Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donna Mesina R.P.
"Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis merupakan masalah yang memperberat suksesnya program penanggulangan dan pemberantasan tuberkulosis. Diperkirakan 90% isolat yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid (INH). Sekitar 60-90% isolat yang resisten INH mengalami mutasi pada gen katG dan 60-94% mengalami mutasi pada kodon 315. Seining dengan perkembangan teknik molekuler, hibridisasi dot blot dengan menggunakan pelacak oligonukleotida dapat digunakan untuk mendeteksi adanya mutasi pada gent. Penelitian lid bertujuan untuk mendeteksi mutasi gen resisten INH pada Mycobacterium tuberculosis dan mengembangkan teknik hibridisasi dot blot untuk deteksi resisten obat anti tuberkulosis (OAT).
Isolasi DNA dengan teknik pemanasan telah dilakukan pada 52 isolat Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap 1NH dan pada 52 spesimen sputum dengan teknik metode Boom. DNA kemudian diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer El dan E2 untuk memastikan isolat adalah Mycobacterium tuberculosis. Pada DNA isolat yang terbukti sebagai Mycobacterium tuberculosis dengan teknik PCR dilakukan amplifikasi menggunakan primer RTB59 dan RTB36, untuk kemudian dilanjutkan dengan hibridisasi dot blot menggunakan pelacak katG315 mu dan katG3I5 wt, untuk mengetahui adanya mutasi pada gen katG kodon 315 sebagai tanda terjadinya resistensi terhadap TNH. Setelah itu produk PCR dielektroforesis untuk mengetahui kebenaran basil amplifikasi.
Pada penelitian ini identifikasi DNA spesimen Mycobacterium tuberculosis menggunakan primer El dan E2 berhasil diamplifikasi sebanyak 98% (51 dari 52 isolat) dan pada spesimen sputum berhasil diidentifikasi sebanyak 96% (50 dari 52 isolat).
Deteksi mutasi gen katG pada posisi S315T yang menggunakan pelacak katG315 mu dengan teknik hibridisasi dot blot tidak dapat diinterpretasikan hasilnya. Hal ini terjadi diduga kurang tepatnya waktu dan temperatur selama proses prehibridisasi sampai hibridisasi. Kondisi ini terbukti pada saat hibridisasi menggunakan pelacak katG315 wt. Pada hibridisasi menggunakan pelacak wild tipe, temperatur yang digunakan untuk prehibridisasi sesuai dengan Tm temperatur malting oligonuklitida pelacak dan dilakukan selama overnight, sehingga immobilisasi DNA terfiksasi dengan baik ke membran nitroselulosa dan sisa nukleotida yang tidak spesifik hilang dengan pencucian.
Deteksi mutasi gen katG pada posisi S315T yang menggunakan pelacak katG 315 wt dengan teknik hibridisasi memberikan hasil 85,42% ( 41 dari 48 isolat) hasilnya positif artinya isolat tersebut tidak mengalami mutasi pada posisi kodon 315 sedangkan 14.58% (7 dari 48 isolat ) memberi hasil negatif, maknanya adalah diduga terjadi mutasi pada posisi kodon lain.
