Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Didik Suhardjito
"ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan pengembangan sistem agroforestry kebun-talun sebagai wujud strategi adaptasi sosial kultural dan ekologi terhadap perubahan lingkungan, yakni peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar. Pertanyaan utama dari penelitian ini adalah bagaimana keluarga/rumah tangga mengembangkan sistem agroforestry kebun-talun dalam menghadapi peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar; mengapa pengembangan sistem kebun-talun menjadi pilihannya dan mengapa keberadaan kebun-talun terus dipertahankan.
Penelitian ini dilakukan di sebuah masyarakat desa di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat selama Juni 1999 sampai Oktober 2000. Desa penelitian ini berada di daerah lahan kering (upland). Penelitian ini menggunakan pendekatan emik dan etik. Metode penelitian kualitatif dan kuanlitatif digunakan dalam penelitian ini.
Pengembangan sistem pengelolaan kebun-talun sebagai wujud strategi adaptasi sosial kultural dan ekologi terhadap peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar terjadi pada aspek teknis dan organisasi sosialnya. Pada aspek teknis, kebun-talun tidak mengalami perubahan selain pilihan komposisi jenis tanamannya yang lebih cenderung berorientasi pada pasar. Pada aspek organisasi sosialnya, sistem pengelolaan kebun-talun mengalami perubahan, yaitu pengembangan pola-pola hubungan sosial (social relations) dalam pengelolaan kebun-talun. Pengembangan pola hubungan sosial dalam pengelolaan kebun-talun berkaitan dengan strategi adaptasi sosial kultural lainnya yang terjadi pada pengaturan alokasi tenaga kerja dan pengembangan matapencaharian keluarga/rumah tangga. Rumah tangga dalam kondisi tekanan penduduk dan pasar yang tinggi. Pengembangan pola hubungan sosial dan pranata sosial dalam pengelolaan kebun-talun berimplikasi pada penguatan solidaritas sosial antar lapisan sosial pada tingkat komunitas. Keberadaan kebun-talun bukan hanya mempunyai fungsi ekonomi dan ekologis melainkan juga fungsi sosial. Pada satu sisi kebun-talun menjadi media bagi penguatan solidaritas sosial, pada sisi yang lain hubungan-hubungan sosial dan pranata sosial pengelolaan kebun-talun menguatkan keberadaan kebun-talun sebagai sumber ekonomi keluarga/rumah tangga. Kedua sisi itu berimplikasi pada sisi ketiga, yakni keberlanjutan keberadaan kebun-talun yang mempunyai fungsi ekologis. Namun demikian strategi adaptasi tersebut masih rentan untuk menghadapi peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar, terutama pada keluarga/rumah tangga buruh tani dan tidak memiliki lahan.
Pengaturan alokasi tenaga kerja keluarga/rumah tangga dimaksudkan untuk dapat akses pada beragam matapencaharian. Akses pada beragam matapencaharian dicapai dengan cara membangun hubungan sosial (social relations) dan jaringan sosial (social networks). Beragam matapencaharian dilakukan dengan cara seorang anggota keluarga melakukan lebih dari satu pekerjaan maupun setiap anggota keluarga melakukan pekerjaan yang berbeda-beda.
Pengembangan matapencaharian non-pertanian didorong oleh peningkatan kebutuhan hidup keluarga yang tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari pertanian. Daya dukung sumberdaya pertanian sudah terlampaui. Teknologi pertaniannya relatif tidak berkembang (stagnant), kecuali intensifikasi sawah yang luasnya sangat terbatas. Namun, matapencaharian pertanian masih tetap penting, paling tidak sebagai katup penggunaan bagi tingkat subsistensinya. Matapencaharian di luar pertanian semakin penting untuk menutup kekurangan pendapatan dari pertanian.
Matapencaharian di luar pertanian dilakukan di dalam desa maupun di luar desa (kecamatan, kabupaten, propinsi, lintas pulau) dengan pola migrasi komutasi ataupun sirkulasi. Kegiatan mencari nafkah dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Bagi keluarga/rumah tangga yang tidak memiliki lahan dan tidak akses pada sumber matapencaharian di luar pertanian berusaha untuk membangun hubungan sosial dalam penguasaan lahan, khususnya kebun-talun. Sebaliknya, bagi keluarga petani yang memiliki lahan luas dan akses ke aktivitas ekonomi di luar pertanian membutuhkan kerjasama dengan buruh tani dan petani kecil untuk mengelola kebun-talun.
Implikasi dari strategi adaptasi yang terwujud dalam pengembangan beragam matapencaharian adalah pemenuhan kecukupan kebutuhan hidup keluarga."
