Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munziah
Abstrak :
Prevalensi ISPA pada balita di Indonesia masih tinggi yaitu 36%, sedangkan data SKRT tahun 1995 menemukan proporsi-kematian balita (1-4 tahun) akibat ISPA adalah sebesar 18,2%. Penelitian dilakukan di 3 desa Kecamatan lnderalaya Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Sclatan tahun 2002, dengan alasan masih tingginya kasus 1SPA pada bayi dan balita dimana prevalensi ISPA 32,4% ( Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun 2001) Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsentrasi partikulat melayang (PM10) rumah dengan kejadian gangguan saluran pemapasan pada bayi dan balita. Subyek penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki bayi dan balita (0 bulan-59 bulan). Dengan desain penelitian survei menggunakan rancangan cross secsional dengan jumlah sampel sebanyak 100 keluarga yang memiliki bayi dan balita secara random sampling yang tersebar di 3 desa. Dari 15 variabel yang diajukan, ternyata hanya 7 variabel yang terbukti berhubungan secara bermakna dengan kejadian gangguan saluran pernapasan pada bayi dan balita. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian gangguan saluran pernapasan pada bayi dan balita adalah ventilasi rumah . Hasil analisis model akhir menunjukan bahwa faktor yang secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian gangguan saluran pernapasan pada bayi dan balita adalah jenis dinding, ventilasi, adanya perokok dan pemakaian obat nyamuk bakar. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir disarankan perlu adanya penyuluhan yang lebih menekankan pada aspek kesehatan lingkungan rumah terdiri dari ventilasi rumah dan kebiasaan merokok. Disarankan kepada penduduk desa terutama di Kecamatan lnderalaya agar membuka jendela pada pagi hari dan kebiasaan merokok jangan didekat bayi dan balita. ...... The Relationship of Fly Particulate Concentration (PM10) Houses with the Incident of Respiratory Tract Problem (Study on Infant and Baby at Inderalaya Sub-District, Ogan Komering Ilir District, South Sumatra, 2002) The prevalence of Acute Respiratory Infections (ARI) on under-five in Indonesia is still high that as 36%, while the Household Health Survey data in 1995 showed that the proportion of under-five death (1-4 year(s) caused by ARI was 18.2%. This study was conducted at three villages of Inderalaya Sub-District, Ogan Kemering Iiir District, South Sumatra, 2002. The reason, it is still high the cases of ARI on infant and baby, where the prevalence of ARI as 32.4% (Profile of Local Health Service, Ogan Komering Ilir District, 2001). In general, the objective of this study was to determine the relationship of fly particulate concentration (PM 10) houses and the indication of respiratory tract problem on infant and baby. The subject was mothers that having infant and baby (0 month - 59 months). Study design used cross-sectional, with the sample 100 families who's having infant and baby randomly sampling that spread out at three villages. Out of 15 variables that submitted, the fact only 7 variables that proved significantly relationship with incident of respiratory tract problem on infant and baby. The factor that the most dominant related to incident of respiratory tract problem on infant and baby was house ventilation. The result of analyses on final model showed that the factor that all together related to incident of respiratory tract problem on infant and baby were type of wall, ventilation, there was smoker and using baked mosquito drug. The head of Local Health Service of Ogan Komering Ilir District is suggested it needs an education that addresses on house environmental health aspect that consist of house ventilation and habit of smoking. It is recommended to people at the villages, especially Inderalaya Sub-District to open the windows in the mornings and the habit not smoking closed to infant and baby.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T4617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrizal
Abstrak :
Lingkungan dan perilaku mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap derajat kesehatan selain faktor pelayanan kesehatan dan keturunan. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Keluarga merupakan perwujudan Paradigma Sehat dalam budaya hidup keluarga yang berorientasi sehat dalam meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental spiritual maupun sosial. Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) keluarga yang dipilih dalam penelitian ini adalah jamban, air bersih dan sampah. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Keluarga di Kabupaten Bungo Tahun 2002 serta faktor yang paling dominan berhubungan. Penelitian ini merupakan rancangan potong lintang (Cross Sectional) untuk melihat hubungan pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan, pengetahuan sikap, status ekonomi, keterjangkauan terhadap sumber air bersih, sarana stimulan, keluarga binaan dan penyuluhan. Sebagai responden adalah ibu rumah tangga yang berjumlah 150 orang yang dipilih secara acak sederhana setelah dilakukan stratifikasi proporsional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jumlah anggota keluarga, pengetahuan dan penyuluhan berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada keluarga di Kabupaten Bungo Tahun 2002. Sementara faktor pendidikan, pekerjaan, sikap, status ekonomi, sarana stimulan keterjangkauan terhadap sumber air bersih dan keluarga binaan tidak berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada keluarga. Dari hasil analisis multivariat, ternyata pengetahuan yang paling erat hubungannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada keluarga, dimana ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) berpeluang bagi keluarganya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat sebesar 6,4 kali dibandingkan dengan pengetahuan rendah Guna meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada keluarga di Kabupaten Bungo, maka puskesmas perlu melakukan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama ibu rumah tangga melalui penyuluhan, seperti pemutaran film dan konseling. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten perlu pula menjalin hubungan kemitraan lintas program dan lintas sektoral dengan lembaga swadaya masyarakat dan pihak swasta untuk membantu penyebaran informasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat, serta perlu secara terus-menerus dilakukan serta dikembangkan daerah pernbinaan keluarga seperti yang telah dilakukan melalui Proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG).
