Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arry Yuswandi
"Akses pelayanan kesehatan dianggap berkontribusi pada status kesehatan. Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi dengan unmet need yang tinggi, artinya banyak penduduk yang membutuhkan pelayanan kesehatan tetapi mereka tidak dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan data BPS (2003) terdapat 27,6% penduduk tanpa akses pelayanan kesehatan. Pada tahun 2003 ada sebanyak 16,90% penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan dan tidak diobati. Akses pelayanan kesehatan biasanya diukur dengan melihat tingkat penggunaan pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan, diantaranya adalah jenis kelamin, pendidikan, umur, pekerjaan, pendapatan, jaminan kesehatan, wilayah tempat tinggal, pengalaman kesehatan, keluhan kesehatan, tingkat keparahan penyakit, jarak fasilitas kesehatan, dan transportasi.
Penelitian ini mencoba untuk mengetahui dan memahami akses penduduk Sumatera Barat ke pelayanan kesehatan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 (SUSENAS 2004) yang terdiri dari kuesioner kor (VSEN2004K) dan dan kuesioner modul perumahan dan kesehatan (VSEN2004MPK). Populasi target dalam penelitian ini adalah penduduk Sumatera Barat. Sampel penelitian adalah individu yang menjadi sampel Susenas 2004 dalam hal ini adalah responden terpilih. Akses pelayanan kesehatan diukur dengan melihat penggunaan pelayanan kesehatan. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan akses pelayanan kesehatan. Uji statistik yang digunakan untuk analisis bivariat adalah uji kai kuadrat dan uji t. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui probabilitas dan rasio odds penggunaan pelayanan kesehatan. Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi logistik.
Hasil penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu penggunaan pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap. Penggunaan pelayanan rawat jalan sebesar 16,90% dan rawat inap sebesar 1,68%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan akses pelayanan rawat jalan adalah jenis kelamin, pendidikan, umur, pekerjaan, pendapatan, jaminan kesehatan, wilayah tempat tinggal, pengalaman sakit, keluhan kesehatan, tingkat keparahan penyakit. Adapun faktor-faktor yang berhubungan akses pelayanan rawat inap adalah jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan wilayah tempat tinggal. Di dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa perempuan lebih rendah dalam penggunaan pelayanan rawat jalan dibandingkan laki-laki. Penduduk yang tinggal di kota lebih rendah dalam penggunaan pelayanan rawat jalan dibandingkan penuduk yang tinggal di desa. Jaminan kesehatan meningkatkan penggunaan pelayanan rawat jalan demikian juga dengan keluhan kesehatan (batuk, pilek, sakit lainnya) dan tingkat keparahan pennyakit meningkatkan penggunaan pelayanan rawat jalan. Jarak ke fasilitas kesehatan menjadi faktor penghambat penggunaan pelayanan rawat jalan. Pada pelayanan rawat inap, penduduk yang bekerja mempunyai peluang lebih rendah dibandingkan penduduk yang tidak bekerja dalam menggunakan pelayanan rawat inap. Penyakit asma merupakan keluhan utama untuk menggunakan pelayanan rawat inap. Saran yang dapat diberikan adalah mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, penyebaran tenaga kesehatan yang merata, memberikan kesempatan pelayanan kesehatan swasta untuk dapat berkembang, dan penyediaan fasilitas kesehatan pada perusahaan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang mudah diakses seperti Puskesmas Pembantu, Polindes dan meningkatkan cakupan asuransi kesehatan kepada masyarakat yang belum tercakup dalam askes PNS, Jamsostek, dan askeskin.

The access to health services is considered contributing to health status. West Sumatra is one of provinces with high unmet need, which means that there are many people in the province needing health services but they are not able to have them. Based on data from BPS (Central Bureau of Statistics) (2003) there were 27.6% of the people without access to the services. In 2003, 16.90% of the people complained their health but they were not cured. The access to health services is generally measured by studying the level of health service utilization. A variety of factors affect the access to health services, among others, sex, education, age, occupation, income, health insurance, residence area, health experience, health complaints, severity of illness, distance to health facilities, and transportation.
This research attempts to find out and understand the access of West Sumatra's people to health services using secondary data from National Social and Economic Survey (SUSENAS) 2004 which consist of core questionnaire (VSEN2004K) and questionnaire of housing and health module (VSEN2004MPK). The population is West Sumatra's people. The samples are selected respondents, which were the samples of Susenas 2004. The access was measured by observing the utilization of health services. Bivariate analysis was conducted to find out factors related to health service access. Statistical tests used in the bivariate analysis are chi-square test and t test. Multivariate analysis was conducted to find out the probability and odds ratio of health service utilization. Statistical test used is logistic regression test.
The results of the research are divided into two groups, namely outpatient service and in-patient service. The utilization of outpatient service is 16.90% and of in-patient service is 1.68%. Factors related to the access of outpatient service are sex, education, age, occupation, income, health insurance, residence area, health experience, health complaints, and severity of illness. Factors related to in-patient service are sex, education, occupation, and residence. It was found that the utilization of outpatient service by women is lower compared to men. The utilization is lower for people who live in towns than those who live in villages. Health insurance increases the utilization of outpatient services and so do health complaints (cough, influenza, other illnesses) and severity of illness. The distance to health facilities is a constraint factor to the utilization of outpatient service. People who work have a lower probability to use the in-patient services compared to those who do not. Asthma is major complaint for the in-patient service utilization. What can be suggested are approaching health services to people, distributing health personnel equally, giving opportunity to private health service to develop, providing health facilities at company, improving the quality of health service which is easily accessed such as Puskesmas Pembantu (branch of conununity health center), Polindes (polyclinic in villages) and increasing the coverage of health insurance for people who have not been covered in the health insurance of PNS (civil servants), Jamsostek (social insurance for workforce), and Askeskin.