Deteksi mutasi gen katG dengan teknik hibridisasi dot blot sangat tepat dikembangkan sebagai uji screening di daerah yang prevalensi infeksi tuberkulosis dan resistensi INH atau obat anti tuberkulosis lainnya cukup tinggi, karena teknik ini hemat biaya, cepat, sederhana dan akurat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 17681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresanti Dewi Ngadimin
"Protein PD-1 biasanya diekspresikan berlebihan pada pasien kanker dan menghambat sistem imun. Antibodi monoklonal dari PD-1 dapat digunakan untuk menghambat jaras tersebut. Namun, urutan nukelotida dari epitop dengan afinitas yang kuat masih belum diketahui. Oleh karena itu, plasmid yang mengandung epitop kecil dari PD-1 dibuat untuk proses epitope mapping. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan plasmid yang mengandung daerah N-terminal dari gen PD-1. DNA insert sintetik dibuat dari metode PCR dan dipurifikasi. Kedua DNA insert dan plasmid pQE80L didigesti dengan enzim restriksi BamH1 dan HindIII, dipurifikasi dan diligasi. Plasmid tersebut dimasukkan kedalam sel kompeten TOP10 dengan transformasi heat shock. Koloni positif diseleksi menggunakan metode PCR koloni dan verifikasi dengan menggunakan digesti dan sanger sequencing. Produk PCR dari EP1PD1 didapat dengan menggunakan suhu annealing sebesar 57ºC dan berhasil diligasi ke plasmid pQE80L and ditransformasikan. Hasil dari sequencing menunjukan urutan yang sama namun terdapat insersi diawal. Beberapa modifikasi perlu dilakukan untuk mengekspresi protein EP1PD1. Konklusi dari penelitian ini adalah plasmid yang mengandung epitop 1 PD-1 berhasil diperoleh dengan insersi.

PD-1 protein tends to be overexpressed in cancer patient and inhibits immune system. Monoclonal antibody of PD-1 can be used to inhibit this pathway. However, the sequence of epitope with strong affinity is currently unknown. Thus, plasmid containing small epitope of PD-1 was made for PD-1 epitope mapping process. The objective of this research is to obtain plasmid containing N-terminal region of PD-1 gene. Synthetic insert DNA was made using PCR method and purified. Both insert DNA and pQE80L plasmid were digested using BamH1 and HindIII enzyme, purified and ligated. It was then inserted into TOP10 competent cell using heat shock transformation method. Positive colonies are selected using PCR colony and verified using digestion and Sanger sequencing. PCR product of EP1PD1 are obtained using annealing temperature of 57ºC and able to be ligated to pQE80L plasmid and transformed. Sequencing result shows EP1PD1 result with insertion in the beginning. Modifications are required to express EP1PD1 protein. In conclusion, the plasmid containing Epitope 1 of PD-1 are able to be obtained with insertion."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Elton Heryanto
"ABSTRAK
Sel menembus peptida (CPP) adalah sel permeabel protein yang membantu memfasilitasi molekul kedap ke dalam sel. VP22 adalah salah satu CPP dengan mekanisme memfasilitasi protein ke dalam sel dengan non-klasik Golgi-independen. SOX2 adalah salah satu gen untuk mengkodekan anggota dari SRY terkait HMG-box (SOX) keluarga faktor transkripsi yang baik terkait dengan regulasi perkembangan sel embrio. Rekombinan VP22 fusi protein diharapkan dapat mentranslokasi protein ke dalam sel. Antibodi terhadap SOX2 bertindak sebagai penanda fluoresensi untuk menentukan apakah VP22-SOX2 dapat dilokalisasi ke dalam sel. sel HepG2 digunakan dalam tes untuk menentukan kemanjuran dari sel menembus peptida. VP22-SOX2 pertama ditentukan dengan menggunakan Western Blot, di mana ia akan menampilkan pita yang terlihat. Ada 2 kelompok utama: sel HepG2 dengan VP22-SOX2 diinkubasi selama 6 jam dan 1 jam, di mana keduanya disertai dengan kelompok kontrol tanpa adanya VP22-SOX2. Kedua menjalani immunostaining menggunakan metode indirect immunostaining. Pengamatan akan dilakukan dengan menggunakan mikroskop confocal. Untuk analisis protein, analisis bioinformatika dilakukan untuk menentukan sifat fisik dan kimia dari protein. Berdasarkan statistik, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok Percobaan - 6 jam dan Kontrol - 6 jam. Selain itu, tidak ada perbedaan yang signifikan antara Percobaan - 6 jam dan Percobaan - 1 jam. Oleh karena itu, masa inkubasi tidak berpengaruh pada tingkat translokasi protein dan VP22-SOX2 tidak bisa translokasi ke dalam sel.