Environment and Behaviour have the great effect to influence health grade, beside health services and genetic factors. The family's Clean and Healthy Behaviour (PHBS) is the implementation of Paradrgrna Sehat (Health Paradigm) in family's culture that has a health orientation in their live to increase, maintenance, and protect their physics, mental spiritual, and social's health. The indicator that use in this research of the family's Clean and Healthy Behaviour are toilet, clean water, and trash. This research has an objective to gather the information of the big pictures and factors that related to the family's Clean and Healthy Behaviour in Kabupaten Bungo in 2002, and to figure the dominant factor. This research is a Cross Sectional research, to find out the connection between education backgrounds, numbers of family's members, occupation, attitude, economy status, the clean water's sources range, stimulant facilities, elucidation and well-train family. The writer had done some proportional stratification and using a simple randomly selected to choose 150 housewives to be respondents. The result's shows that the numbers of family's members, knowledge, and health information is related to the family's Clean and Healthy Behaviour live (PHBS) in Kabupaten Bungo in 2002. Other factors, such as, education background, occupation, economy status, stimulant facilities, clean water's source range and elucidation family had no related to family's clean and health lives. From multi-variant analysis's results, we found out that the education and knowledge factors are the most influenced factors to family's clean and health lives, and high knowledge the housewives to clean and health behaviour lives 6,4 x from low knowledge. To increasing the family's clean and health lives (PHBS) in Kabupaten Bungo, the public health center (Puskesmas) should conducts the activities that add and increase the society's knowledge, especially the housewives, by giving information through watching health's live movies and counselling. The Health Department of Kabupaten Bungo should conduct the partnership between cross-program and cross-sector with non-government organizations, and private to spread the family's clean and health lives program in continuing scale and also should conduct the family's elucidations program just like The Family Health and Nutrient Project (KKG) did.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subakir
Abstrak :
Keberhasilan kegiatan kesehatan lingkungan ditentukan oleh banyak faktor, baik dari pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Sanitarian Puskesmas sebagai pelaksana terdepan dari kegiatan kesehatan lingkungan, kinerjanya tentu mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja sanitarian, tingkat kinerja sanitarian, hasil kegiatan kesehatan lingkungan, dan hubungan kinerja sanitarian dengan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. Penelitian dilaksanakan dengan metode survei dan responden adalah sanitarian penanggung jawab kegiatan kesehatan lingkungan di Puskesmas, yang telah bertugas di Puskesmas tempat tugasnya sekarang minimal 2 tahun, seluruhnya berjumlah 86 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisa data dilakukan dengan analisa univariat, analisa bivariat dengan uji chi square, dan analisa multivariat dengan uji regresi logistik model prediksi. Hasil penelitian diperoleh : tingkat pendidikan responden sebagian besar (74,4%) adalah SPPH, 57% responden belum banyak mengikuti pelatihan, 51,2% Puskesmas kurang tersedia peralatan kesehatan lingkungan, 72,1% responden kurang mendapat perhatian dari atasannya, 80,2% responden menerima insentif, 75,6% responden kurang mendapat bimbingan teknis, 50% Puskesmas tersedia pedoman/juklak kesehatan lingkungan, dan 88,4% responden mempunyai tugas rangkap. Kinerja sanitarian Puskesmas 68,6% termasuk kategori rendah dan hasil kegiatan kesehatan lingkungan 55,8% termasuk kategori rendah. Terdapat hubungan yang bermakna antara kinerja sanitarian Puskesmas dengan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. Variabel yang ada hubungan bermakna dengan kinerja sanitarian Puskesmas, yaitu : peralatan, perhatian, bimbingan teknis, dan pedoman/ petunjuk pelaksanaan. Variabel yang paling dominan berhubungan adalah pedoman/ petunjuk pelaksanaan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rendahnya hasil kegiatan kesehatan lingkungan ada hubungannya dengan rendahnya kinerja sanitarian, dan rendahnya kinerja sanitarian ada hubungannya dengan ketersediaan pedoman, ketersedian peralatan, bimbingan teknis dan perhatian dari atasan. Disarankan kepada pimpinan instansi kesehatan di semua jenjang, untuk mengambil langkah-langkah dalam upaya memperbaiki/meningkatkan kinerja sanitarian Puskesmas, yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. ...... The success of the environmental health activities are determined by several factors, either by the government, non-governmental institution, or the people themselves. The sanitarians of public health centers as the front implementer of the environmental health, the quality of their work should have a great role in determining the success of those activities. This research aims to find out factors which deal with the job quality of sanitarians, level of the job quality of sanitarians, result of environmental health activities, and the relationship between the job quality of sanitarians and the result of environmental health activities. The research is held with survey and respondent methods by sanitarians who are responsible to the environmental health activities in the public health centre, who have worked in the public health center where they are working now minimum 2 years, all of them are 86 people. The collection of the data using questionnaire and data analysis are done by univariat analysis, bivariat analysis with chi square test and multivariate analysis with logistic regression of predictive model test. From the result of the research is required: the level of almost respondents' education (74.4%) are SPPH, 57% of respondents have not followed the training yet, 51.2% of the public health centers are available fewer equipment of environmental health, 72.1% of respondents got less attention from their leaders, 80.2% of respondents earned incentive, 75.6% of respondents got less technical guidance, 50% of public health centers are available guidelines of environmental health, and 88.4% of respondents had double duties. The job quality of the public health centers sanitarians 68.6% included to the low category and the result of the environmental health activities 55.8% included to the low category. There is a significant relationship between the job quality of public health centers sanitarians and the result of the environmental health activities_ Variables which has a significant relationship between the job qualities of public health centers sanitarians, are: equipment, attention, technical guidance, and guidelines. The most dominant correlative variable is the guidelines. From the result of the environmental activities have a connection between the low of the job quality of sanitarians, and guidelines availability, equipment availability, technical guidance and the attention from the leader. In accordance with the result of this research, it is suggested to the leaders of the health institute for the whole levels, to take steps in improving the job quality of public health centers sanitarians which are desired to be able to improve the result of the environmental health activities in the future.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 7846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasep Setiakarnawijaya
Abstrak :
Kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat tergantung sekali kepada sumber daya dan kondisi lingkungan yang mereka miliki. Air merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk berbagai keperluan sehari-hari, namun karena kurangnya air bersih didukung oleh kebiasaan dan lingkungan yang tidak sehat, tidak jarang masyarakat menggunakan air apa saja yang ada disekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan. Akibatnya tidak jarang masyarakat mengalami gangguan kesehatan seperti Hepatitis E Virus (HEV). HEV merupakan penyakit yang sering mewabah di daerah yang sulit sumber air bersih sehingga masyarakat menggunakan satu sumber air secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhannya. HEV menular melalui jalur penularan fecal-oral maka penggunaan air sungai yang dipakai bersama-sama untuk berbagai penggunaan akan memicu terjadinya penularan. Diperparah oleh lingkungan dan kebiasaan yang buruk sehingga tidak jarang mengakibatkan epidemic bahkan endemis. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang mencoba mengetahui pengaruh penggunaan air sungai untuk keperluan sehari-hari terhadap kejadian HEV. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain Kasus-Kontrol yang dilakukan di daerah endemis HEV di Bondowoso pada tahun 2000-2001 yang melibatkan 398 responden. Kelompok kasus merupakan masyarakat yang pernah mengalami HEV pada satu tahun terakhir sementara kontrol adalah masyarakat setempat yang tidak pernah menderita HEV. Hasil penelitian menunjukan bahwa variable penggunaan sungai merupakan variable yang berpengaruh terhadap kejadian HEV (p value~,036 dan cOR=1,59). Selain penggunaan air sungai variable yang menunjukan kebermaknaan adalah variable kebersihan lingkungan (p-value=0,000 dan cOR 2,94) yang sekaligus merupakan variable perancu bagi variable penggunaan sungai. Hasil analisa multivariate menunjukan model matematis sebagai berikut : Kejadian HEV = -0.755 + 0.216 Penggunaan Air Sungai + 1.025 Kebersihan Lingkungan Rumah Peran faktor risiko lain diluar yang telah diteliti masih perlu untuk diteliti. Sedangkan untuk penanggulangan dan pencegahan usaha pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat mengenai PUBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) merupakan cara yang dapat dilakukan selain intervensi secara teknis. Daftar Bacaan : 28 (1985-1999)
Effect of River Water Usage toward Hepatitis E Virus Infection (Study at S Endemic Villages in Bondowodo District, East Java 2000-2001) To gain their need people has strong dependency to natural resources surround them. Fresh water is primary need that has to be fulfilling for their survival. But one or more reason caused lack of fresh water resource and induced by unhealthy attitude and environment, people used available water in their surrounding although worse in quality. The results of this condition are people frequently get health disorder such as Hepatitis E Virus. HEV is one of the most frequent endemic diseases in a lack of fresh water area. HEV spread trough fecal-oral transmission, so, daily usage of river water for whole community cause the spreading of disease. Induced by unhealthy attitude and environment the spreading becomes epidemic, event in most cases become endemic. To solve the-problem, a research which Their objectives are to find the effect of river usage toward HEV and others factor that may have association must be conduct. This research is a case-control design that implemented at endemic area in Bondowoso 2000-2001 which involve 398 people as samples. Case groups selected from community who get HEV during last year and the control groups are their neighbors who never shown have HEV symptoms. The results state that river usage has a significant effect toward HEV (p-value=0.036 and crude OR--l.59). Beside, unhealthy environment shown the same result in causing REV infection (p-value=0.000 and crude OR=2.94) respectively. Further more, the multivariate analysis detect that unhealthy environment is a confounding factor to river water usage in causing HEV_ Mathematical model of interaction between HEV Infection, River Water Usage and Unhealthy Environment are shown below, respectively: HEV Infection = -0.755 + 0.216 River Water Usage+ 1.025 Unhealthy Environment Other factor that their effect seem never been investigate toward HEV infection probably a subject for further research activities. Yet, the planning to control and prevent future infection by community empowerment trough health education and health promotion are applicable solution beside technical interventions. Reading: 28 (1985-1999)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 8367
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutangi
Abstrak :
Prevalensi TB Paru banyak ditemukan pada lingkungan rumah dengan kondisi fisik rumah yang kurang layak huni, karena kurangnya ventilasi maka konsentrasi kuman TB (mycobacterium tuberculoses) cenderung bertahan dan tidak mati karena kurangnya sinar ultra violet dan sinar matahari yang masuk ke ruangan tersebut, sehingga penularan mudah terjadi (Atmosukarto, K dkk, 2000). Di Kabupaten Indramayu berdasarkan laporan bulanan (LB. 1) seluruh Puskesmas tahun 2001 dan sesuai daftar tersangka penderita TB.06 didapatkan jumlah penderita TB Pam BTA positif sebanyak 297 orang. Keadaan kondisi lingkungan rumah di Kabupaten Indramayu tersebut yang memenuhi syarat sebanyak 128.006 (35,2%) dari 365.732 rumah yang diperiksa, Jumlah penderita TB Paru BTA (+) terbanyak terdapat pada daerah-daerah wilayah kerja Puskesmas dengan kondisi lingkungan rumah yang memenuhi syarat di bawah rata-rata. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sumber penular dan faktor lain yang berhubungan dengan terjadinya penularan TB Paru di Kabupaten Indramayu. Rancangan yang digunakan adalah cross sectioal pada dua kelompok. Responden pada penelitian ini berjumlah 240 orang yang terdiri dari 120 orang yang menderita TB Paru BTA positif dan 120 orang yang tidak menderita TB Paru dengan hasil pemeriksaan BTA negatif selama periode Juli sampai September 2002. Data diolah dengan analisis statistik univariat, bivariat dan untuk multivariat pemodelan kuantitatif digunakan regresi logistik. Penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian penularan TB Paru pada pada derajat kepercayaan 95% analisis statistik meliputi: adanya sumber penular (OR 6,9; p=O OO), umur >45 tahun (OR 1,9; p O,09), rumah padat (OR=2,l; kamar padat (OR=2,5; p O,OO),cahaya rumah yang kurang (OR=2,1; p=0,00), cahaya kamar yang kurang (OR=12,6; ventilasi kamar yang kurang (OR =7,6; p4:1,00 dan kelembaban kamar yang tidak sesuai standar (OR=1 1; p=,00). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhungan dengan kejadian penularan TB Paru di Kabupaten lndramayu adalah adanya sumber penular, cahaya kamar yang kurang dan ventilasi kamar yang kurang. Analisis dampak potensial (fraksi etiologi) menunjukkan bahwa mengatur pencahayaan kamar yang cukup akan memberikan dampak penurunan kejadian penularan sebesar 70%, ventilasi kamar yang sesuai standar sebesar 5%, dan menghindari kontak penderita sebesar 5%. Promosi kesehatan dan kegiatan terkait dengan lintas sektoral perlu dilaksanakan dalam hal pembinaan masyarakat dibidang teknis non medis seperti pemahaman terhadap faktor-faktor risiko penyakit dan pembinaan rumah sehat Disamping meningkatkan efektifitas strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) termasuk mendayagunakan PMO (pengawas minum obat) dari tenaga kesehatan terdekat dengan penderita untuk menjamin pengobatan tuntas sehingga penderita tidak lagi menjadi sumber penular yang membayakan lingkungannya. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian dengan desain yang berbeda sehingga dapat dikaji secara lebih akurat dari pengaruh faktor -faktor risiko yang diteliti.
