Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Batho, Jemmy Franky
"Kota Ternate sebagai Kota Kepulauan di Provinsi Maluku utara yang rentan terhadap konflik sosial dikarenakan pernah mengalami konflik horizontal pada tahun 1999-2000. Tingginya intensitas konflik / pertikaian antar warga / pemuda yang terjadi di Kelurahan Mangga Dua dan Toboko pada tahun 2012-2013 menjadikan situasi dan kondisi keamanan, ketertiban, dan ketentraman masyarakat yang tidak kondusif dan berdampak terhadap lambannya proses kebijakan pemerintah dalam pembangunan daerah yang mengakibatkan lemahnya ketahanan daerah. Pemerintah membentuk FKDM berdasarkan Permendagrii nomor 12 tahun 2006 tentang Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat dengan tujuan untuk membantu instrumen negara dalam menyelenggarakan urusan keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, melalui upaya pencegahan dan deteksi dini terhadap potensi dan kecenderungan ancaman serta gejala atau peristiwa bencana. Undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik sosial dijelaskan bahwa Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Sedangkan Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini. Peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan mengumpulkan data, informasi serta mewawancarai delapan orang informen terdiri dari Keanggotaan FKDM Kota Ternate antara lain Agung Prasojo Anggota Pembinan, Halil Hi Ibrahim wakil perguruan tinggi selaku Ketua FKDM Kota Ternate, Pdt. Abram Uggu anggota FKDM dari tokoh agama, Johan wahyudi anggota FKDM unsur Kepolisian, Aswan Lampa anggota FKDM dari tokoh pemuda, Iksan Ahmad Camat Ternate Selatan, Mochtar Lurah Mangga Dua dan Mahmud Hi. Ibrahim Lurah Toboko. Penyelesaian konflik akan terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang mewujudkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusa-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan, maka Peran FKDM bukanlah bentuk pranata sosial yang dapat menjalankan tingkatan intervensi transformasi konflik seperti Peace making (menciptakan perdamaian), Peace keeping (menjaga perdamaian), Conflict management (pengelolaan konfli) dalam bentuk Negosiasi, Mediasi, Penyelesaian jalur hukum (judicial settlement), arbitrase, dan workshop pemecahan masalah dan Peace building (pembangunan perdamaian) yang merupakan proses peningkatan kesejahteraan, pembangunan infrastruktur, dan rekonsiliasi seluruh pihak bertikai. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di mangga dua dan toboko kota ternate disebabkan oleh faktor pendorong struktural. Dimana pengaruh minuman keras, pengangguran, rendanya pendidikan dan mudahnya terpovokasi dengan isu serta solidaritas yang kuat diatara kelompokop membuat pemuda sering terlibat dalam konflik yang disertai dengan tindakan kekerasan. Pencegahan konflik yang dilakukan oleh FKDM dengan meminimalisir faktor determinan, malakukan untuk hidup damai dan mejauhi kekerasan menunjukkan bahwa konflik di Ternate mengalami penurunan namun masih saja terlihat banyak minuman keras yang masuk disebabkan tidak optimal pengawasan serta tindakan tegas kepada penjual. Penyelesaian konflik yang dilakukan oleh FKDM dengan melakukan konsiliasi, tindakan paksaan oleh aparat dan detente sangat baik dalam menyelesaikan konflik namun dibutuhkan peningkatan koordinasi dari FKDM dan aparat terkait sehingga penyelesaian konflik berjalan maksimal.

