Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rendy Andika
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit paru dibagi menjadi dua jenis yaitu, penyakit paru obstruktif dan restriktif. Riwayat penyakit paru seperti asma dan infeksi saluran napas di masa kanak-kanak dapat menurunkan fungsi paru. Sebagian besar penyebab penyakit paru restriktifdi Indonesia adalah tuberculosis. Pasien dengan riwayat penyakit paru restriktif mempunyai fungsi paru yang menurun dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat penyakit paru restriktif. Metode: Subyek penelitian diberikan kuesioner untung menentukan apakah dia pernah didiagnosa mempunyai penyakit paru dan selanjutnya fungsi paru subyek akan diperiksa dengan menggunakan KOKO legend spirometry. Data yang didapat akan di-interpretasikan dengan menggunakan guideline dari RS Persahabatan. Parameter yang digunakan adalah FVC/FVC prediksi, FEV1/FEV1 prediksi, and FEV1/FVC. Hasil: Terdapat 8 subyek dari 40 subyek yang mempunyai riwayat penyakit paru (asma). Nilai rata-rata FVC/FVC prediksi subyek yang mempunyai riwayat penyakit paru dan yang tidak adalah 108% dan 108,15% (P= 0,97). Nilai rata-rata FEV1/FEV1 prediksi subyek yang mempunyai riwayat penyakit paru dan yang tidak adalah 106,12%. dan 109,19% (P=0.511). Nilai rata-rata FEV1/FVC subyek yang mempunyai riwayat penyakit paru dan yang tidak adalah 98,54% dan 90,13% (P= 0.519). ......Background: The lung diseases are divided into two types which are obstructive and restrictive lung disease. The history of lung diseases such as asthma and respiratory infections in childhood could reduce the lung function in many years later in adulthood. Most restrictive lung disease in Indonesia is caused by tuberculosis. Patients who had history of restrictive pulmonary disease had lower lung function compared to those who had not. Method: subjects are given questionnaires to determine whether he/she had ever been diagnosed as having pulmonary disease, and then have their lung function measured using KOKO legend spirometry. Data collected was interpreted using the Persahabatan guidelines. The parameters used are FVC/FVC prediction, FEV1/FEV1 predicion, and FEV1/FVC. Result: There were 8 subjects out of 40 subjects who had history of pulmonary disease (asthma). The mean of FVC/FVC prediction of subjects who had history of pulmonary disease and who had no were 108% and 108,15% respectively (P= 0,97). The mean of FEV1/FEV1 prediction of subjects who had history of pulmonary disease and who had not were 106,12%. and 109,19% respectively (P=0.511). The mean of FEV1/FVC of subjects who had history of pulmonary disease and who had not were 98,54% and 90,13% respectively (P= 0.519).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Kosasih
Abstrak :
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan, sarana serta pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu antara ahli pare dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli lainnya. Insidensi kanker paru terus meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini menjadi kanker paling sering di dunia pada laki-laki dan kelima terbanyak pada perempuan serta menjadi penyebab utama kematian laki-laki. Amerika Utara dan sebagian besar negara Eropa. Angka morbiditi dan mortaliti makin meningkat di negara berkembang seiring dengan penambahan populasi, aktiviti merokok serta pengaruh lingkungan, Pengobatan atau penatalaksanaan kanker paru sangat tergantung kepada kecepatan dan ketelitian mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada penderajatan (staging) dini akan sangat membantu penderita memperoleh kualiti hidup lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan mengingat respons kanker paru yang buruk terhadap berbagai jenis pengobatan. Kontroversi multimodaliti terapi untuk penatalaksanaan optimal dibandingkan dengan efek samping yang ada pada kanker paru masih menjadi perdebatan dan penelitian ini masih terus berlangsung.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nazarudin
