Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Zahra Sabrina
"Industri farmasi di Indonesia terikat oleh regulasi yang komprehensif mengatur aspek-aspek krusial seperti registrasi obat, uji klinis, pembuatan, standar kualitas, iklan, dan pemantauan pasca-pemasaran. Salah satu elemen penting dalam regulasi ini adalah penetapan waktu simpan (shelf life) obat, yang merepresentasikan periode di mana obat dijamin aman dan efektif jika disimpan dengan benar. Menjelang kadaluarsa, obat yang tidak terjual umumnya dikembalikan ke industri farmasi, menimbulkan potensi kerugian finansial. Untuk mengatasi hal ini, industri farmasi berinovasi dengan memperpanjang waktu simpan obat, seperti yang dilakukan PT. Sterling Products Indonesia dalam memperpanjang waktu simpan Panadol Cold+Flu Caplet dari 24 bulan menjadi 36 bulan. Penelitian ini mengeksplorasi alur proses perpanjangan waktu simpan Panadol Cold+Flu Caplet dengan metode deskriptif non-eksperimental, mengumpulkan data sekunder dari dokumen Change Control terkait. Kajian stabilitas menunjukkan bahwa produk memenuhi spesifikasi stabilitas selama periode yang diperpanjang. Alur proses melibatkan inisiasi usulan perpanjangan, pembuatan Change Control, evaluasi dampak, risiko, dan aspek regulasi, serta implementasi dan evaluasi lanjutan. Perlu dipertimbangkan dampak dan risiko potensial serta dilakukan evaluasi kontinu untuk mengoptimalkan proses perpanjangan waktu simpan produk farmasi. Hal ini sejalan dengan regulasi BPOM yang menekankan pada jaminan kualitas dan keamanan produk obat bagi konsumen.
The Indonesian pharmaceutical industry is governed by comprehensive regulations encompassing crucial aspects such as drug registration, clinical trials, manufacturing, quality standards, advertising, and post-marketing surveillance. A critical element of this regulatory framework is the establishment of drug shelf life, representing the period during which a drug remains safe and effective when stored appropriately. As expiration dates approach, unsold drugs are typically returned to pharmaceutical manufacturers, potentially resulting in financial losses. To address this challenge, pharmaceutical companies are innovating by extending drug shelf lives, as exemplified by PT. Sterling Products Indonesia's extension of Panadol Cold+Flu Caplet's shelf life from 24 to 36 months. This study explores the shelf life extension process for Panadol Cold+Flu Caplet using a non-experimental descriptive approach, gathering secondary data from relevant Change Control documents. Stability studies demonstrate that the product meets stability specifications throughout the extended period. The process involves initiating the extension proposal, creating a Change Control, evaluating the impact, risks, and regulatory aspects, implementing the extension, and conducting ongoing evaluations. Potential impacts and risks warrant careful consideration, and continuous evaluation is crucial for optimizing the shelf life extension process for pharmaceutical products. This aligns with BPOM regulations emphasizing the assurance of drug quality and safety for consumers."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Retia Centini
"Uji batas mikroba merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu sediaan dan menentukan suatu bahan atau sediaan memenuhi spesifikasi mutu secara mikrobiologi yang telah ditetapkan, termasuk jumlah sampel yang akan digunakan dan interpretasi hasil uji. Uji batas mikroba ini terdiri dari beberapa metode. Pemilihan metode pengujian berdasarkan jenis produk yang diuji, persyaratan yang ditentukan, dan ukuran sampel yang memadai untuk memperkirakan kesesuaian secara spesifik. Masing-masing sediaan memiliki uji batas sediaan yang berbeda dan harus dipastikan memenuhi batas persyaratan mikroba sesuai dengan ketentuannya masing-masing. PT. Sterling Products Indonesia atau SPI memproduksi sediaan berupa sediaan non steril yang berbentuk liquid, topikal (semi solid), dan solid. Uji batas mikroba terhadap ketiga jenis sediaan ini hanya terdapat pada metode yang digunakan, yang mengacu pada ketentuan yang terdapat di PT. SPI. Farmakope Indonesia edisi VI juga memiliki beberapa ketentuan dalam uji batas mikroba. Maka dari itu, untuk mengetahui persamaan dan perbedaan uji batas mikroba PT. SPI dan FI VI dilakukan sebuah studi perbandingan pada laporan ini. Berdasarkan perbandingan yang telah dilakukan, terdapat beberapa perbedaan antara uji batas mikroba pada Farmakope Indonesia edisi VI dengan PT. SPI, yaitu pada uji batas mikroba, tidak menggunakan metode Angka Paling Mungkin. Kemudian, pada uji batas mikroba spesifik, tidak menggunakan uji mikroba Clostridia dan Candida albicans. Selain itu, interpretasi hasil untuk uji batas mikroba spesifik apabila positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni dan warna tertentu sesuai dengan jenis mikroba masing-masing.
