Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eriza
"ABSTRAK
Pelajar sekolah menengah dengan rentang usia 6-19 tahun diperkirakan telah mengalami gangguan pendengaran akibat penggunaan PLDs. Penggunaan PLDs sendiri apabila didengarkan pada volume yang tinggi dan digunakan dalam waktu yang lama akan menyebabkan gangguan pendengaran dan komunikasi verbal. Untuk menilai sensibiltas saraf pendengaran dapat dilakukan dengan pemeriksaan distorssion product otoacouatic emission (DPOAE) dan audiogram. Komunikasi verbal dinilai dengan pemeriksaan audiometri tutur. Gangguan sensibilitas saraf pendengaran dilihat dari hasil signal to noise ratio (DPOAE) dan audiometri nada murni ≥25 dB. Gangguan fungsi komunikasi verbal apabila speech recognition treshold (SRT) ≥30 dB. Penelitian potong lintang ini dilakukan di SMU Negeri di Jakarta pada bulan Oktober 2013, melibatkan 96 percontoh pengguna PLDs. Kemudian dilakukan pemeriksaan DPOAE, audiometri nada murni dan audiometri tutur. Sebanyak 27,2% mengalami gangguan sensibilitas saraf pendengaran. Didapatkan 6,3 % mengalami gangguan komunikasi verbal. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, jenis earphone, besarnya intensitas dan lama pemakaian terhadap terjadinya gangguan sensibilitas saraf pendengaran. Namun dengan melihat nilai Odds Ratio pada pemakaian earphone jenis earbud memiliki resiko 3,69 kali mengalami gangguan pendengaran dan apabila mendengarkan pada 8-14 jam setiap minggu nya memiliki resiko 3,08 kali mengalami gangguan sensibilitas saraf pendengaran. Kelemahan penelitian ini pada desain penelitian , validasi output dan kurang dieskplornya faktor-faktor lain yang turut berperan dalam memengaruhi terjadinya gangguan pendengaran. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencari faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya gangguan sensibilitas saraf pendengaran dan hubungannya terhadap terjadinya gangguan pendengaran.

ABSTRACT
High school students with the age range of 6-19 years old are assumed to suffer from hearing impairment from using PLDs. The usage of PLDs with high volume in long term will cause hearing and verbal communication impairments. Distorssion product otoacoustic emission (DPOAE) examination and pure tone audiometry can be used to evaluate the hearing organ function. Verbal communication function can be evaluated with speech audiometry examination. Hearing impairment is seen from the result of DPOAE signal to noise ratio and hearing threshold ≥25 dB. Communication impairment is seen from speech recognition test (SRT) ≥30 dB. This cross sectional study was conducted in the 70 General High School in October 2013, involving 96 samples using PLDs All samples had DPOAE, pure tone and speech audiometry examinations. (27,2%) had hearing impairments, in which (6,3%) had verbal communication impairments. There were no significant correlation between sex, earphone types, intensity and usage duration with the decrease of sensibility hearing impairment. Although by assessing Odds Ratio value, the usage of earbud type earphone increases the risk of hearing impairment by 3,69 times and duration of 8-14 hours every week has 3,08 higher risk of hearing impairment. The weaknesses of this study are the study design, validation output of PLDs and other factors contributing in causing hearing impairment were not explored. Further study is required to seek the factors contributing in causing hearing impairment from noise and its correlation with the occurrence of hearing impairment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risdawati
"Tuli mendadak merupakan kedaruratan dibidang audiologi yang perlu penatalaksanaan segera. Konsensus terapi tuli mendadak tahun 2010 di Madrid-Spanyol dan systematic review yang dilakukan Cochrane tahun 2009 menetapkan steroid sebagai terapi utama. Pasien yang mengalami kesembuhan memperlihatkan peningkatan nilai emisi otoakustik selama terapi. Perbaikan emisi terjadi lebih awal dibandingkan perbaikan ambang dengar.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi hasil terapi metil prednisolon dosis terbaru pada tuli mendadak dengan pemeriksaan DPOAE dan audiometri nada murni dengan desain pre-eksperimental bersifat analitik pre-post terapi. Pemeriksaan audiometri nada murni dan DPOAE dilakukan sebelum dan sesudah terapi hari ke-15 pada 22 subjek penelitian.
