Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Ayu Islamy
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai adanya perjanjian franchise antara Muhaerul dengan PT. Wadha Artha Abadi. yang akan ditinjau berdasarkan Peraturan Perundang-undangan khususnya Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba Terdapat berbagai persoalan terkait dengan unsur-unsur perjanjian franchise dalam Peraturan Pemerinth Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba yang tidak terpenuhi oleh perjanjian franchise oleh Muhaerul dengan PT. Wadha Artha abadi sehingga apakah perjanjian franchise ini dapat dikatakan sebagai perjanjijan franchise atau tidak, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah perjanjian franchise antara Muhaerul dengan PT. Wadha Artha Abadi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dengan ketentuan peraturan lainnya yang mengatur mengenai franchise atau waralaba. 2. Bagimanakah akibat hukum dari perjanjian franchise antara Muhaerul dengan PT. Wadha Artha Abadi apabila tidak memenuhi aspek-aspek perjanjian franchise menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. 3. Bagaimanakah upaya hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak dari perjanjian franchise
ABSTRAK
This thesis discusses the existence of the franchise agreement between Muhaerul with PT. Wadha Artha Abadi. which will be reviewed based on the legislation in particular Government Regulation No. 42 of 2007 on Franchise There are many problems associated with the elements of his government's franchise agreement in Regulation No. 42 of 2007 on Franchise are not met by the franchise agreement by Muhaerul with PT. Wadha Artha framchise immortal so that if agreement can be said as perjanjijan franchise or not, researchers propose the subject matter, namely: 1. How does the franchise agreement between Muhaerul with PT. Wadha Artha Abadi according to Government Regulation No. 42 Year 2007 on Franchise with other relevant regulations governing the franchise or the franchise? 2. How does legal consequences of franchise agreements between Muhaerul with PT. Wadha Artha Abadi if it does not meet aspects of the franchise agreement under the provisions of Government Regulation No. 42 Year 2007 on Franchise? 3. How are laws and legal protection for the parties to the franchise agreement is Muhaerul with PT. Wadha Artha Abadi.
2016
S63642
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Haris Joshua Terroe
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai prinsip itikad baik dalam kontrak atau perjanjian kerjasama antara manajemen artis dengan artis dimana pihak manajemen artis pada umumnya menawarkan kepada pihak artis jasa untuk memasarkan karya atau ciptaan yang diciptakan oleh pihak artis dan oleh karena hal tersebut timbul suatu perwakilan. Ditemukan berbagai masalah yang disebabkan oleh posisi manajemen artis yang lebih kuat dibandingkan dengan posisi artis yang pada hakikatnya bertentangan dengan Prinsip Itikad Baik. Hal ini mengakibatkan terbentuknya klausula dalam kontrak tersebut yang mengatur mengenai pemberian kuasa atau perwakilan yang dilakukan oleh artis sebagai pemberi kuasa dan manajemen sebagai penerima kuasa dimana terdapat beberapa masalah dalam penjalanannya. Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan keseluruhannya dilakukan dengan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa hasil karya para ahli hukum berupa buku, hasil penelitian serta jurnal ilmiah. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang paling banyak digunakan dalam penulisan ini. Bahan hukum ini meliputi buku, artikel ilmiah dan artikel di internet. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat ketimpangan antara posisi tawar antara pihak manajemen artis dan artis dalam kontrak yang ditawarkan oleh pihak manajemen artis guna mengelola karir artis. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu adanya kesadaran dari pihak artis agar mencegah serta menghindari berbagai kemungkinan yang dapat merugikannya dari segi ekonomis, serta kesadaran dari pihak manajemen artis agar memperlakukan artis secara adil.
ABSTRACT
This undergraduate thesis mainly discusses the application of the principle of utmost good faith between artist management services and artists where artist management generally offers artists, as authors of an artistic work and licensor, an agreement to use the services while in return receive a fair share of the economic right as licensee. There are several problematic issues within the contract, primarily regarding the bargaining position where the artist management has the upper hand in respect to the artists rsquo position which fundamentally nullifies the principle of utmost good faith. Secondly, problems arise regarding the power of attorney mentioned on several paragraphs in the contract where it is required for the artist to give the power of attorney to the artist management services in order to enter into third party agreements. This undergraduate thesis uses the juridical normative and qualitative method in addition with secondary legal data such as regulations relating to the issue, and legal literatures written by jurists as well as research journals. This undergraduate thesis expounds the losses caused by the lack of balance in bargaining positions reflected on the contractual agreement offered by artist management services which become a primary cause for material losses to artists. The purpose of this research is to offer legal awareness to artists before they enter into a contractual agreement with artist management services. It will also focus on delivering legal awareness for these artist management services to offer contractual agreements with utmost good faith.