Abstrak :
Latar belakang : Toksisitas hematologi sering terjadi pada pasien dengan Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) yang diobati dengan kemoterapi berbasis platinum. Data sebelumnya menunjukkan bahwa trombositopenia karena kemoterapi berbasis karboplatin adalah rendah tetapi tidak ada data lokal yang menjelaskan angka kejadian trombositopenia pada KPKBSK yang diterapi dengan regimen karboplatin+gemsitabin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan membandingkan angka kejadian toksisitas hematologi seperti trombositopenia, anemia, leucopenia, neutropenia dan perdarahan yang disebabkan kemoterapi karboplatin+gemsitabin dengan karboplatin+paklitaksel dan karboplatin+etoposid pada pasien KPKBSK. Dan juga membandingkan respons objektif dari ketiga regimen tersebut. Metode:. Penelitian ini kohort retrospektif pada pada pasien KPKBSK yang menerima 1.250 mg/m2 gemsitabin pada hari ke-1 dan hari ke-8 dan karboplatin AUC-5(Area under curve) hari pertama. Pasien yang menerima ≥ 2 siklus ikut dalam penelitian ini. Kami menilai dan membandingkan toksisitas hematologi tiap siklus seperti trombositopenia, anemia, leucopenia, neutropenia dan perdarahan serta respons objektif dari ketiga regimen berbasis karboplatin selama kemoterapi. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan total 115 pasien (rerata umur 55.6±10, rerata jumlah siklus adalah 4, jenis histologi adenokarsinoma 91%, stage III or IV) Pasien KPKBSK yang menerima regimen karboplatin+gemsitabine (n=38), karboplatin+paklitaksel (n=39) dan karboplatin+etoposid (n=38). Angka kejadian trombositopenia regimen karboplatin+gemsitabin adalah 34.2%, karboplatin+paklitaksel 5.1%, dan karboplatin+etoposid 5.3%. Waktu terjadinya trrombositopenia pada regimen karboplatin+gemsitabin 2 siklus lebih cepat dari regimen lain. Toksisiti hematologi trombositopenia regimen karboplatin+gemsitabin sebesar 15,8% dengan grade 3-4, leukopenia 18,4% dengan grade 3- 4 dan anemia 5,3% grade 3-4. Overall respons rate dan time to progression dengan regimen karboplatin+gemsitabin lebih baik dari regimen lainnya. Kesimpulan : Angka kejadian dan waktu terjadinya toksisitas hematologi pada regimen karboplatin+gemsitabin lebih tinggi daripada regimen karboplatin+paklitaksel dan karboplatin+etoposid.. Tetapi Overall respons rate dan time to progression pada karboplatin+gemsitabin lebih baik daripada regimen lain. Background : Hematological toxicities often occur in patients with non-small-cell lung cancer (NSCLC) who are treated with chemotherapy. In our data had shown that thrombocytopenia due to carboplatin based chemotherapy was low but there was not any local data about carboplatin - gemcitabine regimen. The aim of this study is to investigate and to compare the frequency of hematologic events, such as thrombocytopenia, anemia, leucopenia, neutropenia, and hemorrhage due to combination of gemcitabine-carboplatin with carboplatin-paclitaxel, and carboplatin-etoposide in non-small cell lung cancer patients. And also to compare objective response of the three platinum based regimens. Methods : We conducted a retrospective cohort study that enrolled all non-small-cell lung cancer patients who received 1.250 mg/m2 gemcitabine on day 1,8 and AUC-5 carboplatin on day one. Patients who received 2 cycles or more are included in this study. We investigated and compared objective response of the three platinum based regimens and the frequency of