ABSTRACT
Cell penetrating peptides (CPPs) are cell permeable proteins that help facilitate impermeable molecules into the cells. VP22 is one of the CPP with mechanism of facilitating proteins into the cells by non-classical Golgi-independent. SOX2 is one of the gene to encode a member of the SRY-related HMG-box (SOX) family of transcription factors that are well associated with the regulation of the development of embryonic cells. Recombinant fusion protein VP22 is hoped to be able to translocate the protein into the cell. Antibody against SOX2 act as fluorescence marker to determine whether the VP22-SOX2 can be localized into the cell. HepG2 cells are used in the test to determine the efficacy of the cell penetrating peptide. VP22-SOX2 is first determined using Western Blot, where it will show visible band. There are 2 main groups: HepG2 cells with VP22-SOX2 incubated for 6 hours and 1 hours, where both are accompanied with the control group in the absence of VP22-SOX2. Both undergo immunostaining using indirect immunostaining method. Observation will be done using confocal microscope. For protein analysis, bioinformatics analysis is conducted to determine the physical and chemical properties of the protein. Based on statistic, there is no significant difference between the groups Experiment ? 6 hour and Control ? 6 hour. In addition, there is no significant difference between Experiment ? 6 hour and Experiment ? 1 hour. Therefore, incubation period has no effect in the rates of protein translocation and VP22-SOX2 do not achieve protein translocation.;"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70413
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janice Tanumihardja
"ABSTRAK
Inhibitor fusi berpotensi untuk digunakan di masa depan sebagai bagian dari program kontrol HIV di Indonesia. Maka, kemampuan untuk menguji resistensi terhadap obat tersebut perlu dikembangkan. Uji resistensi genotipik dimulai dengan amplifikasi gen yang menjadi target obat, fusi gp41. Pasangan primer untuk amplifikasi dibuat berdasarkan sikuens dua subtipe HIV yang paling sering ditemui di Indonesia, yaitu AE dan B. Beberapa sampel plasma dari subyek yang mewakili kedua subtipe diekstraksi untuk mendapatkan RNA HIV. Dengan proses PCR, pasangan primer digunakan untuk menghasilkan produk amplifikasi. Identitas produk dipastikan dengan mengukur panjang basa produk menggunakan elektroforesis. Sebelas sampel plasma digunakan dalam penelitian ini. PCR satu langkah dapat mengamplifikasi gp41 dari 54.5 sampel, dan produk yang tidak spesifik dihasilkan dari 1.1 sampel. Amplifikasi 36.4 sampel tidak menghasilkan produk amplifikasi, yang dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian sikuens primer. Dengan memvariasikan suhu anil, hasil menunjukkan bahwa suhu yang optimal adalah 57.2 C. Kesimpulannya, PCR satu langkah menggunakan pasangan primer yang telah didesain mampu mengamplifikasi gen gp41 HIV-1 dari subtipe AE dan B. Namun, penelitian lebih lanjut untuk menemukan kondisi yang dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas amplifikasi perlu dilakukan.

