Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibrahim Arifin
"Perbankan kerap dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan menjadi salah satu sarana untuk melakukan pencucian uang. Rezim anti pencucian uang kemudian menerapkan sejumlah ketentuan dalam rangka mengoptimalisasi peran perbankan sebagai gate keeper dan pihak pelapor dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka Bank telah melakukan perbuatan melawan hukum yang kemudian berpotensi merugikan nasabah. Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan seputar; pertama, Ruang Lingkup Pertanggungjawaban Bank Dalam Kedudukannya Sebagai Pihak Pelapor Pada Rezim Anti Pencucian Uang; kedua, Perlindungan Hukum Terhadap Bank dalam pelaksanaan Kewajibannya Sebagai Pihak Pelapor dalam Rezim Anti Pencucian Uang dan ketiga, pertanggungjawaban Bank atas kerugian yang dialami nasabah akibat yang timbul Dari dilalaikannya kewajiban Berkaitan dengan kedudukannya sebagai Pihak Pelapor dalam Rezim Anti Pencucian Uang, penelitian ini merupakan bentuk penelitian hukum doctrinal dengan data sekunder yang didukung dengan data primer serta dianalisis secara deskriptif kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah konseptual dan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini ialah; pertama, Kewajiban Bank meliputi kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi nasabah, penerapan due diligence, kewajiban pelaporan serta melakukan penundaan transaksi, penghentian sementara transaksi dan pemblokiran rekening; kedua Perlindungan Hukum Terhadap Bank dalam pelaksanaan Kewajibannya Sebagai Pihak Pelapor dalam Rezim Anti Pencucian Uang dijamin oleh undang-undang selama tidak ada benturan kepentingan, dilaksanakan berdasarkan perintah undang-undang dan tidak terdapat kelalaian; dan ketiga, tanggung jawab Bank atas kerugian yang dialami nasabah akibat yang timbul Dari dilalaikannya kewajiban Berkaitan dengan kedudukannya sebagai Pihak Pelapor dalam Rezim Anti Pencucian Uang. Melakukan verifikasi mendalam terhadap keabsahan dokumen pengguna jasa dan konfirmasi terhadap nasabah pengirim dana sebagai upaya pencegahan kejahatan business email compromise serta pemanfaatan bank oleh pelaku kejahatan untuk menyembunyikan hasil kejahatan adalah saran penelitian ini

Banking is often utilized by criminals as a means to carry out money laundering activities. The anti-money laundering regime then implements a number of regulations to optimize the role of banks as gatekeepers and reporting entities in the prevention and eradication of money laundering. If these obligations are not fulfilled, the bank may be committing an unlawful act that could potentially harm customers. This research aims to answer issues regarding; first, the scope of the Bank’s Responsibility in its position as a Reporting Entity in the Anti-Money Laundering Regime; second, Legal Protection for Banks in the implementation of their Obligations as Reporting Entities in the Anti-Money Laundering Regime; and third, the Bank's liability for losses suffered by customers as a result of the failure to fulfill obligations related to its position as a Reporting Entity in the Anti-Money Laundering Regime. This research is a form of doctrinal legal research with secondary data supported by primary data and analyzed descriptively and qualitatively. The approach in this research is conceptual and legislative. The results of this research are; first, the Bank's obligations include the obligation to maintain customer information confidentiality, due diligence, reporting obligations, as well as delaying transactions, temporarily suspending transactions, and account blocking; second, Legal Protection for Banks in the implementation of their obligations as Reporting Entities in the Anti-Money Laundering Regime is guaranteed by law as long as there is no conflict of interest, it is carried out based on statutory orders and there is no negligence; and third, the Bank's liability for losses suffered by customers as a result of the failure to fulfill obligations related to its position as a Reporting Entity in the Anti-Money Laundering Regime. Conducting in-depth verification of customer document authenticity and confirming with fund-sending customers as prevention against business email compromise crimes and the use of banks by criminals to hide crime proceeds are the recommendations of this research."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Susilowati