"
2006
T18986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalesaran, Jimmy Elraju
"Rumah Sakit dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara efektif dan efisien, perlu ditunjang dengan salah satunya adalah aiat penunjang diagnosis. Peralatan yang dibutuhkan adalah peralatan yang berteknologi tinggi yang disebut dengan peralatan medis canggih. RS Karya Bhakti (RSKB) mempunyai alat CT-Scan yang termasuk peralatan medis canggih yang pengadaannya di rumah sakit melalui sistem "Kerja Sama Operasional (KSO)". Akan tetapi utilisasi alai CT-Scan ini masih belum optimal jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh Depkes dan kapasitas yang dimiliki alat CT-Scan ini. Banyak faktor yang menyebabkan utilisasi alat CT-Scan ini masih belum optimal, dimana salah satunya adalah kegiatan Marketing Public Relations (MPR) yang masih sangat kurang, sehingga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan utilisasi alat CT-Scan ini,
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kegiatan marketing public relations (MPR) baik ditinjau dari Struktur organisasi, Sumber daya manusia (SDM), Ruang iingkup kegiatan, Anggaran dan Penganggaran Berta Sarana dan prasarana di divisi pemasaran, Media utarna MPR serta ada tidaknya hubungan karateristik pasien dengan utilisasi alat CT-Scan ini di RSKB. Penelitian dilakukan di divisi pemasaran RSKB dengan tujuh informan yang terdiri dare Direksi, Kepala Divisi, Kepala Instaiasi, Kepala Sub Divisi dan Staf Pelaksana. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara mendalam, telaah dokumcn. Analisis data dilakukan dengan metode analisis isi (Content analvsrs) yaitu membandingkan basil penelitian dengan teori dalam kepustakaan sedangkan untuk metode kuantitatif dilakukan uji statistik terhadap karateristik pasien kemudian dilakukan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi sebagian besar informan yang menyatakan sangat diperlukannya divisi pemasaran dalam struktur organisasi RS, dukungan kuantitas dan kualitas Sumber daya manusia (SDM) yang sesuai, belum maksimalnya kegiatan Marketing Public Relations, alokasi anggaran yang masih belum ada serta belum optimalnya sarana dan prasarana di divisi pemasaran. Penggunaan media utama marketing public relations dalam menyampaikan pesan/informasi masih sangat terbatas. Utilisasi Mat CT-Scan selama dua tahun menunjukan penurunan dan belum mencapai target yang diharapkan balk dari Depkes maupun kapasitas alat CT-Scan itu sendiri. Dan karateristik pasien yang melakukan pemeriksaan CT-Scan di RSKB, menunjukan usia lebih dari 40 tahun, jenis kelamin Iaki-laki, dengan tingkat pendidikan SMA, tidak bekerja, berdomisili di kabupaten Bogor, menikah, merupakan rujukan dari dalam RS, membayar sendiri dan cedera kepala merupakan indikasi terbesar. Uji statistik menunjukan hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, status marital, status kedatangan dan cara pembayaran (p value < 0,05) dengan utilisasi alai CT-Scan dan adanya interaksi antara jenis kelamin, jenis pekerjaan, tempat tinggal, status marital dan cara pembayaran, sedangkan golongan umur dan status kedatangan dipilih berdasarkan aspek substansial.
Dari basil penelitian ini disarankan untuk rumah sakit membentuk struktur organisasi khusus divisi pemasaran/MPR, meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan, meningkatkan dan memperluas kegiatan MPR, mengalokasikan anggaran serta melengkapi sarana dan prasarana divisi pemasaran. Memperluas pemanfaatan media utama MPR, dalam upaya meningkatkan utilisasi alat CT-Scan dengan mengunakan basil penelitian terhadap segmentasi yang teiah dilakukan sebagai dasar dalam membuat kebijakan rencana strategi pemasaran alai CT-Scan. Audit pemasaran dilakukan untuk menilai kinerja pemasaran di divisi pemasaran rumah sakit,

Hospital in providing the efficient and effective medical services activity whichwell-suited the needs of society have to be supported by diagnostic equipment. The equipment needed is the one with high quality which is a sophisticated technology. Karya Bhakti Hospital owens a CT-Scan which categorized as a sophisticated equipment that available in hospital through a Operational Team Work System_ But the utilization of this CT-Scan has not been optimized , one of the reason is due to the lack of MPR activities, thus it is necessary to do some efforts as to improve the utilization of the CT-Scan.
The purpose of the research is to get a picture of the MPR activities, and to look at it whether from the Organization Structure, Human Resources, Scope of activities, Budgeting & Marketing Division Infrastructure, MPR main media and the inavailability of patient characteristic with the utilisation of CT-Scan in Karya Bhakti Hospital. The research was done in Marketing division of KB Hospital that involving 7 (seven) informer includes Front Office Management, Head of Division, Head of Instalation, Head of Sub Division and operational staff The research method that used is qualitative with deliberation interview, document treatise. The rlat analysis should be done with Content Analysis by comparing the research result with the literature theory, while for the quantitative method is to do statistic test against patient characteristic then to do univariate, ivariat & multivariate analysis.