Ternate city as the city of island in North Maluku Province is vulnerable to social conflict because there had been horizontal conflict in 1999-2000. The high intensity of conflict/ inter-society/youth brawl in Mangga Dua and Toboko administrative village during 2012-1013 made the atmosphere, security, order and peace of society hardly conducive and affected to the slow government policy process in regional development which result in weak regional resilience. Government formed FKDM based on Regulation of the Minister of Home Affairs (Permendagri) Number 12 2006 on Early Public Vigilance Forum with the purpose to help government apparatus in serving security, peace and order of society through early prevention and detection of potential threat and disaster. In constitution Number 7 2012 on handling of social conflict explained that conflict handling is a series of systematic and organized activity. Conflict prevention is a series of activities conducted to prevent the conflict by improving the capacity of institution and early warning system. This study was conducted by using qualitative with descriptive approach and data collection, information and also interviewing eight informants from the members of FKDM, Ternate City. They are Agung Prasojo as member of training, Halil Hi Ibrahim the representative from University as the leader of FKDM Ternate City, Pdt. Abram Uggu member of FKDM from religious leader, Johan wahyudi member of FKDM from police, Aswan Lampa member of FKDM from youth leader, Iksan Ahmad district chief (Camat) of South Ternate, Mochtar head of administrative village (Lurah) of Mangga Dua dan Mahmud Hi. Ibrahim head of administrative village (Lurah) Toboko. The conflict resolution will be met through certain institutions which grow the pattern of discussion and decision making among the opposite sides so the role of FKDM is not as social institution to intervene conflict transformation such as Peacemaking (creating peace), Peace keeping (keeping peace), Conflict management (conflict management) in the form of negotiation, mediation, judicial settlement, arbitration and workshop of conflict resolving and Peace building which are processes to increase welfare, development, infrastructural development, and reconciliation among the actors. The result of the study showed that the conflict which happened in Mangga Dua and Toboko, Ternate City was caused by structural supporting factors. They are the effect of alcohol, unemployment, low education rate, easily provoked group and the strong community solidarity made the youth often involved in violent conflict. The conflict prevention which implemented by FKDM through minimizing the determinant factors, living the peaceful life and avoiding violent act showed the conflict in Ternate declining, in reality, there are still number of alcoholic beverages distribution which caused by lack of supervision and decisive action to the seller. The conflict resolution which implemented by FKDM through conciliation, coercive action by law enforcement officers and ... in resolving conflict but it is also needed to improve the coordination from FKDM and law enforcement officers so that the conflict resolution can run optimally.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Muhammad Fajrin
"Tesis ini membahas Pembinaan Sektor Informal yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung studi kasus pedagang kaki lima yang berada di wilayah Kota Bandung. Metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung sudah cukup Baik sesuai dengan amanat Perda Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011, tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, Manfaat dari pembinaan pedagang kaki lima yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung adalah menciptakan kebersihan, ketertiban dan keindahan Kota Bandung dan kehadiran sektor informal ini menciptakan lapangan kerja yang dapat mengurangi tingkat penganguran dan kemiskinan yang pada akhirnya memberikan dampak positif bagi terciptanya ketahanan daerah yang kondusif.

The purpose of this thesis discusses the Informal Sector Development undertaken Government of Bandung case study of street vendors who were in the city of Bandung. Qualitative research methods with techniques of data collection through interview, observation and documentation studies.
The results showed that the coaching is done by the Government of Bandung is quite good in accordance with the mandate of Bandung City Regulation Number 04 Year 2011 on Planning and Development of Street Vendors, Benefits of coaching vendors conducted by the City of Bandung is creating cleanliness, order and the beauty of the city of Bandung and the presence of the informal sector is creating jobs that can reduce the level of unemployment and poverty, which in turn have a positive impact for the creation of a conducive regional resilience.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnain
"Selama ini, TNI Angkatan Laut dalam melaksanakan tugas-tugas pertahanan diluar negeri berdasarkan pada kepentingan misi damai sesuai dengan mandat PBB dan ternyata TNI Angkatan Laut juga memiliki tugas diluar mandat PBB dalam operasi keamanan laut untuk memberikan jaminan keamanan maritim untuk kepentingan pelayaran bagi kapal-kapal dagang berbendera Indonesia di wilayah perairan internasional. Salah satu kontribusi pemerintah Indonesia terhadap jaminan keamanan maritim adalah melibatkan TNI Angkatan Laut dalam pembebasan kapal Sinar Kudus diluar batas yurisdiksi nasional.
Dalam tesis ini akan mempertanyakan : 1. Bagaimana peran Militer, Polisionil dan diplomasi TNI Angkatan Laut dalam penanganan keamanan maritim khususnya keamanan maritim internasional, 2. Apa faktor-faktor yang menentukan kepentingan Indonesia dalam melibatkan TNI Angkatan Laut diwilayah perairan internasional, 3. Bagaimana implikasi penanganan keamanan maritim TNI Angkatan Laut terkait pembebasan kapal Sinar Kudus dan kontribusinya dalam perspektif ketahanan nasional. Dalam mengelaborasi permasalahan tersebut digunakan teori ketahanan nasional, keamanan maritim dan konsep universal angkatan laut.