The microbial limit test is a test conducted to determine the number of microbes present in a preparation and determine whether a material or preparation meets predetermined microbiological quality specifications, including the number of samples to be used and the interpretation of the test results. This microbial limit test consists of several methods, based on the type of product being tested, the requirements specified, and the sample size sufficient to estimate conformity specifically. Each drugs has a different limit test and must be ensured that it meets the microbial limit according to its specification. PT. Sterling Products Indonesia or SPI produces drugs in the form of non-sterile drugs in liquid, topical (semi solid) and solid forms. The microbial limit test for these three types of drugs refers to the specification of PT. SPI. The Farmakope Indonesia VI edition (FI VI) also has several method in microbial limit tests. Therefore, to find out the similarities and differences in the microbial limit test of PT. SPI and FI VI, need to do a comparative study. Based on the comparisons that have been made, there are several differences between the microbial limit test in the FI VI edition and PT. SPI, namely the microbial limit test, does not use the Angka Paling Mungkin method. Then, in the specific microbial limit test, the Clostridia and Candida albicans microbial tests were not used. Lastly, the interpretation of the results for the specific microbial limit test if it is positive is indicated by the presence of colony growth and a certain color according to the type of each microbe."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Cynthia Dewi
"Reduced Testing merupakan proses untuk menerima hasil pengujian dari Certificate of Analysis (CoA) pemasok untuk parameter tertentu tanpa dilakukan pengujian setelah bahan baku diterima di PT Sterling Products Indonesia (SPI). Natrium Klorida merupakan bahan baku yang digunakan dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral, dimana penggunaan utamanya adalah untuk menghasilkan larutan isotonik. Sebelum meluluskan bahan baku Natrium Klorida, Quality Control harus memastikan bahwa bahan baku yang diterima telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan, kemurnian dan parameter mutu lain. Full testing tidak dapat dilakukan untuk pengujian natrium klorida karena tidak tersedianya reagen untuk beberapa parameter pengujian. Oleh karena itu, justifikasi Reduced Testing terhadap pengujian bahan baku natrium klorida perlu dilakukan untuk memastikan parameter pengujian yang akan mengacu pada CoA pemasok sesuai dengan standar yang dipersyaratkan sehingga tidak mempengaruhi kualitas bahan baku natrium klorida ataupun kualitas produk yang dihasilkan. Dalam pembuatan Reduced Testing Justification Report (RTJR), dilakukan tinjauan terhadap Quality Risk Assesment, Audit Report pemasok, Quality Agreement, CoA pemasok, serta data perbandingan hasil analisis terhadap pengujian yang dilakukan pemasok dan yang dilakukan oleh PT SPI. Data tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan kesimpulan mengenai parameter pengujian yang dapat dan akan dilakukan Reduced Testing di PT SPI. Berdasarkan RTJR, parameter bromida, ferosianida, arsen, magnesium & alkaline-earth metals, dan fosfat dalam pengujian bahan baku natrium klorida akan dilakukan Reduced Testing. Parameter tersebut akan mengacu pada CoA pemasok karena tidak tersedianya reagen untuk pengujian dan akan diuji di laboratorium pihak ke-3 untuk pengujian awal dan annual testing.
Reduced Testing is a process to receive test results from a supplier's CoA for certain raw material parameters without testing after the raw materials are received at PT Sterling Products Indonesia (SPI). Sodium chloride is a raw material that is widely used in a variety of parenteral and non-parenteral pharmaceutical formulations,. Full testing cannot be carried out for testing sodium chloride because reagents are not available for several test parameters. Therefore, Reduced Testing justification for testing sodium chloride needs to be done to ensure the test parameters that will refer to the supplier's CoA comply with the required standards so that it does not affect the quality of sodium chloride or the quality of the products produced. In preparing the Reduced Testing Justification Report (RTJR), a review was carried out on the Quality Risk Assessment, supplier Audit Report, Quality Agreement, supplier CoA, as well as comparative data on the results of the analysis of tests carried out by suppliers and those carried out by PT SPI. Based on the RTJR, the parameters of bromide, ferrocyanide, arsenic, magnesium & alkaline-earth metals, and phosphates in the testing of sodium chloride will be reduced testing. These parameters will refer to the supplier's CoA due to the unavailability of reagents for testing and will be tested at a 3rd party laboratory for initial testing and annual testing."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library