Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arya Tjipta Prananda
"LATAR BELAKANG. Makalah ini memberikan gambaran kualitatif dari tampilan histologis dan perubahan yang terjadi di tandur kulit manusia yang disimpan pada suhu 4oC
dalam berbagai pengawet selama 1 minggu. Selama waktu penyimpanan, perubahan terlihat di semua lapisan epidermis dan dermis. Fitur awal yang paling terlihat adalah pembengkakan dan pleomorfisme nucleus dan seluler. Setelah 7 hari susut nucleus dan seluler, pembentukan halo dan pyknosis menjadi jelas. Fitur histologis yang paling mengkhawatirkan adalah terjadinya blebs dermoepidermal. Ini adalah terbukti dengan hari ke 7 dan akhirnya pemisahan lengkap dari epidermis dari dermis.
METHODS. Tandur kulit manusia yang telah diambil ini akan disimpan dalam bentuk gulungan dan didalam suhu 4OC yang kemudian akan menunjukkan perbedaannya. Dan akan dibagi dalam dua kelompok yakni grup control dengan NaCL 0,9% dan grup percobaan dengan Gliserol 80%.
Penelitian ini dilakukan secara prospektif, kemudian dinilai perbedaan secara histologisnya, dihitung sel pada grup NaCl dan gliserol. Kemudian hasil yang didapat akan dibandingkan dengan menggunakan Chi-Square (data kategorik dengan melihat terjadinya dermoepidermal blebs, halo formation, cellular pyknosis, nuclear dan cellular shrinkage pada hari ke-7).
RESULTS. Hasil dengan menggunakan uji chi-square Asymp.Sig (2-sided) dengan nilai 0.001, p < 0.05. Hipotesis 0 ditolak, and hipotesis 1 diterima yang artinya ada perbedaan significant antara penggunaan NaCl 0.9% dibandingkan dengan glycerol 80% pada terjadinya dermoepidermal blebs, halo formation, cellular pyknosis, nuclear dan cellular shrinkage pada hari ke-7 penyimpanan tandur kulit. Tandur kulit yang disimpan dengan Gliserol 80% pada hari ke-7 mempunyai 4.25 resiko lebih besar terjadinya dermoepidermal blebs, halo formation, cellular pyknosis, nuclear dan cellular shrinkage dibandingkan dengan NaCl 0,9% dengan P = 0.001
(significant). Kami menyimpulkan viabilitas kulit akan semakin meningkat jika tandur kulit disimpan dalam bentuk gulungan dan dalam suhu 4OC serta dengan menggunakan gliserol 80%.
Kata Kunci: Tandur kulit split-thickness, Pengawet, gliserol 80%

