Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratri Ciptaningtyas
"ABSTRAK
Anemia merupakan masalah kesehatan yang utama di kalangan remaja putri meskipun berbagai program pencegahan anemia telah dijalankan. Salah satu program yang telah dilaksanakan yaitu edukasi tentang anemia menggunakan media cetak. Perlu adanya bukti ilmiah yang membuktikan bahwa aplikasi android merupakan sarana efektif yang dapat membantu pencegahan anemia dengan meningkatkan konsumsi makanan dan zat gizi pada remaja putri. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplorasi, pengembangan (pendekatan prototyping) dan open label non-randomized trial. Lokasi penelitian bertempat di  enam SMP Muhammadiyah Depok. Penelitian ini dilakukan dari Oktober 2015 hingga Juni 2016 dengan tahapan formatif melalui pendekatan kualitatif, pengembangan material, pengukuran pra intervensi, implementasi selama lima bulan, pengukuran paska intervensi serta follow-up selama satu bulan. Besar sampel remaja putri kelompok intervensi pada studi diperoleh dari perhitungan dengan estimasi rata-rata beda dua kelompok yaitu 228 orang pada kelompok aplikasi android dan 250 orang pada kelompok modul cetak serta dilakukan analisis statistik General Linear Model untuk melihat perbedaan efektivitas pada konsumsi makanan, zat gizi dan hemoglobin (Hb). Penelitian ini menunjukkan setelah pengukuran pra intervensi dikontrol, perbedaan yang signifikan pada konsumsi vitamin B12. Zat gizi lain dan Hb tidak signifikan secara statistik dikarenakan terdapat pengaruh dari variabel yang dikontrol yaitu environment constraint dan Hb pra intervensi. Selain itu tidak ada kenaikan yang signifikan pada niat sebagai faktor yang langsung berhubungan dengan perilaku. Studi ini menunjukkan kelompok remaja putri yang menggunakan aplikasi android lebih baik dalam determinan perilaku, konsumsi makanan serta zat gizi dan Hb karena mereka lebih banyak terlibat dalam implementasi intervensi serta lebih puas dalam menggunakan aplikasi dibandingkan kelompok modul cetak. Kesimpulannya aplikasi android dapat digunakan sebagai intervensi lebih lanjut. Aplikasi android dapat digunakan sebagai alat edukasi untuk mencegah anemia pada remaja perempuan. Efektivitas hasil studi ini dapat diujicobakan pada remaja putri dengan mengoptimalkan fitur sosial media sehingga lebih interaktif. 


