Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hiqma Nur Agustina
"Penelitian ini mengkaji dua teks karya penulis diaspora laki-laki dan perempuan Afghanistan dengan judul A Thousand Splendid Suns karya Khaled Hosseini dan My Forbidden Face dan karya Latifa. Dua teks yang mengusung tema represi dan kekerasan ini dikaji dengan menggunakan teori naratologi dan fokalisasi Gerard Genette, konsep kelas sosial, represi, resistensi, relasi gender, serta feminisme Islam dan feminisme Poskolonial. Penelitian ini melihat kondisi perempuan Afghanistan di era 1978-2003 sebagai akibat dari konstruksi kelas dan gender yang dilatarbelakangi oleh kultur patriarki serta untuk mengungkap kekuasaan, dominasi, dan ketidaksetaraan gender dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks. Diperbandingkan pula sejauh mana kedua penulis ini memiliki kesamaan atau perbedaan dalam mengungkapkan peran gender dan budaya patriarki dalam membentuk represi terhadap perempuan Afghanistan. Hasil penelitian adalah terdapat dua jenis fokalisasi dan narator dalam kedua teks, yaitu fokalisator ekstern dan heterodiegetic narator dalam ATSS dan fokalisator intern dan homodiegetic narator dalam MFF. Strategi naratif kedua penulis adalah berupa penggunaan kata, frasa, dan kalimat yang dengan tepat merefleksikan represi dan kekerasan pada tokoh-tokoh perempuan di dalam kedua teks. Kesamaan kedua penulis adalah keberpihakan mereka dalam melawan konstruksi sosial masyarakat Afghanistan yang sangat patriarkis sehingga muncul represi dan resistensi sebagai imbas dari ketidaksetaraan gender, perbedaan, dan stratifikasi kelas dan etnis, penafsiran terhadap tafsir atau hadis, dan penerapan aturan dari rezim Taliban. Namun, resistensi yang dihadirkan pada beberapa fokalisasi oleh fokalisator ekstern dan intern pada kedua teks juga memunculkan ambivalensi yang justru berpotensi mengukuhkan konsttuksi gender yang tidak menguntungkan perempuan.

This study examines two texts written by Afghan diaspora writers with the title A Thousand Splendid by Khaled Hosseini and My Forbidden face by Latifa. The two texts that raises the theme of repression and violence are examined by naratologi theory and focalization of Gerard Gennete, the concept of social class, repression, resistance, gender relations, Islamic and Postclonial feminism. This study is intended to explore the condition of Afghan women in the 1978-2003 era as a result of class and gender constructions based on patriarchal culture and reveal how power, dominance, and gender inequality are practiced, reproduced or opposed by the text. In addition, it is necessary to compare the extent to which these two authors have similarities or differences in expressing the role of gender and patriarchal culture in shaping the repression of Afghan women. The result of the research shows that there are two types of narrators in both texts, external focalisator type and heterodiegetic narrator in ATSS and internal focalisator and homodiegetic narator in MFF. The narrative strategies of the two authors are in the form of using words, phrases and sentences that accurately reflect repression and violence on female characters in both texts. The similarity of the two author is their position against the social construction of a highly patriarchal Afghan society, resulting ini repression and resistance as the impact of gender inequalities, class and ethnic distinction and stratification, interpretation of Hadiths, and the application of the rules of the Taliban regime. However, the resistance presented to some focalizations by external and internal focalizator in both texts raises ambivalence and has the potential to strengthen gender construction that does not benefit women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2556
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nungki Heriyati
"Peristiwa 1965 adalah salah satu sejarah traumatis bangsa Indonesia yang memiliki dampak besar kepada perempuan. Disertasi ini menganalisis pengalaman traumatis dan perjuangan perempuan untuk sintas dalam novel Lasmi (2009) dan Istana Jiwa (2012). Karya sastra meniru mekanisme trauma untuk merepresentasikan peristiwa traumatis. Hal tersebut menyebabkan trauma bukan hanya ada pada tataran isi namun juga tecermin dalam strukturnya. Dengan menggunakan metode symptomatic reading, konsep fokalisasi (Bal, 2009), trauma (Caruth, 1996), dan gender (Millet, 2000) analisis dilakukan bukan hanya menggali makna yang ada dipermukaan teks melainkan mengungkap hal tidak disampaikan atau disembunyikan oleh teks. Trauma dalam tataran tekstual hadir melalui penceritaan yang tidak ajek dan alur yang fragmentaris. Bentuk narasi ini menekankan efek kejut, suasana tahu dan tidak tahu, dan ketidakpastian menunjukkan peristiwa 1965 sebagai peristiwa yang masih membingungkan dan tidak terakses. Melalui struktur narasi trauma, kedua teks merepresentasikan kesintasan sebagai penggambaran perempuan yang berdaya yang melawan dan bernegosiasi dengan opresi patriarki dan rezim Orde Baru. Kesintasan juga direpresentasikan sebagai kebungkaman yang harus disuarakan. Dengan demikian kesintasan dalam kedua teks tidak terbatas pada fisik yang selamat namun juga pada tersampaikannya suara perempuan.
......The 1965 event is one of the traumatic histories of Indonesian which had a massive impact on women. This dissertation analyzes women's traumatic experience and their struggle to survive in Lasmi (2009) and Istana Jiwa (2012). Literary works mimic the mechanism of trauma to convey the traumatic experience. Thus, trauma occurs not only in its content but also in its structure. Employing symptomatic reading method, the concept of focalization (Bal, 2009), trauma (Caruth, 1996), and gender (Millet, 2000), the analysis is conducted by interpreting textual message as well as analyzing the hidden meanings of the text. The analysis shows that trauma is reflected from unsteady narration and fragmented plot. The structure emphasizes the shocking effect, knowing and not knowing, and uncertainty. The structure shows the 1965 event is still confusing and not accessible. Through the structure of the trauma narrative, the two texts represent survival as depictions of empowered women who fight and negotiate patriarchal oppression and the New Order regime. The survival is also represented as voicing a silence. Thus, the meaning of women survival is not limited to the physical survival but also to voicing women's voice."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2658
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library