Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Dian Nurdiana
Abstrak :
Penelitian ini berawal dari keprihatinan pada keadaan masyarakat Indonesia saat ini, antara lain ketidakteraturan di jalan raya, mutu sumber daya manusia yang rendah, predikat sebagai koruptor dan lain sebagainya. Padahal sebelumnya, masyarakat Indonesia dikenal karena keramah-tamahannya, budaya dan rasa toleransi yang tinggi. Siapa atau apa yang bertanggung-jawab terhadap keadaan masyarakat Indonesia ini? Berkaitan dengan hal tersebut, penulis mengkaitkannya dengan perkataan Rogers (1983) yang menyatakan bahwa the best of education" sama dengan the best of therapy". Perkataan tersebut menyiratkan adanya hubungan antara pembentukan diri yang optimal dengan proses dalam pendidikan. Berbagai fenomena dalam masyarakat Indonesia menggambarkan banyak penyimpangan yang terjadi justru beriangsung dalam kalangan pendidikan, seperti fenomena jual-beli gelar, dan hal yang paling sederhana namun mewabah, yaitu mencontek. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana sebenamya pandangan anggota masyarakat terhadap pendidikan? Lalu, bagaimana pengaruhnya terhadap gambaran konsep diri mereka? Apakah ada diskrepansi (kesenjangan) antara diri sesungguhnya dengan diri ideal dan diri yang ditampilkan? Konsep diri merupakan konsep yang dimiliki oleh setiap orang. Konsep mengenai diri yang sesungguhnya. diri yang diinginkan dan diri yang ditampilkan dalam masyarakat. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dari ketiga konsep mengenai diri yang terdapat dalam diri individu, satu sama lain saling bertolak belakang, sehingga menimbulkan suatu kesenjangan, yang disebut sebagai diskrepansi. Penelitian ini mencoba untuk meneliti gambaran konsep diri, diskrepansi diri dan sikap terhadap pendidikan pada mahasiswa. Terpilihnya kelompok subyek ini karena subyek adalah peserta didik yang telah banyak merasakan berbagai pengalaman dalam pendidikan, dari jenjang pendidikan dasar, lanjutan sampai pendidikan tinggi. sehingga diharapkan cukup sesuai dalam menggambarkan diskrepansi diri dan sikap terhadap pendidikan. Dalam menjawab rumusan masalah, penelitian ini menggunakan teoriteori komponen konsep diri dari Baron (1994), diskrepansi konsep diri Higgins (dalam Bracken, 1996), 50c/a/se/f dari Fromm (1961), akibat-akibat diskrepansi dari Rogers, Fromm dan Higgins, kurikulum pendidikan dari Taba (1962) dan hubungan antara pengalaman belajar dan penerimaan diri dari Rogers (1983). Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif sebagai penunjang. Subyek penelitian adalah mahasiswa Universitas Indonesia, jenjang SI Reguler. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, oneway anova untuk dan pengukuran regresi serta effect coding pada regresi berganda. Dari hasil penelitian, didapat bahwa ciri-ciri yang ditampilkan oleh mahasiswa adalah ciri yang konform dengan masyarakat. Rendahnya diskrepansi diri- ideal dengan penerimaan terhadap diri real yang agak positif juga diperkirakan karena alasan konformitas dimana individu kurang berambisi untuk meraih diri ideal yang tinggi, yang juga terindikasi dari pemilihan aktivitas waktu luang yang bersifat kurang kreatif dan produktif. Rendahnya diskrepansi diri real-sosial, semakin memperkuat dugaan konformitas dimana diperkirakan karena diri yang sebenamya telah menyesuaikan dengan diri yang ditampilkan dalam masyarakat. Hasil penelitan menunjukkan adanya sumbangan sikap terhadap pengalaman belajar terhadap tinggi-rendahnya diskrepansi diri realsosial. Hasil tambahan menunjukkan adanya sumbangan makna pendidikan terhadap penerimaan diri mahasiswa Universitas Indonesia. Selain itu, hasil tambahan juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang memaknai pendidikan sebagai hasil dan status memiliki diskrepansi real-ideal yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang memaknai pendidikan sebagai pengembangan diri, sehingga mahasiswa yang disebutkan pertama lebih rentan untuk mengalami kekecewaan, kecemasan, insekuritas dan maiadjustement. Hasil tambahan juga menyebutkan sumbangan makna pendidikan terhadap rendahnya diskrepansi real-sosial, sehingga diperikirakan pendidikan belum mampu memberikan kemandirian akan persepsinya terhadap dirinya dimana diri yang ditampilkan adalah diri yang sesuai dengan harapan masyarakat sekitamya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juli Komalasari
