Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sabahat, Anindya Naila
"Infertilitas adalah keadaan dimana selama 12 bulan atau lebih hubungan seks tanpa proteksi tidak dapat menghasilkan keturunan. Di Indonesia sendiri masalah ini didasari oleh faktor dari pihak lelaki sebanyak 25%. Infertilitas pada pria dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain adalah faktor genetik. Salah satu dari faktor genetik adalah mutasi pada gen yang mengkode enzim Methylenetetrahydrofolate Reductase (MTHFR), yang merupakan enzim yang berperan penting dalam proses spermatogenesis. Mutasi ini terdapat pada posisi 677 yaitu perubahan alel C menjadi T yang disebut juga polimorfisme.
Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk membuktikan apakah ada hubungan antara polimorfisme gen MTHFR SNP C677T dengan Oligozoospermia. Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah PCR-RFLP untuk isolasi dan amplifikasi DNA. Proses cutting DNA menggunakan enzim HinfI. Selanjutnya data dianalisis menggunakan perhitungan chi-square.
Didapat hasil cutting 3 genotip (CC, CT, TT) yang menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara distribusi ketiga genotip gen MTHFR C677T dan Oligozoospermia dengan p value 0.011 (p<0.05). Hasil serupa ditemukan juga pada distribusi alotip (alel C dan T) yang menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara distribusi alotip dan Oligozoospermia dengan p value 0.005 (p<0.05). Dapat disimpulkan bahwa polimorfisme gen MTHFR pada posisi C677T berhubungan dengan terjadinya oligozoospermia pada pria Indonesia.

Infertility is a condition in which 12 months or more unprotected sex fail to produce offspring. In Indonesia this condition is dominated by male infertility with the rate of 25% of all infertility cases. Male infertility can be due to internal and external factors. Internal factors include genetic factors. One of the genetic factors is mutation in gene that codes for Methylenetetrahydrofolate Reductase (MTHFR) enzyme, which is an enzyme that plays an important role in spermatogenesis process. This mutation is located in position 677, which changed allele C into T, called polymorphism.
This cross - sectional study aims to prove whether there is any association between MTHFR gene polymorphism C677T SNP and Oligozoospermia. PCR - RFLP was used for the isolation and amplification of DNA. The DNA cutting process uses Hinf1 enzyme. Furthermore, the data were analyzed with the chi - square calculations.
As a result 3 genotype cutting were obtained (CC, CT, TT) which indicates that there is a significant association between the distribution of the three genotypes of MTHFR C677T and Oligozoospermia genes with p value of 0.011 (p<0.05). Similar results were also found on the allotype distribution (allele C and T) that indicates that there is a significant association between the allotype distribution and Oligozoospermia with p value of 0.005 (p<0.05). In conclusion, MTHFR gene polymorphism C677T is associated with the occurrence of Oligozoospermia in Indonesian men.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohan Kinsky
"Gen-gen yang penting dalam spermatogenesis telah dipetakan pada beberapa regio kromosom Y dan dinamakan AZF. Mikrodelesi AZF menghilangkan kandidat gen yang berperan pada spermatogenesis, menyebabkan kondisi oligozoospermia. Penelitian pada beberapa negara menunjukkan kecenderungan mikrodelesi AZF dipengaruhi faktor ras dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi serta kandidat gen yang paling sering mengalami mikrodelesi pada pria oligozoospermia di Jakarta. Desain penelitian ini deskriptif potong lintang molekuler, memeriksa beberapa regio AZF dengan PCR menggunakan STS spesifik. Dari penelitian ini, frekuensi mikrodelesi AZF pria oligozoospermia sebesar 4,3%. Sementara kandidat gen yang paling sering mengalami mikrodelesi dideteksi oleh STS sY239 dan sY1196.