thrombocytopenia, anemia, leucopenia, neutropenia, hemorrhage, during chemotherapy period. Results : A total 115 patients (mean age 55.6±10, median number of cycle of chemotherapy was 4, histological findings were adenocarcinoma 91%) with stage III or IV NSCLC received chemotherapy carboplatin-gemcitabine (n=38), carboplatin-paclitaxel (n=39) and carboplatin-etoposide (n=38). Frequency of thrombocytopenia in patients with NSCLC treated with combination of carboplatin-gemcitabin regimen was 34.2%, carboplatin-paclitaxel 5.1%, and carboplatin-etoposide 5.3%. The Carbo-gemcitabine group developed thrombocytopenia 1 or 2 cycles earlier than other group . The hematological toxicities data with carbo-gemcitabine regimen have shown that thrombocytopenia was 15,8% patient with grade 3 or 4, leucopenia 18,4% patients with grade 3 or 4 and 5,3% grade 3 or 4 anemia. Overall respons rate and time to progression with carboplatin-gemcitabine regimen were better than the other regimens Conclusion : Thrombocytopenia was found in gemcitabine and carboplatin regimen but lower than other published data. Overall respons rate and time to progression with carboplatin-gemcitabine regimen were better than the other regimens.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadlun Bukayer
Abstrak :
Pasien KPKBSK mengalami progresifitas penyakit 8-12 minggu setelah pemberian kemoterapi lini kedua sehingga pemberian kemoterapi lini kedua dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan hidup pasien. Dosetaksel dapat digunakan sebagai kemoterapi lini kedua pada pasien yang mengalami perburukan setelah kemoterapi lini pertama. Namun penelitian pemberian dosetaksel sebagai kemoterapi lini kedua belum ada di Indonesia. Sampai saat ini, kami belum mendapatkan data mengenai efikasi dosetaksel seperti ketahanan hidup toksistitas pada orang Indonesia. Objektif : Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai ketahanan hidup pasien KPKBSK yang diberikan dosetaksel sebagai kemoterapi lini kedua di RS Persahabatan. Metode : Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif. Kami mengumpulkan catatan rekam medis pasien yang mendapatkan dosetaksel sebagai kemoterapi lini kedua di RS Persahabatan sejak bulan Januari 2011 hingga Februari 2014. Kami melakukan kunjungan rumah atau komunikasi via telepon apabila informasi dalam rekam medis tidak lengkap. Kami melakukan analisis Kaplan-Meier dan uji Log Rank untuk menilai faktor yang mempunyai korelasi terhadap ketahanan hidup pasien. Hasil : Subjek terbanyak yang dijumpai adalah laki-laki (72,7%) dengan kelompok usia >50 tahun sebanyak (79,5%) serta rerata usia 57,00±SD 10,00 dengan rentang 30?74 tahun. Angka tahan hidup 1 tahun yang kami temukan adalah 70,5% dengan masa tengah tahan hidup16,18 bulan. Toksisitas hematologi anemia grade 1 sebanyak (40,9%), anemia grade 2 sebanyak (2,3%), anemia grade 3 sebanyak (2,3%). Toksisitas hematologi leukopenia grade 1 sebanyak (4,5%) dan leukosit grade 1 sebanyak (2,3%) serta toksisitas hematologi neutropenia grade 1 sebanyak (2,3%). Toksisitas nonhematologi yang ditemukan adalah mual-muntah (84,1%), mialgia (90,9%) serta neuropati (97,7%). Tampilan status dan modalitas selain kemoterapi merupakan faktor prognostik yang baik. Berdasarkan uji Cox Regression, tampilan status berperan dalam ketahanan hidup Exp(B) 0,109(95%CI 0,015-0,816; p= 0,031). Kesimpulan : Dosetaksel dapat digunakan sebagai kemoterapi lini kedua karena ketahanan hidup yang didapatkan cukup baik dengan toksisitas ringan. Tampilan status dan pemberian modalitas terapi lain merupakan faktor prognostik yang baik. ......Since NSCLC patients had disease progression after 8-12 weeks after first line chemotherapy so that second line chemotherapy