Pada penelitian ini didapatkan perubahan bermakna nilai audiometri di semua frekuensi yang diteliti, perubahan bermakna nilai DPOAE di frekuensi 1500 Hz, 2000 Hz, 8000 Hz dan hubungan bermakna perubahan SNR pada DPOAE dengan tingkat perubahan ambang dengar pada frekuensi 8000 Hz dan 10000 Hz. Penelitian ini mendapatkan perubahan yang bermakna nilai audiometri nada murni sebelum dan sesudah terapi pada semua frekuensi yang diteliti dengan menggunakan dosis terbaru metil prednisolon. Oleh karena itu dosis ini dapat diaplikasikan untuk terapi tuli mendadak.

Sudden deafness is an emergency case in audiology that need immediate treatment. Consensus 2010 in Madrid-Spain and Cochrane systematic review in 2009, stated steroid as drugs of choice in sudden deafness therapy. Patient that has been recovered from sudden deafness has increasing otoacoustic emission during treatment. The emission improvement begins earlier than the improvement of the hearing level.
The aim of research is to evaluate new dose of methylprednisolon therapy in sudden deafness by using DPOAE and pure tone audiometry with pre-experimental analytical design pre-post treatment. Pure tone audiometry and DPOAE evaluation before therapy and day 15th after therapy on 22 subjects.
This reseach found that there are changes in pure tone audiometry for all hearing frequencies, there is also changes in DPOAE for 1500 Hz, 2000 Hz, 8000 Hz frequencies and a significant difference between changes in DPOAE with changes in hearing threshold level for 8000 Hz and 10000 Hz. This research found changes in pure tone audiometry for all hearing frequencies by using new dose of methylprednisolone. There fore, this new dose could be applied for sudden deafness therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junicko Sacrifian Anoraga
"ABSTRAK
Latar Belakang: Audiometri impedans belum digunakan secara rutin dalam uji tekanan khususnya di Indonesia. Calon penyelam sering langsung menerima pajanan tekanan dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) tanpa diketahui keadaan telinga tengah dan fungsi tuba Eustachius. Pemeriksaan audiometri impedans sangat penting untuk mengetahui fungsi ventilasi tuba Eustachius (TE). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan nilai tekanan telinga tengah yang berhubungan dengan fungsi ventilasi TE pada calon panyelam. Metode: Penelitian ini melibatkan 29 subjek calon penyelam berusia 20-40 tahun tanpa gangguan pendengaran konduktif. Semua subjek menjalani pemeriksaan audiometri impedans yang dimodifikasi untuk kepentingan penyelaman baik sebelum maupun sesudah uji tekanan dalam RUBT beruang ganda. Hasil: Didapatkan perubahan nilai tekanan di telinga tengah yang bermakna sebelum dan sesudah uji tekanan dengan perasat Toynbee pada telinga kanan dan kiri, masing-masing p < 0,001 dan p = 0,018. Kesimpulan: Pemeriksaan audiometri impedans sangat diperlukan dalam seleksi calon penyelam khususnya dalam uji tekanan dalam RUBT.