Genes important to spermatogenesis on Y chromosome have been mapped and named AZF. Microdeletion in these regions remove genes candidate, causing oligozoospermic state. Studies in many countries showing tendencies that AZF microdeletions affected by race and environmental factors. The objective of this study is to know AZF regions microdeletions frequentation and genes candidate experiencing most microdeletion in oligozoospermic male in Jakarta. This study uses molecular descriptive cross sectional design, examining AZF using PCR with some specific STS. The result of this study reveals AZF microdeletions frequentation in oligozoospermic male is 4,3%. Genes candidates most often experiencing microdeletion are sY239 and sY1196 in oligozoospermic men and sY1196 in azoospermic men."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S09133fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Tasya Pradnya Pratistita
"Pendahuluan: Graves' disease merupakan etiologi dari hipertiroidisme yang paling sering ditemukan dan salah satu manifestasi klinis yang sering muncul adalah oftalmopati. Jalur persinyalan CD40-CD40L memiliki peranan yang penting dalam patogenesis penyakit autoimun, salah satunya adalah Graves' disease. Graves' disease melibatkan jalur persinyalan CD40-CD40L yang berperan pada proses diferensiasi, proliferasi, dan aktivasi sel B dewasa sebagai respons dari antigen yang berbeda. Penelitian ini bertujuan menganalisis gen CD40L pada rs3092951, yang terletak pada 5' flanking region bagian promoter.
Metode: Sampel berasal dari 60 penderita Graves' disease yang dianalisis dengan metode SSP-PCR untuk mengetahui variasi genetik dan metode ELISA untuk mengetahui kadar sCD40L.
Hasil: Variasi genetik CD40L rs3092951 tidak berperan pada risiko kekambuhan dan derajat oftalmopati (p>0,05). Ditemukan perbedaan kadar sCD40L yang signifikan pada pasien kambuh dengan tidak kambuh (p<0,05) dan pada pasien dengan derajat oftalmopati (p<0,05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar sCD40L terhadap risiko kekambuhan dan derajat oftalmopati pada penderita Graves' disease, hubungan yang signifikan tidak ditemukan pada variasi genetik gen CD40L rs3092951.
Introduction: Graves disease is the most common etiology of hyperthyroidism. Graves' ophthalmopathy occurs in patients with hyperthyroidism and one of the most common clinical manifestations is ophthalmopathy. The CD40- CD40L signaling pathway play an important role in the pathogenesis of autoimmune diseases, one of them is Graves' Disease. Graves' disease involves the CD40-CD40L signaling pathways which play a role in differentiation, proliferation, and activation of mature B cells in response to different antigen. This study analyzed the CD40L gene at rs3092951 which is located at the promoter of the 5' flanking region.
Methods: Samples were taken from 60 Graves' disease patients analyzed by SSP-PCR method to determine the genetic variation and ELISA method to determine the levels of sCD40L.
Results: Significant correlation was not found between genetic variation of CD40L rs3092951 with the risk of recurrence and the degree of ophthalmopathy (p>0.05). There is a significant difference in sCD40L levels in patients with recurrence and without recurrence (p <0.05) and in patients with degrees of ophthalmopathy (p<0.05).