could be applied to prolong survival. Docetaxel could be applied for NSCLC patient who had disease progression. However, research on Docetaxel application as second line chemotherapy had not yet conducted in Indonesia. So far, we had not data on docetaxel efficacy such as its survival rate and its toxicity on Indonesian subjects. Purpose : The objective of the study to evaluate the survival rate of docetaxel as second line chemotherapy for NSCLC patients in Persahabatan Hospital. Methode : This study used the cohort retrospective method. We collected the data from medical records of NSCLC patients who had docetaxel as second line chemotherapy in Persabatan Hospital, within Januari 2011 until February 2014. If the medical record didn?t give the information that was needed, we did the phone callor home visit. The Kaplan-Meier analysis was done and continued with Log Rank test to evaluate factors that correlate with patients survival rate. Result : Subjects in this study were mostly male (72,7%) with predominant age group of over 50 years old (79,5%) and mean age were 57,00±SD 10,00 within range 30?74 years old. Predominant histopathologic type of NSCLC was adenocarcinoma(91%). This study found that 1-year survival rate of patients after docetaxel chemotherapy was 70,5% amd median survival time of 16,18 month. hematological toxicity found were anemia grade 1 (40,9%), grade (2,3%), grade 3 (2,3%), also leucopenia grade 1 (4,5%) grade 2 (2,3%) and neutropenia grade 1 (2,3%). Nonhematological toxicity found were nausea (84,1%), myalgia (90,9%) and neuropathy (97,7%). We found that performance status and additional treatment modality were good prognostic factors on bivariate analysis. Furthermore, only performance status was found as prognostic factors on Cox Regression Exp(B) 0,109 (95%CI 0,015-0,816; p= 0,031). Conclusion : Docetaxel could be applied as second line chemotherapy since its survival rate was good while its toxicity found was mild. Performance status and additional treatment modality were good prognostic factor.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Hertrisno Firman
Abstrak :
ABSTRAK Masalah kesehatan respirasi merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia Masalah tersebut meliputi tuberkulosis asma emfisema dan bronkitis kronik Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditinjau kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan Selain itu diperlukan sistem pendanaan oleh asuransi kesehatan Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi masalah kesehatan respirasi di masyarakat perumahan Jakarta pada tahun 2012 dan hubungannya dengan kedua faktor tersebut Penelitian menggunakan studi cross sectional dan dilakukan di Kelurahan Bintaro Jakarta Selatan Sampel penelitian adalah keluarga yang diwakili oleh kepala keluarga atau istri Sampel dipilih melalui metode consecutive sampling dengan sampel didapat sebanyak 104 orang Sumber data adalah data primer berupa kuesioner yang diisi melalui wawancara dengan variabel terikat yaitu masalah kesehatan respirasi dan variabel bebas yaitu kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan dan kepemilikan asuransi kesehatan Hasil penelitian berupa prevalensi masalah kesehatan respirasi sebesar 27 88 Uji Chi Square terdapat hubungan antara kepuasan dengan prevalensi p 0 001 dan kepemilikan asuransi dengan prevalensi p 0 022 Oleh karena itu perlu menurunkan angka ketidakpuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan dan memperhatikan asuransi kesehatan sebagai sistem pendanaan untuk akses terhadap fasilitas kesehatan Kata kunci masalah kesehatan respirasi kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan kepemilikan asuransi kesehatan masyarakat perumahan Jakarta.