BACKGROUND. This paper provides a qualitative description of the histological appearances and changes occurring in human split skin grafts stored at 4oC in various configurations over a 1-week period. During the storage time, changes were seen in all layers of the epidermis and dermis. The most notable early features were nuclear and cellular swelling and pleomorphism. After 7 days nuclear and cellular shrinkage, halo formation and pyknosis became evident. The most worrying histological feature was the development of dermoepidermal blebs. These were evident by day 7 and progressed to cleavage off and ultimately complete separation of the epidermis from the dermis.
METHODS. A comparison of these features in human split skin grafts stored as sheets stored rolled, at either strictly or roughly 4oC revealed differences. And consist in two preservant group, the control is using NaCl 0,9%, and the trial is using glycerol 80%. The study was conducted prospectively, see the state or characteristic of the early skin graft preservation and preservation day 7 between the use of 0.9% NaCl solution and 80% glycerol solution. Comparing the results using chisquare test (categorical data with categorical that the use of 0.9% NaCl and 80% glycerol to the occurrence or non-occurrence of the dermoepidermal blebs, halo formation, cellular pyknosis, nuclear and cellular shrinkage on day 7)
RESULTS. This research use a chi-square test. Results seen as Asymp.Sig (2-sided) with a value of 0.001, meaning meets p < 0.05. Hypothesis 0 is rejected, and Hypothesis 1 is accepted which means that there are significant differences between the use of NaCl 0.9% compared with 80% glycerol on the incidence dermoepidermal blebs, halo formation, cellular pyknosis, nuclear and cellular shrinkage on day 7 skin graft preservation. Skin grafts that were preserved using 0.9% NaCl on day 7 had a 4.25 times greater risk for experiencing dermoepidermal blebs, halo formation, cellular pyknosis, nuclear and cellular shrinkage compared with the preserved skin graft using glycerol 80% at day 7 with P = 0.001 (significant). We conclude that the viability of stored skin is improved if it is stored at a uniform 4oC as rolled sheets and preserved with glycerol 80%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurardhilah Vityadewi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Tulang rawan telinga merupakan sumber graft tulang rawan dengan hasil estetik yang baik dan sering digunakan pada tindakan augmentasi rhinoplasty. Rhinoplasty menjadi suatu prosedur yang semakin meningkat popularitasnya, dengan demikian tingkat prosedur revisi juga bertambah. Prosedur revisi banyak membutuhkan grafting dan tulang rawan telinga menjadi bahan yang cukup berharga untuk digunakan dalam secondary rhinoplasty. Donor yang terbatas menyebabkan optimalisasi pada donor graft sebagai sumber menjadi sangat dibutuhkan. Menjadi tujuan dari studi ini untuk melakukan investigasi terhadap kemungkinan dilakukannya reharvesting tulang rawan pada area donor. Diharapkan studi ini dapat melakukan evaluasi terhadap proses penyembuhan pada area donor, meliputi regenerasi tulang rawan pada area donor menggunakan model hewan. Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan 6 ekor kelinci New Zealand putih sehat, untuk dilakukan investigasi terhadap regenerasi tulang rawan pada defek donor dengan satu sisi perichondrium. Defek dibuat pada telinga kelinci, berukuran 0,5 x 3 cm2. Dua kelompok eksperimental dengan masing-masing terdiri atas12 sampel, kemudian dibuat: Grup 1 dengan satu sisi perichondrium dan Grup 2 tanpa perichondrium . Evaluasi makroskopik dan mikroskopik dilakukan setelah 4 minggu. Results: Evaluasi mikroskopik menunjukkan terjadinya pembentukan tulang rawan pada defek donor dengan satu sisi perichondrium p < 0,005 . Evaluasi makroskopik ketebalan jaringan defek dan kontraksi luka sekunder tidak memberikan hasil yang signifikan pada kedua grup. Conclusion:Defek donor dengan satu sisi perichondrium menunjukkan pembentukan tulang rawan baru pada area sekitar perichondrium yang ditinggalkan. Penemuan ini menunjukkan regenerasi tulang rawan terjadi pada area defek donor dalam 4 minggu pengamatan.