ABSTRACT
Background: Impedance audiometry is not yet used in the pressure test routinely, especially in Indonesia. Prospective divers often receive exposure of pressure in hyperbaric chamber directly without assesment of the middle ear and Eustachian tube (ET) ventilation function. Impedance audiometry examination is very important to asses the ET ventilation function. Objective: This study determined the middle ear pressure value changes associated with ET ventilation function of prospective divers. Method: This study involved 29 prospective diver subjects aged 20-40 years without a conductive hearing loss. All subjects underwent a modified diving impedance audiometry examination both before and after the pressure test in hyperbaric double lok chamber. Result: Obtained value changes of pressure in the middle ear meaningful before and after the pressure test with Toynbee maneuver on the right and left ear, respectively p <0.001 and p = 0.018 Conclution: Impedance audiometry examination is needed in the selection of candidates divers who underwent pressure test within hyperbaric chamber."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiah Sari
"Tuba Eustachius berfungsi mengatur dan memodulasi status pneumatik dari telinga tengah dan mastoid untuk menjaga lingkungan yang sesuai untuk transmisi suara optimal oleh membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Fungsi TE merupakan faktor penting dalam patogenensis otitis media dan pembersihan ruang telinga tengah serta penting dalam keberhasilan operasi telinga tengah. Otitis media supuratif kronik OMSK adalah inflamasi kronik telinga tengah dan kavum mastoid dengan gambaran klinis adanya keluar cairan telinga berulang atau otorea melalui perforasi membran timpani yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Penelitian ini ingin mengetahui sebaran dan kesesuaian hasil pemeriksaan fungsi ventilasi TE menggunakan sonotubometri dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee pada subjek OMSK tipe aman. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang pada 51 subyek yang diambil secara consecutive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan proporsi hasil pemeriksaan ventilasi TE dengan sonotubometri normal sebanyak 35,5 dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee normal sebesar 5,9 . Uji kesesuaian dengan Kappa antara kedua alat didapatkan kesesuaian yang lemah namun secara statistik bermakna. Perhitungan kesesuaian dengan proporsi confounding didapatkan hasil yang sesuai antara kedua alat sebesar 70,6 .

Eustachian Tube ET function is to regulate and modulate pneumatic status of middle ear and mastoid cavity for maintenance of appropiate environment for optimal noise transmision by the tympanic membrane and ossicular chain. ET function is the important factor in otitis media pathogenesis and clereance of middle ear cavity also for middle ear surgery prognosis. Chronic suppurative otitis media CSOM is chronic inflamation of middle ear and mastoid cavity with reccurent ear discharge or otorrhoea through tympanic membrane perforation which occurs more than 3 months.This study is intended to investigate the proportion and association of examination on ET ventilation function with sonotubometry and impedance audiometry using automatic Toynbee on CSOM benign type subject. This study is a cross sectional descriptive research in 51 subjecst which were taken by consecutive sampling. The results is that the normal proportion of ET ventilation function with sonotubometry is 35,5 and with impedance audiometri using automatic Toynbee is 5,9 . The correlation test with Kappa from the two devices is weak but is statistically significant. Another correlation test with confounding proportion indicates that the two devices match at 70,6 ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55688
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sevi Aristya Sudarwin
"Vestibulo Ocular Reflex VOR merupakan salah satu refleks keseimbangan vestibuler perifer yang berfungsi menjaga stabilitas visual saat bergerak sehingga VOR dapat menggambarkan keadaan vestibular perifer pada seseorang. Video Head Impulse Test VHIT merupakan pemeriksaan fungsi keseimbangan yang menilai fungsi VOR sehingga dapat menilai fungsi vestibuler perifer. Rentang nilai VOR yang dijadikan acuan pada pemeriksaan VHIT saat ini merupakan hasil penelitian di luar negeri, belum ada nilai VOR berdasarkan pengukuran di dalam negeri yang dapat dijadikan acuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemeriksaan VHIT dan nilai VOR gain pada orang dewasa tanpa gangguan keseimbangan. Penelitian ini adalah studi potong lintang dengan desain deskriptif pada 65 percontoh yang diambil secara konsekutif.
Hasil penelitian ini didapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna rerata VOR gain berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia 18 60 tahun. Rerata VOR gain lateral sebesar 1,11 dengan standar deviasi 13,5 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 1,08 1,14. Rerata VOR gain anterior sebesar 1,11 dengan standar deviasi 0,28 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 1,05 1,15. Rerata VOR gain posterior sebesar 1,01 dengan standar deviasi 0,26 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 0,97 1,06. Pemeriksaan VHIT dapat melengkapi pemeriksaan keseimbangan yang sudah ada sehingga tatalaksana gangguan keseimbangan menjadi lebih baik.

Vestibulo Ocular Reflex VOR is one of the peripheral vestibular balance reflexes that serves to maintain visual stability while moving with the result VOR can describe the state of a peripheral vestibular system in a person. The Video Head Impulse Test VHIT is an examination of the balance function that assesses the function of the VOR in order to assess peripheral vestibular function. The range of VOR scores referenced that used in the current VHIT examination is the result of research abroad, there is no VOR value based on the domestic measurements that can be used as reference for VHIT examination. This study aims to determine the VHIT overview and know the value of VOR gain in adults without disturbance of balance. This study is a cross sectional study with descriptive design on 65 samples taken consecutively.