Relation between Source of Infection and Other Factors with Positive Acid-Fast Bacilli (+AFB) Pulmonary TB Incidence in District of Indramayu Year of 2002Pulmonary TB prevalence often can be found in neighborhood with improper physical condition for living, such as bad ventilation that caused mycobacterium tuberculoses tend to survive because lack of ultraviolet ray from the sun, then the infection is easier (Almosukarto, el al., 2000). In District of Indramayu based on the weekly report (LB.1) all of the health center in year of 200I and list of TB.06 patients, there are 297 patients with positive acid-fast bacilli (+AFB) pulmonary TB. Only 128000 (35.2%) from 365732 houses that competent for live. Most of TB patients wit AFB+ live in neighborhood that ineligible for live or below average. This study objective is to gain information about source of infection and other factors that related to TB infection in District of Indramayu. Using two group cross sectional design. Respondents in this study are 240 people, 120 people with +AFB of Pulmonary TB and 120 people -AFB during July to September. Data has been processed by statistical analysis unvariate, bivariate and for quantitative modeling of multivariate using logistic regression. This study showed that variables that related to Pulmonary TB incidence at 95% Cl area: source of infection (OR=6.9, p=0.00), age ? 45 (0R=1.9; p'0.09), crowded housing (DR=2.1; p 0.00), crowded room (OR=2.5; p O.00), lack of light (OR=12.6; p r.1.00), lack of ventilation (OR 7.6; p 9,00) and humidity below standard (OR=1.1;.p=0.00). Multivariate analysis showed that dominant factors which related to Pulmonary TB infection in District of Indramayu are source of infection, humidity, lack of light and crowded room. Potential impact analysis (etiology fraction) showed that room with enough light decrease incidence of TB infection 70%, setting room with enough ventilation to appropriate level is 5%, and avoid the Pulmonary TB patient is 5%. Health promotion and linked activity inter sector should be arranged in order to educate people in non-medical technique such as understanding the risk factors and build a healthy house besides increasing the effectiveness of Directly Observed Treatment Short course (DOTS) including usage of health workers for supervision in medication usage, so this medication could work effectively and patients can be healed and not become source of infection. In addition, study with different design should be arranged so the effects of risk factor can be found accurately.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 11317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahmud R.
Abstrak :
Diketahui bahwa proses kehidupan mahluk hidup disuatu tempat selain dipengaruhi oleh lingkungan fisis sekitarya juga dipengaruhi oleh kondisi iklim di tempat tersebut. Banyak penyakit yang berkaitan dengan iklim atau musim tertentu, terutama dengan suhu dan kelembaban. Sejumlah parasit yang dapat menginfeksi manusia terbatas pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab. Dalam studi populasi disebutkan bahwa kondisi lingkungan yang buruk terbukti merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan variasi iklim yang terdiri dari curah hujan, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan hari hujan serta factor lingkungan yang terdiri dari rumah sehat, status gizi balita dan kepadatan penduduk dengan penyakit ISPA Non Pneumonia pada Balita di kota Palembang dalam kurun waktu tahun 1999 sampai dengan tahun 2003. Desain penelitian yang digunakan ekologi jenis time trend. Hasil penelitian, bahwa insiden ISPA non pneumonia balita per 1000 balita, tertinggi tahun 1999 (76,7) dan terendah tahun 2001 (36,1). Rata-rata kejadian penyakit ISPA non pneumonia balita tertinggi tahun 1999 (13.196,67), terendah tahun 2001 (7.503). Hasil uji ANOVA menunjukan bahwa rata-rata kejadian penyakit tersebut dari tahun 1999-2003 adalah berbeda. Dengan analisis statistik infrensial menggunakan koefisien korelasi Pearson menunjukkan bahwa dari lima variabel iklim yang berpengaruh secara signifikan dengan penyakit ISPA Non Pneumonia Balita adalah curah hujan dengan Pv sebesar 0,030 dan nilai r = 0,49 (kekuatan hubungan" kuat" arah poritif), suhu udara dengan Pv = 0,003 dan nilai r = - 0,62 (kekuatan hubungan "kuat" arah negatif) serta hari hujan dengan Pv = 0,049 dan nilai r = 0,45 ( kekuatan hubungan "kuat" arah positif ). Dari lima variabel tersebut dilakukan regresi ganda, didapatkan bahwa yang paling berhubungan adalah suhu udara dengan formula regresi : Y ispa = 206236,45+-6637,20*suhu udara +e. Faktor lingkungan yang berpengaruh secara signifikan adalah variabel rumah sehat dengan Pv sebesar 0,019 dan nilai r = -0,370 (kekuatan hubungan "sedang" arah negatif).Dari dua variabel yang signifikan tersebut dilakukan regresi ganda, didapat formula regresinya adalah : Y ispa = 21099,99 - 99,74*rumah sehat -160,38* status gizi kurang. Upaya untuk menurunkan penyakit ISPA Non Pneumonia pada balita di kota Palembang disarankan pada jajaran Dinas Kesehatan Kota untuk melakukan pertemuan dalam cresis center guna afokasi kepada jajaran BMG, Dinas Tata Kota dan Dinas Kependudukan untuk saling memberikan informasi, menjalin kerjasama dan mendapat dukungan dari masing-masing instansi tgersebut. Dari informasi tentang cuaca setiap hari, program P2 ISPA dapat melakukan kewaspadaan dini terhadap penanggulangan penyakit ISPA non pneumonia pada balita dengan menyiapkan pendanaan dan logistik. Kepada Badan Meteriologi dan Geofisika dapat memberikan informasi cuaca kapanpun diperlukan oleh Dinas Kesehatam Kepada Dinas Tata Kota dapat memberikan informasi tentang situasi pembangunan perkotaan yang beroreantasi pada pembangunan yang berwawasan kesehatan dan kepada Dinas Kependudukan dapat memberikan informasi tentang taraf kehidupan masyarakat, Kepada peneliti lain disankan untuk melanjutkan penelitian ini guna mencari hubungan sebab akibat penelitian.
