Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 9 Document(s) match with the query
cover
Intan Ungaling Dian
"
ABSTRAK
Penelitian mengenai gaya arsitektur dan latar belakang keagamaan candi Sanggrahan telah dilakukan, tujuannya ialah untuk mengidentifikasi bentuk gaya arsitektur dan latar belakang keagamaan, serta kronologi bangunan yang terdapat di Candi Sanggrahan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data lapangan dan data kepustakaan. Penelitian dilakukan berdasarkan bentuk arsitektur candi Sanggrahan, kemudian di bandingkan dengan bangunan candi lain yang mempunyai kemiripan bentuk arsitektur dengan candi Sanggrahan. Sedangkan penelitian latar...
"
1998
S11801
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadiono Budi
"Prasasti Ayamteas I adalah prasasti pertama yang menyebutkan tentang ketentuan pembatasan usaha perdagangan dan usaha kerajinan di desa-desa Sima yang termasuk wilayah Ayam Teas. Daerah Sima menurut pengertiansebelumnya adalah sautu daerah dimana masyarakatnya dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Akan tetapi setelah adanya ketentuan pembatasan usaha perdagangan dan usaha kerajinan, maka di daerah sima masyarakatnya tidak lagi dibebaskan dari kewajiban membayar pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I. B Dwipayana
"I.B. Dwipayana, 0795030096, Beliung Persegi dari Cikokol, Tangerang Jawa Barat. (Dibawah bimbingan Kresno yulianto, M. Hum), Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pada masa Iampau, kondisi disekitar manusia merupakan Iingkungan yang alami, meliputi iklim, tanah, vegetasi dan fauna. Perkembangan budaya mengakibatkan manusia mampu menciptakan benda-benda yang digunakan untuk memanfaatkan sumber Jaya yang diperlukan, kehidupan manusia pada masa itu menunjukkan bahwa penguasaan dan pemanfaatan alam untuk kebutuhan hidupnya maju dengan pesat, hal ini terlihat pada pembuatan alat-alat yang dihasilkan seperti beliung persegi. Beliung Persegi merupakan benda penting pada masa bercocok tanam atau masa neolitik. Daerah temuan beliung ini, secara luas ditemukan di Indonesia, terutama di Indonesia bagian barat, salah satu situsnya adalah Cikokol, Tangerang, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara dominasi bentuk tertentu dengan tipe kegiatan tertentu dan merevisi kembali pendapat Roger Duff mengenai bentuk-bentuk tipe beliung di Indonesia terutama Indonesia bagian barat serta menjelaskan arti pentingnya situs Cikokol bagi kehidupan masyarakat prasejarah pada masa bercocok-tanam. Data yang dipakai dalam peneiitian ini merupakan beliung dari Cikokol, Tangerang koleksi Pusat Arkeologi di Jakarta. Berdasarkan pengamatan terhadap klasifikasi beliung persegi dalam tipe dasar dan variasinya dapat disimpulkan bahwa pada umumnya beliung persegi yang berasal dari Cikokol, Tangerang, Jawa Barat ini terdiri dari 3 macam tipe yaitu; Tipe I (beliung persegi), Tipe II (pahat), Tipe III (belincung). Tiap tipe ini masih terbagi Iagi menjadi beberapa variasi yailu: Tipe I dengan 6 variasi, Tipe II dengan 2 variasi dan Tipe IlI dengan 5 variasi. Sudut tajaman beliung dibagi menjadi 3 kelas yaitu ; tajam, sedang, tumpul. Ukuran beliung dibagi menjadi 3 yaitu: pendek, sedang, panjang. Dari semua tipe dan variasi yang dihasilkan terdapat 1 buah variasi yang tidak terdapat di dalam klasifikasi Roger Duff, maupun klasifikasi yang dibuat oleh para peneliti lainnya, yaitu beliung Tipe II variasi B. Pengamatan terhadap bentuk beliung terlihat bahwa ada 3 bentuk beliung yaitu; empat persegi panjang, berpenampang