Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mona Rahmawati Wibowo
Abstrak :
ABSTRAK Kondisi demografis berupa peningkatan angkatan usia tua, yang berasal dari generasi baby-boom, mengharuskan pemerintah untuk menyiapkan pendanaan pensiun yang mencukupi di masa mendatang. Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut, pemerintah Prancis yang saat itu dipimpin oleh Nicolas Sarkozy, mencanangkan beberapa perubahan dalam sistem pensiun. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 ikut menjadi alasan pendorong pemerintah dalam melakukan reformasi tersebut. Perubahan besar dalam sistem pensiun ini adalah penundaan masa pensiun selama dua tahun yang kemudian mendapat penolakan dari masyarakat Prancis dan berujung pada pemogokan dan demonstrasi di berbagai kota. Pemerintah akhirnya memutuskan konsesi kecil dalam reformasi kebijakan pensiun yang dilakukan namun tidak mengubah rencana utama yaitu penundaan usia pensiun selama dua tahun. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif untuk memaparkan perkembangan kebijakan sistem pensiun pada masa pemerintahan Nicolas Sarkozy. Melalui pengumpulan data kepustakaan, peneliti meninjau reaksi masyarakat yang muncul pasca diumumkannya rencana perubahan kebijakan pensiun serta meninjau dinamika kebijakan pensiun dan implementasinya.Setelah mengulas pembahasan di atas, penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika kebijakan yang terjadi sejak adanya rencana perubahan kebijakan hingga perubahan dilakukan, bersifat cukup dinamis karena pemerintah melakukan perubahan besar pada awal reformasi sebelum kemudian menambahkan perubahan kecil setelah adanya gerakan resistensi. Hal ini juga mempengaruhi dinamika reaksi masyarakat yang juga ditemukan bersifat cukup dinamis. Masyarakat pada awalnya memberikan reaksi yang cukup besar dengan melibatkan jumlah massa yang banyak dan kemudian mereda setelah kebijakan akhir diterbitkan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Destiana
Abstrak :
Homoseksualitas di Prancis dianggap sebagai salah satu bentuk kehidupan berpasangan di Prancis dengan adanya pengakuan resmi dari pemerintah melalui legalisasi pernikahan sesama jenis. Kebijakan terkait homoseksualitas terus berkembang di Prancis seiring dengan perkembangan zaman. Kebijakan pelarangan kaum homoseksual di Prancis sebagai pendonor darah dikeluarkan pertama kali pada tahun 1983 yang didorong oleh terjadinya epidemi HIV di Prancis pada masa itu. Pada perkembangan terbaru, masyarakat Prancis dapat menjadi pendonor darah terlepas dari apapun orientasi seksualnya terhitung sejak 16 Maret 2022. Dengan adanya kebijakan ini, kaum homoseksual di Prancis diharapkan dapat mendonorkan darahnya tanpa mengalami diskriminasi berdasarkan orientasi seksualnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan membahas bagaimana peran kaum homoseksual di Prancis terhadap penghapusan diskriminasi yang dialami oleh kaum homoseksual pada kebijakan donor darah di Prancis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif oleh Hammarberg, Kirkman, dan de Lacey (2016), konsep kebijakan publik oleh Gerston (2014), serta teori kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia oleh Beyrer (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan donor darah bagi kaum homoseksual dilatarbelakangi oleh kebutuhan darah di Prancis dan bukan sebagai bentuk penerimaan terhadap keberadaan komunitas homoseksual di Prancis. ......Homosexuality in France is considered as one form of couple life in France with official recognition from the government through the legalization of same-sex marriage. Policies related to homosexuality continue to develop in France as time passed by. French Government issued a ban on homosexuals in France from eligibility to donate blood in 1983 due to the HIV epidemic that had happened in France during that time. After that, public policies related to blood donations for homosexuals continue to develop. In the latest development, people in France can donate their blood regardless of their sexual orientations started from March 16, 2022. After this policy has been legalized, it is hoped that homosexuals in France can donate blood without experiencing discrimination based on their sexual orientation. This research will discuss how the role of homosexuals in France in eliminating discrimination experienced by homosexuals in the blood donation policy in France.This study examines the role of homosexual community in France in affecting the elimination of discrimination in blood donation activities experienced by homosexuals in France. By using qualitative methods, public policy concept by Larry N. Gerston (2014), and public health and human rights theory by Chris Beyrer (2014), it is found that the blood donation policy of the French Government was based on the needs of blood and not a reflection of the acceptance of the existence of the homosexual community in France.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noval Arrafiq