ABSTRACT
Fusion inhibitor has the potential to be used in the future for HIV control program in Indonesia, hence the capacity to test resistance towards this drug needs to be built. Resistance detection by genotypic assay begins with amplification of gene targeted by the drug, fusion gp41. Based on the sequence of two most common HIV subtypes in Indonesia, AE and B, a primer pair is designed. Some subjects plasma samples representing both subtypes are extracted to obtain HIV RNA. With PCR process, the primer pair is used to produce amplification product which identity is checked by length using electrophoresis. Eleven plasma samples were used in this research. One step PCR using the primer pair was able to amplify gp41 gene from 54.5 of the samples, and unspecific amplification product is seen in 1.1 of samples. Amplification of 36.4 of the samples failed to produce any product, which can be caused by inappropriate primer sequence. By varying the annealing temperature, it is found that the optimal annealing temperature to produce single expected band is 57.2 C. In conclusion, with one step PCR method the primer pair designed was able to amplify HIV 1 gp41 gene from subtype AE and B. However, further research to find condition that can increase the sensitivity and specificity of the amplification process should be done."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filbert Riady Adlar
"ABSTRACT
Untuk mengantisipasi kemungkinan penggunaan obat anti-integrase sebagai pengobatan infeksi HIV-1 di Indonesia, pengembangan uji resistensi genotipik untuk anti-integrase sangat penting dilakukan untuk mengidentifikasi profil genetik resistensi obat untuk galur HIV-1 di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengamplifikasi daerah sasaran dalam gen integrase yang mengandung mutasi genetik yang diketahui dapat menimbulkan resistensi terhadap obat anti-integrase dari HIV-1 subtipe CRF01_AE dan B di Indonesia. Sebelas sampel plasma dari individu terinfeksi dengan HIV-1 diperoleh dari arsip di PRVKP FKUI-RSCM. Salah satu sampel plasma mengandung HIV-1 subtipe B sedangkan sampel plasma lainnya mengandung subtype CRF01_AE. Daerah sasaran untuk semua sampel telah diamplifikasi melalui RT-PCR, dengan suhu anil 55 C menggunakan pasangan primer AE_POL 4086F dan AE_POL 5232R yang telah dirancang oleh VCPRC FKUI -RSCM. Berdasarkan hasil penelitian ini, 18,2 2/11 dari sampel berhasil diamplifikasi melalui RT-PCR satu langkah. Pasangan primer tersebut efektif untuk mengamplifikasi wilayah sasaran dalam urutan gen integrase untuk subtipe B 100 ; 1/1 tetapi memiliki efektivitas yang rendah 10 , 1/10 untuk subtipe CRF01_AE. Primer pasangan dapat digunakan untuk mengamplifikasi wilayah sasaran di HIV-1 subtipe CRF01_AE dan B di Indonesia. Namun, optimasi kondisi PCR dan jumlah sampel yang lebih banyak diperlukan untuk menentukan efektivitasnya dengan akurat.

ABSTRACT
In order to anticipate the potential use of anti integrase drugs in Indonesia for treatment of HIV 1 infection, the development of a drug resistance genotyping assay for anti integrase is crucial in identifying the genetic drug resistance profile of Indonesian HIV 1 strains. This experiment was aimed to amplify a target region in the integrase gene of Indonesian HIV 1 subtypes CRF01 AE and B that contain genetic mutations known to confer resistance to anti integrase drug. Eleven archived plasma samples from individuals living with HIV 1 were obtained from VCPRC FKUI RSCM laboratory. One of the plasma sample contain HIV 1 subtype B while the remaining plasma samples contain subtype CRF01 AE. The target region for all samples were amplified through RT PCR, with an annealing temperature of 55 C using the primer pair AE POL 4086F and AE POL 5232R that were designed by VCPRC FKUI RSCM. Based on the results of this experiment, 18.2 2 11 of the samples were successfully amplified through one step RT PCR. The primer pair was effective in the amplifying the target region in integrase gene sequence for subtype B 100 1 1 but it has a low efficacy 10 , 1 10 for subtype CRF01 AE. In conclusion, the primer pair can be used to amplify the target region in Indonesian HIV 1 strains subtypes CRF01 AE and B. However, optimization of PCR condition and the use of more samples are required to determine its efficacy accurately."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Lee