"Beberapa tahapan dalam proses pensertipikatan satuan rumah susun (sarusun) adalah pengesahan akta pemisahan dan pertelaan. Kepemilikan atas tanah tempat rumah susun berdiri akan berubah dari kepemilikan tunggal penyelenggara pembangunan menjadi bagian tak terpisahkan dari kepemilikan bersama yang terpecah sesuai dengan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) tiap satuan rumah susun. Kepemilikan hak atas sarusun dibuktikan dengan adanya Sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun), yang diterbitkan serentak bersamaan dengan disimpannya Sertipikat Hak Atas Tanah terkait. Setiap terjadi pengalihan SHM Sarusun dari penyelenggara pembangunan kepada pemiliknya yang baru, beralih pula kepemilikan bersama sesuai dengan NPP terkait. Ketika seluruh sarusun telah dialihkan, berarti seluruh bagian tanah bersama telah beralih kepada para pemilik sarusun yang baru. Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama sebagai bukti hak atas tanah bersama masih tercatat atas nama penyelenggara pembangunan dan disimpan oleh Kantor Pertanahan Setempat, tanpa dapat digunakan maupun dipindahtangankan. Ketentuan mengenai perubahan pencatatan nama pemegang hak kepemilikan bersama dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama belum diatur secara tegas. Kedudukan subyek tercatat dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama berperan dalam melakukan perbuatan hukum, terutama mengenai perpanjangan jangka waktu kepemilikan hak atas tanah bersama. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif, menekankan penggunaan bahan hukum sekunder, metode analisis data kualitatif yang menghasilkan hasil penelitian berupa deskriptif analitis. Kedudukan subyek pemegang hak atas tanah dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama di Rumah Susun demi hukum berada pada para pemilik sarusun, tetapi pencatatannya perlu diatur dalam ketentuan yang berlaku dan prosedur perpanjangan hak atas tanah bersama yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku membutuhkan pembentukan Peraturan Pemerintah untuk mengatur mengenai kecakapan bertindak PPPSRS selaku wakil dari para pemilik sarusun.

One of the steps within certification of condominium units is legitimizing the segregation deed and its dissociation. Ownership of the land whereby the condominium resides would shift from singular ownership of the developer into inseparable common ownership, fissioned accordingly to Proportional Comparison Value (NPP) of condominium units. Ownership of the condominium units proven by Deed of Condominium Unit would be established concurrently, along with the preservation of Deed of Common Land. Every transitional conduct of a Deed of Condominium Unit from the developer to its new owner, would also mean the transition of common ownership per the value rested in each NPP. When all of the units have been transferred, the entire common land would be owned by the owners of condominium units. The Deed of Common Land which serves as proof of the common land ownership, would still be listed under the name of the developer and archived strictly in the Land Office. Currently there is no governing provision in changing the registered holder in The Deed of Common Land. The legitimacy of the registered subject in The Deed of Common Land matters for their ability to take legal actions, especially regarding the prolongation of its ownership. This normative judicial research uses descriptive research typology, emphasizes on using secondary legal materials, with qualitative data methods producing analytically descripted results. In conclusion, the legitimacy of the holder of common land by law is the right of the owners of condominium units needs to be clearly regulated and the prolongation of common land rights stipulated in the current regulations still requires the establishment of a Government Regulation regarding the capacity of the Owners Union as a representative of the condominium owners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifki
"Kasus ini bermula di saat RSI memproses permohonan kredit yang diajukan oleh HAS dan AK selaku pengurus perusahaan PT JKS. Proses ini dilakukan tanpa melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan dalam Buku Pedoman Perkreditan PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (BNI), serta lalai dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian perbankan dan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), mulai dari pengajuan permohonan, pengumpulan data, analisis data sampai dengan pengusulan kredit yang dibuat seolah-olah kredit yang diajukan oleh debitur telah memenuhi syarat dan ketentuan. Penelitian ini menganalisis bagaimana pertanggungjawaban hukum atas kelalaian pegawai bank dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 10/PID.SUS-TPK/2024/PT SBY jo. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 88/Pid.Sus-TPK/2023/PN Sby. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, yang berfokus pada doktrin dan merupakan sintesis dari aturan, asas, norma atau panduan penafsiran serta nilai-nilai. RSI dalam jabatannya sebagai Senior Relationship Manager PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Sentra Kredit Menengah Gresik terbukti secara sah dan meyakinkan telah memperkaya suatu korporasi yaitu PT JKS dengan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam melakukan verifikasi dokumen yang diajukan PT JKS sehingga mengakibatkan ketidakmampuan PT JKS dalam memenuhi kewajiban pembayaran utangnya dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp39.688.133.703,00 (tiga puluh sembilan miliar enam ratus delapan puluh delapan juta seratus tiga puluh tiga ribu tujuh ratus tiga Rupiah). Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan mempertimbangkan fakta hukum di persidangan dan dikaitkan dengan teori serta pembahasan pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya telah tepat dalam memutus perkara yang menjerat RSI.

