Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nursyafrisda
"Hingga saat ini Angka Kesakitan dan Angka Kematian di Indnonesia yang disebabkan oleh Pneumonia masih tinggi terutama pada usia balita. Pneumonia termasuk sepuluh penyakit terbanyak di Rawat inap RSU Kabupaten Tangerang yang membutuhkan antibiotika untuk infeksinya menggunakan Ceftriaxone atau Cefotaxime. Efektifitas biaya penggunaan obat tersebut perlu diteliti untuk mengetahui antibiotika yang lebih efektif biaya. Penelitian menggunakan data sekunder, diambil secara cross sectional selama Januari - Desember 2010 di Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang. Analisa biaya Investasi disetahunkan (Annual Investment Cost), menggunakan metoda ABC (Activity Based Costing) untuk analisis biaya.
Hasil Penelitian didapat bahwa komponen biaya terbesar pada pengobatan Pneumonia Balita adalah Biaya Operasional, yaitu sekitar 99 % dari Biaya Total, diikuti biaya Pemeliharaan 0,02 % dan kemudian biaya Investasi 0,01 %. Biaya Obat dan Bahan Habis Pakai merupakan komponen terbesar dari biaya operasional. Pada Ceftriaxone biaya operasional Rp 39.053.526,- dan pada Cefotaxime sebesar Rp. 124.228.339,-. Efektifitas pada Ceftriaxone 29 pasien dan Cefotaxime 85 pasien dengan CER Cefotaxime lebih kecil dari Ceftriaxone berdasarkan hilangnya sesak, frekuensi nafas dan leukosit normal, hilangnya demam dan hari rawat maka disimpulkan bahwa Cefotaxime lebih cost effective dari Ceftriaxone. Disarankan x Universitas Indonesia pengobatan Pneumonia Balita menggunakan Cefotaxime yang bertujuan untuk efektifitas, efesiensi dan pengendalian biaya dapat terwujud.
......Until now the Morbidity Rate and Mortality Rate due to pneumonia in Indonesia would remain high, especially under 5 years old. Pneumonia disease into ten largest in Hospitalizations RSU Tangerang Regency, they need antibiotics to cure infections, such as Ceftriaxone or cefotaxime. Cost effectiveness of theme need to be investigated to find out and determine the effective and efficience. Research conducted using secondary data in crosssectional taken during January to December 2010 in the Tangerang Regency Hospital Inpatient. Annualized investment cost analysis, methods of analysis using the method of the cost calculation ABC (Activity Based Costing).
Research results indicate that the largest cost component in the treatment of Pneumonia Toddlers are Operating Costs, which is about 99% of the total cost, followed by a maintenance cost of 0.02% and then 0.01% of the investment cost. Cost of Drugs and consumables is the largest component of operating costs. At the operational costs of Rp 39.053.526,- Ceftriaxone, - and on cefotaxime at Rp 124.228.339,-. Effectiveness on Ceftriaxone was 29 patients and 85 patients on cefotaxime. CER Ceftriaxone smaller than Cefotaxime values obtained by the loss of tightness, breathing frequency and leukocyte return to normal values, fever and loss of day care is also concluded that the use of Cefotaxime more cost effective than Ceftriaxone. Thus in the treatment of Pneumocystis Toddlers xii Universitas Indonesia are expected to use cefotaxime aiming for effectiveness, efficiency and cost control can be realized."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30311
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Young Ferry
"Program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin atau Askeskin bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pelayanan Askeskin di RSUD Kabupaten Tangerang menghadapi masalah penggunaan obat non formularium karena menjadi beban rumah sakit.
Penelitian ini keseluruhan bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan obat bagi masyarakat miskin sesuai pedoman pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Penelitian ini berada dalam lingkup farmako ekonomi dengan disain comparative non experimental study dengan cara Pengukuran Sesudah Kejadian (PSK) atau ex-post pacto.
Hasil penelitian menunjukan bahwa obat-obat formularium untuk pelayanan Askeskin tidak mencakup seluruh pelayanan obat untuk penyakit atau penderita yang di Rawat inap RSUD Kabupaten Tangerang. Dari 432 nama obat yang digunakan dalam pelayanan Askeskin terdapat 125 obat non formularium. Pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap bangsal kelas III Askeskin lebih banyak obat non formularium yang diberikan oleh dokter lama (lama kerja lebih dari 5 tahun) dan dokter dengan status kerja sebagai residen. Jenis obat non formularium banyak diberikan pada pasien lakilaki dan umumnya diberikan untuk pasien NCB KMK (Neonatus Cukup Bulan Kurang Masa Kehamilan), serta diresepkan paling banyak pada pasien yang dirawat di ICU.
Melihat apa yang dapat disimpulkan dari hasil penulisan, dapat menjadi acuan untuk meningkatkan pelayanan rawat inap rumah sakit terhadap pasien miskin dan menjadi telaah bagi pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Dan diusulkan agar jenis obat non formularium yang banyak digunakan dimasukkan ke dalam jenis formularium.

Health care program for poor community or Askeskin as a mean to upgrade access and health service quality for needy community in order to reach the optimal degree of health community. Askeskin service at Tangerang Regency Public Hospital faces a non formularium medicines?s using problem because it becomes a responsibility for hospital.
This research intends to evaluate medicines service for poor community according to health care for poor community?s manual. This research will be in farmaco economics area with comparative non experimental study design or ex-post facto.
Result of the research shows that fomularium medicines for Askeskin service do not include all medicine service for illness or the sicks who take care at Tangerang Regency Public Hospital. From 432 medicine names which used in Askeskin service contain 125 non formularium medicines. Health service for patients of class III ward Askeskin much more non formularium medicines which given by senior doctors (more than 5 years of work time ) and doctors with resident statues. Many kinds of non formularium medicine given to men patients and generally given to MNC KMK patients, the patients who stay in ICU too.
Looking at the result that can be concluded, it can be a reference to upgrade ward service of Hospital to poor community and be a study for interested parties toward upgrading of community health service on a whole scale. And suggested in order to kinds of non formularium medicines that many used may be included in formularium kinds.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41264
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library