Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febianto Nurmansyach
"Latar belakang: Kegiatan olahraga rekreasional di masyarakat Indonesia meningkat pesat. Kegiatan olahraga rekreasional tersebut dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan, tetapi bila peningkatan intensitas dan volume latihan tidak disertai dengan pemulihan pasca latihan yang memadai, maka akan menimbulkan masalah kesehatan seperti cedera. Cold water immersion adalah metode pemulihan yang populer digunakan, meskipun efektivitasnya masih kontroversial. Pemeriksaan enzim creatine kinase dan pengukuran nilai vertical jump adalah beberapa parameter yang dapat menilai kondisi pemulihan pasca latihan.
Tujuan: Penelitian ini ingin mengetahui manfaat pemberian cold water immersion dalam pemulihan setelah latihan pada subjek pelaku olahraga rekreasional, berdasarkan pengamatan nilai vertical jump dan aktivitas enzim creatine kinase.
Metode: Desain penelitian adalah non-blinded randomized controlled clinical trial. Randomisasi membagi 20 subjek atlet rekreasional kedalam kelompok intervensi cold water immersion (15 menit, suhu 11-15oC) dan kelompok kontrol passive recovery. Subjek melakukan pemeriksaan baseline enzim creatine kinase dan nilai vertical jump, menjalani protokol latihan sirkut di gym, dilanjutkan dengan protokol pemulihan. Pengamatan nilai vertical jump dan aktivitas enzim creatine kinase dilakukan setelah pemulihan (post-exercise recovery), 24 jam dan 48 jam pasca latihan. Analisis data bertujuan untuk menilai perbedaan rerata nilai vertical jump dan enzim creatine kinase pada waktu pengamatan dengan baseline masing-masing kelompok melalui uji repeated Anova + post-hoc Bonferroni, serta menilai perbedaan rerata variabel enzim creatine kinase dan vertical jump antar kelompok melalui uji-T.
Hasil: Analisis data berhasil dilakukan pada 17 subjek. Kelompok yang mendapatkan intervensi cold water immersion pasca latihan menunjukkan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol passive recovery pada 24 jam, berdasarkan perubahan nilai vertical jump. Rerata nilai vertical jump kelompok intervensi juga lebih tinggi (p = 0,039) dibandingkan kelompok kontrol saat 24 jam setelah latihan. Berdasarkan perubahan aktivitas enzim creatine kinase, cold water immersion dapat mempercepat pemulihan 48 jam pasca latihan dibandingkan passive recovery. Rerata enzim creatine kinase subjek kelompok intervensi lebih rendah (p < 0,01) dibandingkan subjek kelompok kontrol saat 48 jam setelah latihan.
Kesimpulan: Cold water immersion dapat digunakan sebagai salah satu metode pemulihan pasca latihan pada pelaku olahraga rekreasional, terutama setelah melakukan latihan atau kegiatan olahraga dengan volume dan intensitas yang tinggi.

Background: Recreational sports have a positive influence on health. However, there will be a concern if the training intensity and volume are increasing without a proper way of recovery. Cold water immersion has been known as one of post-exercise recovery method. Assessment of creatine kinase and vertical jump can be used to monitor the condition of post-exercise recovery.
Aim: To evaluate the role of cold water immersion based on creatine kinase and vertical jump.
Method: Twenty subjects were randomized to the cold water immersion or passive recovery group. Creatine kinase and vertical jump was measured as a baseline, followed by fatigue protocol (circuit training in gym) and recovery protocol in accordance with each group. The changes of creatine kinase and vertical jump was monitored in three consecutive period; post-exercise recovery, 24-hour, and 48-hour post-exercise. The mean difference within groups and between groups of creatine kinase and vertical jump was analyzed using repeated Anova + post-hoc Bonferroni test and T-test respectively.
Results: The intervention group showed faster recovery compare to control group at 24-hour post-exercise based on vertical jump. Intervention group had higher vertical jump (p = 0,039) at 24-hour assessment. Based on creatine kinase, the intervention group showed faster recovery at 48-hour post-exercise compare to control group. There were also lower (p <0,01) creatine kinase in intervention group at 48-hour post-exercise measurement.