Conclusion: There was a significant correlation between the sCD40L levels with the risk of recurrence and the degree of ophthalmopathy, no significant correlation was found in genetic variation of CD40L rs3092951."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrana Nadhila
"Penyakit Graves (GD) merupakan penyakit autoimun yang menyerang kelenjar tiroid dan menjadi penyebab utama terjadinya hipertiroidisme. Manifestasi klinis ekstratiroid yang umum terjadi pada pasien GD ialah oftalmopati Graves (OG). Salah satu penentu genetik yang terkait dengan respon autoimunitas baik pada GD atau OG ialah gen CD40. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan variasi genetik CD40 (rs1883832 dan rs11086998) dan kadar sCD40 terhadap derajat keparahan oftalmopati pada penderita Graves. Studi potong lintang ini menggunakan 60 sampel DNA dan serum pasien Graves yang dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok OG kelas 0, kelas I-III, dan kelas IV-VI. Analisis variasi genetik dilakukan dengan metode PCR-RFLP dan pengukuran kadar sCD40 menggunakan metode ELISA. Derajat keparahan OG dinilai menggunakan klasifikasi NOSPECS yang mana data diperoleh dari rekam medik pasien. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa variasi gen CD40 pada bagian 5’UTR rs1883832 tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kadar sCD40 dan derajat keparahan OG (p>0,05), sedangkan pada ekson 9 rs11086998 tidak ditemukan variasi genetik (hanya diperoleh genotip CC dan alel C). SNP gen CD40 pada rs1883832 menunjukkan genotip TT dan alel T memiliki rata-rata kadar sCD40 yang lebih tinggi dibandingkan kelompok variasi genetik lainnya pada penderita Graves. Disimpulkan, variasi genetik CD40 pada 5’UTR rs1883832 dan ekson 9 rs11086998 tidak berhubungan dengan derajat keparahan OG.

Graves' Disease (GD) is an autoimmune disease which causes hyperthyroidism by attacking the thyroid gland. The most common extra thyroid manifestation in GD is Graves' ophthalmopathy (OG). One of the genetic determinants associated with the autoimmune response to GD and OG is the CD40 gene. The aim of this study is to determine the association between genetic variation of CD40 gene (rs1883832 and rs11086998) and the serum level of sCD40 to the degree of ophthalmopathy severity in patients with Graves' disease. In this cross- sectional study, 60 DNA and serum of Graves patients were categorized into three groups; namely OG class 0, class I-III, and class IV-VI. Analysis of genetic variations were carried out using the PCR-RFLP method and ELISA method for the measurement of sCD40 levels. The severity of OG was assessed using NOSPECS classification where the data was obtained from medical records. The results showed that the genetic variation of the CD40 gene at 5’UTR rs1883832 does not have a significant association with sCD40 levels and degree of OG severity (p> 0.05). There was no genetic variation found in exon 9 rs11086998 with only CC genotypes and alleles C were obtained. SNP rs1883832 of the CD40 gene indicates that the TT genotype and the T allele have higher average of sCD40 levels compare to the other group of genetic variation in patient with Graves' disease. In conclusion, genetic variation in 5’UTR rs1883832 and exon 9 rs11086998 of CD40 gene have no correlation with the severity degree of OG."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dekta Filantropi Esa
"Radiasi medan elektromagnetik berpotensi menimbulkan gangguan pada sistem reproduksi, utamanya sistem reproduksi pria saat tahap spermatogenesis. Fenomena ini dikarenakan letak testis pada pria lebih superfisial dibandingkan dengan ovarium pada wanita sehingga testis lebih rentan terpapar medan elektromagnetik. Beberapa penelitian mengenai pemajanan medan elektromagnetik terhadap sistem reproduksi mencit Strain Webster telah dilakukan, khususnya efek pada testis. Tetapi, penelitian tersebut hanya terbatas pada pemajanan untuk satu generasi mencit saja. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui efek pemajanan medan elektromagnetik tingkat sangat rendah pada tiga generasi mencit terhadap diameter tubulus seminiferus yang merupakan komponen penting testis dalam sistem reproduksi mencit jantan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Pemajanan dilakukan dengan tiga tegangan yang berbeda, yaitu 3 kV/10 cm dengan kuat medan magnet 5,5 uT ; 4 kV/10 cm dengan kuat medan magnet 5,4 uT ; dan 5 kV/10 cm kuat medan magnet 5,3 uT. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS for Windows versi 16 dengan analisis Kruskal-Wallis dan non-parametrik Mann-Whitney.
Dalam penelitian ini ditetapkan nilai α sebesar 0,05 dan interval kepercayaan atau confidence interval (CI) sebesar 95 %. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bermakna (p<0,05) telah terjadi penurunan diameter Tubulus Seminiferus pada kelompok terpajan ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penurunan diameter Tubulus Seminiferus tersebut cenderung sebanding dengan peningkatan tegangan dan berbanding lurus dengan jumlah generasi. Selain itu, telah terjadi perubahan gambaran jaringan testis pada kelompok terpajan dibandingkan kelompok kontrol.