2017
S69023
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Michelle Suliyanto
Abstrak :
Dewasa ini, timbul berbagai masalah yang dihadapi Lembaga Manajemen Kolektif di Indonesia. Untuk menanggulangi masalah ini, kemudian dibentuk Lembaga Manajemen Kolektif Nasional LMKN berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 sebagai lembaga yang mengelola royalti hak cipta bidang lagu dan/atau musik. Terdapat dua jenis LMKN yakni LMKN Pencipta, yang merepresentasikan kepentingan Pencipta, dan LMKN Hak Terkait, yang merepresentasikan kepentingan Pemilik Hak Terkait. LMKN dibentuk sebagai subordinasi dari LMK-LMK di Indonesia. Tidak ada lembaga di negara-negara lain yang menyerupai LMKN.
Pengaturan mengenai LMKN diatur lebih lanjut dalam Permenkumham No. 29 Tahun 2014. Menurut Permenkumham No. 29 Tahun 2014, LMKN dibentuk dengan bentuk hukum komisi yang beranggotakan masing-masing 5 komisioner. Permenkumham ini juga mengatur mengenai tugas dan kewenangan dari LMKN. Terdapat pengaturan mengenai LMKN dalam Permenkumham dan UU No. 28 Tahun 2014 yang bertentangan antar satu dengan yang lainnya. Bentuk hukum dan kewenangan LMKN sebagaimana diatur dalam Permenkumham bertentangan dengan definisi awal dari pembentukan LMKN dalam UU No. 28 Tahun 2014.
......Nowadays, there are a lot of problems arise that are encountered by Collective Management Institutions in Indonesia. The National Collective Management Institute LMKN was established under Law no. 28 of 2014 as the agency that manages the copyrighted royalties of song and or music fields. There are two types of LMKN namely LMKN Creator, which represents the interests of the Creator, and LMKN Related Rights, which represents the interests of the Owner of the Related Rights. LMKN was formed as a subordination of collective management organizations located in Indonesia. There are no institutions in other countries that resemble LMKN.
The regulation on LMKN is further stipulated in Permenkumham No. 29 Year 2014. According Permenkumham No. 29 Year 2014, LMKN was formed with a legal form of commission consisting of 5 commissioners each. This Permenkumham also regulates the duties and authorities of LMKN. There are arrangements regarding LMKN in Permenkumham and Law no. 28 of 2014 that are in conflict with each other. The legal form and authority of LMKN as regulated in Permenkumham is contrary to the original definition of the formation of LMKN in Law no. 28 of 2014.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sihombing, Irin Marsita
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab bioskop atas terjadinya perbuatan penggandaan film di dalam gedung pertunjukan bioskop. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini terkait dengan kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu tersebarnya rekaman secara live film “Warkop DKI Reborn” melalui media sosial yaitu dengan aplikasi live streaming Bigo Live di hari pertama film tersebut tayang di Bioskop. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta secara hukum telah memberikan tanggung jawab bioskop sebagai Pelaku Usaha Perfilman untuk tidak membiarkan adanya penggandaan film di dalam bioskop tersebut. Perbuatan penggandaan diantaranya perekaman menggunakan kamera video (camcorder) di dalam gedung bioskop dengan memanfaatkan teknologi live streaming, selain harus menghukum pelakunya, juga seharusnya membebani pihak bioskop. Sebagai Pelaku Usaha Perfilman yang memperdagangkan film, bioskop harus sadar dan memahami besarnya kerugian akibat penggandaaan yang sering terjadi di gedung bioskop, sehingga mereka bertanggung jawab untuk meningkatkan standarisasi keamanan bioskop dan pemerintah juga harus membuat suatu aturan mengenai standarisasi keamanan bioskop.
......
This thesis discusses the responsibility of cinemas on the occurrence of duplication in theaters. The problems discussed in this thesis is related to the recent case of live streaming of the “Warkop DKI Reborn” movie through the application of Bigo Live on the first premiere day in the cinema. The research method used in this thesis is juridical normative with the use of secondary data. According to Article 10 of Copyright Law, cinemas as a Film Business Actor is held responsible for not allowing any duplication of films inside the theater. The act of duplication includes recording using a video camera (camcorder) inside a movie theater using live streaming technology. In addition to punishing the culprit, cinemas should also be held responsible. As a Film Business, cinemas should be aware that duplication often takes place inside their theaters, and so they should be held reponsible to upgrade their “cinema security standarization”, and so should the government issue a law on it.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library