ABSTRACT The problems of respiratory health are one of the problems of health in Indonesia These problems contain tuberculosis asthma emphysema and chronic bronchitis To solve them we need regardly watch about satisfaction level of health facilities services and we know the effectivity of owning health insurance This study aims to know prevalence problems of respiration health among housing society in Jakarta at 2012 and its relations with satisfaction and health insurance This study uses cross sectional design and takes place in Bintaro South Jakarta Samples in this study are a family that each represented by a husband or a wife Samples are chosen using consecutive sampling Total data collected in this study are 104 subjects Data collected by filling out a set of questionnaire using interview method Dependent variable is problem of respiratory health and independent variables are satisfaction of health facilities services and ownership of health insurance Result reveals that prevalence the problems of respiration health is 27 88 Satisfaction of health facilities services is related to prevalence the problems of respiratory health chi square p 0 001 and ownership of health insurance is related to prevalence of it chi square p 0 022 Because of that we need to decrease the number of dissatisfaction of health facilities services and deliberate health insurances as a financing system to access of health facilities Key words problems of respiration health satisfaction of health facilities services ownership of health insurances housing community Jakarta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Tryanni
Abstrak :
Gangguan respirasi merupakan masalah kesehatan yang perlu menjadi perhatian. Selain angka mortalitas yang tinggi, gangguan ini juga menunjukkan angka morbiditas yang tinggi. Rumah susun sendiri merupakan salah satu alternatif tempat tinggal untuk kota padat seperti Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan respirasi dengan perilaku warga rumah susun di wilayah rumah susun Jakarta. Selain itu diliat juga faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, dengan demikian dapat diketahui cara modifikasi perilaku paling efektif. Metode: Metode yang digunakkan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dimana pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner dan pengukuran keadaan lingkungan. Penelitian ini melibatkan 120 keluarga yang tinggal di daerah rumah susun di Jakarta. Hasil: Dari 513 penghuni rumah susun didapatkan prevalensi gangguan respirasinya adalah 44.2%. Dimana gangguan yang paling sering dialami adalah gangguan saluran nafas atas termasuk ISPA, rhinitis,sinusitis, faringitis mencapai 32.9%. Setelah itu disusul oleh TBC (7.6%) , PPOK (1.8%) dan asma (1%). Keluhan yang paling sering dialami diluar batuk adalah sesak nafas yang mencapai 4.1% . Dari hasil analisis didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara gangguan respirasi baik. Analisis juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara perilaku seseorang dengan jenis kelamin, pekerjaan serta pendidikan. Diskusi: Perilaku dan indikator tidak menunjukkan hal yang bermakna mungkin dikarenakan analisis ini menilai hubungan perilaku respondent dan gangguan respirasi pada keluarga, padahal belum tentu semua anggota keluarga memiliki perilaku yang sama. Hal ini akhirnya kurang menggambarkan hubungan perilaku seseorang dengan gangguan respirasi yang dialaminya.
Respiratory disorder is a health problem that needs our attention. In addition to the high mortality rate, this disorder also show high morbidity number. The purpose of this study is to determine the prevalence of respiratory disorder and its relationship with human behavior in residents of flat in Jakarta. Other than that this study also looked for factor that influence a person?s behavior, thus it can be seen most efficient way to modify behavior. Method:This study methodology is cross sectional. The data is obtanaid by quostionare filling and measurement for some indicator. This study involved 120 family that live in flats in Jakarta. Results: Of 513 residents of the apartement the prevalence of respiratory disorder was 44.2%. Where the most often experienced disorder is upper respiratory illness, includeig upper respiratory infections, rhinitis, sinusitis, phrayngitis wich reach 32.9%. Follow by lung tuberculosis (7.6%), COPD (1.8%), and asthma (1%). The most experienced symptoms is shortness of breath (4.1%) beyond cough. From the analysis found no significant relationship between repiratory disorder and overall behavior. The analysis also showed there was no correlation between the behavior of a person with gender, occupation and education. Discussion: Overall behavioral and each indicators do not show significant correlation may caused by this analysis assessing the relationship of respondent behavior and respiration disoreder in the family, though not necessarily all members of the family have the same behavior. It is less describes the relationship between human behavior and respiratory disorder they going through.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nada Permana
Abstrak :