punggung tinggi dan berpenampang punggung bulat, dari ketiga bentuk tersebut, bentuk beliung empat persegi panjang merupakan bentuk yang paling dominan. Analisis bahan beliung menunjukkan 3 jenis batuan yang dipakai dan merupakan bahan baku beliung yaitu: (1) batuan beku: batuan daslt. (2) Batuan sedimen : Jasper, Rijang (chert), Fosil Kayu (Silisifiedwood), batu lanau (silt stone). (3) Batuan Metamori : Batuan metagamping dan hornfels. Berdasarkan peta geologi lembar Jakarta, Tangerang dan Bogor semua jenis batuan ini terdapat di sekitar DAS Cisadane. Batuan dasit terdapat di daerah Gunung Dago, Jasper didaerah Binong dan Peusar, Batuan Rijang Silisltledwood, batu lanau, metagamping terdapat di daerah Gunungsari, Cihuni, Cigaten. Batu gamplng terdapat di daerah Nagrak, Hawing dan Cipete. Pengamatan terhadap keragaman bentuk, sudut tajaman dan hubungannya dengan jenis kegiatan dapat disimpuikan: Tipe 1 ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tajam cenderung mengarah pada jenis kegiatan menyerut, menggergaji, memotong, mengikis, dan mengerik. Tipe I ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman sedang mengacu pada jenis kegiatan menarah, mengampak, dan membaji.Tipe II ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tajam cenderung mengarah pada jenis kegiatan : menyerut, memotong, mengergaji, mengikis dan mengerik. Tipe III berukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tumpul cenderung mengarah pada jenis kegiatan membelah. Tipe III berukuran sedang dengan sudut tajaman sedang cenderung mengarah pada jenis kegiatan menarah, mengampak dan membaji. Tipe III berukuran panjang dengan sudut tajaman tumpul cenderung mengarah pada jenis kegiatan mem belah. Berdasarkan data yang dibuat oleh Departernen Dalam Negeri (1999), daerah Cikokol yang dilalui oleh DAS Cisadane ini, memiliki persediaan air yang berlimpah, keadaan solum tanah (unsur Kara) yang balk dan subur, flora dan fauna yang beragam, keadaan suhu dan curate hujan yang tetap dan teratur, memungkinkan menarik minat manusia untuk hidup dan menetap di daerah tersebut. Kondisi inilah setidak-tidaknya mendukung kegiatan bercocok tanam yang pada masa neoiitik mungkin masih berbentuk perladangan berpindah, kondisi lingkungan yang mendukung dan kegiatan yang dilakukan memungkinkan daerah tersebut dapat berkembang."
2000
S11576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roseri Rosdy Putri
"ABSTRAK
Mesjid merupakan bangunan suci tempat melaksanakan ibadah bagi umat Islam dan segala macam kegiatan yang berhubungan dengan agama Islam. Tidak seperti dalam agama Hindu yang membutuhkan kitab Cilpasastra untuk membangun bangunan sucinya, agama Islam tidak mempunyai suatu kitab khusus berisi peraturan-peraturan pembangun_an sebuah mesjid. Sebuah mesjid selain dibangun sebagai tempat yang bersih dan suci, bangunan mesjid haruslah menghadap ke kiblat, ke arah di mana semua umat Islam menghadap pada waktu sedang melaksanakan shalat.
Menurut Abdul Rochym dan Aboebakar, pembangunan sebuah mesjid di suatu daerah, selain mengikuti peratur_an pembuatan bangunan mesjid secara umum, bangunan mesjid tersebut pasti mendapat pengaruh dari arsitektur bangunan tradisional daerah yang bersangkutan. Peneli_tian terhadap arsitektur Mesjid Raya Bingkudu yang terletak di desa V_Suku Candung Bawah, Kecamatan IV Angkat Candung, Kabupaten Agam, Bukit Tinggi, belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan terhadap Mesjid Raya Bingkudu dan bertitik tolok dari pendapat yang diajukan oleh Abdul Rochym dan Aboebakar di atas.