Conclusion: The use of cold water immersion is recommended as post-exercise recovery method for recreational athletes after high-volume and high-intensity training.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina Lisum
"Latar belakang: Indonesia menduduki peringkat kedua kasus Tuberkulosis tertinggi di dunia, untuk itu dibutuhkan pelibatan peran serta anggota masyarakat, termasuk pemuda. Pemuda sering kali diabaikan untuk menjadi agen pembaharu dalam keluarga, karena dianggap memiliki gaya hidup berisiko terhadap masalah kesehatannya. Tujuan penelitian: mengembangkan dan melakukan uji model penguatan kapasitas pemuda. Metodologi: Dua tahap penelitian; tahap pertama berupa identifikasi masalah dengan penelitian kualitatif dilanjutkan dengan pengembangan model penguatan kapasitas pemuda berupa program edukasi dan pendampingan dalam bentuk kunjungan rumah; tahap kedua adalah melakukan uji model penguatan kapasitas pemuda dengan desain quasi eksperimen. Jumlah sampel adalah 104 klien TBC paru yang terdiri dari 52 responden masing masing pada kelompok intervensi dan kontrol. Hasil: Penelitian tahap satu menghasilkan 4 tema, dan penelitian tahap dua membuktikan bahwa terdapat pengaruh model penguatan kapasitas pemuda terhadap peningkatan pengetahuan yang dikontrol dengan variabel sumber informasi sebesar 2.83 kali; terhadap peningkatan sikap sebesar 71,4 kali setelah dikontrol oleh variabel sumber informasi, lama pengobatan dan skor pengetahuan klien. Walaupun pengaruh model penguatan kapasitas pemuda tidak signifikan terhadap perubahan tindakan secara langsung, namun perubahan tindakan pengobatan dan perawatan klien TBC paru setelah tiga bulan intervensi terjadi 3.13 kali lebih besar dibanding kelompok kontrol. Simpulan: Model penguatan kapasitas pemuda secara efektif dapat meningkatkan pengetahuan, sikap klien TBC paru; termasuk dalam tindakan pengobatan dan perawatan TBC paru. Perubahan tersebut membutuhkan waktu untuk beradaptasi dari pelaku model. Saran: Model penguatan kapasitas pemuda diharapkan dapat digunakan sebagai panduan untuk puskesmas dalam melibatkan keberadaan pemuda yang dapat dimulai pada tatanan sekolah.

Background: Indonesia ranks second among countries with a high burden of tuberculosis; consequently, community involvement was required including youth. Youth tend to disregard their role as agents of change, moreover youth also engage in risky behavior. The purpose: To develop and test the youth capacity strengthening model. Methodology: This study consisted of two phases. Phase I: problem identification using qualitative methods, followed by development of the youth capacity strengthening model in the form of an education program and home visit. Phase II: testing the model using a quasi- experimental design with a control group design. The total number of respondents were 104 that consisted of 52 respondents in each of the intervention and control groups. The first phase yielded four themes, and the second phase revealed that the capacity strengthening model influenced an increase in knowledge controlled by source of information 2.83 times and an increase in attitude controlled by source of information, duration of treatment, and client TBC knowledge 71.4 times. Even though the capacity strengthening model had no direct effect on the client's treatment practice, after three months the client's practice changed 3.13 times more than the control group. More opportunities are required to adapt to youth as a model actor due to the evolution of practice. Suggestion: Youth capacity strengthening model can be used as a guide for primary health center by involving youth participation that can be started in a school area."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayan Hisni