This case began when RSI processed a credit application submitted by HAS and AK, who were acting as managers of the company PT JKS. This process was conducted without following the procedures stipulated in the Credit Guidelines Book of PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (BNI) and neglected the implementation of banking prudence principles and good corporate governance, from the application submission, data collection, data analysis, to the credit proposal, making it appear as if the credit application by the debtor met the required terms and conditions. This study analyzes the legal accountability for the negligence of bank employees in performing their duties and obligations, which resulted in financial losses to the state, according to the applicable laws and regulations in Indonesia and the Surabaya High Court Decision Number 10/PID.SUS-TPK/2024/PT SBY in conjunction with the Surabaya District Court Decision Number 88/Pid.Sus-TPK/2023/PN Sby. This study is composed using doctrinal research methods, focusing on doctrine and synthesizing rules, principles, norms, or interpretative guidelines and values. RSI, in his position as Senior Relationship Manager of PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Sentra Kredit Menengah Gresik, was legally and convincingly proven to have enriched a corporation, namely PT JKS, by neglecting the prudence principle in verifying documents submitted by PT JKS, which resulted in PT JKS's inability to meet its debt repayment obligations and caused a financial loss to the state amounting to Rp39,688,133,703.00 (thirty-nine billion six hundred eighty-eight million one hundred thirty-three thousand seven hundred three Rupiah). Based on the analysis conducted, considering the legal facts in court and correlated with the theories and discussions in this study, it can be concluded that the decision of the Surabaya High Court Judges' Panel was appropriate in resolving the case involving RSI."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shannon Wijayanti
"Penelitian ini membahas mengenai konsekuensi yuridis terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta jual beli dengan tidak dihadiri salah satu pihak berdasarkan blanko akta yang telah disiapkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah karena tidak sesuai dengan objek yang sebenarnya. Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia untuk menyusun dan bertanggung jawab dalam pembuatan akta-akta autentik berkenaan dengan tanah, namun dalam praktik seringkali pelaksanaan tugas jabatan PPAT tidak mengutamakan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Karena itu permasalahan yang hendak dianalisis dalam tesis ini adalah mengenai keabsahan akta jual beli yang tidak ditandatangani dihadapan PPAT dan tidak sesuai dengan harga objek yang sebenarnya; dan, berkenaan dengan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah yang telah melakukan tindakan melawan hukum dalam pembuatan akta jual beli. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif yaitu menelaah permasalahan berdasarkan asas hukum dan hukum positif tertulis maupun tidak tertulis yang terkait dengan penelitian ini. Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang cacat hukum atau tidak memenuhi syarat subjektif sebagaimana tercantum pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim. Kemudian Pejabat Pembuat Akta Tanah juga harus selalu menjalankan prinsip kehati-hatian, salah satunya yaitu dengan melakukan pembacaan akta sebelum dilakukan penandatanganan, dengan begitu dapat dipastikan apa yang tertulis dalam akta telah sesuai dengan kehendak dan kesepakatan dari para penghadap.

