Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariel Javelin
Abstrak :
Para diabetisi cenderung lebih berisiko untuk mengalami kejadian hipertensi dibandingkan dengan yang memiliki kadar gula normal. Kejadian diabetes dan hipertensi merupakan suatu kondisi komordibitas yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi dan menurunkan kualitas hidup diabetisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kejadian hipertensi berdasarkan faktor sosial demografi, faktor status gizi dan kesehatan, serta faktor perilaku dan gaya hidup pada diabetisi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sejumlah 133 orang diabetisi berusia 25-64 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi hipertensi pada diabetisi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara adalah 52,6. Hubungan yang bermakna ditemukan pada obesitas, asupan natrium, asupan lemak, dan konsumsi sayur terhadap kejadian hipertensi pada diabetisi. Adanya penyuluhan dan konseling oleh pihak puskesmas agar para diabetisi dapat melakukan modifikasi gaya hidup, seperti perilaku makan dan menjaga berat badan para diabetisi menjadi penting untuk mengontrol tekanan darah pada diabetisi, dan mencegah terjadinya komordibitas. ......Diabetic patients are more at risk to have high blood pressure rather than those who have normal blood sugar level. Diabetes and hypertension are a comorbid condition which can lead to complication and associated with lower quality of life among diabetic patients. The aim of this study was to determine the differences of hypertension occurrences based on sociodemographic, nutritional and health status, and also behavior and lifestyle factor in diabetic patients at Jatinegara Community Health Clinic, East Jakarta. This study was conducted by using a cross sectional design study and purposive sampling technique, involved by 133 diabetic subjects aged 25 64 years old. The proportion of hypertension among diabetic subjects was 52,6. These findings also showed that obesity, sodium intake, fat intake, and vegetable consumption were significantly associated with hypertension in diabetics. Providing information through community or individual counseling is crucial to modify diabetic rsquo s lifestyle such as eating behavior and body weight monitoring which are expected to control blood pressure and moreover to prevent comorbidity in diabetics.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Yasmin Syauki
Abstrak :
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang sudah mendunia, termasuk di Indonesia. Situasi ini erat kaitannya dengan terjadinya perubahan asupan gizi ditandai dengan penambahan pola makan dimana hal ini dapat menyebabkan penyakit degenerasi. Lingkar pinggang mempakan salah satu faktor prediksi yang kuat pada resistensi insulin, yang merupakan fase dini perkembangan penyakit diabetes melitus. Asupan asam lemak jenuh yang tinggi dapat mcnyebabkan terjadinya resistensi insulin. Data mengenai hubungan antara asam lemak dan resistensi insulin di Indonesia sangat terbatas. Untuk melihat hubungan antara berbagai asupan lemak dengan insulin pada laki-laki dewasa dengan obesitas sentral di Jakarta, maka diadakanlah penelitian dengan metode potongan lintang. Kuesioner semi kuantitaf-frekuensi makanan yang telah divalidasi digunakan untuk memperoleh data asupan lemak pada 126 laki-laki usia 30-50 tahun dengan obesitas sentral di Jakarta yang sebelumnya telah mengikuti prosedur skrining melalui pemeriksaan klinis dan pengambilan darah. Pengukuran antropometrik dilakukan untuk mendapatkan data berat badan, tinggi badan dan lingkar pinggang. Data plasma insulin puasa, plasma glukosa puasa, plasma asam lemak bebas dan profil lemak darah diperoleh melalui pemeriksaan biokimia. Kucsioner global aktivitas tisik dan surveilens penyakit kronik digunakan untuk memperoleh data aktivitas fisik, kcbizmaan merokok, konsumsi alkohol, sayuran dan buah. Asupan lemak total, lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal maupun ganda (% dari total kalori) diperolch Icbih tinggi dibandingkan rekomendasi PERKENI/NCEP/AHA/ADA (4l.23%, 21.51% and 9.32%), kecuali asupan lemak tidak jenuh ganda berdasarkan PERKENI (6.8?7%). Asupan omega-3 dan omega-6 tidak memenuhi rekomendasi berdasarkan IOM. Hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia ditemukan pada penelitian ini. Sementara itu, insulin puasa berada