2002
D372
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Disamping itu, valuasi terhadap manfaat dari fungsi ekosistem hutan harus menganut prinsip nilai asuransi (insurance value).
Tujuan penelitian ini (1) Menghitung total nilai Manfaat bersih sekarang (NPV) kelayakan kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten. (2) Menghitung total nilai manfaat ekosistem hutan di Kabupaten Melawi (3) Menemukan model penentuan luas optimum areal perkebunan kelapa sawit pada suatu kawasan ekosistem hutan Hasil penelitian mendapatkan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak feasible untuk dilakukan dengan cara melakukan konversi terhadap ekosistem hutan. Jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan dampak kerugian lingkungan yang sangat signifikan dengan nilai NPV negatif sebesar Rp (248.349.067.033.000,-). Sementara itu analisis manfaat biaya mempertahankan ekosistem hutan adalah positif yaitu sebesar Rp 38.563.349.907.000,-.
Berdasarkan analisis suitabilitas menunjukkan bahwa dari total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan seluas 234.348 ha, maka yang dapat dikonversikan untuk lahan perkebunan kelapa sawit hanya seluas 31.498 ha dan yang tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan seluas 202.850 ha.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konversi ekosistem hutan untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam batas-batas tertentu di Kabupaten Melawi masih dapat dilakukan dengan syarat bahwa penentuan kelayakan luas areal perkebunan kelapa sawit harus menggunakan Indeks Ky. Indeks Ky adalah merupakan suatu indeks kompromi yang mengakomodasi 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu keberlanjutan lingkungan (ekologi), keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Selain itu, indeks ini juga mendasari pada konsep pengelolaan sumbedaya hutan yaitu prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan prinsip standar minimum yang aman ( safe minimum standar). Sehingga Indeks Ky ini dinamakan juga dengan Social, Economy and Environment Compromise Indeks (SEECI).
Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan HHCA yang dilakukan di wilayah studi (Kabupaten Melawi) telah mendapatkan Indeks Ky sebesar 6,4401. Dengan menerapkan angka Indeks Ky ini, analisis suitabilitas terhadap total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan di Kabupaten Melawi seluas 234.348 ha menemukan bahwa hanya 31.498 ha yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dan 202.850 ha tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dengan komposisi ini, nilai kerusakan akibat konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dapat diimbangi manfaat mempertahankan kawasan ekosistem hutan. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dicapai.

ABSTRACT
To maintain the benefits of forest ecosystems with a variety of functions, we need a valuation that is comprehensive and terintegratif. In addition, the valuation of the benefits of forest ecosystem function must adhere to the principle of insurance (insurance value).
The purpose of this study (1) Calculate the total net present value of benefits (NPV) Feasibility of oil palm plantations in the district. (2) Calculating the total value of the benefits of forest ecosystems in the District Melawi (3) Finding the optimum model for determining the area of oil palm plantations in an area of forest ecosystem.
The results find that the activities of oil palm plantations is not feasible to be done by way of conversion of forest ecosystems. If this is done it will cause environmental impacts are very significant losses with a negative NPV of USD (248.349.067.033.000, -). Meanwhile, the cost benefit analysis is positive to maintain the forest ecosystem that is Rp 38,563,349,907,000, -. Based suitabilitas analysis showed that of the total provisioning plantations on 234,348 ha of forest area, then that can be converted to oil palm plantations covering an area of only 31 498 ha and will be retained as an area of 202,850 ha of forest area.
The conclusion of this research is the Conversion of forest ecosystems to serve as oil palm plantations within certain limits in the District Melawi still can be done on condition that the determination of the feasibility of oil palm plantation area must use the Index Ky. Ky Index is an index of compromise that accommodates 3 (three) pillars of sustainable development is environmental sustainability (ecological), social sustainability and economic sustainability. In addition, this index also underlies the concept of management of forest resources towards the fulfillment of the principle of prudence (prudential principle) and the principle of minimum standards of safe (safe minimum standards). So the index is called Ky also with Social, Economy and Environment compromise Index (SEECI).
The result using the approach HHCA conducted in the study area (District Melawi) has gained Ky. index of 6.4401. By applying this Ky index numbers, analysis suitabilitas of the total plantation area in the reserve forest area in the district covering an area of 234,348 ha Melawi found that only 31 498 ha which can be converted into oil palm plantations, and 202,850 ha will be retained as forest area. With this composition, the value of damage caused by conversion of forests into oil palm plantations can offset the benefits of maintaining forest ecosystem area. Thus the concept of sustainable development by creating a balance environmental, economic and social development can be achieved."