Electromagnetic Field Radiation is potential to cause disruption in reproductive system, especially spermatogenesis stage in male reproductive system. This phenomenon caused by the position of testis in male is more superficial compared to ovarium position in female, so the testis have greater tendency to get electromagnetic field exposure. Many research about electromagnetic exposure to reproductive system of Webster Strain Mice have been conducted, especially the effect of exposure to testis. However, the exposure in that research are done only in one generation of mice. So, researcher want to know the effect of Extremely Low Frequency-Electromagnetic Field (ELF-EMF) exposure to diameter of seminiferous tubules within three generation of Strain Webster Mice which is important component of reproductive system for the mice.
Experimental is the design of this research, the exposure was done with three different voltages, which are 3 kV/10 cm with magnetic field of 5,5 uT; 4 kV/10 cm with magnetic field of 5,4 uT; and 5 kV/ 10 cm with magnetic field of 5,3 uT. The data was analyzed by SPSS for Windows version 16 software with Kruskal-Wallis analysis nonparametric of Mann-Whitney.
In this research α value of 0,05 and confidence interval of 95% are settled. The result shows that there is significant (p<0,05) decrease in diameter of tubulus seminiferus in intervention group compared to control. The decrease tend to be in direct proportion with increasing voltage and the number of generation. In addition, changes in histological appearance of testis in intervention group have been observed compared to control.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqsha Azhary Nur
"Berbagai produk teknologi berupa alat elektronik yang dipergunakan sehari-hari ternyata mampu menghasilkan medan elektromagnetik dengan frekuensi samgat rendah (extremely low frequency) yang dapat mengganggu kesehatan sistem organ manusia, salah satunya sistem reproduksi. Beberapa penelitian telah membuktikan gangguan pada sistem reproduksi pria dapat memicu terhambatnya proses spermatogenesis sehingga menurunkan produksi sperma. Untuk itu, dilakukan penelitian terhadap salah satu sel pada proses spermatogenesis, yakni sel spermatosit 1 pakiten, dan dilihat pengaruh pajanan elektromagnetik terhadap jumlah sel tersebut. Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan melakukan pemajanan pada mencit jantan Strain Webster generasi pertama (F1), kedua (F2), dan ketiga (F3) dengan tegangan 0 kV (kontrol), 3 kV, 4 kV, dan 5 kV.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan jumlah sel spermatosit 1 pakiten pada pemajanan kelompok mencit 3 kV, 4 kV, 5 kV dibandingkan dengan kelompok kontrol (p < 0,05). Pemajanan dengan tegangan 3 kV tidak memiliki efek akumulatif pada generasi pertama, kedua, dan ketiga (p > 0,05). Pemajanan dengan tegangan 4 kV hanya memiliki efek akumulatif pada generasi pertama ke generasi kedua. Pemajanan dengan tegangan 5 kV memiliki efek kumulatif pada generasi kedua ke generasi ketiga. Selain itu, pemajanan dengan tegangan 3 kV, 4 kV, 5 kV berkorelasi sebanding dengan penurunan jumlah sel. Dengan demikian, pajanan medan elektromagnetik ELF berpengaruh terhadap penurunan jumlah sel spermatosit 1 pakiten dan memiliki efek akumulatif pada generasinya.

Many high tech-product electronic devices that is used daily capable on producing extremely low frequency electromagnetic field that could disturb human organ, one of which is reproduction system. Many research has showed that disturbance in male reproduction system could cause impeded spermatogenesis process so as decrease sperm production. This research was done to one of the cell related to spermatogenesis process, which is the spermatocyte 1 in its pachytene stage. Consequently, the effect of the electromagnetic exposure to the quantity of the cell was observed. This experimental research was done by exposing first generation (F1), second generation (F2), and third generation (F3) male Webster strain albino house mouse with 0 kV (control), 3 kV, 4 kV, and 5 kV voltage.