This study discusses the consequences of Land Deed Officials who made a sale and purchase deed without the presence of one party based on the deed blank that had been prepared by the Land Deed Official and does not match the real object. Land Deed Official are general officials appointed by the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial of the Republic of Indonesia to prepare and be responsible for making authentic deeds regarding land and properties, but in practice often the implementation of Land Deed Official's duties does not prioritize good services for the community. Therefore the problem to be analyzed in this thesis are about the validity of the sale and purchase deeds that are not signed before the Land Deed Official and are not in accordance with the actual price of the object; and, regarding the responsibility of the Acting Authority for Drafting Land that has taken unlawful acts (tort) in making the sale and purchase deed. The research method used in this study is juridical-normative which is examining the problem based on the principles of law and written and unwritten laws related to this research. The research method used in this study is juridical-normative namely to study topics based on the principles of law and positive law. The results of the study obtained stated that the Land Drafting Officials who could meet the requirements or did not meet the requirements approved in Article 1320 of Burgerlijk Wetboek could be requested to be canceled by the Judge. Therefore Land Deed Officials must also make precautionary principles, one of which is by reading the deed before signing so that what is written in the deed is in accordance with the wishes and agreements of the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Nindya Meylani
"Penyelesaian kerugian keuangan negara akibat kelalaian/kesalahan administrasi seharusnya merupakan penyelesaian administrasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kerugian negara selalu diarahkan kepada hukum pidana dan mengabaikan hukum administrasi negara. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman mengenai teori hukum administrasi negara. Tidak semua penyimpangan khususnya dalam hal tindakan aparatur pemerintah dikenai sanksi pidana apabila hukum administrasi negara memberikan pedoman dan sanksi. Untuk itu, perlu dibuat adanya Standar Operasional agar penyelesaian kerugian keuangan negara akibat kesalahan/kelalaian admnistrasi dapat diselesaikan secara administrasi dan peningkatan pengawasan dari APIP dalam hal ?hal yang berhubungan dengan administrasi pemerintahan.

Solving Mechanism of State Financial Loss Due to Administrative Failure and/or error should be an administrative settlement in accordance with Law No. 1 of 2004 on State Treasury and Law No. 30 Year 2014 on Government Administration. State losses are always directed to the criminal law and the law ignores the state administration. This is due to lack of understanding of the theory of administrative law. Not all irregularities, especially in terms of the actions of government officials subject to criminal sanctions if the administrative law providing guidelines and sanctions. For that, need to be made that the completion of their Standard Operating state financial losses due to errors / omissions of Administrative can be resolved administratively and increased supervision of the APIP in those things which relate to government administration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faiz Nur Abshar
"

Jabatan gubernur merupakan jabatan yang penting dan tidak boleh sekalipun dibiarkan kosong, sehingga saat seorang gubernur dan wakilnya telah habis masa jabatannya sebelum ada gubernur definitif, maka diangkat seorang penjabat (pj) gubernur yang akan melaksanakan fungsi dan tugas gubernur sampai gubernur definitif baru terpilih melalui pilkada. Dalam beberapa peristiwa, tidak jarang penjabat yang diangkat tersebut berasal dari kalangan TNI dan Polri. Namun, diantara semua penjabat yang berasal dari kalangan TNI dan Polri tersebut, hanya pengangkatan Mochamad Iriawan yang telah menimbulkan polemic, karena yang bersangkutan masih berstatus sebagai anggota Polri ketika diangkat sebagai penjabat (pj) gubernur. Oleh karena itu pengaturan mengenai prosedur pengangkatan penjabat (pj) gubernur dari kalangan TNI dan Polri serta legalitasnya menjadi latar belakang skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan tipe penelitian evaluatif dan tipe penelitian problem focused research. Sementara itu jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yang dianalisis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan dilengkapi dengan wawancara sebagai konfirmasi dan keoptimalan analisa. Untuk bahan-bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan dalam kasus, diketahui bahwa Mochamad Iriawan masih berstatus sebagai anggota Polri saat dirinya dilantik. Hal ini berbeda dengan kasus-kasus pengangkatan Penjabat (Pj) Gubernur dari kalangan TNI dan Polri lainnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, penjabat (pj) gubernur diangkat dari kalangan jabatan pimpinan tinggi madya dan bagi anggota Polri dan TNI berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, harus mengundurkan diri terlebih dahulu untuk menduduki jabatan gubernur. Mengenai legalitasnya, setiap anggota TNI dan Polri tetap tunduk pada Undang-Undang yang mengatur instansinya masing-masing sekalipun mereka sudah menduduki jabatan pimpinan tinggi madya. Oleh karena itu agar tidak terjadi lagi polemik yang serupa, Pemerintah perlu mengikuti prosedur pengangkatan penjabat (pj) gubernur sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku serta lebih transparan dalam pengambilan suatu keputusan agar masyarakat lebih memahami alasan serta motivasi Pemerintah.


