Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Tilaqza
Abstrak :
ABSTRAK
Sekitar 50% peresepan antibiotik tidak rasional berdasarkan data dari WHO, dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, biaya pengobatan, efek samping dan resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola peresepan antibiotik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan peresepan antibiotik yang rasional di seluruh puskesmas kecamatan kota Depok. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel penelitian terdiri dari seluruh dokter, tenaga kefarmasian, resep antibiotik per oral dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode Oktober – Desember 2012. Analisis data dilakukan dengan uji chi square dan analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis diketahui pola peresepan antibiotik yang paling banyak diresepkan berdasarkan jenis antibiotik adalah amoksisilin (73,5%) dan kotrimoksazol (17,4%), berdasarkan jenis penyakit adalah faringitis akut (40,2%) dan ISPA tidak spesifik (25,4%), berdasarkan jenis kelamin pasien adalah perempuan (54,4%), dan berdasarkan usia yakni antara 19-60 tahun (45,4%). Dari 392 resep diketahui 56,1% tidak memenuhi kriteria kerasionalan peresepan antibiotik yakni dalam hal pemilihan antibiotik (22,7%), durasi pemberian (72,3%), frekuensi pemberian (3,2%), durasi dan frekuensi pemberian (1,8%).Dokter yang pernah mengikuti pelatihan 2,014 kali lebih rasional dibandingkan dengan dokter yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Dokter dengan masa kerja singkat (< 7 tahun) 3,952 kali lebih rasional dalam peresepan antibiotik dibandingkan dengan masa kerja lama (> 7 tahun). Penelitian ini juga menunjukkan peran tenaga kefarmasian dalam peresepan antibiotik rasional belum bisa dilakukan karena kendala keterbatasan tenaga. Oleh karena itu perlu dilakukan pelatihan kepada dokter dalam upaya meningkatkan peresepan antibiotik yang rasional secara periodik dan penambahan tenaga kefarmasian agar bisa melaksanakan peran dalam peresepan antibiotik rasional.
ABSTRACT
Approximately 50% of antibiotic prescribing is categorized as irrational according to the data from the WHO, which will cause an increase in morbidity, mortality, cost of medication, side effects, and resistance. The aim of this study was to evaluate antibiotic prescribing patterns and factors associated with rational antibiotic prescribing at public health care in Depok. Study design used a cross sectional method. The sample consisted of physicians, pharmacists, oral antibiotic prescriptions, and LPLPO from October to December 2012. Data were analyzed by chi-square test and logistic regression analysis. Based on the results of analysis, the most widely prescribed antibiotic pattern based on type of antibiotic were amoxicillin (73.5%) and cotrimoxazole (17.4%), based on the type of disease were acute pharyngitis (40.2%) and non-specific respiratory infection (25.4%), based on the patient's gender was female (54.4%), and based on the age was between 19-60 years (45.4%). About 56.1% of 392 prescriptions was found not to meet the criteria for rational antibiotic prescribing in the case of antibiotic selection (22.7%), duration of administration (72.3%), frequency of administration (3.2%), duration and frequency of administration (1.8%). Physicians who had attended training for rational drug use was 2,014 times more rational than physicians who had never attended training. Physicians with short working period (<7 years) was 3,952 times more rational in prescribing of antibiotics compared to physicians with a longer working period (> 7 years). This study also indicated that the role of pharmacist in rational antibiotic prescribing could not be implemented due to the lack of pharmacist staff. Therefore, periodically training is necessary for physicians in an effort to improve a rational antibiotic prescribing in public health care. Additional staff of pharmacist in order to carry out their role in rational antibiotic prescribing is also needed.