The research result that got from a perceptions of most sources, by expressing of what they needed about the marketing division into the hospital's organization chart, the supports both about the quality and quantities sides also in Human Resource is seem not maximal enough. About allocation budget and how to get an optimal budget in Marketing Division. Also about the limited of usage of media in marketing public relations in order to submitting the information. The appliance of CT Scan utilizes during of 2 (two) years period was showing down with un-accepted goals which is targeted by Health of Department also the capacities of CT Scan itself. Based on the patient characteristic was showed gender of over 40 years, male, education level of SMA, not working, Bogor residence, marriage, Internal Refferal, and cash to pay. And then found the relation existence of their age, gender, education stage; residence, marital status of patient (p value < 0,05) with an appliance of CT Scan utilized, also had an interaction between the age and refferal state based on existence aspect.
Based on this research result is suggested to the hospital to formed the Organization chart of Marketing division (MPR), in order to improving the quality of Human Resources, such as by giving them the education, training and improving or extending the activity in MPR, also for the budgeting allocation and equip marketing division facilities and basic facilities. Also to extending exploiting of especial media of MPR, in effort to improving appliance utilizes of CT Scan, by conducting segmentation, based on to determine a policy for targeting and positioning as based of blocking the marketing strategy of appliance the CT-SCAN. The marketing audit conducted to assess marketing performance in marketing division in the hospital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaili Isnaini
"Kecenderungan peningkatan penggunaan antibiotika di Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan penggunaaan obat yang tidak rasional dan akan menghambat penurunan angka morbiditas dan mortalitas penyakit. Pemberian antibiotika yang berlebihan akan meningkatkan resistensi terhadap bakteri, sehingga pembiayaan obat akan menjadi lebih tinggi di masa mendatang. Ada dua indikator utilisasi obat yang diteliti yaitu rata-rata biaya obat perlembar resep dan rata-rata R/ per-lembar resep. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran utilisasi obat antibiotika pada dua indikator diatas dan faktor faktor yang mempengaruhinya.
Hasil penelitian menemukan bahwa persentase resep obat pasien RJTP yang berisi antibiotika 37,74 %. Proporsi terbesar pemanfaatan obat antibiotika pada pasien RJTP di Puskesmas Tebet tahun 2005 ditemukan pada kelompok usia dewasa (12-65 tahun) yaitu sebesar 56,5 %, pasien yang bayar sendiri yaitu sebesar 89,8 %, penyakit infeksi lain selain ISPA yaitu sebesar 61,6% dan rata-ratal hari pemberian obat antibiotika adalah 4 hari dimana nilai ini tidak sesuai dengan pedoman pengobatan antibiotika yang belaku. Rata-rata harga obat per-lembar resep adalah Rp. 6.226,01,- sedangkan rata-rata jumlah R/ nya adalah 3 R/.
Hasil analisis bivariat dari ke dua indikator utilisasi obat terhadap variabel independen didapatkan adanya perbedaan yang signifikan menurut usia, status pembayaran pasien dan jenis penyakit.
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa usia, status pembayaran, jenis penyakit (ISPA) dan lama hari pemberian obat secara signifikan mempengaruhi rata-rata harga obat dan rata-rata jumlah R/ per-lembar resepnya.
Disarankan perlu dilakukan upaya peresepan pengobatan sesuai dengan standar pengobatan yang berlaku terutama lama hari pemberian obat. Analisa lebih lanjut mengenai rata-rata harga obat per-lembar resep yang lebih spesifik yaitu dengan hanya menganalisa rata-rata harga obat antibiotika.

The tendency of overused of antibiotics in primary health care indicate the irrational used and inhibit lowering morbidity and mortality of diseases and hence increase bacterial resistance and so that elevate drug expenditure at future. There were two drug utility indicators examined named average drug cost per encounter and average drug per encounter. The objective of this research was to know the description of antibiotics drug utilization on two indicators mentioned above and the factors influence it.
Results of this research were the percentages of encounter containing antibiotics was 37,74 %. The biggest proportion of antibiotics utilization based on adult patients (12 -65 year old) was 56,5 %. Based on payment status of self payer patients was 89,8 %. And based on type of diseses at other infection beyond UTI was 61,6 %. The average number of days antibiotics dispensed was 4 days, that the values incompatible with Antibiotics drug guidelines. The average of single encounter was Rp. 6.226,01 where the average R/ per encounter was 3 items.
Bivariate analysis of two drug utilization indicators, with independent variable showed significant differences among age, payment status and type of diseases.
The result of multivariate analysis indicated age (except elderly), payment status, diagnosis of UTI and number of days antibiotics dispensed significantly able to predict variable of drug price per encounter and the average R/ per-encounter.