dalam nilai nonnal (7.63 u/L). Tidak ditemukan hubungan antara asupan berbagai jenis lemak dengan insulin pada laki-laki dcwasa dengan obesitas sentral, tetapi plasma asam lemak bebas memiliki hubungan positif dengan asupan temak tidak jenuh ganda (% dari total kalori) (rp=0.l90, p<0.05), dan plasma glukosa puasa (r=0.l93, p<0.05). Penelitian kasus-kontrol perlu dilakukan untuk dapat melihat secara jelas hubungan antara asupan berbagai jenis lemak dengan insulin pada seseorang dengan dan tanpa obesitas sentral atau pada seseorang dengan dan tanpa resistensi insulin. ......Obesity is known as the major global health problems, including in Indonesia. This situation is associated with nutritional transitional characterized by changing in dietary patterns, leading to the prevailing degenerative diseases. Waist circumference is strong predictor of insulin resistance, an initial phase for development of type 2 diabetes melitus. High intake of SFA is contributed to insulin resistance. Data on the relations between intake of fatty acids and insulin resistance in Indonesia are very limited. A cross-sectional study was undertaken to examine the association between intake of different fatty acids and insulin level in abdominal obese adult men in Jakarta. Dietary fatty acids was obtained through validated fat SQ-F FQ to |26 men with abdominal obesity aged 30-SO, who pass the screening procedure through clinical and blood assessment. Anthropomethric assessments were done to obtain body weight, height and waist circumference. Biochemichal assessments were undertaken to obtain fasting plasma insulin, glucose, FFA and profile lipid. Global Physical Activity Questionnaire and STEPS questionnaire were used to obtain data on physical activity, smoking habit, alcohol use, fruit and vegetable consumption. Intake of total fat, SFA, MUFA and PUFA (% of total calories) were found higher than that of the PERKENI/NCEP/AI-IA/ADA recommendations (4l.23% , 21.51% and 9.32%), except PUFA intake based on PERKENI (6.87%). Intake of omega-3 and omega-6 PUFA did not meet the requirement suggested by IOM. Hypercholesterolemia and hypertrigliseridemia were found among subjects. Mean fasting plasma insulin was found within desirable range (7.63 ufL). There is no correlation between intakes of different fatty acids and insulin levels in abdominal obese adult men, but FFA plasma were positively correlated with PUFA intake (% of total calories) (rp=0-l90, p<0.05) and fasting plasma glucose (rp=0.l93, p<0.05)- Further study need to be conducted to have clearly understanding of the relationship between intake of different fatty acids and insulin level between abdominal obese and non-abdominal obese or insulin resistance and non insulin resistance using case-control study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32320
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Zubir
Abstrak :
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama kematian di dunia yang akan terus meningkat dan menjadi pandemi tanpa memandang batas negara. Setiap tahun di dunia sebanyak 3.8 juta laki-laki dan 3.4 jiwa wanita meninggal karena penyakit jantung koroner. Perubahan daya hidup, peningkatan usia harapan hidup dan urbanisasi mendorong timbulnya abnormalitas metabolisme seperti obesitas, dislipidemia, resistensi insulin dan hipertensi. Kumpulan abnormalitas metablik ini disebut dengan sindroma metabolik pada akhirnya akan meningkatkan kemungkinan menderita penyakit jantung koroner tiga kali lipat Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuinya hubungan sindroma metabolik dengan penyakit jantung koroner di RS. DR. M. Djamil Padang Tahun 2008 setelah dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol dan aktivitas fisik. Desain penelitian ini adalah kasus kontrol. Kasus adalah penderita baru penyakit jantung koroner berdasarkan pemeriksaan EKG oleh dokter, penyakit tersebut baru terdiagnosis pada Bulan Januari sampai Mei 2008. Kontrol adalah semua pengunjung ang dinyatakan sebagai bukan penderita penyakit jantung koroner, pada Bulan Januari sampai Mei 2008 berdasarkan pemeriksaan EKG oleh dokter. Sindroma Metabolik menurut AHA/NHLBI 2005 ditegakkan diagnosis bila terdapat empat kriteria dibawah ini: tekanan darah > 130/85 mmHg, kadar trigliserida darah >150mg/dl, kolesterol HDL pada laki-laki < 40 mg/dl dan wanita < 50 mg/dl dan kadar gula darah puasa > 100mg/dl Telah dilakukan panelitian terhadap 300 orang responden terdiri dari 150 pada kelompok kasus dan 150 pada kelompok kontrol. Hasil analisis multivariat didapatkan kejadian penyakit jantung koroner (PJK) berisiko 4,67 kali lebih besar pada orang yang mengalami sindroma metabolik dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami sindroma metabolik setelah dikontrol dengan variabel jenis kelamin (95% CI:1,20-18,06). Pada hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sindroma metabolik dengan kejadian penyakit jantung koroner di RS. DR. M. Djamil Padang tahun 2008.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21279