The Relation Of Climate Variations And The Environment Factors With Acute Respiratory Infections (ARI) Non Pneumonia On Under Kindergarten At Palembang City In Year 1999-2003As known that the process of every creatures life at one place, besides effected by their physical environment, also affected by its climate conditions_ Many diseases been related with climates or particular season, especially temperature and humidity. Some parasites can infect human confined at tropic and subtropics regions, which have high temperature and damp conditions. In population studies said that the bad environment conditions proved as risk factors, which have correlation with Acute Respiratory Infections (ART) cases. This research heads for find out the relation among clime variations, which consist of rain precipitation, temperature, wind speed and rainy day, and environment factors such as healthy home, under kindergarten's nutrient state and population density, with Acute Respiratory Infections Non Pneumonia on under kindergarten at Palembang City from year of 1999 to 2003. The research design uses ecology with time trend type. The research returns, that Acute Respiratory Infections (ARI) Non Pneumonia on under kindergarten incidents per 1000 of under kindergarten child had the top rank in year of 1999 (763) and the lowest rank in 2001 (36.11 The average of cases of ARI Non Pneumonia disease on under kindergarten child with the highest was in 1999 (13,196.67), and the lowest was in 2001 (7.503). The result test by ANOVA shown that the average of the disease cases from 1999 to 2003 were different. Inferential statistics analysis with Pearson correlation coefficient shows that from five -of clime's variables, which have significantly influence on the Respiratory Infections Non Pneumonia of under kindergarten, were rain precipitation with Pv 0.030 and r'J.49 (strength correlation "strong" positive direction), temperature with P;M::t.003 and r=-0.62 (strength correlation "strong" negative direction) and rainy day with Pv'J_049 and r:1.45 (strength correlation "strong" positive direction). Used that five variables took double regression, gains that, the tightest relation was temperature with regression function_ Ygk = 206236.45+ _6637.20 * temperature +e. The environment factor, which have significantly influence, was healthy house variable Pv3.019 and 1=-0.370 (strength correlation "intermediate" negative direction). From two of the significant variables took double regression, gain regression function: YBU 21099.99-99.74* healthy house - 160.38 * lack nutrient state. Effort for reducing ARI Non Pneumonia disease on under kindergarten at Palembang City recommend to City's Health Department for having confluence in crisis center for avocation to BMG, Dinas Tata Kota, and Dinas Kependudukan for sharing information, having collaborate, and getting support from each departments. From Information about daily weather, P2 ISPA program can takes early attentive acts regarded to tackling the ARI Non Pneumonia on under kindergarten by preparing funding and logistic. Toward Badan Meteorologi dan Geofisika, can gives the weather information whenever been needed by Health Department. For Dinas Tata Kota can informs about city development situation that has orientation on health perception of development, and toward Dinas Kependudukan can gives information concerning society life degree. For another researcher, suggested to continue this research for questing the causity of the research.