It was Suggested the treatment prescription that compatible with standard treatment guidelines that usually used, the length of therapy. More specific continuing of the analysis about average drug price per-encounter with analyzing average antibiotic drugs price.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Eko Kristiyadi
"Sakit merupakan suatu kejadian yang tidal: dapat diduga kapan akan menimpa seseorang. Biaya yang harus dikeluarkan juga cukup bcsar khususnya untulc rawat inap. Untuk rnengurangi beban biaya yang dilimbulkannya, salah satu cara untuk mcntransfer resiko biaya dengan memiliki asuxansi kesehatan. PT. Askes merupakan salah satu asuradur yang wajib dimiliki oleh pcgawai negeri sipil tetapi dalam pelaksanaannya, peserta masih harus mengeluarkan beban biaya sencliri (our ofpocket) karena adanya perbcdaan antara biaya sesuai tarif rumah sakit dengan tarif paket Askes. Beberapa penelitian membuktikan kondisi tersebut, sepeni di RS PMI Bogor, RSUD Kota Cilegon dan RS Persahabatan Jakarta. Sedangkan di RSUD dr. Achmad Diponegoro - Putussibau, Kabupatcn Kapuas Hulu - Kalimantan Barat belum pernah diteliti.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui gambaran, faktor-faktor apa yang mempengaruhi dan faktor mana yang paling mempengaruhi serta model prcdiksi beban biaya sendiri (our of packcl) pasien rawat inap pegerla Askcs di RSUD dr. Achmad Diponegoro-Putussibau, Kabupatcn Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat, tahun 2005.
Rancangan penelitian ini cross sectional dengan sampel sebesar 257 pasien rawat inap di RSUD dr. Achmad Diponegoro - Putussibau, Kabupaten Kapuas I-lulu - Kalimantan Barat tahun 2005. Rata-rata beban biaya sendiri (out of pocket) pasien rawat inap pcserta Askes di RSUD dr. Achmad Diponegoro sebesar Rp. 2l5,472,76 atau 20,84 % dari rata-rata pengeluaran biaya perawatan sesuai tariff RSUD. Bcban minimum sebesar Rp. 25.000,- penyakit penyulit, obat-obatan, pesertal (peserta), peserta3(isteri), pegawail(golongan I), interaksi antara lama hari rawat dengan penyakit penyulit dan interaksi antara penyakit penyulit dengan obat-obatan dimana interaksi antara lama hari rawa dengan penyakit penyulit merupakan faktor yang paling mempengaruhinya (nilai B yang tcrtinggi yakni sebesar 0,624). Setelah dilakukan uji asumsi dan uji interaksi, maka diperoleh model prediksi beban biaya sendiri = 5,743 + 0,3l3*|ama hari rawat - 0,785*tidak ada penyakit penyulit + 0,8l9*obat~obatan (Non DPHO) + 67,39'7*peserta1 + 0,179*peserta3 + l,489*pegawail + 0,26O*Interaksi penyakit penyulit dengan Obat-obatan + 37,353*Imeraksi Iama hari mwat dengan Penyakit Penyulit.
Diharapkan pihak manajemen RSUD dapat menghitung tarif RSUD sesuai kondisi riil sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukkan ke Pemda Kabupaten Kapuas Hulu untuk menetapkan kebijakan tarif dan pcmberian subsidi ke RSUD khususnya untuk golongan 1, melakukan advokasi pada PT. Askes, menyarankan penggunaau obat-obatan DPI-10 dan diharapkan juga PT. Askes dapat mempenimbangkan untuk menyesuaikan pemberian manfaat kepada. pescrta khususnya untuk pcserta dengan status kepegawaian golongan 1 yaitu bcrupa penyesuaian tarif PT. Askes sesuai dengan situasi dan kondisi rumah sakit.

No ones could predict when they would get sick. There will be some significant amount of expenses to be paid during the time of being hospitalized. In order to reduce the amount of expenses a patient should pay, to minimalize risk of cost by having health insurance is a way of working it out. PT Askes is one of the health insurance providers which its membership is a mandatory for every public service officers in Indonesia. Yet, in the reality, a patient still have to cover some oi' his or her expenses hom his or her pocket, due to the differences between hospital fare and the expenses that is covered by Askes. Some researches bring forward eveidenoes regarding this issue, in example researched conducted in PMT hospital in Bogor, District Hospital of Cilcgon City, and Persahabatan hospital in Jakarta. While in Kapuas I-lulu District, dr. Achmad Diponegoro Hospital in Putussibau, West Kalimantan Province, such research has not been conducted yet.
This researched is to find out the influence factors, the most influence factor, and the prediction model of out of pocket of hospitalized patient with Askcs membership at dr. Achmad Diponegoro Hospital in Putussibau, Kapuas I-lulu District, West Kalimantan Province in 2005.
This researched design is cross sectional, using 257 sample of hospitalized patients in dr. Achmad Diponcgoro Hospital in Putusibau, Kapuas Ilulu District, West Kalimantan Province during the year of 2005.
The average amount of out of pocket self cost of each patient is Rp 215,472.76 or 20.84 % out of the total expenses in the district hospital. the minimum fare id Rp 25,000.- and the maximum one is Rp 2,784,000.-, depend on the number of days in hospitaL the kind of illness, medications, memberl (the person with the membership), mernber3 (the spouse), level 1 employee, thc interaction between long of stay with the type of illness, and the interaction between the complicated illness and the drugs are the most influence factor( the 6 value are the highest, which is 0,624). The assumption and interaction test, result the model of self expenses prediction model = 5,743 + 0,3 l3*long of stay - 0,785*no complicated illness + 0,8l9*drugs (Non DPHO) + 67,397*memberl + 0,179*member3 + l,489*employeel + 0,260*interaction between complicated illness and drugs + 0,260*Interaction between long of stay and complicated illness. It is necessary for the District Hospital management to calculate the fare according to the real expenses as an advocacy for the Kapuas Hulu District government for the titre and subsidiary to District Hospital policies making especially for the base level oflicer, advocacy to the PT Askes, awareness to use DPHO drugs and it's necessary for PT Askes to consider adjustment in providing the benefits for its members especially for the base level oflicer to be more in line with the current situation of the hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Magdalena
"Pada saat ini, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak semakin lama semakin meningkat, baik kekerasan seksual, kekerasan anak, maupun kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan data Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, dilaporkan bahwa dari 24 juta perempuan atau 11,4% dari 217 juta penduduk Indonesia pernah mengalami kekerasan. Kekerasan anak di Indonesia berdasarkan Laporan YKAI, selama tahun 1992-2002 mencatat 2.611 kasus (65,8%).