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Aulia Fajarini
Abstrak :
Obesitas pada diabetisi penderita DM Tipe 2 berdampak pada peningkatan risiko terjadinya komplikasi berupa nefropati diabetis dan penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas pada diabetisi dewasa. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan melibatkan 133 responden yang merupakan perserta PROLANIS. Pengukuran asupan dilakukan menggunakan food recall 1x24 jam, kebiasaan makan menggunakan FFQ, dan aktivitas fisik menggunakan GPAQ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 63,9 diabetisi mengalami obesitas IMT ge;25 kg/m2. Obesitas pada diabetisi berhubungan signifikan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan terkait gizi, dan lama menderita DM tipe 2. Edukasi kepada diabetisi tekait diet bagi penderita DM tipe 2 penting untuk mengurangi obesitas pada diabetisi. ......Obesity among adult with type 2 diabetes heightens the risk of other comorbid diseases such as diabetic nephropathy and cardiovascular disease. The aim of this study was to determine factors associated with obesity among adult with type 2 diabetes. This study used cross sectional design and data were collected from 133 member of PROLANIS. Food intake was assessed with 1x24 H food recall, food habit with FFQ, and physical activity with GPAQ. The result showed 63,9 of adult with type 2 diabetes were obese BMI ge 25 kg m2. Obesity is significantly associated with level of education, nutrition knowledge, and duration of diabetes. Health education about diet for diabetic patient is important to decrease obesity among adult with type 2 diabetes.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Hotma Parulian
Abstrak :
Latar Belakang : Peningkatan prevalensi penderita hipertensi di masyarakat DKI Jakarta disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dimodifikas maupun tidak. Aktifitas fisik sehagai salah satu lilktor yang dapat mencegah hipertensi perlu mendapat perhatian yang lebih karena faktor ini termasuk: salah satu faktor yang dapat dimodifikasi dengan usaha dan biaya yang tidak terlaiu besar.Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya besar hubungan antara kejadian hipertensi dengan aktivitas fisik pada masyarakat di lima wilayah DKI Jakarta tahun 2006. Metode : Penelitian ini dilakukan dengan disain cross sectional dan dianalisis secara kohort menggunakan data sekwtder dari survey faktor resiko PTM utama di lima wilayah DKI Jakarta tahun 2006. Kasus ekspos adalah subyek yang melakukan aktivitas fisik renda yang berjumlah 668 orang subyek dan non ekspos adalah subyek yang melakukan aktivitas tinggi sejumlah 668 orang. Perbandingan kasus ekspos dan non ekspos adalah 1:1, hingga jumlah keseluruhan subyek penelitian 1336 subyek. Hasil : Hasil penelitian mendapatkan proporsi hipertensi pada subyek yang beraktivitas rendah sebesar 65,5% dab pada subyek yang beraktivitas tinggi 58 8%. Hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas fisik berhubungan secara signiflkan dengan kejadian hipertensi. Dengan nilai p (p value) = 0,0001, setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin dan peketjaan didapat OR aktivitas tinggi 0,750 dengan 95% CI (0,601- 0,937) menunjukkan bahwa dengan beraktivitas dapat mengurangi risiko untuk menderita penyakit hipertensi sebesar 4 kali. Dalam penelitian ini variabel Jenis kelamin. umur, tingkat pendidilcan, status perkawinan, diaberes mellitus, hiperkolesterol, low HDL, IMT, dan pekerjaan semua mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi (nilai p < α), sementara variabel merokok, hiper LDL dan kecukupen serat walaupun berhubungan tetapi hubungannya dengan hipertensi tidak signiflkan (nilai p > a). Kesimpulan : Aktivittas fisik tinggi dapat mengurangi resiko untuk terkena penyakit hipertensi, semakln sering kita me1akukan aktivitas fisik semakin rendah resiko untuk menderita penyakit. Subyek yang melakukan aktifitas fisik rendah lebih beresiko untuk terkena hipertensi 4 kali dibanding subyek yang melakukan aktifitas fisik tinggi.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21021