Abstrak :
Pemilihan Presiden Prancis pada masa Republik Lima sudah berlangsung sebanyak sepuluh kali (Ministère de l'Intérieur, 2017). Emmanuel Macron dengan En Marche! memperkenalkan ideologi politik tengahnya dan secara mengejutkan berhasil memenangkan pemilihan Presiden Prancis 2017 putaran pertama. Padahal, beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan ada perbedaan antara ideologi dan kampanye yang dilakukan Macron. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan ideologi yang tercermin dalam program kerja yang disusun Emmanuel Macron dan mengetahui pengaruh program kerja tersebut terhadap kemenangannya. Sumber data yang digunakan adalah kumpulan program kerja dari Emmanuel Macron yang dipublikasikan oleh Le Monde (2017) dengan beberapa data tambahan dari hasil survei yang dilakukan oleh CISE dan Sciences Po Grenoble. Untuk menjawab masalah tersebut maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dari Marcus B. Weaver-Hightower (2019) dan dibantu dengan teori analisis wacana kritis dari Norman Fairclough (2013) serta konsep ideologi politik dari D. Parenteau (2008). Temuan dari penelitian ini adalah program kerja dari Emmanuel Macron memiliki kecenderungan mirip dengan ideologi kiri. Program kerja tersebut nyatanya hanya bertujuan untuk membantu kemenangan Macron di pemilihan Presiden Prancis 2017 tapi tidak bertujuan untuk memperjelas definisi dirinya sebagai sosok centriste. ......French Presidential elections during the Fifth Republic have been held ten times (Ministère de l'Intérieur, 2017). Emmanuel Macron with En Marche! introduced his centrist political ideology and surprisingly managed to win the first round of the 2017 French Presidential election. However, previous studies have shown that gap between Macron's ideology and campaign are reflected. Therefore, this study aims to find the ideology that is reflected in the workplan compiled by Emmanuel Macron and to determine its effect on his victory. The data source used is a collection of workplans from Emmanuel Macron published by Le Monde (2017) with some additional data from the results of a survey conducted by CISE and Sciences Po Grenoble. To answer this problem, this study uses a qualitative research method from Marcus B. Weaver-Hightower (2019) and is assisted by the theory of critical discourse analysis from Norman Fairclough (2013) and the concept of political ideology from D. Parenteau (2008). The finding of this study is that Emmanuel Macron's workplan has a tendency similar to leftist ideology. The workplan in fact only aims to help Macron win in the 2017 French Presidential election but does not aim to clarify his definition of a centriste figure.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afilia Tri Hanjani
Abstrak :
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui tingkat xenofobia dari tahun 2012 hingga 2018, pada masa Pemerintahan dua Presiden yaitu François Hollande dan Emmanuel Macron. Pada masa pemerintahan presiden François Hollande banyak terjadi peristiwa terorisme di Prancis yang telah diklaim dilakukan oleh jihadist Islam diluar Prancis, membuat banyak masyarakat Prancis merasa khawatir dan takut kepada imigran. Pada masa pemerintahan Presiden Emmanuel Macron juga terjadi krisis ekonomi, sehingga membuat rakyat Prancis merasa adanya persaingan antara warga lokal dan warga pendatang. Karakteristik kebijakan dari kedua masa pemerintahan berdampak terhadap tingkat toleransi dan juga aksi rasisme yang terjadi di Prancis. Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi kepustakaan, penelitian ini mendeskripsikan kebijakan François Hollande dan Emmanuel Macron, dengan kondisi sosial politik pada dua masa yang bertentangan dengan ideologi politik kedua pemerintahan dan sikap terhadap fenomena xenofobia. Di samping itu, solusi yang dibentuk oleh kedua presiden juga dipengaruhi oleh kepada siapa kebijakan-kebijakan tersebut tertuju, yaitu keturunan imigran yang tinggal di Prancis. Maka diketahui, pada masa pemerintahan Emmanuel Macron kehidupan kedua pihak antara masyarakat Prancis dan masyarakat pendatang lebih baik dibandingkan dengan masa pemerintahan François Hollande karena tingkat xenofobia terlihat lebih rendah. ...... This article aims to determine the level of xenophobia from 2012 to 2018, during the reigns of two Presidents François Hollande and Emmanuel Macron. During the reign of President François Hollande, there were many incidents of terrorism in France which had been claimed by Islamic jihadists outside France, making many French people feel worried and afraid of immigrants. During