The position of governor is an important position and must not be left vacant, so that when a governor and his deputy have completed their term before a definitive governor is elected, an acting governor must be appointed to carry out the functions and duties of the governor until a new definitive governor is elected through the elections. In some occasion, the position of acting governor would be held by the appointees from the Armed Forces or Police. However, among all the officer who have been appointed for the position from the Armed Forces and Police, only the appointment of Mochamad Iriawan had caused a polemic since the latter was still a member of the national police force. Therefore the regulations regarding the procedure for appointing the acting governor from the Armed Forces and Police as well as it's legality is the background of this research. The research method used in this study is a normative juridical research method using evaluative research types and problem focused research types. Meanwhile the types of data used in this study is secondary data which will be analyzed using library research methods as well as interviews to confirm and optimize the analysis. For legal materials used in this study are primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. According to the facts in the case, Mochamad Iriawan was still a member of the National Police when he was appointed as the Acting Governor. Unlike the other appointed Acting Governors from the Armed Forces and Polri circles. Based on Regional Election Law, the acting governor was to be appointed from Jabatan Pimpinan Tinggi Madya holder and for members of the Police dan Armed Forces according to National Police Law and Armed Forces Law were to resign from their membership in order to take up the position of governor. Regarding its legality, each member of the Armed Forces and Police must to abide by the Law that regulates their respective institutions even though they have held the position of Jabatan Pimpinan Tinggi Madya. Therefore, in order to avoid a similar polemic, the Government needs to follow the procedure for appointing the acting governor according to the regulations and also needs to be more transparent in making decisions so that the public will have better understanding behind the reasons and motivations of the Government’s act.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selvia Ardita
"Surat keterangan waris merupakan akta pernyataan yang dibuat oleh ahli waris mengenai pewaris, yang dikeluarkan oleh notaris adalah suratnya bukan aktanya, yang mana isi dari surat keterangan waris mengenai pewaris dari semasa hidupnya sampai pewaris tersebut meninggal dunia. Ada tiga pejabat yang berwenang membuat surat keterangan ahli waris, yakni notaris bagi Golongan Tionghoa, Balai Harta Peninggalan (BHP) bagi golongan Timur Asing non Tionghoa atau dibuat sendiri oleh ahli waris di atas kertas dengan disaksikan oleh Lurah/Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat bagi golongan WNI Bumiputera. Apabila tidak diketahui secara pasti siapa saja ahli waris yang sah maka seringkali menimbulkan permasalahan atau gugatan sengketa waris di pengadilan dari ahli waris karena adanya keterangan yang tumpang-tindih didalam surat keterangan waris yang dibuat karena pemalsuan keterangan pada akta autentik, pemalsuan salinan akta maupun pengurangan dan perubahan isi minuta akta, meskipun dalam pembuatan akta autentik wajib disaksikan oleh saksi. Penulis menggunakan  penelitian yuridis normatif. Berdasarkan penelitian ini,  Penulis menyimpulkan bahwa Notaris yang bersangkutan dapat dijadikan sebagai turut serta karena mengetahui bahwa keterangan yang terdapat didalam akta tersebut tidak memuat keadaan yang sebenarnya dan mengakibatkan akta tersebut menjadi batal demi hukum.

The inheritance  certificate is a statement of deed made by the heir regarding the heir, which is issued by a notary is the letter is not the deed, which is the contents of the certificate of inheritance regarding the heir from his lifetime until the heir dies. There are three officials who are authorized to make a certificate of heirs, namely a notary for the Chinese Group, a Heritage Center (BHP) for non-Chinese Foreign Eastern groups or made by the heirs on paper witnessed by the Head of Village and strengthened by the sub-district head for group of Indonesians Bumiputera. If it is not known exactly who the legal heirs are, it often causes problems or inheritance disputes in the court of the heirs because of overlapping information in the inheritance certificate made due to falsification of information on authentic deeds, falsification of copies of deeds and deductions and changes to the contents of the minuta deed, even though the preparation of an authentic deed must be witnessed by the witness. The author uses normative juridical research. Based on this research, the author concludes that the Notary concerned can be used as a participant because he knows that the information contained in the deed does not contain the actual conditions and results in the deed becoming null and void by law."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yudita Trisnanda
"Ketidakjelasan muncul terkait keabsahan perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik yang perceraiannya tidak didaftarkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dapat dikatakan, bahwa pasangan suami istri yang tidak mendaftarkan perceraiannya pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masih terikat perkawinan yang sah, walaupun telah mendapatkan putusan pengadilan. Permasalahan menjadi semakin kompleks, manakala pasangan suami istri tersebut ingin melakukan perkawinan kembali dengan pasangannya terdahulu. Penelitian menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan menurut hukum negara dan agama Katolik serta mengenai perjanjian kawin. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan wawancara dengan romo dan hakim. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dianalis secara kualitatif. Perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik pada perceraian yang tidak didaftarkan dalam hal terjadi perkawinan kembali tetap sah, kecuali pasangan suami istri tersebut telah membatalkan terlebih dahulu. Notaris selaku pembuat perjanjian kawin juga hendaknya memberikan penyuluhan hukum terkait pentingnya pendaftaran perceraian, dimana dalam perkawinan tersebut diikuti dengan perjanjian kawin.