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kelana Kusuma Dharma
Abstrak :
[ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yaitu mengembangkan intervensi model adaptasi paska stroke serta mengidentifikasi efektifitasnya terhadap perilaku adaptasi dan kualitas hidup pasien paska stroke. Penelitian ini secara keseluruhan dilakukan dalam dua tahap. Tahap satu yaitu pengembangan model intervensi yang diawali dengan penelitian kualitatif menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif tentang pengalaman pasien beradaptasi paska stroke. Model intervensi kemudian dikembangkan dengan cara mengintegrasikan tema hasil penelitian kualitatif, studi literatur, dan konsultasi pakar. Tahap kedua yaitu uji coba intervensi model untuk menentukan efektifitasnya terhadap respon adaptasi dan kualitas hidup pasien paska stroke. Penelitian tahap dua merupakan penelitian kuasi eksperimen menggunakan desain post test control group. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian tahap dua yaitu consecutive sampling dengan jumlah sampel 65 orang (32 orang kelompok intervensi dan 33 orang kelompok kontrol). Pembagian sampel ke dalam kelompok intervensi dan kontrol dilakukan dengan matching rumah sakit. Hasil penelitian tahap satu teridentifikasi 9 tema yang dinyatakan partisipan dan dihasilkan intervensi model adaptasi paska stroke (IMAPS) beserta perangkatnya meliputi buku panduan intervensi model, modul untuk perawat pelaksana, dan booklet untuk pasien dan keluarga. Hasil penelitian tahap dua membuktikan adanya perbedaan respon adaptasi fisiologis, adaptasi psikososial, dan kualitas hidup yang bermakna antara pengukuran 3 bulan dengan 4 bulan sesudah intervensi diantara kelompok intervensi dan kontrol. Kesimpulan hasil penelitian yaitu intervensi model adaptasi paska stroke efektif meningkatkan respon adaptasi fisiologis, adaptasi psikososial dan kualitas hidup paska stroke.;
ABSTRACT
The purpose of this research was to develop intervention adaptation model for post-stroke (IMAPS) and identify its effectiveness on adaptation response and quality of life after stroke. This study conducted in two stages. The first stage was the development of intervention model that begins with a qualitative research using a descriptive phenomenological approach. Intervention model was then developed by integrating the results of qualitative research, literature review, and expert review. The second stage was examination the intervention model to identified its effectiveness on adaptation response and quality of life after stroke. This study was quasi-experimental research using post test control group design. The sampling method used in this study was consecutive sampling with a sample of 65 stroke patient (32 samples in intervention group and 33 samples in control group). Samples were allocated to intervention and control group by matching the hospital. The qualitative study identified nine theme stated by the participants. Qualitative themes serve as guidelines for developing intervention model. The first stage resulted in intervention model and its devices include intervention manual, module for nurses, and booklet for patients and their families. The second stage of research proves the significant difference in physiological and psychosocial adaptation response, and quality of life between measurements 3 months to 4 months after the intervention between groups. We conclude that IMAPS effectively improve the response of physiological and psychosocial adaptation, and quality of life after stroke;The purpose of this research was to develop intervention adaptation model for post-stroke (IMAPS) and identify its effectiveness on adaptation response and quality of life after stroke. This study conducted in two stages. The first stage was the development of intervention model that begins with a qualitative research using a descriptive phenomenological approach. Intervention model was then developed by integrating the results of qualitative research, literature