Metode Penelitian yang digunakan adalah kualitatif analisis deskriptif dengan menghimpun data-data primer dan sekunder juga melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber. Sementara temuan yang di peroleh dari tesis ini adalah: 1. Bahwa partisipasi TNI Angkatan Laut yang selama ini melaksanakan tugas operasi diluar negeri lebih banyak dilandasi pada permintaan dari otoritas PBB. Sementara konteks dalam penanganan pembebasan sandera kapal Sinar Kudus pemerintah Indonesia melalui TNI Angkatan Laut tanpa menggunakan mandat PBB dan atas dasar kepentingan nasional, 2. Ternyata tugas-tugas TNI Angkatan Laut dapat memungkinkan untuk melakukan operasi ekspedisi jarak jauh dan memungkinkan TNI Angkatan Laut melaksanakan kegiatan ekspedisi jarak jauh sebagai bentuk dari fungsi-fungsi TNI Angkatan Laut yang bersifat internasional sesuai dengan konsep universal Angkatan Laut, 3. Kontribusi yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut dapat memperkuat ketahanan nasional, melalui jaminan keamanan maritim dalam rangka mendukung aktifitas perdagangan melalui laut.
Adapun yang disimpulkan dari tesis ini adalah partisipasi TNI Angkatan Laut dalam misi keamanan tidak dibatasi oleh mandat PBB namun dapat dilakukan atas dasar kepentingan pertahanan dan keamanan nasional, meskipun berada diatas kapal berbendera Indonesia dan diluar kedaulatan Indonesia yang berimplementasi menjadi Angkatan Laut kelas dunia.

During this time, the Indonesia Navy in carrying out duties overseas defense based on the interests of peace missions in accordance with the UN mandate, and it turns out the Indonesia Navy also has a duty beyond the UN mandate in marine security operations to provide maritime security for the benefit of the cruise ships Indonesian trade flag in international waters. One of the Indonesian government's contribution to maritime security is involved in the liberation of the Indonesia Navy ship Sinar Kudus beyond the limits of national jurisdiction.
In this thesis would question: 1. How does the role of military, constabulary and diplomacy the Indonesia Navy for maritime security, especially in the handling of international maritime security, 2. What are the factors that determine interest in engaging the Indonesian Navy in the region of international waters, 3. How implications handling the Indonesia Navy maritime security-related release of the ship Sinar Kudus and its contribution to national security perspective. In theory used to elaborate the issue of national security, maritime security and naval universal concept.
The research method used is descriptive qualitative analysis by collecting primary data and secondary also conducted in-depth interviews of the informant. While the findings of this thesis in perole is: 1. Whereas the participation of the Indonesia Navy who had been carrying out tasks more overseas operations based on a request from the United Nations authority. While the context of the handling of the hostage ship Sinar Kudus, Indonesian government through the Indonesia Navy without using a UN mandate and on the basis of national interest, 2. Turns tasks can allow the Indonesia Navy to conduct expeditionary operations remotely and allows the Indonesia Navy conducts expeditions as a form of remote functions the Navy that is international in accordance with the concept of universal Navy, 3. Contributions are made by the Indonesia Navy to strengthen national defense, maritime security through in order to support trading activities by sea.
As inferred from this thesis is the Navy's participation in security missions are not restricted by UN mandate, but can be done on the basis of the interests of national defense and security, despite being above and beyond Indonesian-flagged vessels Indonesian sovereignty implementation into world class navy.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Wahyu Supartini
"Laju pertambahan penduduk yang tinggi bila tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, maka tingkat pendapatan rendah akan menyebabkan bertambahnya pengangguran, kemiskinan, dan keterbelakangan masyarakat. Program KB di Indonesia diakui secara nasional dan internasional sebagai salah satu program yang telah berhasil menurunkan tingkat kelahiran yang nyata. Melalui pelaksanaan program KB yang efektif dan efisien diharapkan tekanan penduduk dapat dikurangi serta dapat terjadi peningkatan kualitas penduduk.Program Keluarga Berencana (KB) secara mikro berdampak terhadap kualitas individu dan secara mikro berkaitan dengan tujuan pembangunan pada umumnya. Secara mikro, KB berkaitan dengan kesehatan dan kualitas hidup ibu/perempuan, juga kualitas bayi dan anak. Secara makro, KB dan kesehatan reproduksi berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meraih MDG?s.