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venni Vernissa
Abstrak :
Menurut WHO, prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 41,8%. Penanggulangan masalah anemia pada ibu hamil yaitu dengan pemberian tablet tambah darah sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Kurangnya tenaga apoteker di puskesmas, menyebabkan konseling tidak dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan menilai pengaruh pemberian konseling dan leaflet terhadap peningkatan kepatuhan dan kadar hemoglobin ibu hamil dengan anemia di Puskesmas Cibungbulang dan Puskesmas Cileungsi Kabupaten Bogor tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment. Jumlah sampel 158 ibu hamil dengan anemia. Pengukuran kepatuhan dilakukan menggunakan kuesioner MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale) dan kadar Hb dengan alat STAT-Site MHgb. Pengukuran pada kelompok konseling di Puskesmas Cibungbulang dan kelompok leaflet di Puskesmas Cileungsi Kabupaten Bogor. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square, uji Wilcoxon dan analisis regresi logistic bivariat. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh pemberian konseling pada ibu hamil dengan anemia meningkatkan kepatuhan minum tablet tambah darah (p<0,05) dan kadar Hb (p<0,05). Pemberian leaflet pada ibu hamil dengan anemia meningkatkan kepatuhan minum tablet tambah darah (p<0,05) dan kadar Hb (p<0,05). Ibu hamil dengan anemia yang patuh minum tablet tambah darah kadar Hbnya meningkat sebesar 3,24 kali dibandingkan ibu yang tidak patuh minum tablet tambah darah. Ibu hamil dengan anemia yang makan makanan sumber heme setiap hari meningkatkan kadar Hb sebesar 2,31 kali dibandingkan yang tidak setiap hari makan makanan sumber heme. ......According to WHO, the prevalence of anemia in pregnant mothers is 41,8%. The treatment of anemia in pregnant mothers namely by giving iron tablet of 90 tablet during the pregnancy. The lack of pharmacists in primary care, resulting in the counseling can not be carried out. This research has a purpose to assess the effect of counseling and leaflet giving have influence to improve adherence and hemoglobin rate of pregnant mothers in primary care Cibungbulang and Cileungsi Bogor Regency in 2013. Research design applied is quasi experiment. Number of samples 158 pregnant mothers with anemia. The measurement of adherence was conducted by using MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale) questionnaires and Hb rate with STAT-Site MHgb equipment. The measurements in group counseling at primary care Cibungbulang and group leaflet at primary care Cileungsi Bogor Regency. Data analysis was carried out with Chi-square test, Wilcoxon test and bivariate logistic regression analysis. Results of this research suggest that influence of counseling giving to pregnant mothers with anemia increases adherence to take iron tablets (p<0,05) and Hb rate (p<0,05). Influence of leaflet giving to pregnant mothers with anemia increases adherence to take iron tablets (p<0,05) and Hb rate (p<0,05). Pregnant mothers with anemia who adhere to take iron tablet have their Hb rate improved 3,24 times compared to those who do not adhere to take iron tablet. Pregnant mothers with anemia who eat food source of heme every day have their Hb rate improved 2,31 times compared to those who do not eat food source of heme every day.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Afriani
Abstrak :
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi pada anak. Belum ada data yang jelas mengenai cakupan Imunisasi dasar di Puskesmas dan Posyandu Kecamatan Beji Kota Depok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar anak serta pengelolaan vaksin di Puskesmas dan Posyandu Kecamatan Beji Kota Depok. Metode penelitian Cross-sectional dengan sampel sebesar 140 orang tua anak umur lebih 9 bulan, alat pengumpul data adalah kuesioner dan KMS, data dikumpulkan pada bulan Desember 2012-Mei 2013. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dan analisis regresi logistic bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar orang tua adalah berumur <30 tahun, berpendidikan lanjutan, tidak bekerja, memiliki pengetahuan yang rendah mengenai imunisasi. Kelengkapan imunisasi dasar sebesar (82.9%), tidak lengkap terbesar pada imunisasi campak (15%). Faktor-faktor karakteristik orangtua yang diteliti menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan kelengkapan imunisasi dasar anak. Pengelolaan vaksin di puskemas dan posyandu untuk penyimpanan setelah penggunaan vaksin di posyandu tidak dikembalikan ke Puskesmas, pencatatan dan pelaporan tidak dilakukan pada buku pencatatan sehingga besar kemungkinan tercecer atau hilang, penannggungjawab dan pengelola vaksin tidak dikerjanakan oleh Apoteker ataupun tenaga kefarmasian. ......Immunization is an effective