ABSTRACT
Background Auricular cartilage considered a source for cartilage graft with favorable aesthetic result and most frequently used in augmented rhinoplasty. Rhinoplasty becomes an increasingly popular procedure and also the number of revision increases. Most revision procedures require grafting and auricular cartilage is typically precious site for secondary rhinoplasty. Since the donor site is limited, search for the source and optimization of the donor site of graft material is necessary. The availability of the cartilage amount after harvesting very limited to be a structural support of the ear. It is our goal to investigate the possibility of reharvesting cartilage from the utilized donor site without any risk of distorting the ear morphology. The aim of this study was to evaluate the healing process of the donor site, include the cartilage regeneration of the donor site in experimental animal model. Methods We conducted an experimental study in 6 white, healthy, New Zealand rabbits for the investigation of the cartilage regeneration from donor defect with one side perichondrium. Cartilage defects size 0,5 x 3 cm2 were created on the rabbits rsquo ear. Two experimental groups with 12 ears in each group were created Group 1 with one side perichondrium and group 2 without perichondrium . Macroscopic and microscopic evaluations were done on the 4th weeks. Results Microscopic evaluation revealed the immature cartilage formed in 4th week observation of the donor defect with one side perichondrium p 0,005 . The macroscopic evaluation of the thickness and secondary wound contraction of the donor defect area have no significant results within two groups. Conclusion The donor defect with one side perichondrium showed new cartilage formation within area of the perichondrium. This findings showed the regeneration of cartilage was developed at the donor defects with one side perichondrium in 4th week. "
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kuswan A Pamungkas
"Pendahuluan : Pengukuran morfometri wajah sebagai bagian tubuh telah dilakukan sejak jaman Yunani, dan telah
diketahui struktur wajah mempunyai karakteristik khusus yang tergantung dari usia, jenis kelamin, ras serta variasi
etnik yang ada. Untuk dapat memberikan penilaian yang tepat untuk pasien, adanya data yang dapat mewakili
populasi sangatlah diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapalkan data morfometri pada wanita dewasa
muda subras Deutero Melayu.
Metode : Studi cross sectional dilakukan pada mahasiswi tingkat I - VI FKUT, dengan rentang usia 17 - 25 tho
Seleksi ras dilihat sampai dengan tiga generasi tanpa ada campuran dari ras lain, cacat bawaan lahir, riwayat operasi
maupun infeksi saat dilakukan penelitian. Data yang diambil oleh satu peneliti yang sarna, subjek dikelompokkan
menjadi 3 berdasarkan tipe oklusi (klasifikasi Angle). Kemudian dilakukan pengukuran 13 variabel {Icbar bibir
(chr-chl), lebar cupid's bow (cphr-cphl), tinggi kutis bibir atas (sn-Is), tinggi vermilion atas (Is-sto), tinggi total bibir
atas (sn-sto), tinggi kutis bibir bawah (Ii-sl), tinggi vermilion bawah (sto-li), tinggi total bibir bawah (sto-sl), tinggi
total bibir (sn-sl), sudut antar bibir ([sn-ls)"[li-sl])} dan penghitungan 6 variabel (Iuas dan volume).
Hasil : Didapatkan 124 subjek wan ita, 14 subjek dikeluarkan karena tidak memenuhi syarat subras. Berdasarkan
klasifikasi Angle, subjek dibagi 3 tipe oklusi. Oklusi tipe [terdiri 85 orang ( 77%), tipe II 7 orang (7%) dan tipe III
18 orang (16%). Suku terbanyak adalah Jawa 46 orang (41%) dan Minang 33 orang (3001o). Dari hasil pengukuran
didapatkan chr-chl = 46,24±3,56mm, cphr-cphl = I O,07± 1 ,53mm, sn-Is = 13,44± 1 ,98mm, Is-sto = 7 ,69± 1 ,74mm, snsto
= 21,14±2,28mm, li-sl = 7,06±1,74mm, sto-Ii = 9,87±1,65mm, sto-sl = 16,93±1,94mm, sn-sl = 38,07±3,4Imm
dan [sn-lsl"[li-sl] = I 1O,16±14,llo. Luas vermilion atas = i78,10±34,46mm2
, luas vermilion bawah =
228,61±44,41mm2
, luas vermilion total = 406,72±67,38mm2. Volume bibir atas = 1396,69±371,42mm3
, volume
bibir bawah = 1240,98±324,16mm3 dan volume bibir total = 2637,67:1::600,38mm3
• Setelah dilakukan
pengelompokan berdasarkan tipe oklusi, tidak didapatkan perbedaan bermakna dari seluruh variabel yang diukur
dan dihitung antara oklusi tipe I dibandingkan dengan oklusi tipe II dan III.
Diskusi : Dibandingkan dengan penelitian Farkas pada ras Kaukasia, Afrika, dan Cina pada tabun 1994, hasil
penelitian tidak berbeda bermakna dengan ras Cina. Bila dibandingkan dengan ras Kaukasia maka hasil penelitian
ini berbeda bermakna yaitu dalam hal tinggi kutis bibir atas, tinggi kutis bibir bawah dan tinggi total bibir bawah.
Dibandingkan dengan ras Afrika terdapat perbedaan pada tinggi vermilion atas, tinggi total bibir atas dan tinggivkutis bibir bawah."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T59100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beni Herlambang
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kasus trauma wajah di unit gawat darurat dan operasi elektif dalam penyembuhan lukanya dapat menjdi morbiditas karena parut yang berlebihan. Supaya mendapatkan hasil parut yang baik aplikasi mikropore diperlukan mencegah parut hipertrofik ataupun keloid. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan perbedaan kualitas parut antara kelompok yang diaplikasi mikropore dengan kontrol.Metode: Penelitian kohort eksperimental dengan subjek pasien di unit gawat darurat dan operasi elektif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Studi ini membandingkan perbedaan kualitas parut pada kelompok perlakuan dengan aplikasi mikropore dibandingkan dengan kontrol. Jumlah sampel minimal 19 sampel tiap kelompok, akan di evaluasi kualitas parut menggunakan VAS setelah enam bulan, oleh salah satu evaluator.Hasil: Dari mei ndash;juni 2016, terdapat 33 pasien dengan 55 parut,dengan grup perlakuan 24 parut, dan pada grup kontrol 29 parut. Parut tersebut dievaluasi nilai VAS score setelah parut terbentuk mnimal 6 bulan. Nilai VAS pada kelompok intervensi didapatkannilai median antara 8 ndash; 9 lebih tinggi dibanding median kelompok control antara 6-8. Nilai rerata pada intervention group 8,50 0,51, lebih besar dibandingkan rerata kelompok control yaitu 7,00 0,38. Dan uji hypothesis nilai VAS dengan nilai p-value < 0,005.Kesimpulan: Nilai VAS pada kelompok perlakuan bermakna lebih baik dibandingkan kontrol,dengan faktor umur ,jenis kelamin dan riwayat keloid atau parut hipertrofik,tidak mempengaruhi perbedaan nilai VAS. Maka disimpulkan aplikasi mikropore pada kualitas parut menjadi pilihan terapi yang lebih baik.