review, and expert review. The second stage was examination the intervention model to identified its effectiveness on adaptation response and quality of life after stroke. This study was quasi-experimental research using post test control group design. The sampling method used in this study was consecutive sampling with a sample of 65 stroke patient (32 samples in intervention group and 33 samples in control group). Samples were allocated to intervention and control group by matching the hospital. The qualitative study identified nine theme stated by the participants. Qualitative themes serve as guidelines for developing intervention model. The first stage resulted in intervention model and its devices include intervention manual, module for nurses, and booklet for patients and their families. The second stage of research proves the significant difference in physiological and psychosocial adaptation response, and quality of life between measurements 3 months to 4 months after the intervention between groups. We conclude that IMAPS effectively improve the response of physiological and psychosocial adaptation, and quality of life after stroke, The purpose of this research was to develop intervention adaptation model for post-stroke (IMAPS) and identify its effectiveness on adaptation response and quality of life after stroke. This study conducted in two stages. The first stage was the development of intervention model that begins with a qualitative research using a descriptive phenomenological approach. Intervention model was then developed by integrating the results of qualitative research, literature review, and expert review. The second stage was examination the intervention model to identified its effectiveness on adaptation response and quality of life after stroke. This study was quasi-experimental research using post test control group design. The sampling method used in this study was consecutive sampling with a sample of 65 stroke patient (32 samples in intervention group and 33 samples in control group). Samples were allocated to intervention and control group by matching the hospital. The qualitative study identified nine theme stated by the participants. Qualitative themes serve as guidelines for developing intervention model. The first stage resulted in intervention model and its devices include intervention manual, module for nurses, and booklet for patients and their families. The second stage of research proves the significant difference in physiological and psychosocial adaptation response, and quality of life between measurements 3 months to 4 months after the intervention between groups. We conclude that IMAPS effectively improve the response of physiological and psychosocial adaptation, and quality of life after stroke]
2015
D2114
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heny Suseani Pangastuti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji pengaruh model peningkatan kemandirian pasien stroke untuk pengelolaan faktor risiko kekambuhan terhadap pengetahuan, self-efficacy dan kemandirian. Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap 1 berupa penelitian deskriptif kualititatif dan pengembangan model, serta tahap 2 berupa penelitian kuasi dengan pre-post test control design. Metode sampling yang digunakan adalah purposif sampling. Pada penelitian tahap 1, didapat 8 orang partisipan sedangkan pada tahap 2 didapat sebanyak 32 orang (kelompok kontrol) dan 35 orang (kelompok perlakuan). Pengambilan data pada tahap 1 dilakukan dengan wawancara mendalam, adapun pada tahap 2, data diambil 3 kali, yaitu pre test, post test pada akhir bulan 1 dan post test pada akhir bulan 2. Analisi data dilakukan dengan metode dari Giorgi (tahap 1) serta uji Friedman dan Wilcoxon (tahap 2). Hasil penelitian pada tahap 1 didapat 4 tema yang mendukung keberhasilan pasien mengelola faktor risiko kekambuhannya dan tersusun model peningkatan kemandirian pasien stroke. Pada tahap 2 didapat peningkatan nilai mean pada variabel pengetahuan (x2 = 31,087; p=0,000) dan kemandirian (x2 = 24,569 ; p=0,000). Tidak terjadi peningatkan mean pada variabel self-efficacy (x2 = 4, 947; p=0,84). Kesimpulan, model peningkatan kemandirian terbukti efektif untuk meningkatkan kemandirian dan pengetahuan pasien stroke. Model ini dapat direkomendasikan untuk diaplikasikan pada perawatan pasien stroke di poliklinik.