Depok: Universitas Indonesia,
T12923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyadi
Abstrak :
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang bersifat kronis dan memiliki dampak sosial yang cukup besar. Program penanggulangan penyakit TB Paru di Kota Banjarmasin dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse ) mulai dilaksanakan pada tahun 1996/1997. Penemuan penderita TB Paru BTA (+) sejak tahun 1997 - 2001 sebanyak 55, 264, 242, 311 dan 252 penderita. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada hubungan antara kontak serumah dan faktor lain terhadap kejadian TB Paru BTA (+). Penelitian ini menggunakan disain cross sectional dan dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2003 di Kota Banjarmasin. Populasi pada penelitian ini adalah individu berumur 15 yang tinggal di Kota Banjarmasin, dengan jumlah total sampel sebanyak 300 sampel. Pengolahan data dengan program komputer dan analisis data menggunakan menggunkan uji statistik univariat, bivariat dan penentuan model melalui uji multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian TB Paru yaitu : kontak serumah ( OR = 3,4 & pv = 0,01 ), status gizi ( OR = 3,7 & pv = 0,01 ), pencahayaan kamar tidur ( OR = 8,8 & p v = 0,00 ), ventilasi (OR = 12,0 & 0,00 ), kelembaban rumah ( OR = 17,5 & pv = 0,00 ) dan kelembaban tempat tidur (OR = 49,3 & pv = 0,00 ) . Dari hasil analisa multivariat ternyata didapat hanya tiga variabel yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+), yaitu : kontak dengan sumber penular serumah, status gizi dan ventilasi, sehingga di dapat model dari ke tiga variabel tersebut dengan interaksi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan antara variabel kontak serumah, status gizi serta ventilasi dengan kejadian TB Paru BTA (+). Pada penelitian ini disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota untuk lebih mengintegrasikan program pemberantasan TB melalui kerjasama lintas sektor. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota untuk diadakannya penelitian lebih lanjut dengan disain lain yang lebih menunjukkan hubungan kausalitas antara faktor tersebut. Daftar bacaan : 50 ( 1979 - 2002 )
Pulmonary tuberculosis is an infectious disease, which tends to become chronic and causing big social impact. Pulmonary tuberculosis control program using DOTS ( Directly Observed Treatment Short Course ) in Banjarmasin has commenced in 199611997. The number of pulmonary tuberculosis case from 1997 to 2001 was respectively 55, 264, 242, 311 and 252. The objective of this research was to confirm correlation between house-hold contact and other factors with positive acid - fast bacilli ( + AFB ) pulmonary tuberculosis incidence, The research was done in Banjarmasin using cross sectional design. Population is individual age of ≥ 15 years. Sample in this research are 300 sample, during January to March 2003. Data were processed with computer program and by statistical analysis univariate, bivariate and for quantitative modeling of multivariat using logistic regression. The result showed that variables that significant correlated to pulmonary tuberculosis (+ AFF) house-hold contacts ( OR = 3.4 & pv = 0.01 ), nutrition status ( OR = 3.7 & pv = 0.01 ), bedroom lighting ( OR = 8.8 & pv = 0.00 ), ventilation (OR = I2.0 & pv = 0.00 ), relative humidity of house ( OR = 17.5 & pv = 0.00 ) and relative humidity of bedroom (OR = 49.3 & pv = 0.00 ). The result of the multivariate analysis reveals that only three of them were the significantly correlated to pulmonary tuberculosis (+AFP) that are : house-hold contacts, nutrition status and ventilation. So that the model of those variables can be determined with interaction. In conclusions there are three variables that have correlation to pulmonary tuberculosis (+AFP), namely : house-hold contacts, nutrition status and ventilation. The study suggests the City Health Service should improve the control program of pulmonary tuberculosis by developing/ collaboration ship with other sector to reduce the medicine of tuberculosis. In addition, similar studies with other designs should be encouraged to determine the causality correlation between TB and its determinants.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barlian
Abstrak :
ABSTRAK Pelabuhan laut dan bandar udara merupakan pintu gerbang lalu lintas orang dan barang, baik antar pulau maupun antar negara. Dengan meningkatnya teknologi, arus pariwisata, perdagangan, haji dan transmigrasi, maka kemungkinan terjadinya penularan penyakit melalui alat angkut semakin besar, apalagi alat angkut jaman sekarang dapat mencapai jarak jauh dalam waktu yang singkat, sehingga kemungkinan seorang yang sudah ketularan penyakit menular, masih dalam masa inkubasi, masuk salah satu pelabuhan di Indonesia. Salah satu aspek penularan penyakit di pelabuhan adalah melalui serangga penular penyakit (vektor), baik yang terbawa oleh alat angkut maupun yang sudah ada di pelabuhan laut atau bandar udara. Sebagai salah satu contoh adalah meningkatnya kasus malaria di Eropa dari 6.400 orang pada tahun 1985 menjadi 7.300 orang pada tahun 1987. Penderita tersebut tidak pernah mengunjungi daerah endemis malaria, karenanya vektor malaria infektiflah yang dianggap ikut dengan alat angkut. Di pelabuhan laut atau di bandar udara salah satu vektor yang wajib dikontrol adalah nyamuk Aedes aegypti, karena naamuk Aedes aegypti selain sebagai vektor penyakit demam berdarah, juga sebagai vektor penyakit Yellow Fever (demam kuning) yang penyakitnya belum ada di Indonesia. Salah satu cara pengendalian vektor Aedes aegypti ini adalah dengan fogging. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok rumah yang difogging dengan kelompok rumah yang tidak difogging dan hubungan antara fogging dengan penurunan indeks vektor Aedes aegypti di daerah pelabuhan Pangkalpinang, dengan menggunakan desain Quasi Eksperimental. Pengambilan lokasi sebagai daerah perlakuan dan daerah pembanding diambil secara purposif dalam daerah buffer pelabuhan Pangkalpinang, sedangkan sampel rumah diambil secara acak sederhana dengan jumlah masing-masing 100 rumah. Hasil pengukuran indeks-indeks vektor setiap minggu selama 12 minggu di daerah perlakuan dan daerah pembanding, terlihat adanya tren penurunan dari indeks-indeks vektor pada daerah perlakuan.
Dengan menggunakan uji stitistik (kai kuadrat dan t.test) didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang berrnakna antara daerah perlakuan dengan daerah pembanding setelah perlakuan selama 12 minggu, dan ada hubungan antara fogging dengan penurunan House Index vector Aedes aegypti setelah minggu keempat. Penelitian ini menyimpulkan fogging efektif untuk menurunkan indeks vektor Aedes aegypti di daerah pelabuhan Pangkalpinang disarankan program fogging merupakan pilihan terakhir, karena dikhawatirkan adanya dampak negatif terhadap lingkungan.