Abstrak :
ABSTRAK
Aksi mogok kerja yang dilakukan oleh para buruh mendatangkan masalah dan kerugian yang tidak sedikit, baik bagi pihak perusahaan maupun bagi para buruh itu sendiri. Aksi mogok kerja sebagai salah satu bentuk reaksi agresi, termasuksalah satu cara yang digunakan oleh buruh untuk memperbaiki keadaan yang dipersepsikan tidak setimpal. Kendala dalam mendapatkan responden yang sedang atau baru mengikuti aksi mogok kerja mengakibatkan permasalahan untuk melihat hubungan antara persepsi ketidaksetimpalan dengan aksi mogok kerja menjadi bergeser. Variabel yang kemudian dipilih untuk diteliti adalah variabel sikap, karena sikap dapat menjadi determinan penting bagi terjadinya tingkah laku agresi, termasuk aksi mogok kerja. Penelitian ini kemudian berusaha untuk menelaah hubungan antara persepsi ketidaksetimpalan dengan sikap terhadap aksi mogok kerja. Diasumsikan buruh yang memiliki persepsi ketidaksetimpalan tinggi akan memillki sikap yang positif terhadap aksi mogok kerja. Lalu, jika buruh yang melakukan aksi mogok kerja dapat dikatakan menampilkan bentuk reaksi agresi, apakah buruh yang bersikap positif terhadap aksi mogok kerja juga akan cenderung menampilkan bentuk reaksi agresi ? Sebaliknya, apakah buruh yang bersikap negatif terhadap aksi mogok kerja akan cenderung menampilkan bentuk reaksi lain, yaitu reaksi substitusi atau reaksi melarikan diri ? Penelitian ini bertujuan untuk memberi kemungkinan agar aksi mogok kerja ini dapat diantisipasi. Penelitian ini dilakukan terhadap 77 orang buruh produksi yang bekerja di pabrik-pabrik di wilayah Tangerang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik incidental sampIing.AIat ukur yang digunakan berupa kuesioner berbentuk skala Likert, terdiri dari skala sikap terhadap aksi mogok kerja, skala persepsi ketidaksetimpalan, dan skala bentuk reaksi frustrasi. Hasil utama penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang positif dan signifikan antara persepsi keidaksetimpalan dengan sikap terhadap aksi mogok kerja. Hasil utama lainnya adalah tidak ada perbedaan bentuk reaksi frustrasi antara kelompok buruh yang bersikap positif dengan kelompok buruh yang bersikap negatif terhadap aksi mogok kerja. Saran untuk penelitian berikut adalah melanjutkan penelitian, tetapi bukan lagi sekedar meneliti sikap, melainkan kecenderungan tingkah laku mogok kerja.
1995
S2393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Retno Savitri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2661
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indahdiati
Abstrak :
Data statistik menunjukkan bahwa aborsi cukup banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu survey yang diadakan majalah Femina juga menunjukkan kecenderungan mulai diterimanya aborsi pada sebagaian wanita. Hal tersebut terasa janggal bila dikaitkan dengan pandangan yang selama ini beredar bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Sedangkan diketahui agama melarang tidakan aborsi. Untuk itu peneliti merasa perlu melihat hubungan antara religiusitas dan sikap terhadap aborsi pada wanita. Religiusitas yang dimaksud adalah religiusitas intrinsik (cara beragama yang memikirkan komitmen terhadap agama dengan seksama dan memperlakukannya sebagai tujuan akhir) dan religiusitas ekstrinsik (cara beragama yang menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi). Penelitian dilakukan pada wanita muslim karena masih terdapat perbedaan pendapat di antara ulama Islam mengenai hukum aborsi sebelum ditiupkannya ruh pada janin, yaitu sebelum janin berumur 120 hari, sehingga kemungkinan wanita muslim akan memiliki sikap terhadap aborsi yang lebih bervariasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode nonprobability sampling, yaitu teknik incidental sampling. Untuk mengukur religiusitas intrinsik dan ekstrinsik digunakan teijemahan dari Religious Orientation Scales yang dikembangkan oleh Allport dan Ross. Sementara itu sikap terhadap aborsi diukur dengan skala sikap terhadap aborsi yang disusun dengan teknik konstruksi Likert. Adapun seluruh analisis data dilakukan dengan piranti lunak Statistical Package for Social Science (SPSSj^br Windows release 6.0. Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas intrinsik dan sikap terhadap aborsi (r = -.46, p = .00). Semakin komitmen terhadap agama dipikirkan dengan seksama dan diperlakukan sebagai tujuan akhir, semakin unfavorable sikap terhadap aborsi. Religiusitas ekstrinsik juga berhubungan negatif secara signifikan dengan sikap terhadap aborsi (r = - .32. p = .00). Aitinya semakin agama digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi, semakin unfavorable sikap terhadap aborsi. Akan tetapi hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan negatif antara religiusitas intrinsik dan sikap terhadap aborsi signifikan lebih kuat daripada hubungan negatif antara religiusitas ekstrinsik dan sikap terhadap aborsi (t = 1.70, p<.05).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ali Aulia
Abstrak :
ABSTRAK
Pemilihan tema skripsi ini pertama-tama dilatarbelakangi oleh kejadian- kejadian yang tampak di Iingkungan mahasiswa dalam kurun waktu satu tahun terakhir (Mei 1997-Mei 1998). Dalam kurun waktu tersebut berbagai bentuk partisipasi politik mahasiswa muncul, mulai dari yang unconventional (tidak diterima sebagai kelaziman oleh budaya politik yang dominan, misalnya demonstrasi), conventional (partisipasi politik yang dapat diterima, seperti mengirim surat ke MPR) bahkan tingkah laku apatis. Lingkup mahasiswa juga menjadi menarik karena ia telah dianggap sebagai agent of change. Fenomena adanya perbedaan pilihan bentuk partisipasi oleh mahasiswa dapat diterangkan melalui konsep alienasi. Alienasi - suatu konsep socio-psychological-dapat dipahami sebagai suatu keadaan individual, yang dijelaskan melalui kondisi-kondisi sosial yang obyektif (Hughes, 1975) dan pemahaman tersebut merupakan alasan ketiga dalam pemilihan topik ini. Rush (1990) menyatakan bahwa alienasi dapat menyebabkan individu menjadi sangat aktif maupun apatis. Contoh yang diberikan oleh Rush tentang individu yang aktif adalah dalam melakukan partisipasi politik conventional. Sementara itu Conway (1992) menyatakan bahwa partisipasi politik unconventional adaiah merupakan konsekuensi dirasakannya alienasi. Dengan dernikian dapat disimpulkan bahwa alienasi dapat dijumpai pada semua bentuk partisipasi politik, baik conventional, unconventional, maupun tingkah laku apatis. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa yang membedakan alienasi yang menyebabkan individu melakukan partisipasi politik conventional, unconventional, dan tingkah laku apatis ? Satu hal yang mungkin membedakan adalah dimensi alienasinya. Finifter (1970) telah mengkonstruksi dimensi aliensi politik, yaitu; political powerlessness (perasaan individu bahwa ia tidak dapat mempengaruhi tindakan pemerintah) political meaninglessness (keputusan politik dianggap tidak dapat diramalkan), perceived political normlessness (persepsi individu bahwa norma atau peraturan yang digunakan untuk mengatur politik telah diabaikan) dan political isolation (penolakan terhadap norma yang dipegang oleh sebagian masyarakat).

Karena itu ingin didapat gambaran partisipasi politik pada dimensi alienasi politik mahasiswa. Variabel dalam penelitian ini adalah alienasi politik mahasiwa dan partisipasi politik mahasiswa. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa, dan pengambilan sample dilakukan dengan teknik purposive. Untuk mendapatkan jawaban atas rnasalah, data diolah dengan menggunakan korelasi Pearson's Product Moment dan Multiple Regression. Hasil yang didapat adalah: alienasi politik mempunyai hubungan yang positif dengan apatis; political powerlessness, political meaninglessnes,dan political isolation memiliki hubungan yang negatif dengan partisipasi politik unconventional; serta alienasi politik memiliki hubungan yang negatif dengan partisipasi politik conventional. Gambaran kedua yang didapat adalah:political powerlessness, political isolation menjadi faktor yang paling memberi kontribusi terhadap apatis; political powerlessness paling memberi kontribusi terhadap dilakukannya partipasi politik unconventional; political isolation paling memberi kontribusi dilakukannya partisipasi politik conventional.Saran untuk perbaikan alat adalah: menambah jumlah item pada dimensi political normlessness, mengurangi pernyataan negatif pada political powerlessness, dan melihat korelasi dengan keadaan obyektif. Sementara saran yang diberikan sebagai hasil penelitian ini adalah: hindari keadaan yang mendorong dirasakannya alienasi politik karena mendorong munculnya tingkah laku apatis.