Untuk mengkaji pendapat tersebut, dilakukan anali_sis perbandingan antara Mesjid Raya Bingkudu dengan bangunan tradisional rumah gadang. Analisis dilakukan dengan melihat variabei-variabei yang dimiliki oleh bangunan-bangunan yang akan diperbandingkan tersebut. Variabel-variabel yang diperbandingkan meliputi. (1) Lantai, (2) Tiang, (3) Anjungan, (4) Atap, (5) Tangga dan Batu Tapakan, (6) Ukiran Kayu. Untuk melihat keku_naan pada Mesjid Raya Bingkudu dilakukan analisis per_bandingan dengan bangunan mesjid kuna di Indonesia secara umum. Variabel yang diperbandingkan meliputi (1) Fondasi Bangunan, (2) Denah bangunan, (3) Atap Bangunan, (4) Kolam, (5) Menara.
Hasil analisis di atas memperlihatkan bahwa ternya_ta Mesjid Raya Bingkudu memiliki beberapa variabel yang sama seperti yang dimiliki oleh bangunan mesjid kuna di Indonesia umumnya. Selain itu bagian-bagian dari bangun_an Mesjid Raya Bingkudu memiliki bentuk dan fungsi yang sama pula dengan bangunan rumah gadang. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa Mesjid Raya Bingkudu merupakan salah satu mesjid kuna di Indonesia yang dalam pembangu_nannya mendapat pengaruh dari arsitektur daerah, dalam hal ini rumah gadang. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abdul Rochym dan Aboebakar."
1990
S11884
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rawung, Josephine Imelda Wiesye
"Kajian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dan keletakan medalion di Percandian Panataran. Medalion adalah ragam hias berbentuk lingkaran atau oval, yang di dalamnya dipahatkan suatu obyek atau figur dalam bentuk relief. Medalion di percandian Panataran dipahatkan dalam bentuk relief tinggi dan berselang-seling dengan panil relief cerita Ramayana seperti di candi Induk serta menembus ruang dalam candi dan berselang-seling dengan arca tokoh seperti di candi Naga. Di dalam medalion tersebut dipahatkan sejumlah hewan yang terdiri dari berbagai jenis, yaitu mamalia, unggas, reptil, dan hewan mitos. Di candi Induk Panataran salah satu hewan rnitos yaitu hare dipahatkan dalam medalion yang letaknya mengapit tangga nark candi dan pada bagian awal dan akhir kisah Ramayana. Penempatan medalion berhiaskan hare tersebut selain sebagai pembatas panil relief cerita dan penunjuk awal dan akhir rangkaian relief cerita Ramayana, kemungkinan juga dimaksudkan agar orang yang membaca relief cerita tersebut untuk melakukan yoga. Pemahatan hewan-hewan dalam medalion di candi Induk Panataran sangat mungkin dimaksudkan (1) untuk menghormati dewa dan dewi yang dilambangkan dengan adanya penggambaran hewan-hewan yang berhubungan dengan dewa atau dewi, misalnya sebagai vahana atau atributnya, (2) penggambaran berbagai jenis hewan pada percandian tersebut merupakan perlambangan dewa Siva sebagai Penguasa Hewan."
1996
S11894
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiana Yogi
"ABSTRAK
Salah satu bagian dari unsur prasasti, adalah penyebutan kelompok mangilala drwya haji. Kelompok ini terdiri dari bermacam-macam profesi. Di dalam prasasti disebutkan, bahwa mereka tidak boleh Iagi memasuki daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah sama. Ada dua pendapat yang berbeda tentang mereka. Yang pertama menyatakan bahwa mangilala drwya haji adalah para penarik pajak, yang didasarkan pada anti kata mangilala drwya haji (= mengambil milik raja) dan adanya larangan bagi kelompok ini untuk memasuki daerah sima. Pendapat kedua menyatakan bahwa mereka adalah pegawai istana yang bekerja untuk raja dan keluarga. Hal ini didasarkan terhadap adanya istilah yang dikenal di Bali yaitu niaminta drwya haji, yaitu kelompok yang kaberadaannyra ditentukan oleh penguasa. Yang menarik untuk dikaji adalah jumlah yang ada dalam kelompok ini mencapai ratusan, sehingga memberi kesan bahwa mereka merupakan simbol dari kekuasaan raja.Sehubungan dengan hal tsrsebut, maka di lakukan penelitian untuk mengetahui