The purpose of this study were to develop the Stroke self-care model for stroke recurrent risk factor management and to examine the effect of the model on on knowledge, self-efficacy and self-care for stroke recurrent risk factor management. There were two phase on this research. The first phase was phase to develop Stroke self-care model for stroke recurrent risk factors management and modules through study literature and a qualitative research. The second phasee was a quasi experiment with pre-post test control design. Eight participant were involved in the first phase, while in second phase there were 32 respondents in control group and 35 respondents in intervention group whom recruited by purposive sampling. Data in first pahse were colected using in-depth interview, and in second phase, data were collected at three points: pre test; one month and two month after intervention. Data in first phase were analyzed with Giorgi methode; and in the second phase using Friedman, and Wilcoxon test. The results in fist phase identified four themes that contribute to success story stroke patient in a manage stroke risk factors. In second phase, data showed the significant increase of patients? knowledge mean (x2 = 31,087; p=0,000) and self-care mean (x2 = 24,569 ; p=0,000) after 1 dan 2 month after intervention. There was no incrase in patients? self-efficacy mean (x2 = 4, 947; p=0,84). In conclusion, stroke self-care model for stroke recurrent risk factor management is effective to increase stroke patients? knowledge and self-care. This research recomend that, this model can be applied in nursing care for stroke patient in outpatient clinic.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2131
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Asti Werdhani
Abstrak :
Pengelolaan hipertensi dan diabetes melitus yang memerlukan pengelolaan terkoordinasi, menjadi perhatian karena prevalensinya semakin meningkat. Kemampuan dokter sebagai care coordinator tidak terlepas dari kemampuan kepemimpinan, dan belum ada penilaiannya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengembangkan intrumen penilaian kinerja dokter di layanan primer sebagai care coordinator dan kaitannya dengan kepemimpinan. Pendapat pakar dan metode Delphi digunakan untuk mengembangkan dimensi dan butir penilaian. Validasi instrumen dilakukan dengan analisis faktor eksplorasi. Kurva ROC digunakan untuk mencari titik potong skor care coordinator pada pasien hipertensi atau DM terkontrol dibandingkan tidak terkontrol. Korelasi Pearson dilakukan untuk melihat korelasi antara skor care coordinator dengan skor kepemimpinan klinis, kepemimpinan transformasional, komitmen, kepuasan kerja, dan budaya organisasi, serta faktor-faktor sosiodemografis dokter dan praktik keprofesian. Pengumpulan data dilakukan selama periode April−November 2015. Melalui penggalian pendapat 19 orang pakar (akademisi, praktisi, pengandil), 2 kali putaran Metode Delphi (110 sampel dan 81 sampel), dan 249 sampel analisis faktor, didapatkan instrumen penilaian kinerja dokter pengelola kasus PTM di puskesmas sebagai care coordinator yang terdiri dari 11 dimensi dan 33 butir penilaian dengan koefisien alpha sebesar 0,94 dan korelasi butir penilaian dengan dimensinya lebih dari 0,4. Terdapat perbedaan skor care coordinator antara pasien hipertensi atau diabetes terkontrol dan tidak terkontrol (p = 0,02) dengan titik potong sebesar 7,7. (skor maksimal 9). Terdapat korelasi positif antara skor kepemimpinan klinis, skor kepemimpinan transformasional, skor kepuasan kerja, usia dokter, lama lulus dokter, lama bekerja di puskesmas, pelatihan dokter keluarga, dan status kepegawaian terhadap skor care coordinator. Faktor yang paling berperan terhadap peningkatan skor care coordinator adalah skor kepemimpinan klinis dan skor kepemimpinan transformasional (R square 0,47). Telah dikembangkan instrumen penilaian kinerja dokter sebagai care coordinator di layanan primer yang valid dan handal. Walaupun dokter pengelola kasus dalam kesehariannya berinteraksi dengan pasien dan tidak menduduki jabatan struktural sebagai pimpinan, namun mereka harus tetap memiliki kemampuan kepemimpinan klinis serta kepemimpinan transformasional untuk menunjang kinerja sebagai care coordinator dalam pengelolaan masalah kesehatan pasien.