the reign of President Emmanuel Macron, there was also an economic crisis, which made the French people feel that there was competition between local residents and immigrants. The characteristics of the policies of the two reigns had an impact on the level of tolerance and also the acts of racism that occurred in France. By using qualitative methods and literature study techniques, this study describes the policies of François Hollande and Emmanuel Macron, with the socio-political conditions at two times which contradicted the political ideologies of the two governments and attitudes towards the xenophobic phenomenon. In addition, the solution formed by the two presidents is also influenced by who the policies are aimed at, namely the descendants of immigrants living in France. Thus, it is known that during the reign of Emmanuel Macron, life between the French and immigrant communities was better than during the reign of François Hollande because the level of xenophobia was seen to be lower.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Afif Alfadin Syarif
Abstrak :
Kekerasan terhadap perempuan merupakan isu hak asasi manusia yang selalu terpinggirkan, sekalipun telah sampai pada dimensi kekerasan yang paling ekstrem, yaitu pembunuhan. Sejalan dengan ratifikasi Konvensi Istanbul tentang kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2014, wacana pembunuhan perempuan di Prancis mulai dirumuskan dengan istilah féminicide. Karakteristik kejahatannya pun terus menjadi polemik di ruang hukum seiring dengan kasus pembunuhan perempuan yang meningkat secara signifikan per tahun 2019. Berangkat dari latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan fenomena féminicide di Prancis dan respons pemerintah lewat otorisasi hukum. Penelitian ini menganalisis data observasi sebagai artikulasi pengalaman féminicide di Prancis yang dihimpun oleh kolektif feminis #NousToutes dengan menggunakan metode kualitatif oleh Creswell dan Poth (2016) melalui teori hukum feminis oleh Bartlett (1990) dan konsep kekuasaan oleh Foucault (1976). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah Prancis telah menolak dan mengalienasi féminicide dari kontinum kekerasan terhadap perempuan melalui Article 171 de la loi n° 2017-86 du 27 janvier 2017 sebagai produk hukum yang menggeneralisasi pengalaman kekerasan berbasis gender, selaras dengan sikap otoritas hukum Prancis yang tidak responsif dan sensitif dalam membaca kekerasan terhadap perempuan, sehingga fenomena féminicide di Prancis menjadi semakin intens dan masih direduksi sebagai “crime passionnel”. ......Violence against women is an issue of human rights that continually marginalizes, even though it has ranged to the most extreme dimension of violence, which is homicide. In line with the ratification of the Istanbul Convention on preventing violence against women in 2014, the discourse of female homicide in France began to formulate in the term féminicide. The characteristics of its crime continue to be polemic in the legal field as cases of female homicide have increased significantly in 2019. Based on this background, this study aims to review the phenomenon of féminicide in France and the governmental response through legal authorization. This study analyses observational data as an articulation of féminicide experiences in France compiled by the feminist collective #NousToutes using qualitative methods by Creswell and Poth (2016), through feminist legal theory by Bartlett (1990) and the concept of power by Foucault (1976). The results of this study indicate that the French government has rejected and alienated féminicide from the continuum of violence against women through Article 171 de la loi n° 2017-86 du 27 janvier 2017 as a legal product that generalizes the experience of gender-based violence, in tune with unresponsive and insensitive nature of French legal authorities in reading violence against women, so that the phenomenon of féminicide in France becomes more intense and still reduces to “crime passionnel”.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dyanisa Ramadhani Salsabila
Abstrak :