Unit PPT RS POLRI Kramat Jati mencatat telah terjadi peningkatan jumlah kasus korban kekerasan, yaitu dari 127 kasus pada tahun 2002-2003 meningkat menjadi 232 kasus pada tahun 2004, dan sampai bulan Agustus 2005 terjadi peningkatan menjadi 569 kasus.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak yang melapor di Unit PPT RS POLRI Kramat Jati serta adanya hubungan karakteristik korban kekerasan dengan jenis kekerasan di Unit PPT RS POLRI. Penelitian dilakukan di Unit PPT RS POLRI. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan melakukan uji statistik terhadap karakteristik pasien, kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik korban kekerasan yang datang di Unit PPT RS POLRI sebagian besar berumur kurang dari 18 tahun (52,1%), berjenis kelamin perempuan (92,1%), berdomisili di daerah Jakarta Timur (58,1%), dan mempunyai tingkat pendidikan SD (37,8%). Mayoritas korban belum menikah (64,8%), beragama Islam (86,3%), bekerja sebagai pelajar/mahasiswa (44,1%), dan diantar oleh keluarga (53,7%), dengan 46,0% merupakan kekerasan pada anak-anak. Hasil uji menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara golongan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tempat tinggal, status menikah, jenis pekerjaan, dan jenis kunjungan dengan jenis kekerasan dari korban yang datang di Unit PPT RS POLRI Kramat Jati Jakarta (p-value < 0,05).
Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk membuat suatu strategi pelayanan terhadap korban kekerasan berdasarkan segmentasi geografi dan psikografi pasien korban kekerasan, perlunya meningkatkan program rehabilitasi terhadap korban kasus kekerasan, meningkatkan dan melakukan sosialisasi terhadap korban kekerasan dan masyarakat sekitarnya, serta perlu adanya psikologi serta peningkatan upaya hukum dan sosialisasi hukum kepada masyarakat umumnya dan perempuan serta anak pada khususnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T32466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kusmiyati
"Masalah yang diteliti dalam penclitian ini adalah biaya pelayanan kcschatan rawat inap di rumah sakit dalam program Jaminan Pelayanan Kesehatan bagi Keluarga Miskin (JPK Gakin), oleh karcna biaya rawat inap di rumah sakit mcncapai 66 % dari seluruh biaya pelayanan kesehatan program JPK Gakin sehingga dalam pelaksanaammya hams ada keseragaman dalam biaya pelayanan kesehatan rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah maupun rumah sakit swasta yang melayani peserta JPK Gakin.Untuk ilu melalui Paket Pelayanan Esensial (PPE) dengan tarif kcsepakatan, dapat digunakan untuk memantau dan mengevaluasi program JPK Gakin sehingga kebijakan yang dibuat dapat lebih efektif dan efisien. Jenis penelitian ini adalah kuantitatifi Data diambil dari laporan bulanan klaim biaya rawat inap pasien JPK Gakin dari rumah sakit yang telah disetujui pembayarannya oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang biaya pelayanan kesehatan rawat inap dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dua kelompok rumah sakit, yang terbanyak memanfaatkan biaya pelayanan kesehatan rawat inap adalah rumah sakit vertikal terdapat 4 variabel yang mempengaruhi biaya pelayanan kesehatan rawat inap, variabcl jender perempuan lebih banyak memanfaatkan biaya pelayanan kesehatan rawat inap meskipun kasusnya lebih sedikit dari pada laki-laki,demikian pula dengan Iama rawat inap dan umur, sementara variabel diagnosis hanya di kelompok rumah sakit umum daemh saja yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan biaya rawat inap Dari 4 variabel yang diperkirakan ada hubungan dengan biaya pelayanan kesehatan rawat inap hanya 3 variabel yang mempunyai hubungan, yaitu variabel umur, jender dan Iama rawat inap, namun variabel yang paling dominan mempengaruhi biaya pelayanan kesehatan rawat inap adalah variabel umur yang berlaku baik di rumah sakit vertikal maupun rumah sakit umum daerah.
Kesimpulan dari penelitian ini : Karakteristik dari pasien JPK Gakin yang mcmbuat biaya pelayanan kesehatan rawat inap menjadi tinggi adalah :Rata-rata biaya rawat inap yang terbanyak dimanfaatkan oleh rumah sakit vertikal, distribusi diagnosis penyakit terlinggi biaya rawat inapnya adalah penyakit TB Paru, rata-rata biaya rawat inap tertinggi untuk 5 diagnosis penyakit terbanyak adalah CHF.Dari 4 variabel yang diuji, yang mcmberikan pcngaruh terhadap tingginya biaya rawat inap di rumah sakit adalah variabei umur, Iama rawat dan jender namun Variabel yang paling dominan mempengaruhi biaya rawat inap di rumah sakit adalah variabel umur.