1999
S2745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Puspitarini
Abstrak :
ABSTRAK Menurut MC Clelland kemajuan suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai kondisi, salah satunya adalah kondisi psikologis yang berkaitan dengan sikap dan kebutuhan berprestasi yang dimiliki oleh masyarakatnya. Yang menjadi permasalahan di sini adalah kebutuhan untuk berprestasi dari suatu masyarakat berbeda-beda dan sebagian orang pada suatu waktu memiliki kebutuhan untuk berprestasi (need for Achievement (NAch)) lebih besar dari orang lain. Motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dalam suatu Standard tertentu A/c Clelland (1953). Dan apabila di dalam suatu masyarakat individu-individunya memiliki n-Ach yang tinggi, maka diharapkan bahwa masyarakat tersebut maju. Salah satu desa yang diduga masyarakatnya memiliki motivasi berprestasi yang cukup rendah adalah desa Sukawening. Dari hasil survey awal yang dilakukan, dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat baru mencapai tingkat sekolah dasar, dan ini diduduki oleh kelompok usia produktif (usia 20-40 tahun) dan kelompok usia di atas 40 tahun. Tingkat pengangguran masyarakat pada usia produktif hampir mencapai separuhnya, dan jenis pekerjaan buruh (baik buruh tani maupun buruh pabrik), merupakan profesi sebagian besar warga. Dari hasil ini penulis menyimpulkan bahwa, masyarakat desa Sukawening mengalami perubahan sosial dan budaya yang cukup lambat terutama di bidang-bidang seperti : pendidikan, jenis pekerjaan dan informasi yang merupakan indikator kemajuan suatu masyarakat Padahal bila melihat potensi wilayahnya, desa tersebut sangat dekat dengan pusat industri (kota bogor), yang merupakan sumber informasi, pendidikan dan menunjukkan ciri-ciri masyarakat yang materialistik dan kompetitif. Diskrepansi ini menjadi landasan untuk melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana dinamika motivasi berprestasi pada masyarakat desa Sukawening. untuk itu dilakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif^ dengan metode kasus terhadap 4 orang subyek yang merupakan warga masyarakat desa Sukawening. Penelitian kualitatif bertujuan memahami interpretasi subyektif individu-individu yang tinggal dalam konteks dan setting penelitian sehingga dapat diperoleh gambaran dan dinamika dari aspek-aspek yang hendak diteliti (Sarantakos (dalam Poerwandari), dan A/c Clelland, 1955). Desain penelitian ini adalah studi kasus instrumental kolektif. 4 orang subyek penelitian diambil dengan teknik pengambilan kasus purposive (peneliti mengambil kasus-kasus yang menjelaskan kondisi rata-rata). Metode pengumpulan data dilakukann dengan wawancara dan obsevasi sebagai penunjang. Dari hasil wawancara yang diubah ke dalam bentuk verbatim dan kemudian dianalisa, menunjukkan bahwa : pengalaman masa lalu dalam keluarga di mana seseorang dibesarkan sangat berpengaruh pada n-Ach terhadap dirinya. Individu yang memiliki karakteristik masyarakat modern memiliki n-Ach yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Dukungan moral, pemberian pandangan pada masa depan, kebiasaan berkumpul dan diskusi, serta kebiasaan membaca merupakan lingkungan yang lebih kondusif dan berpengaruh mengembangkan n-Ach dibandingkan dengan dukungan berbagai materi dan fasilitas. Dukungan dari keluarga luas yang berupa dukungan kasih sayang dan semangat dapat memacu motivasi seseorang. Ada indikasi kurangnya perilaku wiraswasta dan kreatifitas dalam masyarakat. Saran yang diberikan adalah : perlu menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif mengembangkan motivasi berprestasi seperti : suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik antara orang tua - anak, kebiasaan berdiskusi, membaca dan menonton TV bersama. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk dapat mengukur tingkat n-Ach seseorang misalnya dengan menggunakan : tes proyeksi, analisa cerita rakyat.