Depok: 2011
D-Pdf
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Disamping itu, valuasi terhadap manfaat dari fungsi ekosistem hutan harus menganut prinsip nilai asuransi (insurance value).
Tujuan penelitian ini (1) Menghitung total nilai Manfaat bersih sekarang (NPV) kelayakan kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten. (2) Menghitung total nilai manfaat ekosistem hutan di Kabupaten Melawi (3) Menemukan model penentuan luas optimum areal perkebunan kelapa sawit pada suatu kawasan ekosistem hutan Hasil penelitian mendapatkan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak feasible untuk dilakukan dengan cara melakukan konversi terhadap ekosistem hutan. Jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan dampak kerugian lingkungan yang sangat signifikan dengan nilai NPV negatif sebesar Rp (248.349.067.033.000,-). Sementara itu analisis manfaat biaya mempertahankan ekosistem hutan adalah positif yaitu sebesar Rp 38.563.349.907.000,-.
Berdasarkan analisis suitabilitas menunjukkan bahwa dari total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan seluas 234.348 ha, maka yang dapat dikonversikan untuk lahan perkebunan kelapa sawit hanya seluas 31.498 ha dan yang tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan seluas 202.850 ha.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konversi ekosistem hutan untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam batas-batas tertentu di Kabupaten Melawi masih dapat dilakukan dengan syarat bahwa penentuan kelayakan luas areal perkebunan kelapa sawit harus menggunakan Indeks Ky. Indeks Ky adalah merupakan suatu indeks kompromi yang mengakomodasi 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu keberlanjutan lingkungan (ekologi), keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Selain itu, indeks ini juga mendasari pada konsep pengelolaan sumbedaya hutan yaitu prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan prinsip standar minimum yang aman ( safe minimum standar). Sehingga Indeks Ky ini dinamakan juga dengan Social, Economy and Environment Compromise Indeks (SEECI).
Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan HHCA yang dilakukan di wilayah studi (Kabupaten Melawi) telah mendapatkan Indeks Ky sebesar 6,4401. Dengan menerapkan angka Indeks Ky ini, analisis suitabilitas terhadap total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan di Kabupaten Melawi seluas 234.348 ha menemukan bahwa hanya 31.498 ha yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dan 202.850 ha tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dengan komposisi ini, nilai kerusakan akibat konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dapat diimbangi manfaat mempertahankan kawasan ekosistem hutan. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dicapai.

ABSTRACT
To maintain the benefits of forest ecosystems with a variety of functions, we need a valuation that is comprehensive and terintegratif. In addition, the valuation of the benefits of forest ecosystem function must adhere to the principle of insurance (insurance value).
The purpose of this study (1) Calculate the total net present value of benefits (NPV) Feasibility of oil palm plantations in the district. (2) Calculating the total value of the benefits of forest ecosystems in the District Melawi (3) Finding the optimum model for determining the area of oil palm plantations in an area of forest ecosystem.
The results find that the activities of oil palm plantations is not feasible to be done by way of conversion of forest ecosystems. If this is done it will cause environmental impacts are very significant losses with a negative NPV of USD (248.349.067.033.000, -). Meanwhile, the cost benefit analysis is positive to maintain the forest ecosystem that is Rp 38,563,349,907,000, -. Based suitabilitas analysis showed that of the total provisioning plantations on 234,348 ha of forest area, then that can be converted to oil palm plantations covering an area of only 31 498 ha and will be retained as an area of 202,850 ha of forest area.
The conclusion of this research is the Conversion of forest ecosystems to serve as oil palm plantations within certain limits in the District Melawi still can be done on condition that the determination of the feasibility of oil palm plantation area must use the Index Ky. Ky Index is an index of compromise that accommodates 3 (three) pillars of sustainable development is environmental sustainability (ecological), social sustainability and economic sustainability. In addition, this index also underlies the concept of management of forest resources towards the fulfillment of the principle of prudence (prudential principle) and the principle of minimum standards of safe (safe minimum standards). So the index is called Ky also with Social, Economy and Environment compromise Index (SEECI).
The result using the approach HHCA conducted in the study area (District Melawi) has gained Ky. index of 6.4401. By applying this Ky index numbers, analysis suitabilitas of the total plantation area in the reserve forest area in the district covering an area of 234,348 ha Melawi found that only 31 498 ha which can be converted into oil palm plantations, and 202,850 ha will be retained as forest area. With this composition, the value of damage caused by conversion of forests into oil palm plantations can offset the benefits of maintaining forest ecosystem area. Thus the concept of sustainable development by creating a balance environmental, economic and social development can be achieved."
Depok: 2011
D1293
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library