"Latar belakang: Prevalensi komplikasi DM semakin meningkat termasuk di Indonesia. Untuk mencegah komplikasi DM diperlukan perubahan perilaku. Setiap pasien DM memiliki kebutuhan dan tujuan kesehatan yang bervariasi, maka person-centered approach perlu diberikan sebagai strategi yang menjanjikan untuk mengubah perilaku dalam mencegah komplikasi DM. Salah satu strateginya adalah dengan coaching. Melalui coaching, diharapkan dapat meningkatkan efikasi diri dan penerimaan diri sebagai mediator dalam mengubah perilaku dalam mencegah komplikasi DM. Tujuan: dikembangkannya model coaching keperawatan berdasarkan analisis eksploratori tentang pengalaman perilaku pencegahan komplikasi dan efektivitasnya terhadap efikasi diri, penerimaan diri, perilaku pencegahan komplikasi dan metabolik markers pada pasien DM tipe 2. Metodologi: Penelitian ini menggunakan mixed-method dengan desain eksploratori sekuensial melalui tiga tahap. Purposive sampling digunakan untuk pengambilan sampel. Tahap pertama melibatkan lima belas pasien DM tipe 2 sebagai partisipan, tahap kedua melibatkan tiga orang sebagai pakar, dan tahap ketiga melibatkan 70 pasien DM tipe 2 sebagai responden. Hasil: Teridentifikasi empat tema yang menjadi dasar pengembangan model. Tersusun empat modul sebagai penjelasan model dan pedoman implementasi model coaching keperawatan. Hasil menunjukkan adanya efektivitas intervensi model coaching keperawatan terhadap efikasi diri, penerimaan diri, perilaku pencegahan komplikasi DM, dan tekanan darah sistol (p < 0,001), serta GDP (p = 0,014), namun tidak efektif terhadap HbA1c, kolesterol total, dan tekanan darah diastol (p > 0,05). Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak ada efek variabel perancu terhadap efikasi diri, penerimaan diri, perilaku pencegahan komplikasi DM, GDP dan tekanan darah sistol (p > 0,05), namun ada efek usia terhadap perilaku pencegahan komplikasi DM (p = 0,011), dan ada efek jenis kelamin terhadap tekanan darah sistol (p = 0,018). Simpulan: Setelah mengontrol variabel perancu, intervensi model coaching keperawatan mampu meningkatkan skor rerata efikasi diri, memperbaiki penerimaan diri, meningkatkan perilaku pencegahan komplikasi DM, menurunkan skor rerata GDP, dan tekanan darah sistol. Saran: Intervensi model coaching keperawatan dapat diadopsi sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam mencegah komplikasi DM tipe 2.

Background: The prevalence of DM complications is increasing, including in Indonesia. To prevent DM complications, behavior change is needed. Each DM patient has varied health needs and goals, so a person-centered approach needs to be provided as a promising strategy to change behavior in preventing DM complications. One of the strategies is coaching. By implementing coaching, it is expected to increase self-efficacy and self-acceptance as mediators in changing behavior in preventing DM complications. Aim: to identify the effectiveness of nursing coaching model intervention on self-efficacy, self-acceptance, prevention DM complications behaviors and the impact on metabolic markers in patients with type 2 DM. Methods: A mixed-method approach with exploratory sequential steps was conducted. Purposive sampling was used to approach the participants. The first step involved fifeteen participants with type 2 DM; the second step involved three experts, and the third step involved 70 participants with type 2 DM. Results: The results showed there were four themes as a basis for developing a model. There were four modules as part of the nurse coaching model. There was an effect of nursing coaching model intervention on self-efficacy, self-acceptance, prevention DM complications behaviors, and systolic blood pressure (p < 0,001), as well as fasting blood glucose (p = 0,014); however, there was no effect of nursing coaching model intervention on HbA1c, total cholesterol, and diastolic blood pressure (p > 0,05). Furthermore, there was no effect of confounding variables on self-efficacy, self-acceptance, prevention DM complications behaviors, fasting blood glucose, and systolic blood pressure (p > 0,05). Conclusion: After controlling confounding variables, a nursing coaching model intervention improves the mean score of self-efficacy self-acceptance, prevention DM complications behaviors, and decreasing the mean score of FBG and systolic. Suggestion: A nursing coaching model intervention can be adopted as one of the nursing interventions to prevent DM complications, especially at the Public Health Center."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library