efforts to prevent vaccines preventable diseases. There is no clear data on the scope of the basic immunization in Beji public health care Depok. This study was to determine the related factors to the Complete of Basic Immunization on children and vaccine management at Beji public primary health care Depok. Methods Cross-sectional study with a sample of 140 parents of children aged over 9 months, the data collection tool was a questionnaire and KMS, the data collected in December 2012-May 2013. Data analysis was performed the largest percentage of respondents were aged <30 years, advanced education, it does not work, have a low knowledge about immunization. Completeness of basic immunization in chikdren (82.9%), incomplete biggest measles immunization (15%). With Chi-square test and logistic regression analysis of bivariate factors examined respondent characteristics there was no statisticacally significant correlation with the completeness of basic immunization in chikdren.Vaccine management for storage after use of vaccines in Posyandu not be returned to the Public Primary Health Care, recording and reporting is not done on the book of the records so that the possibility of scattered or lost, and the manager in charge of the vaccine was not done by a pharmacist or pharmacy personnel.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T36051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathelvi Mudaris
Abstrak :
ABSTRAK
Pemberian Informasi Edukasi Obat sangat penting dilakukan di puskesmas. Keterbatasan jumlah tenaga medis membuat pelayanan informasi obat sulit dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas penggunaan video animasi dan leaflet edukasi obat untuk memberikan informasi terkait obat kepada pengunjung puskesmas. Rancangan penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan pemberian intervensi video animasi dan leaflet edukasi pada dua kelompok yang berbeda. Populasi adalah seluruh pengunjung Puskesmas Muara Labuh dan Puskesmas KPGD dari bulan Maret sampai Juni 2013. Jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 116 orang di Puskesmas Muara Labuh dan 112 orang di Puskesmas KPGD. Hasil uji efektifitas penggunaan video animasi dan leaflet edukasi obat terhadap pengetahuan nama, kadar, tujuan, interval pemberian dan lama pemberian obat dan pengetahuan obat secara umum menunjukkan hasil yang signifikan (p < 0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektifitas video animasi dan leaflet edukasi obat terhadap pengetahuan nama, kadar, tujuan, interval pemberian dan lama pemberian obat (p > 0,05). Analisis perbandingan efektifitas penggunaan video animasi dan leaflet untuk meningkatkan pengetahuan responden mengenai obat secara umum menunjukkan perbedaan yang siginifikan (p < 0,05). Penelitian ini mengindikasikan bahwa penggunaan video animasi dan leaflet edukasi obat tidak berbeda dalam meningkatkan pengetahuan pasien mengenai nama, kadar, tujuan, interval pemberian dan lama pemberian obat. Penggunaan video animasi lebih efektif dari pada leaflet dalam memberikan edukasi dan informasi obat yang bersifat umum.
ABSTRACT
Giving drug Information and education is very important to be applied in health center as a primary health care. The limitation of medical personnel makes drug information and education service is very hard to be conducted. This study was aimed to compare the effectiveness of animated video and leaflets use as a tools drug education for visitor in health care. The method of this study is pre-experimental which the intervension given were animated video and leaflet as the tools of drug education in two different groups. The population was all of Muara Labuh and KPGD health center visitors whom visited the health centre in March until June 2013. The samples of this study that conform the inclusion criterias were 116 people in Muara Labuh health care and 112 people in KPGD health care. The analysis of effectiveness of animated video and leaflet to improve patient’s knowledge about drugs name, dose, indication, interval administration, administration duration and patient general knowledge, showed a significant result (p < 0.05). Analysis showed no significant difference for the effectiveness of animated video and leaflet use to improve patient’s knowledge about name, dose, indication, interval administration, duration administration of drug (p > 0,05). Effectiveness comparative analysis of animated video and leaflet use to improve patient’s general knowledge about drugs showed a significant difference (p < 0,05). This study indicates that animated video and leaflet use were not different to improve patient’s knowledge about name, dose, indication, interval administration, duration administration of drugs. Animated video was more effective than leaflet to improve patient’s general knowledge about drugs.