Penulis menyarankan untuk : (1) Penerapan pedoman tarif PPE diberlakukan sama pada semua provider sebagai dasar pembayaran peiayanan kesehatan di rumah sakit, (2) Pcrlu diinjau kembali kesepakatan ikatan keujasama antara Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dengan rumah sakit yang selama ini berjalan. Sudah saatnya provider dibatasi pada rumah sakit yang banyak dimanfaatkan oleh peserta Gakin saja rerutama RSUD diselaraskan dengan tujuan pengembangan sena optimalisasi peningkatan rumah sakit umum daerah, (3) Pelayanan kesehatan sebaiknya diberikan kepada peserta yang telah memiliki kartu .IPK Gakin, hal itu selain dapat mengantisipasi adanya percaloaan dalam pengurusan SKTM dapatjuga mengendalikan biaya pelayanan kesehatan pada program JPK Gakin dan (4) Perlu promosi melalui berbagai mcdia yang Iebih intensif kepada masyarakat tentang bagaimana prosedur untuk mendapatkan pelayanan keschatan pada program JPK Gakin.

The subject of the study is the cost of the in-patient health services payment at the hospital of the program of health service assurance for the poor family (I-ISA-PF). As the cost for in-patient payment at the hospital has reach 66% from all fees on health services of the HSA-PF program, there is a need for govemment and public hospital that work for patient of HSA-PF program, to make an agreement on the cost for in-patient services. Therefore, trough the Essential Service Package (ESP/PPE) with the agreement cost, it can be use for a program monitoring and evaluation the HSA-PF that expected will lead to a more effective and efficient policy for the issue.
The study is a quantitative study which data are collected from a monthly report of the expense claim of the in-patient of HSA-PF program at the hospital and 'thc study found that fiom two groups ot' hospital, the vertical hospital is mostly utilizing the cost of payment of' in-patient health services. There are four variables that influence the cost of payment of in-patient health services, which are: women are mostly utilizing the facility even the cases are lower than those in men, the length of stay in hospital, and age. The diagnosis variable is only found in the group of the district general hospital (RSUD) which has significant relationship with the cost of in-patient services. From those variables above, only three variables are assume to have relationship, i.e. age, gender and length of stay, and the most dominant factor that influence the cost of payment for in-patient services, whether at vertical hospital or RSUD, is age.
To conclude, the characteristic of the I-ISA-PF patient that make up a high Cost of in-patient payment are: the average cost for in-patient payment services is mostly utilized by the vertical hospital, the cost for in-patient payment is mostly used for lung-TB treatments, and the average cost for in-patient payment services for 5 highest diseases is Cl-LF.
Suggestions from the study: l) Implementation for ESP tariff should be applied to all providers as a base for payment of health services at the hospital; 2) The memorandum of agreement between the DHA ot`DKI Jakarta province and hospitals should be reviewed. Providers should be limited to the hospital that mostly chosen and utilized bythe patient of HSA-PF program, particularly the RSUD which should be adjusted with the purpose of the hospital development; 3) The health service suppose to be delivered towards patient who have the HSA~PF card only, this can anticipate the scalper practice on SKTM arrangement, as well as to control the cost of health services on HSA-PF program; and 4) There is a need to promote intensively trough any kind of media towards community for the procedure on how to obtain.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Sunarjat
"Dalarn era desentralisasi, bidang kesehatan menjadi sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pembangunannya untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya. Sebagai konsekwensinya pemerintah Kabupaten/Kota harus menyusun kebijakan dalam upaya pembangunan kesehatan, termasuk di dalamnya kebijakan pembiayaan kesehatan yang bersurnber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan. mutu, efisiensi dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah. Tersedianya data tentang pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting karena sangat mempengaruhi proses pembuatan keputusan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan kesehatan daerah.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber pemerintah di Kota Sukabumi sceura lengkap. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi pembiayaan kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun per kapita, sumber pernbiayaan, dan bagaimana peruntukannya dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran, sub mata anggaran, unit pengelola, unit pengguna, program dan jenis biaya serta alokasi pembiayaan untuk program-program essensial. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Sukabumi pada Dinas Kesehatan, RSUD dan instansi terkait yang menjadi pengelola pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA). Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi pembiayaan tahun anggaran 2006.
Hasil analisis menunjukkan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kota Sukabumi adalah sebesar Rp 71410_033,100,- dan Rp 58.866.442.000,- (78,04%) bersumber dari APBD. Pembiayaan kesehatan per kapita (gaji/tunjangan, investasi, dan pemeliharaan tidak dihitung) adalah sebesar Rp 155.920,- Dilihat dari peruntukannya, alokasi pernbiayaan di Kota Sukabumi, Dinas Kesehatan dan RSUD, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur, kecuali di RSUD antara belanja aparatur dan publik hampir seimbang, sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional Proporsi belanja investasi lebih besar dari belanja pemeliharaan. Proporsi pembiayaan kesehatan bersumber APED mencapai 17,00% dari total APED Kota Sukabumi.
Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp 41.17 / kapita/tahun), maka alokasi pembiayaan kesehatan di Kota Sukabumi sudah memenuhi ketentuan tersebut. Sementara itu untuk membiayai program-program essensial di Dinas Kesehatan, baru mencapai 6,74% dari total annum Dinas Kesehatan atau 15,74 % dari kebutuhan sesuai estimasi Bank Dunia. Untuk memenuhi laiteria pemerataan, mutu, efi.siensi dart kesinambungan pembangunan kesehatan di Kota Sukabumi, diperlukan analisis lebih lanjut terutama untuk mengetahui alokasi pada mata anggaran dan sub mata anggaran apa saja, agar indikator outcome, benefit, impact program dapat tercapai.