ABSTRACT
Abstract Background There are more traumatic wound cases in emergency department and elective surgery,the result of injuries will healed with excessive scar and morbidity. The microporous paper tappe that can be applied for better scar and to prevent hypertrophic scar and kelloid. The result of this study to compare quality of scar in two groups.Materials and Methods Experimental cohort prospective study, with patient in emergency room and elective operation at Cipto Mangunkusumo Hospital, which meet the inclusion and exclusion criterias. This study to compare the differences scar quality between the intervention group and control group. There are minimal 19 sample each groups, will be evaluated with one evaluator after 6 month,using VAS scoring system.Results From mei to jun 2016,there are 33 patients with 55 sample of scars, the intervention group were 24 scars, and in control group were 29 scars. The scars will be evaluated of VAS score after scar mnimal 6 months. VAS score in the intervention group obtained median value between 8 9 that higher than the median of the control group between 6 8. The mean value in the intervention group is 8.50 0.51, higher than the average of the control group is 7.00 0.38. the result of VAS values with hypothesis test is p "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Adla Runisa
"

atar Belakang: Silikonoma penis merupakan suatu proses inflamasi yang menyebabkan deformitas pada penis, yang disebabkan oleh penyuntikan substansi non-biologis pada penis, dan menyebabkan kerusakan yang hebat. Tata laksana berupa eksisi radikal kadang menjadi satu-satunya pilihan, dengan penutupan defek menggunakan tandur kulit. Namun, tandur kulit menyebabkan kontraktur sekunder dan terputusnya ujung saraf dari kulit, sehingga berpotensi menyebabkan disfungsi seksual. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi pasien tersebut dengan menggunakan IIEF-5.

Metode: Studi ini merupakan studi cross sectional retrograde yang melibatkan pasien silikonoma penis yang di rekonstruksi menggunakan tandur kulit di Rumah Sakit Hasan Sadikin dan Cipto Mangunkusumo dari januari 2015 ke juli 2019. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian ini akan dievaluasi fungsi seksualnya menggunakan kuesioner IIEF-5.

Hasil: Terdapat total 36 pasien silikonoma penis yang direkonstruksi dengan tandur kulit, dan 19 pasien bersedia untuk ikut serta pada penelitian ini. Dari total pasien, 16 (84,2%) pasien memiliki fungsi seksual yang normal, 2 (10,5%) mengalami disfungsi ereksi ringan dan 1 (5,3) mengalami disfungsi ereksi ringan-sedang.

Kesimpulan: Pasien dengan silikonoma penis yang mendapatkan rekonstruksi dengan penutupan defek menggunakan tandur kulit memiliki fungsi seksual jangka panjang yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai opsi penutupan defek.


Background: The necessity for penile augmentation has been present throughout history, using non-biological high viscosity substances resulting in detrimental damages, leading to siliconoma. Surgical management with radical excision with choices of split thickness skin graft as defect closure option for resurfacing. Nevertheless, the presence of secondary contracture and sensation diminution of the graft might interfere with sexual function. The aim of this study is to evaluate sexual function in penile siliconoma patient post skin graft reconstruction, using Simplified International Index of Erectile Function (IIEF-5).

Methods: This is a retrograde cross-sectional study involving penile siliconoma patients receiving reconstruction using split thickness skin graft at Hasan Sadikin and Cipto Mangunkusumo General Hospital from January 2015 to July 2019. All patients willing to enroll in this study were given the IIEF-5 questionnaire for sexual function evaluation.