2013
T36148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Yuniarti
Abstrak :
Ketidakpatuhan terapi Diabetes Melitus (DM) dapat menimbulkan komplikasi kronis mikrovaskular dan makrovaskular. Penelitian ini bertujuan membandingkan antara kepatuhan pasien DM tipe 2 yang diberi booklet yang disusun bersama pasien dan booklet lama. Rancangan penelitian ini adalah quasi experimental design dengan two group pretest-posttest design secara prospektif. Penilaian kepatuhan berdasarkan skor Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) dan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c). Penelitian dilaksanakan di puskesmas Beji dan Pancoran Mas bulan Maret hingga Juni 2013. Total sampel terdiri dari 62 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan mengikuti pretest, hanya 49 pasien DM tipe 2 yang mengikuti hingga akhir penelitian (posttest). Sampel secara random dibagi menjadi kelompok yang menerima booklet yang disusun bersama pasien DM tipe 2 (25 orang) dan kelompok booklet lama (24 orang). Penilaian skor MMAS-8 dan kadar HbA1c diukur sebelum dan 8 minggu setelah pemberian intervensi. Analisis menggunakan uji paired t test untuk perubahan kadar HbA1c serta uji Wilcoxon untuk skor MMAS-8. Pada kelompok yang menerima booklet yang disusun bersama pasien DM tipe 2 menunjukkan perbedaan bermakna kadar HbA1c (p=0,066<0,1) dan skor MMAS-8 (p=0,002<0,05) sebelum dan setelah 8 minggu intervensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa media edukasi booklet yang disusun bersama pasien DM tipe 2 dengan bahasa yang mudah dimengerti dapat meningkatkan kepatuhan pasien DM tipe 2 terhadap terapi.
The uncompliance to diabetes mellitus (DM) therapy can lead to chronic microvascular and macrovascular complications. This study aimed to compare the compliance of type 2 DM patients who were given the booklet that rearranged together with the patients and the original booklet. This study design was a quasi experimental design with two group pretest-posttest design prospectively. Compliance assessment score based on Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) and the levels of glycated hemoglobin (HbA1c). Research is carried out in Beji and Pancoran Mas Health Center during March to June 2013. The sample consisted of 62 patients who met the inclusion criteria and follow the pretest, only 49 patients with type 2 diabetes who followed up to the end of the study (posttest). Samples were randomly divided into group receiving the rearranged booklet with type 2 DM patients (25 patients) and original booklet group (24 patients). MMAS-8 assessment scores and HbA1c levels were measured before the intervention and 8 weeks after the intervention. The result is analized by using a paired t-test for change in HbA1c levels and the Wilcoxon test for MMAS-8 score. Group receiving the rearranged booklet with type 2 DM patients showed significant differences in HbA1c levels (p=0.066<0.1) and MMAS-8 scores (p=0.002<0.05) before and after 8 weeks of intervention. So this study may indicate that rearranged booklet with type 2 DM patients as an education media with understandable language may improve the compliance of type 2 diabetes patient to their medication therapy.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, Romauli
Abstrak :
ABSTRAK
Pasien hemodialisis rawat jalan beresiko mengalami masalah terkait obat.. Apoteker berperan dalam mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah terkait obat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh peran serta apoteker terhadap penurunan jumlah dan jenis masalah terkait obat pada pasien hemodialisis rawat jalan di RSU UKI. Penelitian ini dilakukan secara prospektif pada bulan Maret-Mei 2013 dengan menggunakan rancangan pre-post design. Evaluasi dilakukan terhadap 805 obat yang diberikan pada 86 orang pasien. Jumlah masalah terkait obat yang diid entifikasi adalah 337 masalah (41.86% dari jumlah terapi obat yang diresepkan). Jenis masalah terkait obat yang diidentifikasi terdiri dari 18,69% tidak ada efek terapi obat atau terapi gagal; 52,23% efek terapi tidak optimal; 2,37% terdapat indikasi yang tidak diterapi dan 26.71% pasien menderita reaksi obat yang tidak diinginkan bukan alergi. Lima puluh sembilan rekomendasi yang diberikan kepada dokter dan 278 rekomendasi kepada pasien. Penelitian ini dapat menurunkan masalah terkait obat jenis tidak ada efek terapi obat atau terapi gagal (18,69% menjadi 0%), terapi tidak optimal (52,23% menjadi 21,36%), terdapat indikasi yang tidak diterapi (2,37% menjadi 2,08%), dan pasien mendapat reaksi obat yang tidak diinginkan bukan alergi (26,71% menjadi 9,20%). Faktor yang signifikan mempengaruhi terjadinya masalah terkait obat adalah frekuensi hemodialisis, jumlah penyakit penyerta dan jumlah terapi obat. Pasien yang menjalani hemodialisis dengan frekuensi 3X seminggu lebih mungkin mengalami penurunan masalah terkait obat dibandingkan yang 2X seminggu (OR 26.33, 95% CI 2.710-255.884).