Anemia is a significant public health problem in female adolescents although intervention program has been established until present. One of the intervention programs, education on anemia is delivered by paper-based module. A scientific evidence is needed to evaluate the effectiveness of android application to prevent anemia through improvement in food and nutrient intake among female adolescents. The design studies used in this research, i.e. exploration, development (prototyping approach) and open label non-randomized trial. The location of this study was at six Muhammadiyah junior high schools in Depok since October 2015 to June 2016 with the phases of formative, pre-intervention, implementation for five months, post-intervention and follow-up for one month. Sample size calculation in this study was based on estimation means difference between two groups (228 subjects in android application group & 250 subjects in paper-based module group) with statistical analysis using General Linear model to evaluate the effectiveness of android application versus paper-based module on food & nutrient consumption and hemoglobin (Hb). This study showed that after controlling pre-intervention factors, there was significant different on the change in vitamin B12 intake. Other nutrients and Hb level between android application group and paper-based module group were not statistically different because of the influence factors from controlling factors, i.e. environment constraint & pre-intervention Hb. In addition to that, there was no statistically different in intention change after post-intervention and follow-up. This study revealed that adolescents using android application was better in determinant of behaviors, food & nutrient intake and Hb because they were more engaged in implementation intervention and more satisfied in experiencing the intervention. While paper-based module seemed to experience lower satisfaction. This can be interpreted that android application can be used for further intervention. Android application can be used as an education tool to prevent anemia among female adolescents. This effectiveness should optimize social media feature that female adolescents can have more interactive experience.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murti Andriastuti
"Latar Belakang: Angka kesintasan LLA pada anak di negara berkembang masih tertinggal dibanding negara maju. Ketepatan diagnosis dan stratifikasi risiko pasien LLA merupakan hal penting yang perlu dievaluasi sebagai langkah awal untuk meningkatkan kesintasan. Di negara maju ketepatan diagnosis dan stratifikasi risiko didasarkan atas hasil pemeriksaan morfologi, imunofenotiping, sitogenetik, dan molekular. Di Indonesia, hal tersebut belum dapat dilakukan sepenuhnya karena keterbatasan biaya dan fasilitas. Untuk itu, perlu kriteria stratifikasi berdasarkan klinis dan laboratorium sederhana tetapi mampu mendekati stratifikasi molekular. Respons steroid merupakan faktor prognostik kuat dalam memprediksi kejadian relaps dan memengaruhi angka kesintasan. Penambahan variabel respons steroid pada stratifikasi RSCM (stratifikasi modifikasi) diharapkan dapat mendekati kemampuan stratifikasi molekular sebagai baku emas.
Metode: Penelitian kohort prospektif selama 6 bulan dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada Januari 2013 - September 2014. Subjek adalah pasien baru terdiagnosis LLA kemudian dikelompokkan menjadi risiko biasa(RB) dan risiko tinggi (RT) berdasarkan kriteria stratifikasi RSCM (usia, jumlah leukosit, massa mediastinum dan infiltrasi SSP). Subjek dengan RB mendapat prednison (60 mg/kgBB/hari) dan RT mendapat deksametason (6 mg/kgBB/hari) selama 7 hari. Respons steroid dievaluasi pada hari ke-8, dengan menghitung blas di darah tepi. Respons baik bila jumlah blas < 1.000/μL dan respons buruk bila jumlah blas > 1.000/μL. Subjek dengan respons buruk dikelompokkan RT sesuai stratifikasi risiko yang baru (stratifikasi modifikasi). Evaluasi remisi fase induksi dilakukan setelah 6 minggu pemberian kemoterapi berdasarkan persentase blas dan minimal residual disease (MRD) sumsum tulang. Kriteria risiko tinggi pada stratifikasi molekular bila terdapat fusi gen E2A-PBX1, MLL-AF4, dan BCR-ABL, sedangkan risiko biasa bila terdapat fusi gen TEL-AML1.
Hasil Penelitian: Pada penelitian ini diikutsertakan 73 subjek dengan rerata usia subjek 5,5 (SB ± 3,8) tahun. Subjek lelaki (65,8%) lebih banyak dibanding perempuan (34,2%). Gejala klinis yang sering ditemukan adalah pucat sebanyak 65 (89%), demam 53 (72,6%), nyeri tulang 51 (70%), dan hepatomegali 51 (70%) subjek. Hasil pemeriksaan imunofenotiping mendapatkan 77,1% sel B, 17,1% sel T, dan 5,7% sel campuran. Ketidaksesuaian remisi fase induksi berdasarkan morfologi dan MRD sebesar 15,2%. Stratifikasi RSCM maupun modifikasi tidak berkorelasi dengan stratifikasi molekular (r = 1,1; p = 0,6). Angka kesintasan berdasarkan stratifikasi molekular (79%) lebih tinggi dibandingkan stratifikasi RSCM (68,5%) maupun modifikasi (69,6%).
Simpulan: Stratifikasi modifikasi menunjukkan kemampuan yang sama dengan stratifikasi RSCM dibandingkan stratifikasi molekular. Angka kesintasan berdasarkan stratifikasi molekular lebih tinggi dibandingkan stratifikasi RSCM dan modifikasi.