Penelitian ini merupakan studi kasus mengenai implementasi kebijakan program keluarga berencana di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitiannya difokuskan kepada telahaan secara mendalam mengenai proses implementasi kebijakan kebijakan keluarga berencana. Adapun proses implementasi kebijakan dalam penelitian ini meliputi variable komunikasi, sumber daya, struktur organisasi dan sikap kelompok sasaran sesuai dengan dengan teori Model George C. Edward III. Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan gambaran tentang efektifitas kebijakan keluarga berencana dan mengidentifikasi pelaksanaan program KB dalam kerangka ketahanan daerah. Lebih lanjut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat yang mungkin muncul pada saat pelayanan keluarga berencana diimplementasikan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program KB di Kabupaten Sleman efektif dalam menekan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini dapat dilihat dari penurunan tingkat laju pertumbuhan penduduk yang di Kabupaten Sleman di tahun 2007 yang sebesar 2,07% menjadi 1,28% di tahun 2012 seiring dengan peningkatan jumlah akseptor KB baru setiap tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan program KB dalam menekan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Kabupaten Sleman di antaranya adalah : Komunikasi, yaitu bahwa penentu keefektifan pelaksanaan KB dari faktor komunikasi yatu pada tingkatan structural serta upaya komunikasi yang dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana, Sumber Daya yang ternyata kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat kekurangan jumlah penyuluh KB, anggaran belanja dan jumlah personil dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah. Sikap Kelompok Sasaran, diketahui bahwa efektifitas muncul karena masyarakat Sleman yang tidak hanya menerima namun juga memiliki kesadaran dan keyakinan akan manfaat program. Pelaksanaan program KB di wilayah Kabupaten Sleman sudah cukup efektif dalam menunjang keberhasilan ketahanan daerah.

When the high population is not followed by high economic growth, the low income rate will lead to grow the unemployment, poverty and underdeveloped-society. The family planning program in Indonesia is obviously recognized nationally and internationally as one of the programs that have been successful in reducing the rate. Through the implementation of effective and efficient family planning is expected to reduce the pressure of society and increase the society quality of life. Family planning program affects to individual quality in micro perspective and deals with development objective in general. In micro perspective, family planning is dealing with health and quality of life of mothers or women, babies and children as well. In macro perspective, family planning and the health of reproduction contributes to achieve the MDG?s directly or indirectly.
This research is a case research on the implementation of the policy of family planning programs in Sleman, Yogyakarta. The research focuses on deep discussion of implementation process of family planning policies. The implementation process of policies in this research consists of communication variable, human resource, organization structure and attitude of target group based on the theory of George C Edward III. This research is basically aimed to provide an overview of the effectiveness of the family planning policy and identify family planning program implementation within the framework of regional security. Furthermore, this research is aimed to identify factors supporting and inhibiting that may arise when family planning service are implemented. This research uses descriptive qualitative research
The research results showed that the implementation of family planning program in Sleman is effective in reducing the rate of population growth. It can be seen from the decline of the population growth rate in Sleman district in the year 2007 of 2.07% to 1.28% in 2012 due to the increase in the number of family planning acceptors each year. Factors that influence the effectiveness of the implementation of family planning programs in reducing the rate of population growth in Sleman district are: communication, it means that the effectiveness of family planning implementation in communication factor is in structural level and communication efforts of family planning officers, the shortage of human resource in the field, budget and number of personnel in the regional working units. The attitude of target group shows that the effectiveness arises from Sleman people which not only accept but also aware and believe in the benefits of the program itself. The implementation of the family planning program in Sleman has been quite effective in supporting the success of regional security."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Indrianingtyas, auhtor
"Penyelenggaraan otonomi daerah di bawah UU No. 32 Tahun 2004 dipandang belum memberikan kejelasan pengaturan mengenai pembagian kewenangan antara Pusat dan Daerah. Perubahan otonomi, dari yang semula sentralistis?yang dipraktekkan selama tiga dasawarsa lebih kekuasaan Orde Baru?menjadi desentralistis, membawa konsekuensi perlunya transisi cara memandang Pusat-Daerah pada konsep otonomi. Artinya dominasi kekuasaan pusat dan ?reflek? untuk menguasai sumber-sumber daya ekonomi masih belum sepenuhnya dilepaskan. Ada ketidakrelaan Pusat dalam desentralisasi sehingga kewenangan-kewenangan strategis yang secara formal diserahkan kepada daerah pada kenyataannya tetap diintervensi oleh Pusat. Salah satu contohnya adalah kewenangan penataan ruang. Walaupun UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa penataan ruang merupakan urusan wajib Pemerintah Daerah, namun UU No. 26 Tahun 2007 mensyaratkan adanya uji substansi dari Kementerian Kehutanan yang merupakan tangan Pusat secara sektoral. Uji substansi dimaksud adalah bagian dari proses penyesuaian Perda RTRW terhadap UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Penyesuaian Perda RTRW terhadap UU Penataan Ruang yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah diwarnai permasalahan yang rumit, yang bersumber dari ketidaksamaan persepsi antara Pusat dan Daerah mengenai dasar acuan kawasan dan fungsi ruang. Hal ini mengakibatkan Perda RTRW tidak dapat disahkan sebagai acuan pengaturan penataan ruang yang berkekuatan hukum tetap. Tawar-menawar perbandingan luas kawasan hutan dan non hutan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah cukup menjelaskan bahwa penyesuaian Perda RTRW Provinsi Kalimantan Tengah bermuatan konflik kepentingan.
