Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurunissa Pratiwi Sekar Ayu
Abstrak :
Penyakit berbasis lingkungan adalah fenomena penyakit yang dikarenakan keterkaitan manusia dengan faktor lingkungan. 3 penyakit berbasis lingkungan yang diamati pada penelitian ini yaitu ISPA, diare dan penyakit kulit infeksi jamur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan masalah kesehatan yang dialami oleh narapidana, kondisi lingkungan serta penerapan perilaku bersih dan sehat serta keterkaitan antar variable di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang dengan jumlah responden 101 orang. Pengambilan data menggunakan teknik wawancara kuesioner. Hasil uji statistic diperoleh hasil,terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian ISPA dengan lama menjalani masa tahanan (OR = 2.51 95% CI: 1.10 – 5.72) dan terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian penyakit kulit infeksi jamur dengan kepadatan hunian (OR = 4.33 95% CI: 1.73 – 10.87). Peningkatan akan kesadaran PHBS dan kualitas lingkungan perlu dilakukan. ......Environmental based disease is a disease that occurs by the interaction of human body with environment factors. The 3 enviromental based diseases observed in this study are ARI, diarrhea and dermatophytosis on woman prisoners in Women Prison Jakarta. The purpose of thisstudy is to describing the health issue, application of clean and healthy living behavior and the environmental factors such as water quantity and quality, residential density and ventilation. This research is cross sectional study with 101 respondents. The data were collected by questionnary interview. The results of the statical analysis with significance alpha level=0.05 was obtained results, there is a significant association between ARI and detainee period (OR = 2.51 95% CI: 1.10 – 5.72) and there is a significant association between dermatophytosis and residential density (OR = 4.33 95% CI: 1.73 – 10.87). Improvement of application of clean and healthy living behavior and environment quality needs to be done.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efi Kurniatiningsih
Abstrak :
Konsentrasi PM2,5 dalam ruang mempengaruhi kesehatan apabila terhirup oleh manusia terutama pada kelompok rentan seperti balita. Balita yang tinggal dalam rumah dengan konsentrasi PM2.5 tidak memenuhi syarat memiliki risiko terhadap gejala ISPA. Penelitian ini dilakukan dengan studi cross sectional pada balita diwilayah kerja Puskesmas Mekarmukti yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 130 orang. Penentuan gejala ISPA pada balita berdasarkan hasil wawancara dan observasi menggunakan kuesioner sedangkan pengukuran konsentrasi PM2,5 dalam ruang menggunakan Haz dust EPAM 5000. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2,5 dengan gejala ISPA pada balita (8,47 ; 3,52-20,36). Faktor lain yang mempengaruhi adalah status merokok (1,38; 0,58-3,26), jenis kelamin (1,22; 0,58-2,55), status gizi (1,64; 0,56-4,84), suhu (2,48; 0,97-6,32) dan kelembaban (1,96; 0,89-4,34). Analisis multivariat menunjukkan bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan konsentrasi PM2,5 tidak memenuhi syarat memiliki risiko 15,71 kali mengalami gejala ISPA setelah dikontrol dengan variabel kelembaban dan pendapatan orang tua. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara konsentrasi PM2.5< dengan kejadian gejala ISPA pada balita. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian dan pencegahan terhadap efek PM2.5 dengan konseling kesehatan lingkungan dan peningkatan promosi kesehatan terkait faktor risiko gejala ISPA pada balita. ......The concentration of PM2.5 in space affects health when inhaled by humans, especially in vulnerable groups such as toddlers. Toddlers who live in homes with concentrations of PM2.5 do not meet the requirements have a risk for the ARI symptoms. This research was conducted with a cross-sectional study design on children under five in the working area of ​​the Mekarmukti Public Health Center that met the inclusion and exclusion criteria as many as 130. Determination of ARI symptoms in toddlers based on the results of interviews and observations using a questionnaire while measuring the concentration of PM2.5 in the room using Haz dust EPAM 5000. The analysis was carried out