"ABSTRAK
Saat ini terdapat banyak sekali studi yang sedang berjalan tentang sel punca pluripoten dan potensinya untuk menjadi terapi regeneratif pada masa yang akan datang. Sampai sekarang, sel punca embrionik adalah satu-satunya sumber untuk sel punca pluripoten yang telah dipelajari dengan baik. Akan tetapi, banyak sekali tantangan untuk memakai sel punca embrionik ini seperti masalah etik dan penolakan sistem imun tubuh. Belakangan ini, banyak sekali studi yang sedang berjalan dalam menginvestigasi cara baru dalam pemograman ulang reprogramming sel manusia untuk menjadi induced pluripotent stem cell iPSC . OCT4 Octamer-binding faktor transkripsi 4 adalah salah satu protein krusial yang bertanggung jawab atas pembaharuan self-renewal sel punca embrionik. Maka dari itu, studi ini bertujuan untuk menginvestigasi kemampuan OCT4, dengan bantuan VP22 viral protein , untuk dilokalisasi ke dalam sel manusia dewasa HepG2 , yang akhirnya dapat membuat pemograman ulang sel HepG2 menjadi iPSC. Pada penelitian ini, sel HepG2 diinkubasi dengan protein fusi rekombinan VP22-OCT4 selama 1 jam dan 6 jam. Kemudian, proses indirect immunofluorescence staining dilaksanakan yang mencakup inkubasi dengan mouse monoklonal IgG antibodi primer terhadap OCT4 Ab1 dan dilanjutkan dengan goat anti-mouse IgG antibodi sekunder, FITC konjugat Ab2 . Pengamatan dengan mikroskop confocal dilaksanakan untuk melihat adanya imunofluoresen. Pada hasil yang diperoleh, terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen untuk kedua periode inkubasi p=0.005 untuk 1 jam dan p=0,000 untuk 6 jam , serta perbedaan bermakna juga terjadi antara kelompok sel HepG2 dengan VP22-OCT4 diinkubasi selama 1 jam dan 6 jam p=0,044 . Untuk menyimpulkan hasil tersebut, protein rekombinan VP22-OCT4 dapat dilokalisasi ke dalam sel HepG2 dalam waktu inkubasi selama 1 jam dan 6 jam.

ABSTRACT
There are many studies ongoing about the remarkable potential of pluripotent stem cell as the future regenerative therapy. Embryonic stem cell is the only source that has been studied well for it. However, many constraints arise regarding this matter like ethical problems and risk of cell transplantation rejection. Recently, there are many research undergone in exploring new approach through reprogramming somatic cell to become induced pluripotent stem cell iPSC . OCT4 Octamer binding transcription factor 4 is one of the proteins that is responsible for the self renewal of embryonic stem cell. Therefore, this study aimed to investigate the ability of OCT4 transcription factor, with the help of VP22 viral protein , to be localized into adult somatic cells HepG2 , which in turn could reprogram it into iPSC. In this study, HepG2 cells are isolated with VP22 OCT4 recombinant fusion protein for 1 hour and 6 hours, which then followed by isolating with mouse monoclonal IgG primary antibody against OCT4 Ab1 and goat anti mouse IgG secondary antibody, FITC conjugate Ab2 respectively for the indirect immunofluorescence staining function. Confocal microscope is utilized to observe the presence of immunofluorescence. The result of the experiment showed a significant difference between the control and the experimental groups for both incubation period p 0.005 for 1 hour and p 0.000 for 6 hours . Moreover, there is also a significance difference between the group of HepG2 cells with VP22 OCT4 incubated for 1 hour and 6 hours p 0.044 . In conclusion, VP22 OCT4 recombinant protein can be translocated inside the HepG2 cells under 1 hour and 6 hours of incubation periods."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hidayati
"ABSTRAK
Infeksi dengue merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia.
Perubahan manifestasi klinis yang cepat dari ringan hingga berat bahkan kematian
menyebabkan perlunya pendeteksian dini infeksi dengue. Salah satu metode
deteksi yang potensial untuk diterapkan sebagai pendeteksian dini adalah
pendeteksian antigen NS1 dengue. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
protein rekombinan NS1 dengue serotipe 4 strain Indonesia dengan menggunakan
sistem Pichia pastoris yang dapat digunakan untuk pembuatan antibodi anti-NS1.