The result of this study were there was no significant differences of average VOR gain between age and sex group. Average of lateral VOR gain was 1.11 with the standard deviation of 13.5 and the 95 confidence interval ranged from 1.08 to 1.14. The average of anterior VOR gain was 1.11 with the standard deviation of 0.28 and the 95 confidence interval ranged from 1.05 to 1.15. The average of posterior VOR gain is 1.01 with the standard deviation of 0.26 and the 95 confidence interval ranges from 0.97 to 1.06. VHIT examination complement the existing balance test so that the management of balance disorder is better.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggri Murtia
"Latar belakang: Pemeriksaan Subjective Visual Vertical (SVV) dan Vestibuler Evoked Myogenic Potential (VEMP) merupakan pemeriksaan keseimbangan yang dapat dilakukan dalan keadaan duduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesesuaian antara nilai SVV dengan cVEMP.
Metode penelitian: Penelitian ini pada bulan September-November 2020, menggunakan disain potong lintang dilakukan pada 37 orang orang dewasa, orang perempuan dan 13 laki-laki dan 24 perempuan tanpa gangguan keseimbangan yang diperiksa dengan alat SVV dan VEMP di Poliklinik THT Neurotologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk menilai kesesuaian hasil pemeriksaan SVV dan VEMP menggunakan uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian: Pada orang tanpa gangguan keseimbangan nilai rata-rata SVV ≤2,5ᵒ. Hasil pemeriksaan cVEMP pada orang dewasa tanpa gangguan keseimbangan nilai rata-rata p13 terkecil dan terbesar yaitu 16,58±0,95 dan 18,69±2,54 dan untuk nilai rata-rata n23 terkecil dan terbesar yaitu 25,50±1,50 dan 27,69±2,75. Nilai rata-rata amplitudo cVEMP terkecil dan terbesar yaitu 46,96±25,20 dan 69,76±34,2 mV serta didapatkan nilai rata-rata rasio asimetri untuk terkecil dan terbesar perempuan yaitu 0,09±0,11dan 0,18±0,14. Pada uji korelasi Spearman didapatkan r < 0,2 sehingga penilaian SVV dengan nilai asimetri cVEMP tidak memiliki kesesuaian.
Kesimpulan: Tidak terdapat kesesuaian nilai pemeriksaan Subjective Visual Vertical (SVV) dengan cervical Vestibuler Evoked Myogenic Potential (VEMP) pada orang tanpa gangguan keseimbangan

Background: Subjective Visual Vertical (SVV) and Vestibular Evoked Myogenic Potential (VEMP) examinations are balance examination that can be performed while sitting. This study aims to describe the comformity between SVV with cVEMP.
Methods: This study was conducted in September-November 2020, using a cross-sectional design carried out on 37 adults, 13 men and 24 women without balance disorders who were examined with the SVV and VEMP tools at the ENT Neurotology outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital for assess the conformity of the SVV and VEMP results using the Spearman correlation test.
Results: People without balance disorders the average value of SVV ≤2.5. The results of cVEMP examination in adults without balance disorders, the smallest and largest average p13 values are 16.58±0.95 and 18.69±2.54 and for the smallest and largest average values of n23 are 25.50± 1.50 and 27.69±2.75. The average values of the smallest and largest cVEMP amplitudes are 46.96±25.20 and 69.76±34.2 mV and the average asymmetry ratio values for the smallest and largest women are 0.09±0.11 and 0.18 ±0.14 In the Spearman correlation test, it was found that r <0.2, so that the SVV assessment with the asymmetry cVEMP was not corralated.