bagaimanana kadudukan dan peran mangi1a1a drwya haji di dalam struktur pemerintahan kerajaan kuno. Tahap pertama yang dilakukan adalah menumpulkan semua prasasti dari abad XI-XV yang telah dialih aksarakan, memuat nama raja atau angka tahun dan memuat keterangan tentang mangi1a1a drwya haji Prasasti yang didapat berjumlah 47 buah, selanjutnya dilakukan inventarisasi jabat -jabatan dalam daftar mangi1a1a drwya haji, dan di cari tugasnya melalui arti katanya. jabatan-,jabatan yang telah didapat, kemudian dikelompokan berdasarkan jenis pekerjaan. Dari pengelompokan tersebut didapat jenis-jenis jabatan yang ada dalam mangilala drwya haji. Kemudian jabatan-jabatan dalam mangilala drwya haji dibandingkan untuk melihat perkembangan kelompok itu. Karena rentang waktu cukup panjang, maka untuk memudahkan dilakukan pembagian masa yaitu, abad XI sampai awal abad X (Mataram kuno), awal abad X sampai XII (Sindok-Airlangga) dan abad XIII-XV (Singhasari-Majapahit). Dari hasil pembandingan terhadap ketiga masa tersebut terlihat bahwa jumlah jabatan setiap masa berbeda. Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap data yang didapat dengan literatur yang ada, dihasilkan kemungkinan yang menyebabkan perbedaan itu. Yaitu latar belakang politik, berupa adanya usaha raja untuk memperkuat kedudukan dan kekuasaan raja yang berhubungan erat dengan tujuan rendapatkan legitimasi.

"
1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Handiman Supyansuri
"Candi Lawang berada di Kabupaten Boyolali, Propinsi Java Tengah. Penelitian mengenai arsitektur Candi Lawang bertujuan untuk mengidentifikasi gaya arsitektur dan memperkirakan bentuk bangunan secara keseluruhan serta kronologi relatifnya. Kemudian karena di Candi Lawang ada inskrisi, maka inskripsi itu dibahas hingga ketingkat penafsiran, sehingga dapat diketahui hubungan antara insikripsi dan arsitektur candinya. Lalu, pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data kepustakaan dan data lapangan. Penelitian dilakukan berdasarkan ciri arsitektur Candi Lawang yang kemudian dibandingkan dengan candi lain yang mempunyai kemiripan ciri arsitektur dengan Candi Lawang. Pembahasan arsitektur rneliputi hakikat pengertian arsitektur bangunan dan seni sama dengan arsitektur. Selain itu, karena peinbahasan arsitektur tidak hanya membahas aspek struktur dan teknik bangunannva saja, melainkan juga mencakup aspek sosial dan makna simboliknya, maka dalarn penelitian ini dibahas juga hubungan antara Candi Lawang dengan kepurbakalaan di sekitamya serta latar belakang keagamaannnya. Pembahasan kepurbakalaan lain di sekitar Candi Lawang dimaksudkan untuk lebih memahami keterkaitan ruang space situs yang situ dengan lainnya. Latar belakang keagarnaan diteliti dengan cara mengidentifikasikan segala temuan di Candi lawang berdasarkan sifat keagamaannya. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini ialah arsitektur Candi Lawang merupakan arsitektur bangunan masa peralihan dari masa klasik tua ke masa klasik muda. Hal itu ditunjukkan dengan adanya perpaduan ciri dari kedua periode tersebut di Candi Lawang. Lalu, mengenai kronologinya diperkirakan berasal dari akhir abad ke-9 M atau lebih tepatnya berdasarkan penafsiran inskripsi yang kemungkinan candrasangkala yaitu tahun 872 NCI atau 875 M. Kemudian, latar belakang keagamaan Candi Lawang berdasarkan sifat-sifat keagamaan dari berbagai bukti yang ada termasuk dari penafsiran isi inskripsi yang menyebutkan persembahan kepada gunung, maka Candi Lawang ialah bangunan Hindu Saiwa. Masyarakat di sekitar Candi Lawang pun di masa silam Sangat mcngkin mayoritas mcmeluk agama Hindu Saiwa karena hampir semua bangunan kepurbakalaan di sekitar situ dapat diidentifikasi bersifat Hindu Saiwa. Jadi, kesimpulan mengenai kronologi dari latar belakang keagamaan Candi Lawang sesuai antara kesimpulan berdasarkan arsitektur dengan kesimpulan berdasarkan inskripsi."