ABSTRACT The Effectivity of Fogging With Malathion Through The Descent Of The Index Of Vector Aedes Aegypti At The Port PangkalpinangPort and airport is the gate of the traffic and good, not only inter-island but inter-country. By the increasing of technology, tourism rate, commerce, hajj and transmigration, thus the possibility of the contagion of disease by the means of transportation is bigger, even the means of transportation today can reach far distance in a short time, so that the possibility of someone who has had a contagious disease, still in the incubation period, get into the one of the port in Indonesia. One of the aspect of the contagion of disease is through the disease infector insect (vector), not only taken by the means of transportation but also that has been at the port or airport. As an example is the increasing of malaria case in Europe from 6.400 people in 1985 to 7.300 people in 1987. The victims had never come to malaria endemic zone, therefore the vector of the infective malaria that is considered taken by the means of transportation. At the port and airport, one vector that has to be controlled is mosquito Aedes aegypti, because of mosquito Aedes aegypti not only as a vector Dengue Haemoragic Fever, but also as a vector of the disease Yellow Fever that disease has note been in Indonesia yet. One of the way to control the vector Aedes aegypti is by fogging. This research has an objective to know the differences between fogging home group and not fogging home group and the relation between fogging by descent of the index of vector Aedes aegypti at the port Pangkalpinang, by using experimental Quasy Design. Taking the position as an experiment zone and control zone taken purposively in a buffer area of port Pangkalpinang, but home sample is taken simple randomly by the number of each 100 homes. The measurement result of the indexes on vector every week during 12 weeks at the experiment zone and control zone, seen that there is a dissent trend of the index of vector at the experiment zone. By using statistics test (chi quadrat and t.test) had result that there is a meaningful differences between experiment zone and control zone after the experiment during 12 weeks, and there is a relation between fogging and the descent House Index Vector of Aedes aegypti after week four. This research concludes that fogging is effective to lower the index of vector Aedes aegypti at the region of port Pangkalpinang. It is suggested fogging program is the last choice, because it is worried that there is a negative phenomena through the environment.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Markani
Abstrak :
Penyakit malaria merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik pada ibu hamil, bayi, balita, dan orang dewasa maupun tua. Penyakit ini apabila dilakukan penanganan secara serius dan komprehensip berbasis masyarakat sesuai dengan faktor spesifik daerah maka angka kesakitan dan kematian bisa ditekan serendah mungkin, jika tidak maka sebaliknya dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria. Kecamatan Dusun Hilir salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Barito Selatan, merupakan daerah endemis malaria. Pekerja yang menginap di hutan karena pekerjaannya dan lingkungan masyarakat berisiko untuk terkena malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian malaria, hubungan faktor lingkungan rumah, upaya pencegahan, karakteristik individu dan pekerja yang menginap di hutan karena pekerjaannya dengan kejadian malaria, serta faktor dominan, di Kecamatan Dusun Hilir Kabupaten Barito Selatan. Rancangan penelitian adalah studi potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juni 2004. Unit analisis yaitu individu yang berumur 19 - 55 tahun yang berada di Kecamatan Dusun Hilir. Jumlah sampel sebanyak 300 dan pengolahan data dengan uji kai kuadrat dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian didapatkan yaitu: variabel yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Dusun Hilir adalah: Lingkungan rumah; hutan/rawa (nilai p = 0,000, OR = 5,2), upaya pencegahan; penggunaan kawat nyamuk (nilai p = 0,005, OR = 0,4), penggunaan obat penolak nyamuk/repellent (nilai p = 0,009, OR= 2,3), Kelambu (nilai p = 0,016, OR = 1,9), pekerja yang menginap di hutan/pedagang menggelar dagangan di malam hari (nilai p = 0,000, OR = 3,1). Faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian malaria adalah: hutan/rawa pekerja menginap di hutan atau pedagang yang menggelar dagangan malam hari, penggunaan repellent dan penggunaan kelambu. Kesimpulan penelitian bahwa pekerja yang menginap di hutan atau pedagang yang menggelar dagangan malam hari, dengan lingkungan rumah di sekitar hutan/rawa, dan tidak menggunakan repellent/kelambu berpeluang lebih besar untuk terkena malaria. Disarankan bahwa kepada mereka yang berisiko untuk terkena malaria (penebang rotan, penebang kayu, penyadap karet, bertani dan berkebun yang pernah menginap di hutan dan pedagang yang menggelar-dagangan malam hari) agar menggunakan baju lengan panjang, celana panjang, sepatu, dan penutup kepala, dan jika bermalam di hutan agar menggunakan kelambu/obat penolak nyamuk. Rumah yang berada di lingkungan berisiko (hutan/rawa) gunakanlah kelambu waktu tidur malam hari/penggunaan kawat nyamuk/obat penolak nyamuk(repellent). ......Dynamics of Infection and Factors Concern with Occurrences of Malaria in Sub District Dusun Hilir Regency of South Barito Year 2004Malaria disease can attack pregnant women, babies, children, adults and also old ages. This disease if handled seriously and comprehensive base on society according to specific area factor will reduce morbidity and mortality number as low as possible, if not, it can generate Extraordinary Occurrence (KLB) of Malaria. Sub district Dusun Hilir, one of sub district in Regency of South Barito, represents an endemic area of malaria. Labors stayed in forest, because of their work and society environment have a risk of being infected by malaria. This research's aim is to have a description about malaria occurrences, the connection of house environmental factor, prevention effort, individual characteristic and labors stayed in forest with malaria occurrences, and also its dominant factor, in Sub district Dusun Hilir Regency of South Barito. The research uses a (cross sectional) method and it is conducted in May - June 2004. Analyzing unit is an individual between 19 - 55 years stayed in Sub district Dusun Hilir. The amount of sample is 300 and processed with kai square test and double logistic regression. The research shows that the variables relate to occurrence of malaria in Subdistrict Dusun Hilir