2001
S2807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinno Angga
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2903
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Espe Dini Oktarini
Abstrak :
Keadaan masyarakat Indonesia setelah terjadi reformasi semakin memprihatinkan. Kebebasan yang diraih membuat masyarakat merasa gamang dan bingung harus bagaimana menyikapinya. Salah satu caranya adalah bergabung dengan kelompok-kelompok tertentu. Menurut Fromm (1991) hal seperti ini merupakan suatu mekanisme pelarian diri dimana individu yang berada dalam situasi gamang tersebut cenderung untuk menghilangkan kemandiriannya dan berpegangan pada kekuatan diluar dirinya. Kekuatan tersebut bisa berupa orang atau lembaga. Di antara berbagai kelompok masyarakat tersebut, salah samnya adalah partai politik. Pada saat diadakannya pemilu 1999 dan Sidang LTmum DPR/MPR dalam rangka pemilihan presiden dan wakil presiden, bentrokan-bentrokan antara pendukung partai politik tidak dapat dihindarkan. Masing-masing pihak merasa dirinya atau kelompoknya yang paling benar dan merasa kekerasan-kekerasan yang dilakukan merupakan hal yang wajar. Semua itu dengan alasan membela kelompok dan pemimpinnya. Bentrokan-bentrokan tersebut baru bisa selesai bila ada tokoh otoritas yang memerintahkan untuk berhenti. Karakteristik di atas mengingatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Adomo et.al (1950) pada masa NAZI berkuasa. Adomo yang meneliti kepribadian masyarakat pada saat itu yakin bahwa hal-hal tersebut merupakan suatu produk struktur kepribadian yaitu kepribadian authoritarian. Tiga partai politik yang pendukungnya diteliti adalah Partai Goikar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dipilihnya ketiga partai tersebut karena dalam sejarah kepartaian serta di dalam karakteristik pendukungnya terdapat ciri-ciri kepribadian authoritarian. Selain itu Partai Golkar dipilih karena partai ini mewakili pemerintah orde baru, PDI-P karena partai ini merupakan partai dengan perolehan suara terbanyak pada pemilu 1999 dan PKB karena partai ini mewakili pemerintahan saat ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran kepribadian authoritarian pada pendukung tiga partai politik. Penulis ingin mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan pada kepribadian authoritarian pendukung ketiga partai politik tersebut di Jakarta. Metode penelitian yang dipakai adalah metode kuantitatif dengan tekhnik pengambilan data menggunakan kusioner. Kuesioner yang dipakai adalah California F Scale form 40 - 45 dari Adomo et.al (1950). Kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu data kontrol dan kuesioner California F scale. Pada data kontrol ditanyakan keadaan demografis subyek (jenis kelamin, usia, suku, pendidikan, pendidikan orang tua dan pekerjan). dan hal-hal yang diperkirakan mempengaruhi kepribadian authoritarian subyek (pola asuh keluarga dan pendapat pribadi mengenai kelompok). Metode statistik yang digunakan untuk pengolahan data adalah frekuensi dan prosentase. Untuk menguji signifikansi perbedaan kepribadian authoritarian ini maka digunakan desain one-w/y anova. Kemudian bila ditemukan perbedaan yang signifikan, penulis akan melakukan posi hoc tesi untuk menentukan pendukung partai yang mana yang memiliki kepribadian authoritarian paling tinggi. Penulis juga mengadakan analisa tambahan dari variabel-variabel data kontrol untuk mengetahui hal-hal yang mungkin berpengaruh pada kepribadian authoritarian ini. Analisa tambahan ini memakai metode statistik analisis muliiple regression. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kepribadian pendukung keetiga partai politik di Jakarta. Pendukung partai politik yang memiliki kepribadian authoritarian yang paling tinggi adalah pendukung Partai Golkar. Untuk hasil analisa tambahan, pada partai Golkar ada 4 variabel yang mempengaruhi kepribadian authoritarian. Variabel-variabel tersebut adalah penerapan disiplin dalam keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, keanggotaan dalam partai dan pekerjaan. Pada PDI-P, tidak ada variabel yang mempengaruhi kepribadian authoritarian pendukungnya sementara pada PKB hanya variabel pelaksanaan keputusan kelompok yang mempengaruhi kepribadian authoritarian pendukungnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>