Kamp pengungsian imigran di Calais dibuat pada tahun 1999 dan kemudian ditiadakan secara resmi pada tahun 2002. Walaupun sudah ditiadakan, para imigran tetap datang dan membangun kamp secara ilegal. Kamp ini diberikan julukan kamp Calais “Jungle” pada tahun 2009 setelah kamp terus menerus berkembang karena jumlah imigran yang terus bertambah. Pada tahun 2014, jumlah imigran yang mengungsi di kamp ini mencapai 6.000 jiwa. Suatu komunitas sosial terbentuk dari berbagai etnis yang ada. Komunitas ini bekerjasama dan membuat sistemnya sendiri dalam menjalankan kehidupan mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dari Creswell (2009) dengan korpus komunitas kamp imigran Calais “Jungle” pada tahun 2009-2016. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori state of exception (Agamben, 1995) dan teori Kapital Sosial (Bourdieu, 1986) untuk meneliti komunitas dan sistem sosial di dalam kamp Calais “Jungle”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana sistem sosial yang terbentuk dari konstruksi sosial yang terjadi di dalam kamp. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dalam lingkungan kamp terdapat sistem sosial baru yang merupakan hasil dari pengabaian hukum yang seharusnya berlaku dan terdapat pihak yang menjadi dominasi dalam kegiatan sosial dan ekonomi dalam komunitas sosial di dalam kamp, yaitu kelompok imigran dari Afganistan. ......The immigrant refugee camp in Calais was created in 1999 and then officially abolished in 2002. Even though it was abolished, immigrants continued to come and build camps illegally. The camp was given the nickname the Calais “Jungle” camp in 2009 after the camp continued to expand due to the growing number of immigrants. In 2014, the number of immigrants seeking refuge in the camp reached 6,000. A social community is formed from various existing ethnicities. This community works together and creates its own system in carrying out their lives. This study uses a qualitative method from Creswell (2009) with the Calais “Jungle” immigrant camp community corpus in 2009-2016. The theory used in this study is the theory of state of exception (Agamben, 1995) and the theory of Social Capital (Bourdieu, 1986) to examine the community and social system in the Calais “Jungle” camp. This study aims to see how the social system is formed from the social construction that occurs in the camp. The results of this study are that in the camp environment there is a new social system which is the result of ignoring the law that should apply and there are parties who dominate social and economic activities in the social community in the camp, namely immigrant groups from Afghanistan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Irca Adelonika
Abstrak :
ABSTRAK
L rsquo;ABSTRAIT Nom : Irca AdelonikaProgramme : Sastra PrancisTitre : Le Th me du Triangle Amoreux dans On ne badine pas avec l rsquo;amour par Alfred de Musset On ne badine pas avec l rsquo;amour 1834 est une pi ce de la th tre par Alfred de Musset, un crivain Fran ais de la Romantisme au XIX me si cle. La m moire essaie de d voiler le th me qui est utilis dans le texte par analyser sa structure naratif, les caract res et ses traits, en plus de sa toile de fond. La m thodologie appliqu e est l rsquo;approche structurelle qui est aussi support e par quelques concepts de bases du drame romantique. L rsquo;analyse de la structure du texte, les traits, et les toiles de fonds, comme une repr sentation du drame romantique, r v le la caract ristique de ce genre, laquelle d crit le th me du triangle amoreux entre les personnages principaux qui finit avec une trag die. Les mots-cl s: le drame romantique, le triangle amoreux, une trag die
ABSTRACT
Name Irca AdelonikaProgramme Sastra PrancisTitle The Theme of A Love Triangle in On ne badine pas avec l rsquo amour by Alfred de Musset On ne badine pas avec l rsquo amour 1834 is a piece of theatre by Alfred de Musset, a French writer of Romanticism in the XIX th century. The thesis is trying to unveil the theme that is used in the text by analyzing it rsquo s narrative structure, characters and their characteristics, as well as the backdrop of the text. The methodologie applied is structural approaches that is also supported by several basic concepts of romantic drama. Analysis of the text rsquo s structure, characteristics, and backdrop, shows that as one of romantic drama, this story reveals the characteristic of that genre, which describes the theme of a love triangle between the main characters that ends with tragedy. Key words romantic drama, love triangle, tragedy
2017
S67238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Iona Stella
Abstrak :
ABSTRAK
Penterjemahan adalah proses pengalihan pesan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Tidak ada bahasa yang identik, sehingga dapat memunculkan masalah ketidaksepadanan. Untuk mengatasinya, penerjemah dapat menerapkan strategi penerjemahan. Dalam skripsi ini, penulis mengkaji hasil penerjemahan lagu dalam film The Lion King II: Simba rsquo;s Pride Le Roi Lion II ke dalam dua versi bahasa Prancis Eropa dan Kanada . Penulis menggunakan teori strategi penerjemahan sajak Lefevere 1975 dan strategi penerjemahan tingkatan kata Baker 1992 untuk mengkaji sisi semantis dan bentuknya. Dari analisis yang dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa strategi penerjemahan digunakan bukan karena adanya ketidaksepadanan, melainkan karena intepretasi penerjemah itu sendiri.