Melalui metode deskriptif analitik, penelitian ini ingin memetakan konflik yang terjadi sebagai akibat dari adanya permasalahan penyesuaian Perda RTRW Provinsi Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan proses penyesuaian Perda RTRW Provinsi Kalimantan Tengah mengandung sejumlah konflik yang sangat kompleks, baik konflik dalam proses penyesuaian itu sendiri maupun konflik yang timbul sebagai ekses akibat belum disahkannya Perda RTRWP. Konflik yang dapat ditengarai adalah konflik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, konflik peran Gubernur sebagai wakil Pusat, konflik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten, antara Pemerintah Pusat dengan masyarakat, antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten, antara Pemerintah Provinsi dengan masyarakat, dan konflik internasional dengan daerah.

Implementation of regional authonomy under Law No. 32 of 2004 is considered not provide clarity on the division of power between central and local government. The changes of authonomy, from centralized practiced?as more than three decades overthe New Order?to decentralized, have consequences in the need for a transition Central-Regional way of looking at the concept of authonomy.It means the domination of central power and its reflect to control economic resources are still not fully released.There are central government unwillingnessin decentralization so that strategic authorities that formally delegated to the regions in fact is still remain intervented. One example is the spatial planning authority.Although the Law No. 32 of 2004 states that spatial planning is an obligatory function of local government, but Law No. 26 of 2007 requires a substance test from the Ministry of Forestry, which is a hand-sectoral of central government. This substance test is a part of adjustment process of local regulation on spatial planning to the Law No. 26 of 2007.
The adjustment of local regulation to the Law on spatial planning that occuredin the Province of Central Kalimantan contains complicated issue, which come from unequal perception among central and local about basic reference of area and spatial function.It has consequences that local regulation of spatial planning cannot be legitimated as a reference of regulation that bind legally.Bargaining the ratio between area of forest and non forest among central and local government describes that the adjustment contains of interest conflicts.
Through descriptive analytical methode, this research wants to make a conflict map that occured as a consequences of the adjustment problem of local regulation of the Province of Central Kalimantanon spatial planning.The results showed that the problem of adjustment process contains a number of very complex conflict, whether the conflict in the adjustment process itself or the conflict that arise as the excesses because of the local regulation has not passed. Conflicts that can be recognized are conflict among central and local government, Governor's role conflict as a central representative, among central and regency, central government and public, province and regency, province and public, and also international and local."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurludfah
"Aspek-aspek yang menjadi sorotan dalam sebuah komitmen partai adalah (1) Bagaimana visi dan misi partai diinternalisasikan, (2) Bagaimana program-program partai mendorong partisipasi perempuan, (3) Bagaimana kaderisasi meningkatkan kualitas keterwakilan, (4) Bagaimana pola rekrutmen, (5) Bagaimana keterserapan perempuan dalam jabatan struktual partai. Selama ini kelima hal tersebut diduga menjadi penghambat partisipasi dan keberperanan dalam partai politik.