is: House environment; forest/swamp (p value = 0,000, OR value = 5,2), prevention effort; the use of Klement for mosquito (p value = 0,005, OR value = 0,4), the use of repellent (p value = 0,009, OR value = 2,3), kelambu (p value = 0,016, OR value = 1,9), labors stayed in forest or merchant performing nighttime merchandise (p value = 0,000, OR value = 3,1). Dominant factors relate to malaria occurence is: Forest/swamp, labors stayed in forest or merchant performing nighttime merchandise, the use of repellent and net for mosquitoes. The research concludes that labor stayed in forest or merchant performing nighttime merchandise, who stays in swampy area and do not use repellent/net have higher risk of being incurred by malaria. It s better for those who have high risk to be incurred malaria (cane hewer, woodcutter, farmer and gardener stayed in forest or merchant performing nighttime merchandise) to use long arm clothes, long pants, shoe, and helmet. If they should spend the night in forest, it is recommend that they would use kelambu or mosquitoes' repellent. House in swampy environment should use kelambu or filement for mosquito or mosquito?s' repellent during night sleep.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruli Handajani
Abstrak :
Hasil survei kesehatan nasional menyatakan prevalensi ISPA masih tinggi, terutarna pada balita dan anak-anak termasuk di kota Palembang. Masalah ISPA sangat terkait dengan kualitas udara baik di luar ruangan maupun dalam ruangan. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana masyarakat melakukan aktivitas didalam ruangan setiap harinya. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah kejadian penyakit gangguan saluran pernafasan pada anak-anak cukup tinggi di kota Palembang, yang akan berakibat pada peningkatan jumlah ketidakhadiran siswa di sekolah dan akan mengganggu proses belajar mengajar. Tujuan dari studi ini melakukan anahsis konsentrasi PM2,5 dan gangguan saluran pernafasan pada anak sekolah dasar negeri di kota palembang tahun 2004. Disain studi yang digunakan adalah Prospective cohort Study. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah PM2,5, temperatur, kelembaban, pencahayaan , luas ventilasi dalam ruangan kelas sedang yang diamati adalah jenis lantai dan kepadatan siswa. Kecepatan angin diukur sebagai variabel pendahulu, sedangkan karakteristik individu sebagai faktor pengganggu. Sebanyak 144 anak yang berasal dari 6 SD Negeri di kota palembang yang diteliti, 38,9% menderita gangguan saluran pernafasan (pengamatan dilakukan selama 1 bulan). Konsentrasi PM2,5dalam ruangan kelas, suhu ruangan kelas dan jenis kelamin mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian gangguan saluran pernafasan pada anak sekolah dasar negeri. Kadar PM2,5dalam ruangan kelas tinggi (>65µg/Nm3/24jam) meningkatkan risiko anak terkena gangguan saluran pernafasan sebesar 2,6 kali daripada anak yang berada di ruangan kelas dengan kadar PM2,5 rendah (<65 µg/ Nm3/24jam). Anak yang berada di ruangan kelas dengan suhu tidak memenuhi syarat mempunyai risiko terkena gangguan saluran pernafasan 2,2 kali daripada anak yang berada diruangan dengan suhu memenuhi syarat. Anak laki-laki mempunyai risiko terkena gangguan saluran pernafasan 1,7 kali daripada anak perempuan. Kecepatan angin mempengaruhi konsentrasi PM2,5 dalam ruangan kelas dengan kekuatan hubungan kuat (r---0,589). Konsentrasi PM2,5 dalam ruangan kelas merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian gangguan saluran pernafasan pada anak sekolah dasar negeri. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara kadar PM2,5 dalam ruangan kelas dengan kejadian gangguan saluran pernafasan pada anak sekolah dasar negeri di kota Palembang.Oleh karena itu perlu penyebaran informasi yang lebih intensif kepada kepala sekolah dan guru dengan peneebaan pentingnya kebersihan lingkungan di sekolah serta Dinas Kesehatan Kota Palembang melakukan pemantauan dan pemeriksaan kualitas udara ruangan sekolah dasar secara periodik setiap tahunnya. Daftar bacaan : 60 (1986 - 2004)
Analysis of PM2,5 Concentration and Respiratory Tract Disorder Among the Students of State Elementary Schools (SD Negeri) in Palembang in 2004Survey on National Health shows that prevalence of Acute Tract Respiratory Infection is still high especially among infants and children including in Palembang. Acute tract respiratory infections is connected to both indoor and out door air quality. What will be taken into account is the occurrence of the Acute Tract Respiratory Infection that is relatively high among the children in Palembang that causes high incident of student absence, which will disturb education process. The purpose of this study is to analyze concentration of PM2.5 and respiratory tract disorder among the students of state elementary schools (SD Negeri) in Palembang in 2004. The applied design for this study is Prospective cohort Study. The measured parameters in this research are PM2,5, temperature, humidity, lighting, ventilation wide in the class. Observed parameters are the material of the floors and the number of the students in the classroom. Wind speed is measured as a initial variable while individual characteristics is considered as disturbing factor. There are 144 students from six SD Negeri in Palembang who are observed and 38,9% have suffered from respiratory tract disorder (observation were done in a month). The concentration of PM2.5 in the classroom, temperature, and gender have a significant relation with the occurrence of respiratory tract disorder among the students. The high concentration of PM2.5 in the class (>65 µg/Nm3/24hour) increases the risk of the disease among the students 2.6 times than those who are in the classroom with the lower PM2,5(<65 µg/Nm3/24hour). The students who are in the classroom tack of the ideal temperature will have a risk to suffer 2.2 times than those who are in the ideal ones. The boys have 1.7 times bigger risk of suffering the disease than the girls. The wind speed have a strong impact on the concentration of PM2,5 in the classroom (r--0,589). In conclusion, there is a significant relation between the concentration of PM2,5 in the classroom with the occurrence of respiratory tract disorder among the students of SD Negeri in Palembang. Therefore, it is highly crucial to spread the information about the health environment issue in the school to the headmasters or teachers intensively. Eventually, the Department of Health in Palembang (Divas Kesehatan) should monitor and examine the indoor air quality in elementary schools annually. References : 60 (1986 - 2004)
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>