The result show a decline in pachytene spermatocyte 1 at the 3 kV, 4kV, 5kV exposure group than the control group (p<0,05). The exposure of more than 3kV did not have accumulative effect on first, second, and third generation (p>0,05). Exposing with 4 kV only has an accumulative effect in the first and second generation. Exposing with 5 kV showed an accumulative effect on second to third generation. Moreover, exposing with 3kV, 4kV, 5kV correlated consecutively with propotional decline in cell quantity. Therefore, ELF electromagnetic field exposure has an effect to decline in pachytene spermatocyte 1 quantity and have an accumulative effect to each generation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Farizka Alwahida
"Infertilitas merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri dalam memeroleh keturunan selama rentang waktu satu tahun tanpa adanya hal yang menghalangi fertilisasi. Infertilitas dapat diatasi dengan ART, yang salah satunya ialah prosedur FIV. Dalam penelitian ini, ingin diketahui hubungan antara ekspresi gen LHR di sel granulosa dengan rasio keberhasilan fertilisasi. Rasio ekspresi gen LHR diestimasi dengan metode qRT-PCR. Hasil analisis pada 30 sampel, hanya 20 sampel yang berhasil di ketahui rasio ekspresi LHRnya. Ditemukan korelasi negatif tak bermakna (r=-0,174, p=0,463) antara gen LHR dengan rasio keberhasilan fertilisasi. Dari analisis statistik deskriptif, didapatkan rerata kelompok rasio fertilisasi rendah 2,01±1,51(arbitary unit), kelompok rasio fertilisasi sedang 5,69±7,02 (arbitary unit), kelompok rasio fertilisasi tinggi 3,93±4,90 (arbitary unit). Perlu dilakukan analisis terhadap ekspresi reseptor lain yang berkaitan dengan perkembangan dan pematangan oosit untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih komprehensif.

Infertility can be defined as the inability of the couple to achive a pregnancy over within one year of regular unprotected intercourse. Infetility can be overcome by ART, which one of them is IVF procedures. In this study, we want to know the relationship between LHR gene expression in granulosa cells with fertilization rate. LHR gene expression ratios was estimated by qRT - PCR. There are only 20 of 30 samples were successful to express LHR gene. Statistical analysis shown a very weak negative correlation between LHR genes expression and fertilization rate (r = -0.174, p=0.463). From the descriptive statistical analysis, the group which obtained a lowest mean ratio is low fertilization rate group (2.01±1.51 arbitrary units), the highest expression of LHR is medium fertilization rate group (5.69±7.02 arbitary units), and the high fertilization rate group express LHR gene 3.93 ± 4.90 arbitrary units. Futher analysis on another gene which contributes in follicular development is needed to get comprehensive knowledge about oocyte maturation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Fauziah