Meskipun jumlah populasi penduduk perempuan adalah mayoritas namun partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam parlemen belum memenuhi kuota yang diharapkan keterlibatan anggota perempuan pada forum-forum permusyawaratan serta penempatan perempuan pada posisi jabatan partai mengalami banyak hambatan terutama faktor budaya organisasi serta kultur sumber daya perempuan itu sendiri, akan tetapi perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan gender dijumpai terus berkembang baik secara kuantitas keanggotaan parlemen maupun secara kualitas keberperanannya yaitu ikut menentukan kebijakan-kebijakan politik. Persepsi kelompok perempuan yang selama ini termarginalkan mulai terkikis oleh komunikasi politik yang semakin terbuka demikian pula meskipun sangat terbatas pengembangan, pemberdayaan, dan kaderisasi anggota parlemen perempuan.
Agar partai politik dapat memenuhi keterwakilan 30% tersebut perlu membangun kaderisasi dan kemitraan stratejik dengan aktivis perempuan diberbagai lintas organisasi baik parpol, ormas, dan LSM serta lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapasitas secara berkelanjutan.

Aspects that become the spotlight in a party commitment are (1) How internalized party vision and mission, (2) how the party's programs encourage women's participation, (3) how to improve the quality of cadre recruitment representation, (4) how the pattern of recruitment, (5) How keterserapan women in the Office of structural party. During these five things are thought to be a barrier to participation and function in political parties.
Although the number of female population are the majority but the participation and representation of women in Parliament has not met the expected quota for women members involvement in consultative forums as well as the placement of women in positions of the party although women participation experienced many obstacles especially factors organizational culture as well as cultural resources women itselfbut the struggle to obtain gender equality found growing both in quantity and quality of membership of Parliament in its role of taking decisive political policies. Perceptions of women's groups that had been marginalized eroded by an increasingly open political communication as well although very limited development, empowerment, and the regeneration of women parliaments.
In order to, political parties meet the 30% representation of the need to build strategic partnerships with cadres and activists across various organizations both political parties, organizations, and NGO?s and educational institutions to increase capacity on an ongoing basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Putri Dewanti
"Tesis ini membahas tentang manfaat keberadaan desa wisata bagi kehidupan masyarakat dilihat dari dua model pengelolaan desa wisata, yang dikelola secara murni swadaya masyarakat dan yang dikelola bersama dengan pihak swasta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan di dua desa wisata di Kabupaten Bantul yakni di Desa Wisata Tembi dan Desa Wisata Candran.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sejauh ini belum tercipta sinergi yang kuat antara sektor swasta dan masyarakat setempat untuk secara bersama-sama membangun wilayah Tembi melalui kegiatan pariwisata, tercermin dari pola manajemen yang berjalan masing-masing sehingga manfaat sosial ekonomi dan sosial budaya yang dirasakan oleh masyarakat setempat belum bisa optimal.
Sementara itu dalam kondisi sebaliknya, pengelolaan desa wisata murni oleh masyarakat seperti di Desa Wisata Candran, secara positif mampu memberi ruang kepada masyarakat setempat untuk berperan aktif secara optimal dalam pembangunan desanya dengan memanfaatkan potensi yang mereka miliki dan hasil atau manfaatnya bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat baik manfaat ekonomi maupun non-ekonomi, meski kendala-kendala teknis seperti permodalan dan kualitas sumberdaya manusia masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu dicarikan upaya penyelesaiannya.

The research was conducted to explore the benefit of Desa Wisata for society life viewed from two model of Desa Wisata management, pure independent management of society and cooperation with private side. This qualitative research was held in two Desa Wisata. They were Desa Wisata Tembi and Desa Wisata Candran.
The result of this research shows that so far there is no strong synergy can be created between the private and the local society in Desa Wisata Tembi, as reflected in the pattern of management that runs each so that socio-economic benefits and social culture perceived local societies can not be optimal.
Meanwhile, in the other side, management Desa Wisata handling by local society as in Desa Wisata Candran positively give the space for society to take action optimally for their village development by using their own potency. The result of this perceived by society both economic and non-economic benefits although technical obstacles as capital and human resource quality become problems which is needed to be solve.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Wahyu Widiasmoro
"Tesis ini membahas Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana masih terdapat 38 desa yang termasuk dalam kategori rawan pangan. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerawanan pangan desa yang termasuk dalam kategori rawan pangan dan merumuskan sebuah strategi untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan analisis data menggunakan metode SWOT (Strenght Weakness Opportunities Threats). Strategi yang tepat untuk peningkatan ketahanan pangan adalah Strategi ST (Strenght Threats), yaitu strategi yang menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi segala macam ancaman. Hasil analisis SWOT tersebut memperlihatkan bahwa perlu merumuskan strategi baru.