Unclear status prenuptial agreement arise in catholic marriage if the divorce is not registered in civil registrar. In Indonesia, divorce will be legalized if the couple register their divorce in the civil registrar after the judge grant their request on court proceeding. However, complex situation arise whenever the couple want to do remarriage since catholic does not allow divorce. Furthermore, the notary as the one who create the prenuptial agreement should give clear understanding on legal consequences after creating prenuptial agreement in relation to catholic and Indonesian marriage.A critical question posed in this scene is, does the remarriage process legal under Indonesian law? Does the prenuptial agreement still valid? To answer those questions The research will based on primer sources of law which are indonesia marriage law and catholic marriage law; and secondary sources of law which are books & interview with Churchmans and judges. In addition to that. The research method will based on qualitative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Asyrifah
"ABSTRACT
Salah satu yang menjadi hak bagi penyandang disabilitas adalah hak atas olahraga, dimana dalam pemenuhan hak tersebut pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk mengembangkan sistem keolahragaan untuk penyandang disabilitas. Di Kota Depok, Salah satu langkah pemerintah kota Depok dengan dibentuknya Peraturan Daerah Kota Depok No. 8 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan. Hak atas olahraga bagi penyandang disabilitas merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dihilangkan, sehingga dalam penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia tersebut diperlukan suatu dasar atau prinsip yang dapat mendukung pemenuhan hak asasi manusia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip HAM dalam Perda Kota Depok No. 8 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan dan implementasinya bagi penyandang disabilitas. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis-Normatif yang bertujuan mengidentifikasi norma hukum tertulis dan hasil penelitian disajikan secara deskripstif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Perda Kota Depok No. 8 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan dan secara keseluruhan sudah memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan implementasi Penyelenggaraan Keolahragaan bagi Penyandang Disabilitas sudah ada dalam bentuk kegiatan, tetapi terdapat beberapa hal yang masih kurang terimplementasi khususnya bagi penyandang disabilitas, yaitu mengenai penyediaan sarana dan prasarana olahraga bagi penyandang disabilitas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyarankan perlu adanya Peraturan Daerah Kota Depok yang khusus mengatur tentang Penyandang Disabilitas dan Pemerintah Kota Depok dengan segera menyediakan sarana olahraga yang memiliki fasilitas bagi penyandang disabilitas.

ABSTRACT
One of the rights for people with disabilities is the right to sports, where in fulfilling these rights the government and local governments have the obligation to develop a sports system for people with disabilities. in Depok City, one of the movements that Depok local government did is establish Depok City Regulations No. 8 of 2014 about Organizing Sport. The right to sport for people with disabilities is a right that cannot be eliminated, so in enforcement and fulfilling human rights need basis and principles that can support the fulfillment of human rights. This research was conducted to find out how the application of human rights principles in Depok City regulations No. 8 of 2014 about organizing sport and their implementation to people with disabilities. For this research author used juridical-normative methods which aims to identify written legal norms and the results of the research are presented descriptively. The research concludes that the application of human rights principles have been stated in the Depok City Regulation No. 8 of 2014, and the regulation implementation is in the form of activities, but there are still things that less implemented for people with disabilities, such as the provision of sports facilities and infrastructure for people with disabilities. Therefore, the author suggest, it is necessary to have the Regional Regulation of Depok City which specifically regulates Disabled Persons and the Depok City Government by immediately providing sports facilities that have facilities for people with disabilities."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library