In decentralization era, health department becomes an authority and responsible for district/city fully in implementing development to improve public health level in their area. As consequence, district/city government must arrange a policy to develop health, included health cost policy which comes from government. Health cost system at district mast be developed in order main issue on health cost of district, such as mobilization, allocation, and cost efficiency can implement well so it can guarantee a generalization, quality, efficiency, and continuity of district health development. Applying data of health cost becomes a most important thing because it can affect a policy making process to determine policy and cost strategy of district health program.
Until now, it has not been conducted a health cost analysis yet which comes from government of Sukabumi completely. Therefore, this study is conducted to know how much health cost allocation for one year totally or each capita, cost resource, and how its function if it is seen from outcome type, line item, budget, sub budget, organizer unit, user unit, program and cost type and cost allocation for essential programs. This study was conducted at Health Service, RSUD and related instance in Sukabumi which became a health cost organizer which came from government. This study used a District Health Account (DHA) method. Health cost analysis used a cost allocation data on budget period of 2006.
Analysis result indicated that health cost totally which comes from government of Sukabumi are 75.410.033.100 rupiah and 58.866442.000 rupiahs (78,04%) come from APED. Health cost every capita are 155.920,- rupiahs (salary/subsidy, infestation and conservancy are not accounted). If it was seen from its function, cost allocation at Health Service and RSUD of Sukabumi, proportion of public outcome is bigger than government officer outcome, except proportion of government officer outcome and public outcome at RSUD are balance, most of them is allocated for operational outcome. Proportion of infestation outcome is bigger than conservancy outcome. Proportion of health cost which comes from 'APBD is 17,00% of APED in Sukabumi totally.
By using an estimation rate of World Bank (health cost is 41.171 every capita/every year), so health cost allocation of Sukabumi is out of rule. While for essential programs cost at Health Service, there are 6,74% of total budget at Health Service or 15,74% of the needs based on World Bank estimation. It is important a further analysis to fulfil/ criterion of generalization, quality, efficiency and health development continuity in Sukabumi especially for knowing budget and sub budget allocation so program indicators of outcome, benefit, and their impact can reach.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Setiawan
"ABSTRAK
Tingginya jumlah angkatan kerja dan jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia
tidak diikuti dengan tingginya angka pekerja yang dilindungi dalam program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Data menunjukkan bahwa
jumlah pekerja yang dilindungi dalam program JPK baru sebanyak 3.061.098
(Jamsostek, 2012) masih jauh bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
bekerja yaitu sekitar 109 juta orang (2,97%). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui berbagai faktor terkait dan dominan yang mempengaruhi seorang
manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan untuk mengikutsertakan
pekerjanya pada program Jaminan Pemeliharaan kesehatan (JPK) PT Jamsostek
(Persero) di Wilayah III Cirebon. Penelitian dilakukan dengan rancangan cross
sectional dan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian adalah seluruh seluruh
manajemen yang perusahaannya terdaftar sebagai peserta aktif dalam program
JPK. Dimana untuk satu perusahaan diwakili oleh satu orang manajemen
perusahaan yang telah ditunjuk sebagai responden dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis multivariat regresi logistik ganda metode stepwise
diperoleh informasi bahwa faktor keyakinan terhadap program JPK merupakan
faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap keputusan manajemen untuk
mengikutsertakan pekerja dalam program JPK (p-value= 0,026). Dalam hal ini,
responden (manajemen) yang memiliki keyakinan tinggi terhadap program JPK
memiliki kemungkinan untuk mengikutsertakan pekerja dalam program JPK 15
kali dibandingkan responden (manajemen) yang memiliki keyakinan rendah
terhadap program JPK. Olehkarenanya, Manajemen PT Jamsostek (Persero)
beserta jajarannya harus dapat terus meningkatkan kualitas dan kecepatan layanan
kepada peserta, dengan tujuan agar kepercayaan peserta terhadap penyelenggara
program Jamsostek dapat terus meningkat dan terjaga. Pengembangan/perluasan
manfaat program Jamsostek khususnya JPK juga diperlukan agar layanan program
JPK dapat lebih dirasakan manfaatnya oleh peserta.

ABSTRACT
The high number of labor force and the number of people who work in Indonesia
is not followed by a high number of workers covered under the Health Insurance
program (JPK) of Social Security. Data shows that the number of workers
covered under the program JPK as much as 3.061.098 (Social Security, 2012) is
far when compared to the working population of about 109 million people
(2,97%). This study aims to determine the various factors that affect the relevant
and dominant a company management in decision making to include workers in
health insurance program (JPK) of Social Security PT (Persero) in Region III
Cirebon. The study was conducted with a cross-sectional design an quantitative
approaches. The study population was all over the entire management of the
company are listed as active particiants in the program JPK. Where one company
to be represented by one management company that has been designated as the
respondents in this study. Based on the results of multiple logistic regression
multivariate analysis stepwise methode was obtained that the confidence factor of
the JPK is the most dominant factor of influence on management decisions to
include workers in the JPK (p-value=0.026). In this case, the respondent
(management) that have a low confidence on JPK. Therefore, Management of
Social Security PT (Persero) and its staff should be able to continue to improve
the quality and speed of services to participants, including extending the benefits
of the Social Security program services, with the aim that the participants trust the
organizers of the Social Security program may continue to rise and awake.