The focus of this study is the improvement Food Security Strategy at Gunungkidul Society, Yogyakarta Province, where there are 38 villages which is categorized of food insecurity. The purpose of this study is to determine the level of food insecurity among villages included in the category of food insecurity and to formulate a strategy to improve food security at Gunungkidul society. This study uses descriptive quantitative data analysis using the SWOT (Strength Weakness Opportunities Threats). The best strategy to increase food security is ST strategy (Strength Threats), ST strategy uses all the strength to overcome all kinds of threats. SWOT analysis shows that it is necessary to formulate a new strategy,"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Aulia Fadjar
"Data BPS Sulawesi Selatan 2012 menunjukkan bahwa ekspor perikanan, industri bambu, kayu dan rotan di Provinsi Sulawesi Selatan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap nilai ekspor di Sulsel, dan juga banyak menyerap tenaga kerja dengan upah yang relatif rendah dibandingkan rata-rata nasional. Penelitan ini bertujuan untuk menentukan dan menganalisis besarnya dampak ekspor perikanan, ekspor produk industri bambu, kayu dan rotan dalam menciptakan nilai tambah regional bruto, beserta komponen-komponennya dan menentukan dan menganalisis besarnya dampak ekspor sektor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja, dan ketahanan ekonomi daerah Sulsel. Penelitian ini didesain sebagai penelitian yang bersifat kuantitatif dan bersifat kausalitas yang didasarkan atas data sekunder, jurnal, artikel dan literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian dan dianalisis dengan analisis dampak dari I-O (Input-Output) dari Wassily W. Leontief melalui pendekatan pada hubungan interdependensi antar sektor dalam suatu perekonomian yang dinyatakan dengan persamaan linear.
Desain penelitian ini diturunkan dari data I-O Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Produsen 112 sektor yang dipublikasikan oleh Balitbangda dan BPS Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009 yang diagregasi menjadi 30 sektor, dimana memuat sektor-sektor yang menjadi obyek penelitian dan bersifat kuantitatif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari Nilai Tambah Regional Bruto yang dihasilkan oleh ekspor perikanan Sulsel, sebesar 76% diterima pengusaha/ eksportir dalam bentuk surplus usaha, kemudian 19% diterima oleh nelayan dalam bentuk upah/ gaji, dan sebanyak 4% sebagai penyusutan, sisanya sebesar 1% diterima pemerintah dalam bentuk pajak tak langsung. Dan ekspor sektor perikanan Sulsel mampu menciptakan kesempatan kerja rata-rata sebanyak 155.153 orang setiap tahun. Sedangkan untuk NTRB yang dihasilkan oleh ekspor sektor industri bambu, kayu dan rotan Sulsel dengan komposisi 55% diterima sebagai surplus usaha, kemudian 33% upah/ gaji, sebanyak 9% penyusutan, dan 3% pajak tak langsung. Sektor industri bambu, kayu dan rotan di Sulsel mampu menciptakan kesempatan kerja rata-rata sebanyak 6.853 orang setiap tahun. Selain peningkatan pendapatan, ekspor sektor perikanan dan sektor industri bambu, kayu dan rotan Sulsel mampu menciptakan kesempatan kerja, hal ini dapat mendorong dan memperlancar pergerakan roda perekonomian Sulsel, sehingga meningkatkan keamanan, artinya ekspor sektor tersebut mampu meningkatkan Ketahanan Ekonomi Daerah Sulsel melalui meningkatnya kesejahteraan dan keamanan Sulawesi Selatan.

BPS Data South Sulawesi 2012 shows that fishery exports, bamboo industries, wood and rattan in South Sulawesi has been given a great contribution to the value of exports in South Sulawesi, and also has been absorbed labor in relatively low wage compared to the national average. This research aims to identify and analyze the impact of fishery exports, exports of bamboo industry product, wood and rattan in creating regional gross value added, and their components also to determine and analyze the impact of the export sector on labor absorption and regional economic security in South Sulawesi. This study is designed as a quantitative and causality research which is based on secondary data, journals, articles and literatures related to the research problem and analyzed with analysis of the impact of IO (Input-Output) by Wassily W. Leontief through the relationship of interdependence approach among economy sectors represented by a linear equation.