2000
S11905
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wirastri
"ABSTRAK
Bukti kubur dari masa prasejarah telah ditemukan sejak masa Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Lanjut, pada masa Perundagian sisa kubur tersebut ditemukan pula pada berbagai tempat, yang terdiri dari kubur dengan wadah dan kubur tanpa wadah. Pada penguburan tanpa wadah sikap rangka dan keletakan bekal kubur dapat lebih jelas terlihat. Situs penguburan tanpa wadah yang telah beberapa kali diteliti adalah situs Liang Bua, Plawangan, Gilimanuk dan Anyer.
Skripsi ini membahas kubur tanpa wadah yang terdapat pada keempat situs tersebut. Tujuan penulisan ini adalah untuk melihat ketentuan-ketentuan yang berlaku pada praktek penguburan pada keempat situs tersebut. Data diperoleh dari deskripsi tentang kubur khususnya kubur tanpa wadah, yang terdapat pada skripsi-skripai sarjana, disertasi dan laporan-laporan penelitian lainnya yang telah diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan deskripsi tentang rangka dan gambar-gambar rangka dalam kubur. Temuan kubur yang digunakan sebagai data dari situs Liang Bua, merupakan hasil penelitian tahun 1965 dan 1978, Gilimanuk: tahun 1973-1979, Plawangan: tahun 1973-1986, dan Anyer: tahun 1955 dan 1976.
Kemudian dilakukan pengelompokan pola-pola kubur berdasar keteraturan sikap rangka terutama pada sikap badan, di masing-masing situs, sehingga diketahui pola kubur yang terdapat pada masing-masing situs. Pola kubur pada keempat situs dibandingkan sehingga terlihat persamaan dan perbedaan dari pola kubur yang ada dan diketahui pula pola kubur yang berlaku pada semua situs. Melalui data etnografi pada beberapa suku bangsa di Indonesia, dicoba untuk mengetahui ketentuan-ketentuan tertentu yang dikenakan pada praktek penguburan pada keempat situs tersebut.
Dari analisis yang telah dilakukan pada kubur_kubur tanpa wadah tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa terdapat pola kubur (khususnya pada kubur primer) yang berlaku pada keempat situs yaitu rangka dengan sikap badan lurus dan kaki lurus sejajar. Pala kubur ini pada masing-masing situs merupakan pola yang terbanyak ditemukan. Di samping itu terdapat pula pola-pola tertentu yang hanya berlaku pada masing-masing situs. Orientasi rangka pada situs Liang Bua adalah ke mulut gua (sungai Racang), Gilimanuk ke teluk Gilimanuk dan gunung Prapat Agung, Plawangan ke gunung Muria, dan Anyer ke selat Sunda.
Berdasar data etnografi diketahui pula bahwa rangka pada kubur primer dapat diletakkan dalam berbagai sikap tanpa ketentuan tertentu, hanya rangka tersebut diikat agar roh si mati tidak bangkit kembali. Kerangka yang biasa ditemukan tanpa sebagian tulang anggota badan mengganggu kehidupan di kampung. Rangka yang penempa_tannya khusus atau menyimpang dari yang lain disebabkan karena kematian yang dianggap tidak wajar oleh masyarakat setempat.

"
1990
S12805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taofik Hidayat
"Candi merupakan salah satu peninggalan masa klasik di Indonesia. Candi juga merupakan bukti adanya aktivitas keagamaan di masa lalu. Candi miri gambar adalah satu dari sekian banyak candi di Jawa Timur yang ditemukan dalam keadaan tidak utuh. Oleh karenanya, diperlukan sebuah kajian arsitektural untuk merekonstuksi candi ini.

Temple is one of archaeological monuments from classical period in Indonesia. Temple is an evidence which can explain about religion activity. Miri Gambar temple is one of many temples in East Java that had found in incomplete condition. Therefore, there_s need some architectural research to reconstruct this temple."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S12025
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library