developing policy and interventions which facilitate the social‑economic protection of survivors and their husbands, as well as comprehensive care needs to enhance the women`s survival rate.
Wolter Kluwer, 2021
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sudijanto Kamso
Abstrak :
Data tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif di Indonesia yang diperlukan untuk upaya pencegahan penyakit kardiovaskular sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif. Penelitian dilakukan di Jakarta dan sekitarnya dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah responden yaitu 220 orang eksekutif laki-laki dan 68 orang eksekutif wanita. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran antropometri, analisis biokimia darah, analisis asupan makanan, pengukuran angka stres, dan pengukuran indeks aktivitas. Analisis regresi logistik ganda dilakukan untuk mengetahui hubungan beberapa independen variabel dengan dependen variabel. Analisis ini menghasilkan indeks massa tubuh (overweight, odds ratio (OR) = 5,54; obesitas, OR = 7,44) dan rasio total kolesterol/high density lipoprotein (HDL)-kolesterol (OR = 8,83) sebagai determinan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan profil lipid dan pengukuran antropometri sederhana yang teratur pada kelompok eksekutif penting dilakukan untuk mendeteksi risiko sindrom metabolik.
Available datas on metabolic syndrome among Indonesian executives are limited, despite the fact of the importance of these data for cardiovaskular prevention. The objective of this study was to assess prevalence of metabolic syndrome and its associations between anthropometric measures, lipid profiles, blood pressure, nutrient intakes, and life style in executive group. A cross sectional study was undertaken in some factories in Jakarta, using multistage random sampling. The respondents were 287 executives, 219 male and 68 female. Data were collected through anthropometric measurements, biochemical blood analysis, nutrient intake, stress score, and activity index assessment. Multiple logistic regression analysis used to assess associations between independent variables and metabolic syndrome. This study showed that body mass index (overweight, odds ratio (OR) = 5,54; obesity, OR = 7,44) and ratio serum total cholesterol to high density lipoprotein (HDL)-cholesterol (OR = 8,83) were potential determinants of metabolic syndrome. This study shows the importance of routine check of lipid profile, blood pressure, and simple anthropometric assessment to detect the risk of metabolic syndrome in the elderly.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>