Sampel yang digunakan adalah RNA virus dengue serotipe 4 strain Indonesia IDS
96/10. Metode penelitian adalah ekperimental yang meliputi pembuatan cDNA,
pengklonaan pada bakteri Escherichia coli, skrining sel transforman, sekuensing,
transformasi sel P. pastoris strain X-33, analisa fenotipe, dan ekspresi protein.
Diperoleh 6 koloni P. pastoris strain X-33 rekombinan dengan fenotipe Mut+ dan
terdeteksi protein rekombinan NS1 dengue serotipe 4 dengan ukuran antara 72
hingga 95 kDa pada protein standard, diperkirakan berukuran 80 kDa. Hasil
analisa nukleotida dan asam amino menunjukkan tidak terjadi mutasi pada gen
NS1 dan terletak pada in frame yang sesuai pada vektor pPICZαB. Protein NS1
yang diperoleh diharapkan dapat merangsang terbentuknya antibodi anti-NS1
yang selanjutnya dapat digunakan untuk mendeteksi antigen NS1 pada serum
pasien.

ABSTRACT
Dengue infection is a major health problem in Indonesia. Clinical manifestation
rapidly changing from mild to severe even death. Therefore early detection
becomes very important. One of potential detection methods to be applied as an
early detection is NS1 dengue antigen detection. The aim of this research was to
express NS1 recombinant protein of dengue virus serotype 4 strain Indonesia
using Pichia pastoris. Dengue virus RNA from infected pasien serum IDS 96/10
was used in this research. To get recombinant protein we constructed NS1
recombinant plasmid in vector P. pastoris. First, we amplified NS1 gene and
cloned it to Escherichia coli. We selected transformant cells and and recombinant
plasmid was transfected to yeast by electroporation. We selected yeast
transformants and analized the phenotype. Methanol was used to induce
expression recombinant protein. Protein expression was determined by SDSPAGE
and Western Blot. By Western Blot using antibody to dengue viruses, we
found protein recombinant with molecular weight around 72-95 kDa. This size
was similar with dimer of NS1 size. In the future, this recombinant protein can be
used to produce antibody anti-NS1 that able to detect NS1 antigen in patient sera."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaira Naftassa
"Cryptococcus merupakan khamir bersimpai yang menyebabkan kriptokokosis dan pada era HIV/A1DS jumfah kasus meningkat tajam. Manifestasi klinik kriptokokosis berbeda sesuai dengan spesies dan serotipe, sehingga identifikasi menjadi sangat penting. Selain itu penerapan spesies pe;nting untuk studi epidemiologis kriptokokosis. Penelitian ini merupakan penelltian deskriptif untuk mengidentifikasi spesies dan serotipe serta virulensi jarnur. Seiai itu ingin diketahui penyebaran penyakit di Jabodetabek. Bahan yang diperiksa adalah 40 lsolat koleksi Departemen P.arasitologi FKUI dan 25 isolat dari cairan otak kulit dan darah. Metode pemeriksaan terdiri ata:s uji asimilasi (kit API 20C AUX), uji pembentukan germ tube, biakan pada medium CGB dan CDBT dan NSA. Penyebaran kasus kriptokokosis diadapatkan berdasarkan domisili pasien. Hasil uji asimilasi didapatkan Cr. neoformans (64 isolat), Cr. lat:rentii var. laurentfi (l isolat). Hasil uji pembentukan germ tube didapatkan bahwa jamur yang diteliti bukan golongan Candida. Penetapan spesies dengan medium CGB didapatkan seluruh isolat adaiah Cr. neoformans. Hasil penetapan serotipe dengan median CDBT didapatkan seluruh isoiat adalah Cr. neoformans serotipe A. Uji virulensi dengan medium NSA memperlihatkan pembentukan pigmen melanin pada semua isofat. Data demografis menunjukkan distribusi penderita kriptokokosis di Jim a wilayah DKI,.Bogor dan Bandung.