Introduction: Survival rate of children with ALL in developing countries remains lower compared to developed countries. Diagnosis and risk stratification are important to determine survival rates. Diagnosis and risk stratification in developed countries are based on morphology, immunophenotyping, cytogenetic, and molecular examination of bone marrow while in Indonesia most of those examinations are not available due to financial and facilities limitation. Therefore, we need to develop stratification criteria based on clinical and laboratory assessment which is comparable to molecular stratification. Response to steroid is a strong predictor of relapse and survival rates in ALL. The aim of the study is to develop new stratification to improve accuracy in predicting relapse rate and increase survival rate, by adding steroid response variable to current CMH stratification, in comparison with molecular stratification as gold standard.
Methods: A prospective study was conducted at Pediatric Hematology-Oncology Division, Department of Child Health, FMUI-CMH on January 2013 - September 2014. Morphology, immunophenotyping, cytogenetic and molecular assessment were performed. Patient was stratified into standard risk (SR) and high risk (HR) based on CMH stratification criteria (based on age, WBC, mediastinal mass and CNS infiltration) and given steroid (prednisone or dexamethasone) for 7 days. Steroid response was evaluated at day 8, good response if peripheral blast count < 1,000/μL and poor response if > 1,000/μL. Poor responders were moved to HR group in new stratification (modified stratification). Bone marrow aspiration and minimal residual disease (MRD) detection were perfomed after induction phase to evaluate remission and patient was observed for 6 months. High risk criteria based on molecular stratification are E2A-PBX1, MLL-AF4 and BCR-ABL fusion genes, while standard risk is TEL-AML1.
Results: A total of 73 newly diagnosed ALL patients were enrolled in this study. The mean age was 5.5 (SD ± 3.8) years. Incidence in male (65.8%) is higher than female (34.2%). Clinical characteristics are pale (89%), fever (72.6%), bone pain (70%), hepatomegaly (70%), bleeding (42.5%), lymphadenopathy (49.0%), and splenomegaly (46.6%). Immunophenotyping result was 77.1% for B-lineage; 17.1% T-lineage; and 5.7% mixed lineage. Minimal residual disease detection from 33 patients showed no difference in remission between CMH and modified stratification. Four patients were moved to HR after evaluation of steroid response. We found discrepancy of remission induction results based on morphology and MRD in 15.2% subjects. Survival rate for CMH, modified, and molecular stratification were 68.5%, 69.6%, and 75.5%, respectively. Cipto Mangunkusumo Hospital and modified stratification were not correlated with molecular stratification as the gold standard (r = 1.1 ; p = 0.6).
Conclusions: Modified stratification had similar accuracy with CMH stratification compare to molecular stratification in predicting survival rate of ALL children. Remission based on MRD detection between the two stratification was also similar. Survival rate by molecular stratification was higher compared to CMH or modified stratification.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Sulastri
"Model pemberian asuhan keperawatan merupakan metode/pendekatan yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh model asuhan penyakit kronis pada anak usia sekolah yang mengidap thalassemia f3 mayor untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Penelitian ini menggunakan desain riset operasional melalui tiga tahapan penelitian. Tahap I: Identifikasi kebutuhan melalui penelitian kualitatif Tahap II: pengembangaan Modified Chronic Care Model hasil integrasi antara penelitian tahap I, studi literatur, dan konsultasi pakar. Tahap III: uji coba model dengan rancangan quasi experiment with control group. Metode sampling menggunakan simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 148.
Hasil penelitian menunjukkan :
1) Tahap I: diperoleh 15 tema;
2) Tahap II: dihasilkan modifikasi chronic care model dengan 1 buku asuhan keperawatan, 2 buku saku untuk pasien dan keluarga, 1 buku saku untuk perawat; 3) Tahap III: sikap keluarga, kualitas hidup anak, pengelolaan diri dan status fungsional anak yang mendapat intervensi Modified Chronic Care Model lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat intervensi.
Kesimpulan, Modified Chronic Care Model efektif meningkatkan kualitas hidup anak, meningkatkan kemampuan pengelolaan diri anak, meningkatkan status fungsional anak dan meningkatkan sikap keluarga dalam merawat anak.
Rekomendasi :
1) Replikasi model di rumah sakit pemerintah lain;
2) Pelatihan berkelanjutan bagi perawat di ruang rawat thalassemia;
3) Penelitian lanjut yaitu penghitungan ratio tenaga perawat dengan pasien.