Hypertension and Diabetes Mellitus management that need coordination of care is vital because of their increasing prevalence. To become care coordinator, primary care physician should have leadership capabilities. However, there is no instrument available to measure care coordination and leadership for primary care physician in Indonesia. This research aims to develop instruments for primary care physician's performance as care coordinator in primary care facilities and its correlation with leadership. Data collection was conducted from April to November 2015. Expert opinion and Delphi method were conducted to develop dimensions and item indicators. Exploratory Factor Analysis was performed for instrument validation. ROC curves were used to gain cut-off point of care coordinator's score from controlled and uncontrolled hypertension or diabetes mellitus patient. Pearson correlation was conducted to determine correlation between care coordinator score and clinical leadership, transformational leadership, commitment, job satisfaction, and organizational culture, as well as doctor's sociodemographic factors and professional practice. Nineteen experts panel (academics, practitioners, health policy makers), 110 participants of 1st round Delphi Method, 81 participant of 2nd round of Delphi Method, and 249 samples for factor analysis were gathered to create 11 dimensions and 33 items with loading factors at least 0.4 and alpha cronbach as high as 0,94. There was care coordinator score difference between controlled and uncontrolled hypertension or diabetes mellitus patients (p = 0.02) with cut-off point 7,7 (maximum score 9). There was positive correlation between care coordinator score and clinical leadership score, transformasional leadership score, satisfaction score, age, graduation period, working period, family medicine training, and employment status. Dominant factors correlate to care coordinator score were clinical leadership score and transformational leadership score (R square 0.47). A valid and reliable instrument of care coordinator performance for Indonesian primary care physician has been developed. Although the main activity of practitioner is very much relate to patient interaction, they should also have leadership capacities to support their role as care coordinator for patient?s health management.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2222
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudirman
Abstrak :
ABSTRAK
Angka kejadian kanker payudara di Indonesia tertinggi diantara jenis kanker pada wanita dengan prevalensi nyeri diperkirakan 40-89%. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pengelolaan nyeri berbasis kenyamanan dengan strategi coaching dan mengidentifikasi pengaruhnya terhadap derajat nyeri, kenyamanan, dan kualitas hidup pasien kanker payudara. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap 1 berupa penelitian deskriptif kualitatif dan pengembangan model, serta tahap 2 berupa penelitian kuasi eksperimen pre-post test control group design. Metode sampling tahap 1 digunakan purposive sampling dengan 11 partisipan. Tahap 2 sampel dipilih secara consecutive sampling dengan jumlah 64 responden (32 pasien kelompok intervensi dan 32 pasien kelompok kontrol). Hasil penelitian tahap satu teridentifikasi 12 tema dan dihasilkan model pengelolaan nyeri berbasis kenyamanan beserta perangkatnya. Hasil penelitian tahap dua membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari model pengelolaan nyeri berbasis kenyamanan dengan strategi coaching terhadap penurunan derajat nyeri, peningkatan kenyamanan, peningkatan status fungsional dan perbaikan status gejala pasien kanker payudara. Namun, tidak ada pengaruh pada status kesehatan/kualitas hidup global. Rekomendasi penelitian hendaknya perawat menerapkan model pengelolaan nyeri berbasis kenyamanan sebagai bentuk nyata pengelolaan nyeri kanker secara holistik dalam pelayanan keperawatan.