Cryptococcus is encapsulated yeast that caused Cryptococcosis in human. In the era of HIV/AIDS there is an increased number of cryptococcosis. Its clinical manifestation varied according to the species, so species idcntif1calion is quite important. Furthermore species identification is also important in epidemiology study. This descriptive study aimed to identify species and stereotype of Cryptococcus and also its virulence. The study also aimed to know the distribution of Cryptococcosis in Jabodetabek. There wex 40 isolates from the collection of Department of Parasitology FKUl. and other 25 isolates were isolated from spinal fluid, blood and skin. The study Vas done using API 20C AUX, germ tube fonnation test, CGB for the differentiation of Cryptococcus. gattii and Cryptococcus neoformans. and, CDBT for serotyping and melanine production by plating the isolates on niger seed agar. The study on the distribution of the disease was based on patients residence. The results were, 64 isolates of Cr. neoformans and 1 Cr. laurentii. Germ tube formation test is negative. Identification of species with CGB agar showed all isolates were Cr. neoformans. Stereotype identification with CDBT were all stereotype A. All isolate were capable of forming melanin when growth on NSA. Demographic data of the patients shows a wide distribution including 5 areas of DKI, Bogor and Bandung."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32385
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Esy Maryanti
"Mikrosporidia merupakan emerging parasite pada manusia yang dapat menyebabkan kelainan intestinal, muskular, okular dan sistemik. lnfeksi mikrosporidia terutama terjadi pada penderita HIV/AIDS, dan yang sering dilaporkan yaitu mikrosporidiosis intestinal dengan gejala diare kronis dan wasting syndrome yang akan memperberat keadaan penderita AIDS. Di Indonesia sampai saat ini belum ada data-data mikrosporidia dan infeksi yang ditimbulkannya, sedangkan kasus HIV/AIDS makin bertambah secara cepat dan merupakan suatu ancaman global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi mikrosporidia pada penderita AIDS dengan diare kronis di Jakarta dan korelasi jumlah CD4 dengan densitas mikrosporidia. Sebanyak 126 sampel tinja penderita AIDS dengan diare kronis yang dirujuk ke Laboratorium Parasitologi FKUI dari berbagai Rumah Sakit di Jakarta dipcriksa dengan teknik pewamaan kromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop dan dihitung dcnsitas spora mikrosporidia. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi mikrosporidiosis intestinal sebesar 7,l% dengan pewarnaan kromotrop standar dan 6,3% dengan quick-hot gram kromotrop serta tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua teknik tersebut (p=l,00). Tcrdapat korelasi yang negatif antara densitas mikrosporidia dengan jumlah CD4 (p=0,00;r=-0,979). Dari penelitian ini dapat disimpulkan prevalensi mikrosporidia pada pendedta AIDS dengan diare kronis cukup rendah. Teknik pewamaan kromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop dapat digunakan untuk mendeteksi mikrosporidia pada tinja. Pada penderita AIDS denganjumlah CD4 yang rendah didapatkan densitas miknosporidia yang tinggi.