Conclusion: There is no comformity between the Subjective Visual Vertical (SVV) examination scores with Vestibular Evoked Myogenic Potential (VEMP) in people without balance disorders
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muslim, translator
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) paru masih terus menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang. Streptomisin adalah suatu antibiotik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral pada pasien TB paru kategori dua dan bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraselular. Kekurangan dari streptomisin adalah efek samping toksik pada saraf kranial kedelapan yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular dan/atau hilangnya pendengaran. Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran dan dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih poten, daftar obat-obatan ototoksik makin bertambah. Tuli akibat ototoksik yang menetap dapat terjadi berhari-hari, berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah selesai pengobatan. Penggunaan obat ini masih menjadi dilema, karena efek samping streptomisin dapat menyebabkan tuli sensorineural, sedangkan obat ini perlu diberikan pada penderita TB paru kategori dua dalam jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini, yang melibatkan 46 sampel, pasien TB paru setelah terapi Streptomisin sulfat yang mengalami penurunan pendengaran >15 dB pada frekuensi 8000 Hz sebanyak 12 sampel (26,1%) dan secara statistik bermakna.

ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis is still a health problem in the world, especially in developing countries. Streptomycin is an aminoglycoside class of antibiotics that must be given parenterally in patients with category two of pulmonary tuberculosis and working to prevent the growth of extracellular organisms. Disadvantages of streptomycin is toxic side effects on the eighth cranial nerve that can cause vestibular dysfunction and / or loss of hearing. Ototoxic has long been known as a side effect of treatment with increasing medical and drugs more potent, ototoxic drugs list growing. Deafness due to ototoxic persistent can occur days, weeks or months after completion of treatment. The use of these drugs is still a dilemma, because the side effects of streptomycin can cause sensorineural hearing loss, whereas these drugs should be given to category two of pulmonary tuberculosis patients within a certain period. In this study, involving 46 samples, pulmonary tuberculosis patients after therapy Streptomycin sulfate experiencing hearing loss > 15 dB at a frequency of 8000 Hz as many as 12 samples (26.1%) and statistically significant.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajar Ramadhan Irsyal
"Saat ini terdapat masalah yang sering ditemukan pada lanjut usia lansia yaitu keluhan disequilibrium atau gangguan keseimbangan. Lebih dari 65 individu berusai di atas 60 tahun pernah mengalami dysequlibrium atau gangguan keseimbangan dalam kehidupan sehari ndash; harinya. Hal ini selain dihubungan dengan gangguan keseimbangan, juga dapat menyebabkan gangguan fungsional dan psikososial. Salah satu penyebab gangguan keseimbangan pada lansia adalah penurunan kontrol postural akibat penurunan fungsi sel tubuh karena proses penuaan. Kontrol postural terbaik adalah pada usia 30 ndash; 60 tahun, setelah usia 60 tahun ayun tubuh akan mulai meningkat. Gambaran ayun tubuh ini akan dapat memperkiarakan kemungkinan terjadinya gangguan keseimbangan pada lansia sehingga dapat mengantipasi dan mengurangi insiden terjadinya jatuh. Posturografi adalah pemeriksaan keseimbangan yang dapat menilai secara obyektif dan kuantitatif kemampuan keseimbangan kontrol postural. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan vestibuler yang didesain untuk mengevaluasi interaksi antara sistem visual, vestibuler dan propioseptif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pemeriksaan posturografi stataik pada orang lanjut usia tanpa keluhan gangguan keseimbangan di poliklinik THT FKUI RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo.

Currently, the most frequent problem found in elderly is disequilibrium or disruption of the balance. More than 65 of person aged above 60 years old experienced disequilibrium or balance disruption in their daily lives. Beside being related to balance disorders, it also can lead to functional and psychosocial problems. One of the etiology of balance disorders in the elderly is declining of postural control due to decreased cell body function by aging process. The best time of postural control is at the age of 30 60 years and body swing function will begin to increase after the age of 60 years. This body swing condition will be able to predict the possibility of a balance disturbance in the elderly so that it can anticipate and reduce the incidence of fall. Posturography is a balance examination that can judge the ability in balancing postural control objectively and quantitatively. This is one type of vestibular examination designed to evaluate the interactions between the visual, vestibular and proprioceptive systems. This research aims to see the description of static posturographic examination in the elderly without any disturbance symptoms in outpatient clinic ENT Medical Faculty of Universitas Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library