ABSTRACT
Translation is a process of transferring a message from a source language to its target language. There are no identical languages, which can cause non equivalence problems. To solve it, translators can apply translation strategies. In this study, the writer analyzes the translated songs of the film The Lion King II Simba rsquo s Pride Le Roi Lion II into two French versions European and Canadian . This study uses Lefevere rsquo s poetry strategy translation 1975 and Baker rsquo s translation strategy at word level 1992 and focuses on the semantic and physical aspects. The conclusion is that the strategies aren rsquo t applied because of non equivalence problems, but because of the translator rsquo s own interpretation.
2017
S69518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradila Galuh Savitri
Abstrak :
Skripsi ini membahas kostum tokoh Monsieur Jourdain dalam pertunjukan Le Bourgeois Gentilhomme karya Moliere, yang dibawakan oleh kelompok Comdie Francaise pada tahun 1958. Kostum Monsieur Jourdain yang terdiri dari tiga pasang kostum, dianalisis tiap bagiannya dengan menggunakan metode analisis semiotik yang menekankan pada denotasi dan konotasi. Analisis tersebut dilakukan dengan tujuan menemukan makna yang terkandung di balik kostum Monsieur Jourdain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kostum Monsieur Jourdain mengandung makna-makna yang mencerminkan sifatnya yaitu berlebih-lebihan, konyol, polos, suka pamer, tidak berpendirian, otoriter, dan ambisius. Sifat-sifat tersebut memperkuat watak Monsieur Jourdain yang sangat terobsesi akan hal-hal kebangsawanan. ......This thesis discussed the costumes of the character Monsieur Jourdain in Le Bourgeois Gentilhomme, a performance works of Moliere, presented by the Comdie Francaise in 1958. Monsieur Jourdain's costumes consisting of three sets of costume, each part of them was analyzed using a semiotic method that emphasizes the denotation and connotation. The analysis was conducted with the aim of finding the meaning behind Monsieur Jourdain's costumes. The results showed that Monsieur Jourdain's costumes contain certain meanings which associated to his characters such as superfluous, silly, innocent, showboat, not opinionated, authoritarian, and ambitious. These characters strengthened the main character of Monsieur Jourdain, who is very obsessed with all the nobility things.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14434
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Eka Putri
Abstrak :
Artikel ini membahas tubuh perempuan dalam konteks kekerasan dan trauma dalans novel A Commencement Erait la Mer karya Maissa Bey. Novel mi menceritakan seorang perempuan berusia 18 tahun, Nadia, yang mencintai kebebasan, cinta, dan laut Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap jejak-jejak trauma dan kekerasan yang diderita oleh Nadia, tokoh utama novel ini. Metode yang digunakan adalah kajian naratologi Gérard Genette, analisis teks naratif Roland Barthes; dan konsep ecriture féminine Hélene Cixous. Struktur naratif teks memperlihatkan alur cerita digerakkan oleh keinginan Nadia untuk mengekspresikan diri dan tubuhnya keluar dari ruang-ruang tradisional, dan hambatan utama yang dihadapinya, baik dari lingkungan keluarga, maupun lingkungan sosialnya. Narator meminjam fokalisasi Nadia dalam menceritakan keinginan, mimpi, perasaan, dan ketakutan Nadia menghadapi dunia yang seperti tidak berpihak pada perempuan. Selanjutnya konsep écriture feminine mengungkap bagaimana Maissa Bey menuliskan tubuh-tubuh perempuan yang bercerita tentang kekerasan dan trauma yang dialaminya. Hasil analisis pada akhirnya memperkuat fakta bahwa tubuh perempuan masih menjadi ruang yang direpresi, baik oleh sejarah kekerasan di Aljazair, maupun dominasi wacana patriarki dan doktrin agama. ......This article discusses women's freedom, space, and body in the novel Au Commencement Etait la Mer by Maissa Bey. This novel tells the story of an 18-year-old woman, Nadia, who loves freedom, love, and the sea. This article aims to uncover traces of trauma and violence suffered by Nadia. The method used is the study of the narration of Gérard Genette, the analysis of the narrative text of Roland Barthes, and the concept of écriture feminine of Hélène Cixous. The narrative structure of the text shows the storyline driven by Nadia's desire to express herself and her body out of traditional spaces, and the main obstacles she faces, both from her family and social environment. The Narrator borrow's Nadia's focalisation in telling her wishes, dreams, feelings, and fears to face a world that is not in favor of women. Furthermore, the concept of écriture feminine reveals how Maissa Bey wrote the bodies of women who talked about the violence and trauma they experienced. The results of the analysis ultimately reinforce the fact that women's bodies are still a repressed space, both by the history of violence in Algeria, as well as the dominance of patriarchal discourse and religious doctrine.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>