Microsporidia is an emerging parasite in human which infect gastrointestinal tract, muscular, ocular and systemic. Microsporidia infection is primarily a disease of HIV/AIDS patients. Intestinal microsporidia is most common infection and associated with chronic diarrhea and wasting syndrome which worsened patient condition. Until now, there is no available data on this parasite in Indonesia. The objective of this study was to determine the prevalence of intestinal microsporidia among the AIDS patient with chronic diarrhoea in Jakarta and to determine the correlation between microsporidia?s density and CD4 count. A number of 126 stools from AIDS patients with chronic diarrhea referred to Parasitology Laboratory FKUI were examined by standard chromotnope staining and quick-hot gram chromotrope. The result showed the prevalence of intestinal microsporidia is 7.1% by standard chromotrope staining and 6.3% by quick-hot gram chromotrope. There is no significant difference between positive cases microsporidia (p=l.00). A negative correlation between the density of microsporidia and CD4 cell counts (p=0.00; r=-0.979) was observed. In conclusion prevalence of rnicrosporidia among AIDS patients with chronic diarrhoea is low. Standard chromotrope staining and quick-hot gram chromotrope can be used to detect microsporidia. The density of microsporidia was higher in patient with low CD4 cell counts."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32315
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Ningsih
"Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang rnanusia maupun hewan yang disebabkan bakteri Leprospfra spp dan digolongkan sebagai zoonosis. Gejala klinis leptospirosis yang tidak spesiiik dan sulitnya uji laboratorium untuk konfirmasi diagnosis mengakibatkan penyakit ini seringkali tidak terdiagnosis. Oleh karena itu dalam ponelirian ini dilakukan optimasi uji diagnostik molekuler menggimakan real-time PCR sebagai deteksi cepat, sensitif dan spesiflk untuk Leptospira patogen pada manusia DNA bakten di dalam spesimen darah diekstraksi menggunak:an QIAamp DNA Blood Mini Kit, Qiagen dan spesimen urin diekstraksi menggunakan QIAamp DNA Stool Mini Kit,Qiagen dengan prosodur sesuai dengan petunjuk manualnya. Primer dan probe yang digunakan berdasarkan publikasi penelitian oleh Smythe dkk, 2002. Dari hasil uji optimasi kondisi optimal real-time PCR didapat suhu annealing 60°c, konsentrasi primer 0,9 uM dan konsentrmi probe 0,2 uM. Spesifisitas primer diuji menggunakan DNA balcteri patogen lain Hasii uji sensitiiitas real-time PCR untuk mendeteksi konsentrasi DNA terendah bakteri Leprospim spp adalah 0,75 fypl, hasil uji spesitisitas real-time PCR menunjukkan bahwa primer yang digunakan untuk deteksi balderi Leprospira spp tidak beraksi silang dengan genom bakteri-bakteri uji, konsentrasi minimal DNA bakteri yang masih terdeteksi dalam darah mencapai 150 fg/pl, sedangkan dalam urin mencapai 1470 fg/pl yang masih dapat dideteksi dengan pemeriksaan real-time PCR. Metode real-time PCR ini dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan mikrobiologi yang cepat dan tepat untuk mendiagnosis leptospirosis.

Leptospirosis is an emerging infectious disease in human and animals caused by Leptospira spp. and considered endemic in Indonesia due to its tropical climate. The International Leptospirosis Society (2001) declared Indonesia has high incidence of leptospirosis and ranked the third in the world for mortality (16.7%) The clinical features are not specific and may result in a missed or delayed diagnosis. The microbiology diagnostic method e.g. culture and microscopic agglutination test (MAT) are sensitive and specific but time-consuming and high cost. The other method to detect the antibody result false positive reactions and need confirmation by the MAT. Therefore in this study we optimized the real-time PCR assay, which has been used to detect a large number of microbes. It has high sensitivity and specificity, thus making it ideal as a rapid and accurate method to detect pathogen Leptospira spp. in human specimens. The amplification of the DNA control was performed optimally with the following conditions: annealing temperature is 60°C, primer volume is 0.5p1 (final concentration: 0.9 phd); probe volume is 0.2 ul (final concentration 0.2 pM). This method may detect the DNA in the Mastermix Mix with the concentration of 0.75 fg/ul, however in blood specimen the limit of detection of the DNA 150 fg/pl and in urine is 1470 fg/pl. The primer used in this assay is not complementary with the DNA of other pathogenic Leptospira spp. The real-time PCR assay is a rapid and accurate method to detect pathogenic Leptospira in human specimens. Further studies are needed to know the sensitivity and specificity of the real-time PCR assay compared to other diagnostic methods in clinical settings."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T32852
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>