ABSTRACT
Outpatient hemodialysis patients prone to risk of drug-related problems. Pharmacists play an important role in identifying and preventing drug-related problems. This study aimed to asses the effect of the role of the pharmacist in reducing the number and types of drug-related problem in ambulatory hemodialysis patients in UKI hospital. A pre-post prospective research was conducted from March to May 2013. A total of 805 drugs given to 86 outpatient of hemodialysis patients. There were 337 drug-related problems (41.86% of total prescribed drug therapy) comprised of 18.69% no effect of drug treatment/ therapy failure , 52.23% in effect of drug treatment not optimal, 2.37% untreated indication and 26.71% adverse drug event (non-allergic). Fifty-nine recommendations were given to the doctors and 278 recommendations to the patients as well. Drug-related problems were reduced no effect of drug treatment/ therapy failure from 18.69% to 0%; effect of drug treatment not optimal from 52.23% to 21.36%; untreated indication from 2.37% to 2.08%; and adverse drug event (non-allergic) from 26.71% to 9.20%. Significant factors influencing the occurrence of drug-related problem are the frequency of hemodilysis, commorbidities and amount of drugs therapy. Patients who had hemodialysis 3 times a week with frequencies more likely to experience decline in drug-related problems than twice a week (OR 26.33, 95% CI 2.710-255.884).
2013
T35497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyana
Abstrak :
Di Indonesia, antibiotik masih sangat mudah didapatkan di apotek-apotek tanpa resep dokter. Perilaku petugas apotek menjadi faktor penting yang berperan dalam maraknya swamedikasi antibiotik di apotek. Edukasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki perilaku petugas apotek dalam praktek swamedikasi antibiotik. Hingga saat ini belum ditemukan jenis media yang paling efektif untuk memperbaiki praktek swamedikasi antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pemasangan media banner dalam memperbaiki praktek swamedikasi di apotek. Penelitian merupakan pre-eksperimental multicenter-one group pre-test post-test design. Sampel terdiri dari 79 apotek yang tersebar di wilayah Depok. Metode pseudopatient digunakan untuk mendapatkan data berdasarkan pelayanan oleh petugas apotek atas permintaan antibiotik tanpa resep untuk penyakit ISPA tanpa komplikasi. Data yang direkam dan didokumentasikan diambil pada sebelum dan 1 bulan sesudah pemasangan banner. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS 18,0. Antibiotik yang paling sering diberikan adalah amoksisilin 500 mg generik. Terdapat perbedaan bermakna pada pemberian informasi obat oleh petugas apotek pada sebelum dan 1 bulan setelah pemasangan banner (p ≤ 0,05).Pemasangan media edukasi banner tidak terbukti efektif dalam memperbaiki praktek swamedikasi antibiotik di apotek. Informasi dalam media edukasi banner hanya mampu memperbaiki informasi obat yang disampaikan oleh petugas apotek dan tidak memperbaiki perilaku petugas dalam pelayanan swamedikasi antibiotik. ...... In Indonesia, antibiotics could easily be obtained without a prescription from community pharmacies. Pharmacy workers behavior can be a substantially factor impacting antibiotics self-medication practices in community pharmacies. Education is one of way to improve pharmacy workers behavior in antibiotics self-medication practices. Appropriate media used to improve antibiotics self-medication practices effectively has not provided yet. The aim of this study was to analyse the effectiveness of banner setting to improve antibiotics self-medication practices in community pharmacies. This study was pre-experimental multicenter-one group pre-test post-test design. Sample was 79 community pharmacies spread in Depok. Pseudopatient method was used to obtain data based on pharmacy worker’s behavior to dispense antibiotics without prescription for uncomplicated URTI. Data was recorded and documented before and after the 1 month intervention. Data was analysed with SPSS 18.0. Result showed that antibiotic that mostly given was generic amoxicillin 500 mg. Significant difference was seen in the type of information that provide by pharmacy worker before and after 1 month banner setting (p ≤ 0.05). Banner educational media setting were ineffective to improve antibiotics self-medication practices in community pharmacies. Information provided in banner could improve the drug information that given by pharmacy worker, but could not improve pharmacy worker’s behavior in antibiotics self-medication practices.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library