Nursing care model is the important thing for better quality of nursing care. The aim of this study is to develop nursing care model for thalassemic school age children. This study used operational research design through three stages namely Stage I: Identifying problems and needs. Stage II: Developing the Modified Chronic care Model resulted from integration of the results of stage 1 studies, literature studies, and expert consultation; Stage III: Testing the model with the quasi experiments with control group design. Sampling strategy used simple random sampling method with 148 samples.
Results ofresearch were obtained:
1) Stage I: 15 themes were obtained;
2) Stage II: Modification of Chronic Care Model with 1 book o f nursing care, 2 pocket books for patients and their family, 1 pocket book for nurses;
3) Stage III: Children's quality of life, functional status and self-management who received Modified Chronic Care Model intervention were higher than children who didn't receive. Family attitudes who received Modified Chronic Care Model intervention were higher than family who didn't receive.
In conclusion, Modified Chronic Care Model effectively increases thalassemic school age children's quality of life, functional status, self- management, and family attitude.
Recommendations:
1) Replicate similar models in other government hospitals;
2) Keep continuing training for nurses in thalassemic unit;
3) study about patient-nurse ratio."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Amelia Chozie
"ABSTRAK
Hemartrosis berulang dan artropati merupakan morbiditas utama pada hemofilia A berat. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, terapi profilaksis dosis standar tidak terjangkau karena memerlukan biaya yang sangat mahal. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi profilaksis sekunder dosis rendah dibandingkan terapi on-demand pada anak hemofilia A berat.
Uji klinis acak terbuka selama 24 minggu telah dilakukan pada anak hemofilia A berat berusia 4?18 tahun dengan riwayat perdarahan sendi berulang, di Poliklinik Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Subjek dialokasikan secara acak menjadi dua kelompok yaitu kelompok profilaksis dan on-demand. Kelompok profilaksis mendapat terapi faktor VIII 10 IU/kgBB 2 kali seminggu, sedangkan kelompok on-demand mendapat terapi sesuai protokol standar. Luaran primer adalah kekerapan perdarahan sendi dan luaran sekunder adalah skor HJHS) dan skor ultrasonografi (HEAD-US). Penelitian ini juga membandingkan kadar CTX-II urin dan inhibitor faktor VIII (Bethesda Assay) pada kedua kelompok.
Sejak bulan Juni 2015?Februari 2016 didapatkan 50 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Kekerapan perdarahan sendi pada kelompok profilaksis (5 ± 4,3) lebih baik dari pada kelompok on-demand (8 (3?30)), IK95% 0.9?6.99; p = 0,009. Perubahan skor HJHS pada kedua kelompok menunjukkan perbaikan klinis pada kelompok profilaksis dan perburukan pada kelompok on-demand, walaupun tidak bermakna secara statistik (IK95% -0.99?3; p = 0,320). Skor HEAD-US kelompok profilaksis lebih baik dibandingkan kelompok on-demand (IK95% 2? 8,81; p = 0,003). Perubahan kadar CTX-II urin pada kedua kelompok berbeda bermakna (IK95% 2.777?16.742; p < 0,001). Tidak didapatkan subjek yang terbentuk inhibitor faktor VIII pada kedua kelompok selama penelitian.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terapi profilaksis sekunder dosis rendah efektif mengurangi kekerapan perdarahan sendi, memperbaiki skor HEAD-US dan kadar CTX-II urin, dibandingkan terapi on-demand.

ABSTRACT
Repeated joint bleeds leading to irreversible progressive joint damage (hemophilic arthropathy) is the main problem in children with hemophilia. Current standard prophylacytic treatment in developed countries is beyond our capability as Indonesia has constraint resources. This study aimed to investigate the efficacy and safety of low dose secondary prophylaxis compare to on-demand treatment in children with severe hemophilia A.
An open, randomized controlled trial was conducted on severe hemophilia A children aged 4?18 years in Pediatric Hematology-Oncology Division Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital for 24 weeks. Eligible subjects were randomized into 2 groups: prophylaxis and on-demand group. All subjects were evaluated at week-0 and week-24 for inhibitor factor VIII (Bethesda Assay), ultrasonography (HEADUS scores) of six index joints (bilateral knees, ankles and elbows), HJHS (version 2.1, 2011) and urinary CTX-II (EIA). Subjects in prophylaxis group received factor VIII 10 IU/kgBW 2 times per week for 24 weeks. Any bleeding episodes in both groups were treated according to standard treatment (on-demand).
During June 2015?February 2016 there were 50 subjects enrolled in the study. Mean age in prophylaxis group was 12 ± 3.5 years and median age in on-demand group was 11.9 (6.518.2) years. Mean frequency of joint bleeds in prophylaxis group was 5 ± 4.3 compare to 8 (3?30) in on-demand group (95%CI 0.9?6.99; p = 0.009). Mean difference of HJHS between two groups was not significant (95% CI -0.99?3; p = 0.320). HEAD-US scores and urinary CTX-II in prophylaxis group was significantly better compare to on-demand group (95%CI 2?8.81; p = 0.003 and 95%CI 2,777?16,742; p < 0.001 respectively). No subjects showed showed inhibitor factor VIII in both groups.
We conclude that secondary low dose prophylaxis was effective to decrease joint bleeding episodes and improved HJHS scores, HEAD-US scores and urinary CTX-II, compared to on-demand treatment."
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Syafitri Evi Gantini
"