Development/expansion of the Social Security program (JPK) specifically
benefits also needed for service JPK program can be felt by the participants."
Universitas Indonesia, 2013
T35922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Suhandi
"Dilakukan studi untuk melihat bagaimana gambaran pembiayaan operasional puskesmas tahun 2010-2012 serta gambaran pelaksanaan BOK dan pengaruhnya terhadap cakupan pelayanan kesehatan dasar terpilih. Dari hasil studi sumbersumber pembiayaan puskesmas berasal dari Dana rutin operasional Puskesmas, Retribusi, Jamkesda, Askes sosial, Jamkesmas, dan BOK. Pembiayaan operasional puskesmas bergeser ke sumber pembiayaan APBN dengan proporsi 10% pada tahun 2010 menjadi 73% di tahun 2012. Program BOK secara administratif sudah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan dengan beberapa kelemahan. Program BOK menambah motivasi kerja pegawai puskesmas, meningkatkan intensitas kegiatan promotif dan preventif dan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dasar, namun fluktuatif pada beberapa indikator yang disebabkan : keterlambatan proses pencairan anggaran, mekanisme keuangan yang rumit, kwalitas SDM puskesmas dan prilaku masyarakat.

Conducted a study to see how the picture of health centers operational financing of the years 2010-2012 olso BOK program implementation and its effect on selected basic health care coverage. From the study health centers funding sources came from the operational routine health centers funds, Retribution, Jamkesda, Askes, Jamkesmas, and BOK. health centers operational financing shifted to a APBN financing source with the proportion of 10% in 2010 to 73% in 2012. BOK program has been implemented administratively according with the technical guidance implementation wit some flaws. BOK add to motivation program employee health centers, increase the intensity of promotive and preventive activities and improve basic health care coverage, but some indicators fluctuate caused by: delays in disbursement process, complicated financial mechanisms, quality of human resources health centers and the behavior of the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T38653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizki Fajriansyah
"ABSTRAK
RSIA Budi Kemuliaan memiliki posisi strategis di pusat kota Jakarta diantara perumahan dan perkantoran. Peningkatan pemanfaatan kelas rawat inap setiap tahunnya belum mencapai target optimal yang signifikan, terutama rawat inap kelas 1 (I,VIP,VVIP) yang menjadi latar belakang penelitian ini. Tujuan penelitian untuk melihat gambaran karakteristik pasien rawat inap RSIA Budi Kemuliaan serta mengetahui faktor yang berhubungan dengan utilisasi. Disain penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif yang bersifat analitik deskriptif. Sampel penelitian 210 responden mewakili rawat inap kelas 1, 2 dan 3.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden adalah ibu RT berpendidikan SLTA, penghasilan kurang dari 3 juta, memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang pelayanan, referensi terbesar dari keluarga, biaya perawatan ditanggung sendiri, dan rata-rata jarak rumah pasien ke rumah sakit 10,14 km dengan waktu tempuh 20 menit.
Terdapat perbedaan karakteristik dan perbedaan persepsi yang berkaitan dengan perilaku petugas di rawat inap kelas 1, 2 dan 3. Analisis multinomial diperoleh hasil dimana yang signifikan mempengaruhi utilisasi kelas 1 versus kelas 3 adalah pendidikan, ketrampilan perawat/bidan, referensi keluarga dan yang paling dominan perilaku petugas, sedangkan variabel yang mempengaruhi utilisasi kelas 2 versus kelas 3 adalah penanggung biaya.
Hasil penelitian menyarankan upaya peningkatan dengan melakukan pemeliharaan, penambahan fasilitas, pemenuhan kebutuhan yang diperlukan tenaga medis dan non medis dalam melaksanakan fungsi pelayanannya serta dilakukan pendekatan pemasaran terdiferensiasi (differentiated marketing approach).

ABSTRACT
Located in the city center of Jakarta, Budi Kemuliaan Martenal and Child Hospital has a strategic position among the houses and offices. Increased utilization of hospital admissions each year has not reached the significant of optimal target, especially inpatient class 1 (I, VIP, VVIP), is the background of this research. The research objective to observe the picture of the characteristics of inpatients Budi Kemuliaan Martenal and Child Hospital and its determine factors associated with utilization.
Design of this study are Cross-sectional research with quantitative descriptive - analytic approaches. Sample of 210 respondents representing research inpatient class 1, 2 and 3.
The results showed the majority of respondents were housewife graduated high school education, earning less than 3 million, have poor knowledge about the service, the largest reference is from the family, medical cost are affordes privately, and the average distance of the patient to the hospital with 10.14 miles travel time 20 minutes.
There are differences in characteristics and differences in perceptions related to officer behavior in inpatient class 1, 2 and 3. Multinomial analysis of obtained results which are affecting the utilization of class 1 versus class 3 is the education, skills nurses, family reference and the most dominant are behavior of officers, while the variables that affect the utilization of class 2 versus class 3 is the person in charge.
The results suggest efforts to increase with improvements, additional facilities, meeting the needs of the required medical and non-medical personnel in carrying out the functions of his ministry as well as the marketing approach is differentiated (differentiated marketing approach)"
2013
T34867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>