Di dunia, Asia Tenggara, maupun di Indonesia, penyakit respirasi merupakan masalah kesehatan yang besar karena mortalitas dan morbiditas yang tinggi, terutama pada masyarakat lingkungan kumuh. Penyakit respirasi yang tetap menjadi masalah ialah PPOK, asma, tuberkulosis, dan ISPA. Kesuksesan mengurangi penyakit respirasi ditentukan oleh kebiasaan kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh faktor yang penting, yaitu sikap.Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari 2011 di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara responden yang berusia di atas 18 tahunmenggunakan kuesioner dan pemilihan responden dilakukan dengan cara cluster consecutive sampling. Sikap yang diteliti yakni sikap mengenai kesehatan respirasi yang terdiri dari sikap mengenai penyakit respirasi, sikap mengenai kesehatan lingkungan, dan sikap mengenai pencegahan penyakit respirasi. Dari 107 sampel, didapatkan hasil sikap yang termasuk dalam kelompok baik sebanyak 36,45% dan kelompok sedang dan buruk 63,55%. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap mengenai kesehatan respirasi terhadap masalah kesehatan respirasi pada masyarakat di lingkungan kumuh (p=0,316), serta tidak terdapat hubungan antara setiap komponen sikap mengenai kesehatan respirasi terhadap masalah kesehatan respirasi. ...... In the world, Southeast Asia, and in Indonesia, respiratory disease is a major health problem because ofthe high mortality and morbidity, especially in slum neighborhood. Respiratory diseases which remain problems areCOPD, asthma, tuberculosis, and acute respiratory infection. The success of reducing respiratory disease is determined by one's health habits which are affected by the important factors, namely attitude. This study is an observational analytic study using cross-sectional design. Data was collected in January 2011 in Kelurahan Petamburan, District of Tanah Abang, Central Jakarta. Data retrieval is done by interviewing respondents using questionnaires and the selectionof respondentsis done by cluster consecutive sampling. The attitude toward respiratory health consisting of attitude toward respiratory diseases, attitude toward environmental health, and attitude toward prevention of respiratory disease. Of the 107samples, showed that attitude of respiratory health in the group classified as good were36.45% and group classified as moderate and bad were 63.55%. It was concluded that there is no relationship between attitude toward health respirationand respiratoryhealth problems in slum area (p=0.316), and there is no relationship between each component of the attitude toward respiratory health and respiratory health problems.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randi Ridha Mulyadi
Abstrak :
Latarbelakang: Indonesia merupakan negara dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi cukup tinggi di dunia, contohnya TB paru. Tujuan: Penelitian ini mencari hubungan sikap dengan prevalensi masalah respirasi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan teknik pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara langsung (guided questionnaire). Penelitian dilakukan di Kelurahan Bintaro yang termasuk daerah perumahan di Jakarta Selatan. Hasil: Latarbelakang pendidikan dan sosioekonomi responden (n = 97) menunjukkan 41.2% memiliki tingkat pendidikan akhir SMA dan 61.9% memiliki penghasilan keluarga di atas Rp 1.200.000,00 perbulan. Berdasarkan wawancara juga ditemukan prevalensi permasalahan respirasi dialami 29.9% dari seluruh jumlah responden. Analisis chi-square menemukan perbedaan bermakna antara sikap preventif dalam kehidupan sehari-hari dengan prevalensi masalah respirasi (CI 95%, p = 0.032), namun tidak ada hubungan yang bermakna dengan sikap healthcare seeking (CI 95%, p = 0.376). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara sikap preventif dalam kegiatan sehari-hari dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi
Background: Indonesia is one of the world's highest prevalence in respiratory health problems such as pulmonary TB. Objective: This study aims to seek out the relationship between respondents? attitude with the prevalence of respiratory problems. Method: Research design is cross-sectional with questionnaire and direct interview as the data-gathering means for prevalence and attitude. This study was conducted in Kelurahan Bintaro, an urban residential area in Jakarta Selatan. Result: The respondents? background in this study were generally good in education, the majority of whom were high-school graduates, and also socioeconomically (majority had an income of Rp 1.200.000,00 or higher per month). Direct interview with the respondents also pronounced that as high as 29.9% of respondents has had respiratory problems within the past year. Chi-square analysis found there is a significant relationship between respiratory problems prevalence and preventive attitude on daily routines (CI 95%, p = 0.032), but not with healthcare seeking attitude (CI 95%, p = 0.376). Conclusion: There is a relationship between preventive attitude on daily routines with the prevalence of respiratory health problems, suggesting more preventive measures be taken and/or encouraged on everyday daily routines.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Faizah
Abstrak :
Masalah kesehatan respirasi termasuk tuberkulosis, pneumonia, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian masalah kesehatan respirasi. Desain penelitian ini adalah potong lintang pada 107 rumah tangga di pemukiman kumuh Petamburan, Jakarta Pusat, dengan consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada responden tentang kejadian masalah kesehatan respirasi. Kondisi lingkungan rumah seperti jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian rumah, lubang asap di dapur, jendela, luas ventilasi, pencahayaan, kelembapan, serta suhu diobservasi dan diukur menggunakan luxmeter, hygrometer, termometer, dan meteran. Data dianalisis dengan chi-square test. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan hubungan bermakna antara kejadian masalah kesehatan respirasi dengan luas ventilasi (p <0,001), jendela (p =0,032), kepadatan hunian rumah (p <0,001), dan lubang asap di dapur (p =0,027). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat berhubungan dengan kejadian masalah kesehatan respirasi.