Latar Belakang: Setiap individu memiliki antigen sel darah merah (SDM) yang unik pada membrannya. Terdapat lebih dari 300 antigen SDM yang dapat membagi darah ke dalam 36 sistem golongan. Adanya variasi pada antigen sel darah merah menyebabkan uji kecocokan darah antara pasien dengan donor wajib dilakukan guna mencegah terjadinya reaksi antara antigen donor dengan antibodi pasien. Pasien thalassemia memerlukan transfusi darah rutin yang dapat meningkatkan risiko terbentuknya aloantibodi, sehingga seringkali sulit untuk menemukan darah donor yang kompatibel. Unit Transfusi Darah (UTD), dalam rangka menjamin keselamatan pasien, harus mampu menyediakan darah donor tanpa antigen yang dapat menyebabkan reaksi transfusi. Pemeriksaan genotipe akan memberikan gambaran variasi antigen SDM donor, sehingga memudahkan pencarian donor yang sesuai untuk resipien.

Tujuan: Mengetahui adanya variasi genotipe antigen SDM pada donor sehingga dapat diupayakan penyerasian antigen darah donor untuk pasien transfusi berulang.

Metoda: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain potong lintang. Subyek pada penelitian ini adalah donor untuk pasien thalassemia. Sampel darah donor dikumpulkan untuk dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO, Rhesus, ekstraksi DNA, dan genotipe antigen SDM.

Hasil dan Diskusi: Dari total 161 subyek penelitian, distribusi ABO/Rhesus donor adalah 68 subyek O+(42,24%), 43 subyek A+, 41 subyek B+, dan 9 subyek AB+. Setelah dilakukan pemeriksaan genotipe antigen SDM, didapatkan golongan darah dengan genotipe tersering untuk masing-masing golongan darah sebagai berikut Ce (98%) pada Rhesus, k/k (100%) pada Kell, Jka/Jkb (40,76%) pada Kidd, Fya/Fya (74,84%) pada Duffy, Dib/Dib (99,36%) pada Diego, Dob/Dob (80,89%) pada Dombrock, Coa/Coa (100%) pada Colton, Yta/Yta (98.09%) pada Cartwright, MN (47,37%), s (86,54%) pada MNS dan Lub/Lub (100%) pada Lutheran. Pada studi ini juga ditemukan beberapa antigen darah langka seperti cE (1,33%), cEe (2%), CEe (1,33%), Fyb (1,29%), DiaDib (0,64%), YtaYtb (1,91%), dan S (1,94%). Perlu diperhatikan antigen darah langka yang ditemukan pada donor/ populasi umum, bila ditransfusikan kepada pasien dengan antigen umum, dapat memicu timbulnya antibodi.

Kesimpulan: Pada penelitian ini ditemukan beberapa variasi genotipe antigen golongan darah pada donor, termasuk antigen langka. Perbedaan variasi antigen sel darah merah donor dan pasien dapat menyebabkan timbulnya aloantibodi, terutama pada pasien transfusi berulang. Oleh karena itu, pemeriksaan genotipe antigen SDM diharapkan dapat mengurangi reaksi transfusi dan meningkatkan keamanan pasien, terutama pasien yang membutuhkan transfusi berulang.

Kata kunci: antigen sel darah merah, genotipe, donor, aloantibodi


Background: Every individual has unique antigens on their red blood cells surface. There are more than 300 antigens of red blood cells that differentiate blood into 36 blood group systems. Due to the variation in antigen of red blood cell, it is a must to perform blood group matching between the patients and donors blood to prevent reactions between the donors antigen and patients antibody in the blood. Thalassemia patients require regular transfusions which resulting in the production of alloantibody, hence making it difficult to find compatible blood. Blood Transfusion Units (UTD) is required to provide blood without antigen that can trigger transfusion reaction to ensure patient safety. Red blood cell antigen genotyping from the donor can describe the variation of red blood cell antigen from the donor.