Result: A total patient of 36 people was detected through medical record in both centers, and 19 were willing to be enrolled in this study. Among the patients, 16 (84.2%) had normal sexual function and 2(10.5%) Mild and 1(5.3%) had mild to moderate erectile disfunction.

Conclusion: Penile siliconoma patients receiving radical excision and resurfacing using skin graft has a good sexual function, and could be used as a resurfacing option in the treatment of penile siliconoma.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Sari
"

Latar Belakang : Terdapat perdebatan jangka panjang di antara dokter bedah plastik mengenai bahan benang yang ideal untuk penjahitan luka. Banyak dokter bedah berpendapat bahwa material monofilamen lebih baik dibandingkan dengan monofilamen karena lebih mudah dalam melakukan simpul, tidak mudah terbuka, dan menimbulkan reaksi radang yang minimal. Pendapat lain tidak keberatan dengan benang multifilamen dan menganggap hasil yang diberikan tidak lebih buruk dibandingkan dengan monofilamen Pasien dan Metode : Defek sekunder donor tandur kulit full-thickness di area inferior abdomen dijahit menggunakan Vicryl 4.0 untuk lapisan dalam, dan pada lapisan luar dibagi menjadi grup Vicryl 4.0 dan grup Nylon 4.0. Seluruh pasien dilakukan follow-up hingga enam bulan setelah tindakan operasi dan diukur nilai VAS masing-masing pasien terhadap bekas luka jahitan. Hasil : Terdapat total 20 pasien disertakan dalam penelitian ini. Setelah 6 bulan pasca operasi, skor VAS pada grup pasien multifilamen memiliki nilai rerata 6.8, sedangkan pada grup monofilamen nilai rerata 7. Komplikasi berupa infeksi, dehisens, dan peradangan ditemukan pada satu pasien dari setiap grup. Kesimpulan : Tidak didapatkan perbedaan signifikan antara bekas luka yang dihasilkan dan komplikasi yang terjadi pada luka yang dijahit menggunakan benang multifilamen dengan monofilamen.


Background : There is long-standing disagreement among plastic surgeons as to the ideal suture material for closing skin wounds. Many surgeons believe hat monofilament suture material is preferable, as it is easier to tie, is unlikely to break prematurely, and elicits a minimal inflammatory response. Others feel that these issues are of minor importance and prefer absorbable multifilament sutures because they do not have to be removed, thus saving the surgeon time and decreasing patient anxiety and discomfort. Patients and Methods: Full thickness skin graft were taken from inferior abdominal. All deep tissues were closed with 4.0 Vicryl, while on the subcuticular level one group was sutured using 4.0 Vicryl and the other with 4.0 Nylon. All patients were followed for up to 6 months after surgery and VAS score of the scar were recorded from each patient. Result : Twenty patients were included in this study and divided into two groups. After 6 months evaluation, the mean VAS score for the aesthetic perception of the scar from the multifilament suture group was 6.8 and from the monofilament group was 7. Infection, dehiscence, and inflammation were found on one patient from the multifilament group and hypertrophic scar on one patient from each group. Conclusion : There are no significant difference on scar formation and complication between FTSG donor defects that were sutured using multifilament and monofilament suture.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Ikasari; Theddeus Octavianus Hari Prasetyono
"Mata sebagai satu unit estetik bukan hanya terdiri palpebra saja, tetapi juga periorbita. Letak anatomi alis mata dan ketebalan lemak juga memengaruhi kecantikan mata. Pada wanita kulit putih, lipatan kelopak mata biasanya 8-11 mm di atas lid margin, sedangkan untuk laki-laki biasanya 6-9 mm. Pada Mongolian, kelopak mata atas biasanya lebih tebal, lid crease lebih dekat pada lid margin ( 6-9 mm ), fisura palpebra lebih kecil dan kadang-kadang terdapat epichantal fold sisi medial.

The eye as an aesthetic unit consists not only of the palpebra, but also of the periorbit. The anatomical location of the eyebrows and the thickness of the fat also affect eye beauty. In white women, the eyelid crease is usually 8-11 mm above the lid margin, while for men it is usually 6-9 mm. In Mongolian, the upper eyelid is usually thicker, the lid crease is closer to the lid margin (6-9 mm), the palpebra fissures are smaller and sometimes there is a medial lateral epichantal fold."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library