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Perkembangan di bidang biologi molekuler mendeterminasi bahwa mikrodelesi kromosom Y merupakan penyebab penting pada infertilitas pria dan merupakan penyebab genetik kedua yang paling sering terjadi pada pria infertil. Region azoospermic Factor (AZF) dengan 3 subregion (AZFa,AZFb,AZFc) pada Ygll diduga berpengaruh terhadap gangguan spermatogenesis. Kandidat potensial AZF adalah RBMYI dan DAZ yang memiliki implikasi pada metabolisme testis-specifk RNA. Pada tahun 1998 Vogt dkk mendeteksi adanya protein DAZ pada spermatid dan ekor spermatozoa, dan dengan menggunakan teknik pewarnaan imunologi, Habermann dkk. memperlihatkan bahwa protein DAZ terutama terdapat pada spermatid dan ekor spermatozoa. Mereka juga menduga bahwa delesi gen DAZ tampaknya tidak mengganggu pematangan spenna tetapi menyebabkan penurunan bertingkat spenna matang. Pada spermatozoa yang belum matang, memiliki kemampuan menghasilkan energi yang Iebih sedikit sehingga menyebabkan motilitas yang kurang baik. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah pada pria astenozoospermia terdapat delesi pada gen DAZ?. Frekuensi delesi pada lengan panjang kromosom Y (Yq) pada pasien pria infertil bervariasi antara 1-55% tergantung pada kriteria seleksi pasien. Di Indonesia, frekwensi mikrodelesi kromosom Y yang ditemukan dart 35 pria azoospermia adalah 5,7%, dari 50 pria oligozoospermia adalah 2% dan dari 50 pria OAT adalah 2%. Delesi ditemukan pada ketiga subregion. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi mikrodelesi kromosom Y pada pria astenozoospermia dan untuk mengetahui pola delesi yang mungkin timbul pada 3 subregion tersebut. Penelitian ini menggunakan metode PCR menggunakan 6 STS (sequence-tagged sites) pada 50 pria astenozoospermia, 10 pria norrnozoospermia (kontrol positif), dan 8 wanita memiliki anak (kontrol negatif). Hasil PCR kemudian dielektroforesis pada gel agarose 2% untuk melihat ada tidaknya delesi yang ditunjukkan dengan ada tidaknya pita spesifik dengan ukuran tertentu. Beberapa basil PCR disekuensing untuk konfirmasi ketepatan lokus yang diamplifikasi.
Hasil dan kesimpulan : Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya mikrodelesi kromosom Y pada 50 pria astenozoospermia di Indonesia.

Scope and methods of study : The rapid growth of molecular biology has determined that microdeletions of the Y chromosome represent an important cause of male infertility, and the second most frequent genetic cause of male infertility. The AZF region has 3 non overlapping subregion AZFa,AZFb, and AZFc which are required for normal spermatogenesis. Two potential AZF candidates, RBMY1 and DAZ have been implicated in testis specific RNA metabolism. In I998 Vogt et al detection of DAZ proteins in late spermatids and sperma tails. Haberrnann et al used immunology staining technic detection DAZ genes encode proteins located in human late spermatids and in sperm tails. DAZ gene deletion cause decrease the sperm mature, and impairs motility by reducing the production or transfer of respiratory energy. It make the question what deletion in the DAZ gene can we found in astenozoospermic men ?. The incidence of Y microdeletions has varied widely ; from 1% to 55% depends on the selection criteria of the patients. In Indonesian incidence of Y microdeletion is 5,7% from 35 azoospermic men, 2% from 50 oligozoospermic men and 2% from OAT men. Location of deletion was in the AZFa, AZFb and AZFc. The aim of this study is to determine the frequency and the three loci of Y chromosome microdeletions in astenozoospermic men. The study include DNA isolation from peripheral blood of 50 astenozoospermic men, 10 normozoospermic men, and 8 Indonesian women. We used PCR-based Y chromosome screening with 6 STS for microdeletions, and then continued with agarose electrophoresis. One sample from each STS was sequenced to confirm the exact loci.