Respiratory health problem including tuberculosis, pneumonia, asthma and chronic obstructive pulmonary disease has high prevalence in Indonesia. This study aims to find out association between respiratory health problems and housing environment. A cross-sectional study was done on a total of 107 households in Petamburan slums, Jakarta, Indonesia. The sampling method was consecutive sampling. Data was obtained by interviewing subjects about incidence of respiratory health problems in their households. Housing environment such as lighting level, humidity, temperature, ventilation, bedroom crowding, smoke hole in kitchen, kind of wall and floor were observed and measured using luxmeter, hygrometer and thermometer. Data were analyzed by chi-square tests. This study found that there were significant association between incidence of respiratory health problem and ventilation (p <0,001), window (p =0,032), house crowding (p <0,001) and smoke hole in kitchen (p =0,027). The result of this study shows that poor housing environment associates with incidence of respiratory health problems.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Dwi Iriani
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak usia sekolah dan dapat menyebabkan masalah psikologi sehingga mempengaruhi konsentrasi belajar. Karena jarang menimbulkan kematian, penyakit kulit sering diabaikan dan memicu infeksi sekunder yang dapat berlanjut menjadi kelainan organ. Karakteristik anak sekolah dasar (SD) diduga berperan terhadap kejadian penyakit kulit. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan prevalensi penyakit kulit dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan murid SD di Desa Taman Rahayu, Bekasi. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada tanggal 25 April 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi pada murid SD X dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Y kelas 3-6 (150 orang). Pada pengolahan menggunakan SPSS versi 20.0, kelas 3 MI digabungkan dengan kelas 4 MI karena tidak terdapat responden kelas 3 SD pada penelitian ini. Data lalu dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi penyakit kulit sebanyak 72% (laki-laki 58,3% dan perempuan 41,7%; kelas 4 50%, kelas 5 25,9%, dan kelas 6 24,1%). Melalui uji chi square, didapatkan perbedaan bermakna antara prevalensi penyakit kulit dengan jenis kelamin (p=0,026), namun tidak berbeda bermakna dengan tingkat pendidikan (p=0,848). Disimpulkan bahwa prevalensi penyakit kulit ada anak SD di Desa Taman Rahayu adalah 72% dan berhubungan dengan jenis kelamin, namun tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan.
ABSTRACT
Skin diseases often occurs in school-age children and can cause psychological problems that affect their concentrations in study. Because rarely cause death, skin diseases often neglected and trigger secondary infection that can progress to organ abnormalities. Gender and education level of the students in primary school (SD) are thought to be associated with the prevalence of skin diseases. This study aims to determine the association between prevalence of skin diseases with gender and education level of primary school students in Taman Rahayu Village, Bekasi. This cross-sectional study was conducted to grade 3-6 students (150 students) on April 25, 2012. Diagnosis was made based on anamnesis and dermatology examination. Data were processed by SPSS version 20.0 and analyzed using chi square test. The results showed that the prevalence of skin diseases was 72% (male 58.3% and female 41.7%; grade 4 students 50%, grade 5 students 25.9%, and grade 6 students 24.1%). Chi-square test showed significant difference between the prevalence of skin diseases with gender (p=0.026), but did not differ significantly with education level (p=0.848). In conclusion, the prevalence of skin diseases in primary school students in Taman Rahayu village was 72% and there were association between the prevalence of skin diseases with gender, but not associated to education level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>