Aims: To identify the genotype variation of the donor red blood cells antigen, hence optimizing the donors antigen matching in patients with regular transfusion.

Methods: This was a descriptive observational study with cross sectional design. Subjects in this study were donor for thalassemia patients. Blood samples from donors underwent several examinations, such as the ABO blood type testing, Rhesus testing, DNA extraction, and red blood cell antigen genotyping.

Results and Discussions: From a total of 161 research subjects, the distribution of ABO/Rhesus blood grouping are 68 of O+(42,24%), 43 of A+, 41 of B+, and 9 of AB+. From the red blood cell antigen genotyping, variations of red cell antigens were found in several blood group systems as follows, Rhesus, Kidd, Kell, Duffy, MNS, Diego, Dombrock, Colton, Cartwright, and Lutheran. Our findings also shown several rare antigens such as cE (1,33%), cEe (2%), CEe(1,33%), Fyb (1,29%), DiaDib (0,64%), YtaYtb (1,91%), S (1,94%). It is important to note that rare blood antigens were found in donors/ general population, if blood is transfused to patients, it can trigger the alloantibody production.

Conclusion: Our study found there were genotype variations in the blood antigen of donor, some of them were rare types. The difference of red blood cell antigen between donors and patients may lead to the development of alloantibody, especially in patients who need multiple transfusion. Therefore, red blood cell antigen genotyping is expected to decrease the incidence of transfusion reactions and increase patient safety, especially in patients that required multiple transfusions.

Keywords: Red blood cells antigen, genotyping, donor, alloantibody

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcel Prasetyo
"Latar belakang: Evaluasi sendi pada penyandang hemofilia memerlukan metode yang objektif dan terukur. USG sebagai metode yang relatif baru untuk artropati hemofilik AH belum memiliki konsensus sistem skor, sementara MRI telah memiliki sistem skor International Prophylaxis Study Group dari World Federation of Hemophilia IPSG-WFH . Penelitian ini mengembangkan sistem skor USG baru untuk artropati hemofilik lutut tahap dini, dan menilai keselarasannya dengan skor MRI IPSG-WFH dan kadar CTX-II urin.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Formulasi skor USG berdasarkan pada studi pustaka terhadap 25 publikasi terkait sejak tahun 1999 - 2015 dan peer review. Terdapat 27 anak penyandang hemofilia A berat yang dipilih secara konsekutif. AH lutut tahap dini ditetapkan berdasarkan klasifikasi radiografi Arnold-Hilgartner derajat 0 - II. USG dan MRI lutut dilakukan dengan penilaian skor MRI IPSG-WFH dan skor USG yang baru. Kadar CTX-II urin ditetapkan dengan pemeriksaan ELISA. Data dianalisis dengan uji Spearman.
Hasil: Sistem skor USG baru meliputi komponen efusi sendi, hipertrofi sinovium, hipervaskularisasi sinovium dengan Power Doppler, deposisi hemosiderin, dan kerusakan kartilago pada troklea femoris. Terdapat korelasi sedang antara skor USG dengan skor MRI. Tidak ada korelasi skor USG dengan CTX-II urin.
Kesimpulan: Skor US baru ini dapat digunakan sebagai alternatif MRI pada AH lutut tahap dini.

Introduction Assessment of knee haemophilic arthropathy HA required an objective measures. There was no consensus on preferrable US scoring system, while MRI already had a scoring system developed by the International Prophylaxis Study Group of the World Federation of Hemophilia IPSG WFH. This study developed a new US scoring system for early knee HA and its association with MRI scoring system and urinary CTX II level.
Method The study was cross sectional. US scoring system was developed based on literature studies of 25 publications between 1999 - 2015 and peer review. Twenty seven children with severe haemophilia A was recruited consecutively. Early HA was confirmed by radiography as Arnold Hilgartner stage 0 - II. Knee MRI and US were scored using MRI IPSG WFH scoring system and the new US scoring system, while urinary CTX II level was measured using ELISA. Correlation was analyzed using Spearman test.
Results US scoring system included joint effusion, synovial hypertrophy, synovial hypervascularization using Power Doppler, hemosiderin deposition, and cartilage damage. Moderate correlation was found between US score and MRI score. There was no correlation between US score and urinary CTX II level.
Conclusion The new US score can be used as an alternative for MRI in the assessment of early knee HA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library