Result and conclusion : This study not found men containing Y microdeletion from 50 Indonesian astenozoospermic men.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T55744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titta Novianti
"Abstrak
Ruang Ingkup dan cara penelitian Kasus infertuhtas pada pasangan infertil 50% penyebabnya adalah pua Penyebab infertilitas pada pria sekatar 30 40 % belum dıketahun penyebabnya Faktor genetik berupa mikrodeles, kromosom Y merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pera Hilangnya beberapa gen pada Azoosperma Factor (AZF) kromosom Y diduga berkaitan erat dengan gangguan pada proses spermatogenesis Hampir 80% kasus mikrodelest pada pria infertil terjadi pada region AZFc terutama pada gen DAZ Frekuensi pra oligozoospermia berat yang mengalami mikrodelesi pada region um berkisar 7 10% Penelitian mikrodelesı kromosom Yuu penting untuk menganalısıs kandidat gen yang bertanggung jawab pada proses spermatogenesis serta membantu analısıs klinis secara genetik terutama bagi peserta program teknik reproduksi berbantuan Pada penelitian ini dilakukan PCR hasd isolası DNA menggunakan 6 uji STS (sequence tagged site) pada 70 pria oligozoospermia berat di Indonesia, 10 pra normal (sebagai kontrol positif) dan 8 orang wanita (sebaga kontrol negatif) Elektroforesas hasıl PCR pada gel agarose 2% dalam larutan dapar TAE IX d gunakan untuk meliha ada tidaknya pita spesifik Un STS (STS) 3Y 14 BY 254 SY 255 BY 157 SY 159 dan y DAZ 3). Deles: pada uu STS ditunjukan dengan udek adanya pita spestik DNA Kontrol positif ke 6 ua STS disekuensing untuk melihat ketepatan fokus urutan basa DNA yang diamplifikasi"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naida Faustina
"Methylenetetrahydrofolat-reductase (MTHFR) adalah gen yang berperan penting dalam pembentukan folat dan methionin. MTHFR sangat dibutuhkan untuk sintesis dan metilasi DNA. Deregulasi MTHFR bisa menyebabkan infertilitas pada pria. Mutasi pada titik A1298C bisa menyebabkan penurunan level plasma folat dan spermatogenic arrest. Penelitian ini bertujuan menganalisis polimorfisme gen MTHFR A1298C pada pria normal dan pria oligozoospermia di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan mengambil darah 3mL dari pria normal dan oligozoospermia di Indonesia dengan jumlah total 104 pria. Gen MTHFR diamplifikasi menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik, sedangkan analisis PCR-RFLP pada MTHFR gen menggunakan enzim restriksi MboII dimana teknik ini dapat menentukan genotip dan alotip A1298C pada pria normal dan pria oligozoospermia di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan menggunakan tes Chi Square.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada pria normal, 66.7% memiliki genotip AA, 23.8% memiliki genotip AC, dan 9.5% memiliki genotip CC. Sedangkan 15.7% pria oligozoospermia memiliki genotip AA, 79.5% memiliki genotip AC, dan 4.8% memiliki genotip CC. Selain itu, ada asosiasi yang signifikan antara polimorfisme gen MTHFR A1298C dengan pria oligozoospermia (p=0.000) dan juga antara alotip A dengan pria oligozoospermia (p=0.006). Polimorfisme gen MTHFR A1298C berhubungan dengan infertilitas pria di Indonesia, terutama pada pria oligozoospermia (p<0.05).

Methylenetetrahydrofolate-reductase (MTHFR) is a gene that plays a critical role in the metabolism of folate and methionine. MTHFR is very important in the synthesis and methylation of DNA. Deregulation of MTHFR may lead to infertility in male. Mutation in point 1298 may result in the reduction of plasma folate levels and spermatogenic arrest. This study aims to analyze MTHFR gene polymorphism A1298C in normal and oligozoospermic Indonesian men.
This was a cross sectional study conducted with a laboratory approach. Three mL of blood was drawn from a total of 104 normal and oligozoospermic men. MTHFR gene is analyzed by using PCR with specific primers, whereas the PCR-RFLP analysis of the MTHFR gene uses restriction enzyme MboII where it determines the allotypes of A1298C in normal and oligozoospermia Indonesian men.
The result of this study shows that in normal male 66.7% has AA genotype, 23.8% has AC genotype, and 9.5% has CC genotype. Whereas, in oligozoospermic male 15.7% has AA genotype, 79.5% has AC genotype, and 4.8% has CC genotype. Futhermore, there is an association between MTHFR gene polymorphism A1298C with oligozoospermia (p=0.000) and also between allotype A with oligozoospermia (p=0.006). In conclusion, MTHFR gene polymorphism of A1298C is associated with male infertility in Indonesian men especially men with severe oligozoospermia (p<0.05).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>