The design of the research was derived from the IO data of South Sulawesi based on 112 manufacturer sectors published by Balitbangda and BPS South Sulawesi on 2009 that was aggregated into 30 sectors, which was included the sectors that become the object of studies and quantitative.
The analysis result showed that Regional Gross Value Added generated by Sulawesi fishery exports, 76% received by entrepreneurs / exporters in the form of business surplus, and 19% received by fishermen in the form of wages / salary, and about 4% as depreciation, the rest 1 % received by the government in the form of indirect taxes. And South Sulawesi fishery exports are able to create job opportunities on average 155,153 people every year. Whereas for the NTRB generated by South Sulawesi bamboo industry export sector, wood and rattan with a composition of 55% received as surplus business, 33% as salary / wage, 9% of depreciation and 3% indirect tax. The industrial sector of bamboo, wood and rattan in South Sulawesi are able to create job opportunities with an average of 6853 people in every year. Besides increasing revenue, fishery export sector and the industrial sector of bamboo, wood and rattan of South Sulawesi are able to create job, it also able to encourage and facilitate the movement on the wheels of the economy in South Sulawesi, strengthen security, it means that the export sector is able to strengthen regional economic security in South Sulawesi through prosperity and security."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Agustin
"Kawasan perbatasan seharusnya menjadi wilayah terdepan karena merupakan beranda depan NKRI, wilayah perbatasan hendaknya diperlakukan khusus oleh pemerintah, karena beranda depanlah yang dipandang sebagai sampel kondisi negara seutuhnya namun pada kenyataannya beranda depan tersebut menjadi terpencil dan terisolasi mengingat infrastruktur dan fasilitas yang terbatas terutama akses untuk menuju kawasan tersebut sehingga menimbulkan ketimpangan. Salah satu Provinsi yang berbatasan langsung negara tetangga adalah Kalimantan Barat. Kalimantan Barat merupakan provinsi yang berbatasan langsung dengan negara bagian Sarawak Malaysia dimana struktur geografisnya dipenuhi dengan beberapa sungai besar yang menjadi urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman.
Selain berlatar-belakang ketimpangan tersebut penelitian dilakukan dikarenakan adanya isu keinginan kepala desa di salah satu kawasan di perbatasan untuk mengibarkan bendera negara tetangga. Berangkat dari problematika tersebut penelitian mengambil lokasi untuk dilakukannya studi kasus di salah satu desa di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia yaitu Desa Jasa, desa dengan 255 kepala keluarga ini tertinggal dari segi infrastruktur terutama akses jalan dan listrik, namun dengan segala keterbatasan dan ketimpangan tersebut dan perolehan hasil wawancara tokoh masyarakat, warga dan dinas terkait serta hasil analisa data dengan menyebarkan kuesioner, masyarakat Desa Jasa ternyata memiliki tingkat nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air yang cukup tinggi, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk menjaga dan bisa memperhatikan, membangun dan mengembangkan kawasan perbatasan lebih baik lagi sehingga masyarakat di perbatasan khususnya desa Jasa dapat menikmati pembangunan layaknya masyarakat lain di Indonesia.

Border region should be leading as teritory because it is the front porch of the Republic and the border region should be treated specially by the government, because the front porch seen as the whole sample condition of the country, but in fact the front porch is a remote and isolated given the limited infrastructure and facilities, especially access to leading this region giving rise to inequality and disparities. One of the Province that borders the neighboring states are West Kalimantan. West Kalimantan is a province that borders the East Malaysian state of Sarawak where the geographic structure is filled with some great river which the artery and the main route for inland transport.
In addition to the background and back disparities research conducted due to the issue of the village chief desire in one region at the border to neighboring countries flag. Departing from the problems in the research took place to undertake a case study in one village in West Kalimantan Malaysia directly adjacent to the Village of Jasa, a village with 255 heads of family left behind in terms of infrastructure, especially roads and electricity access, but with all the limitations and lameness and obtaining interviews community leaders, residents and relevant agencies as well as the analysis of data by distributing questionnaires, the residents of the village of Jasa appeared to have nationalism and love of country is quite high, it should be the government's concern to maintain and get noticed, build and develop better border areas so that people at the border villages especially enjoy services like community development in Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>