ABSTRACT
Incidence of breast cancer in Indonesia is still the highest among the other type of cancer deseases on women with the prevalence of pain estimated from 40 ? 89 per cent. The purpose of this research was to develop model of pain management based on comfort with coaching strategy and identify its effect on pain severity, comfort, and quality of life patient breast cancer. This study was conducted in two stages. The first stage was descriptive qualitative research and the development of model. The second stage was quasi-experimental research with pre - post test control group design. The sampling method that used to stage 1 was purposive sampling with 11 partisipants. Sampling method on stage 2 this study was consecutive sampling with 64 breast cancer patients (32 respondents as intervention group and 32 respondents as control group). The first stage of the study resulted 12 themes and has resulted the model of pain management based on comfort and its devices. The second stage of research proved that there were significance effects from the model of pain mnagement based on comfort with coaching strategy toward decreasing pain severity, increasing comfort and functional status, and repairing symptom status for breast cancer patients. However, there was no effect on global health status/quality of life. This study recommends that nurse should apply the model of pain management based on comfort as a concrete holistic cancer pain management in setting practice of nursing care.
2016
D2210
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Melani Astari
Abstrak :
Perawat memiliki potensi dalam pencegahan primer dan melakukan pendidikan di masyarakat, ietapi dalam implementasi beberapa program utama rencana aksi percepatan penurunan angka kematian ibu di Indonesia peran perawat hanyalah sebagai pendukung bahkan pelibatannya sangat minimal. Penelitian ini bertujuan mengoptimalkan kompetensi perawat dalam program perawat kesehatan masyarakat (Perkesrnas) terintegrasi pelayanan maternitas pada ibu hamil berisiko di Kabupaten Cianjur melalui pengembangan program pelatihan p~rkesmas maternitas. Penelitian tahap satu merupakan penelitian kualitatif fenomenologi. Penelitian tahap dua yaitu pengembangan program pelatihan dan modul perkesmas yang dilanjutkan dengan pelatihan pada 10 perawat puskesmasPenelitian tahap tiga, penelitian kuasi eksperimen menggunakan metode consecutive sampling dengan jumlah sampel 66 orang (33 orang kelompok intervePsi dan 33 orang kelompok kontrol). Hasil penelitian kualitatif teridentifikasi tiga tema dan lima subtema yang dinyatakan partisipan. Hasil penelitian kuantitatif membuktikan bahwa pelatihan modul perkesmas mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan kegiatan perawat dalam implementasi perkesmas dengan nilai kemaknaan 0,00. Implementasi modul mampu meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu hamil berisiko paska intervensi dengan nilai kemaknaan 0,00. Melalui analisis regresi logistik dibuktikan ada pengaruh variabel pengetahuan , sikap dan perilaku ibu hamil berisiko kelompok interverisi terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan. Kesimpulan bahwa melalui pelatihan perkesmas maternitas, perawat puskesmas mampu berkontribusi dalam pelayanan :maternitas pada ibu hamil berisiko. ......Nurses have a potential role in primary prevention and health education in community. However their role in the main programs in planning to reduce mother's death number in Indonesia is only as a supporter, and even gives a minimum involvement. This research was aimed to optimize nurse's competencies in community health nurses program (perkesrnas) which is integrated with maternity nursing care for high risk pregnant women in Cianjur Region through maternity perkesmas training program development. First stage of this research was a phenomenological qualitative. The second one was perkesmas training and module development which was followed by training for 10 primary health service nurses. The last stage was a quasi experiment research using consecutive sampling method with 66 respondents (33 each for intervention and controlled groups). From the qualitative research, it was identified three themes and five subthemes. Meanwhile, the quantitative research proved that perkesmas module training was able to enhance nurse's knowledge, attitude and skills in perkesmas program with 0.00 significance. Module's implementation enhanced knowledge, attitude and skills among high risk pregnant women with 0.00 significance. Logistic regression analysis proved the influence of knowledge, attitude and skills variables among high risk pregnant women in intervention group on health facility usage. In conclusion, through perkesmas maternity training, primary health service nurses were able to contribute in maternity nursing care for high risk pregnant women.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
D2214
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>