using multiple logistic regression. The results of the analysis showed a significant relationship between the concentration of PM2.5 with ARI symptoms in toddlers (8.47 ; 3.52-20, 36). Other influencing factors were smoking status (1.38; 0.58-3.26), gender (1.22; 0.58-2.55), nutritional status (1.64; 0.56-4, 84), temperature (2.48; 0.97-6.32) and humidity (1.96; 0.89-4.34). Multivariate analysis showed that toddlers living in homes with PM2.5 concentrations did not meet the requirements had a risk of 15.71 times experiencing ARI symptoms after controlling for humidity and parental income variabels. The conclusion of this study is that there is a significant relationship between PM2.5 concentration and the ARI symptoms in toddlers. Therefore, it is necessary to control and prevent the effects of PM2.5 with environmental health counseling and increased health promotion related to risk factors for ARI symptoms in toddlers.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Laela Sumbara
Abstrak :
ABSTRAK Pekerja peleburan logam berisiko terhadap dampak kesehatan akibat pajanan particulate matter (PM2,5). Tujuan dari penelitian ini untuk mengestimasi risiko akibat pajanan dari PM2,5 pada udara ambien di lingkungan kerja Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) Desa Kebasen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. Penelitian ini menggunakan data primer dengan responden sebanyak 42 pekerja dan 5 titik sampel udara menggunakan alat DustTrak II TSI. Metode yang digunakan adalah analisis risiko kesehatan lingkungan yang menghasilkan nilai intake perhari dan risk quotient (RQ) berdasarkan konsentrasi PM2,5, pola pajanan, dan berat badan. Responden pada penelitian ini memiliki nilai rata-rata berat badan sebesar 56,926 kg dan rata rata laju inhalasi 0,6017 mg/m3. Nilai median untuk waktu pajanan 8 jam/hari, median frekuensi pajanan 273,5 hari/tahun, dan median durasi pajanan real time 8,5 tahun. Beberapa pekerja mulai berisiko (RQ>1) di saat durasi pajanan real time dengan konsentrasi minimal sebesar 254 µg/m3. Manajemen risiko dilakukan dengan mengurangi waktu dan frekuensi pajanan.
ABSTRACT Metal smelting workers are at risk of health effects due to their exposure to particulate matter (PM2,5). The purpose of this study is to estimate the risk due exposure of PM2,5 in ambient air in the work environment of the Small Industrial Village (PIK) of Kebasen Village, Talang District, Tegal Regency. This study used primary data with 42 respondents and 5 air sample points by using the Dusttrak II TSI tool. The method used is an environmental health risk analysis that produces daily intake and risk quotient (RQ) values based on PM2,5 concentration, exposure patterns, and body weight. Respondents in this study had an average weight value of 56,926 kg and had an average inhalation rate of 0,6017 mg/m3. The median value for exposure time is 8 hours/day, the median frequency of exposure is 273,5 days/year, and the median duration of real-time exposure is 8,5 years. Some workers begin to be at risk (RQ>1) at the time of real time exposure with a minimum concentration of 254 µg/m3.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadifa Zikrina
Abstrak :
Penyakit diare di Kota Tegal, berdasarkan profil kesehatan Kota Tegal tahun 2016 setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku higiene masyarakat yang buruk salah satunya yaitu perilaku buang air besar sembarangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku buang air besar sembarangan dengan kejadian diare di Kota Tegal. Faktor lainnya yang diduga terkait dengan kejadian diare pada rumah tangga antara lain karakteristik yang meliputi usia, tingkat Pendidikan, tingkat ekonomi, dan sanitasi lingkungan yang meliputi kepemilikan jamban, ketersediaan sumber air, jarak Penampung akhir tinja ke sumber air, serta keberadaan vektor lalat. Uji statistik yang digunakan adalah Uji chi-square dan regresi logistik. Sebanyak 5,85% rumah tangga ditemukan masih berperilaku buang air besar sembarangan, dan 36,6% rumah tangga mengalami diare. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku buang air besar sembarangan dengan kejadian diare (p value=0,044). Selain itu, pada penelitian ini ditemukan faktor yang paling dominan yang dapat menyebabkan diare adalah usia, kepemilikan jamban, dan jarak penampung akhir tinja ke sumber air. ......Based on the Health Profile of Tegal City in 2016, diarrhea disease in Tegal, tends to increase every year. This is caused by the condition of environmental sanitation and poor hygiene behavior, one of which is the behaviour of open defecation. This study aims to determine the relationship between open defecation behaviour and the incidence of diarrhea in Tegal. Other factors that are thought to be related to the incidence of diarrhea in households include characteristics such as age, education level, economic level, and environmental sanitation which include latrine ownership, availability of water sources, distance of septic tank to the water sources, and the presence of fly as vector. The statistical test used was the chi-square test and logistic regression. As many as 5.85% of households were found to have open defecation, and 36.6% of households had diarrhea. The results showed that there was a significant relationship between open defecation behavior and the incidence of diarrhea (p value = 0.044). In this study, it was found that the most dominant factors that can cause diarrhea are age, ownership of a latrine, and the distance of septic tank to the water source.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welly Faruli
Abstrak :
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada balita. Selama tiga tahun berturut-turut menduduki urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Karawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi partikulat (PM10) udara dalam rumah dengan infeksi saluran pernafasan akut di wilayah kerja Puskesmas Karawang Kabupaten Karawang. PM10 diukur di ruangan balita sering tidur dan dilakukan satu kali di setiap rumah responden. Waktu pelaksanaan penelitian antara bulan Pebruari-Mei 2014. Rancangan penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 130 orang. Hasil analisis memperlihatkan bahwa 82,3% balita yang diteliti mengalami ISPA dan 83,1% balita tinggal di dalam rumah dengan konsentrasi PM10> 70 µg/m3. Risiko balita untuk mengalami ISPA adalah sebesar 1,44 kali pada balita denganPM10> 70 µg/m3; 2,39 kali pada balita dengan dinding rumah tidak memenuhi syarat; 2,29 kali balita dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat; 10,10 kali pada balita yang terdapat penderita ISPA serumah; dan 1,47 kali pada balita yang tidak mendapat imunisasi lengkap. ......Acute Respiratory Infection is one of the causes of morbidity and mortality in infants. For three consecutive years ranked first of the ten most diseases in PHC Falkirk. This study aims to determine the relationship between the concentrated of particulate matter (PM10) in the air with acute respiratory tract infections in Puskesmas Karawang, Karawang regency. PM10 was measured at room toddlers often sleep and performed once in each respondent's house. The timing of the study between the months of February-May 2014. This study designed using cross design sectional by sample size of 130 people. The results show that 82.3% of toddler were studied experienced ISPA and 83.1% of toddler living in homes with concentrations of PM10> 70 μg/m3. Toddler risk for experiencing ISPA is 1.44 times the toddler with a PM10> 70 μg/m3; 2.39 times the toddler with a wall of the house does not qualify; 2.29 times with a density the occupancy toddler does not qualify; 10.10 times in toddlers ISPA patients who are at home; and 1.47 times in toddler who do not get complete immunization.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Ratnasari
Abstrak :
Demam berdarah dengue (DBD) di Kulon Progo mengalami fluktuasi selama 10 tahun terakhir dan pada tahun 2013 insiden naik 3 kali lipat dari tahun 2012. Faktor iklim dipercaya mempengaruhi keberadaan jentik Aedes aegypti yang berpengaruh terhadap insiden DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi faktor iklim dan angka bebas jentik (ABJ) dan dengan kejadian DBD di Kabupaten Kulon Progo, DIY tahun 2008-2013. Hubungan suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, curah hujan, dan angka bebas jentik terhadap angka insiden DBD menggunakan studi ekologi time series dan dianalisis dengan uji korelasi. Data iklim bulanan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Propinsi D.I.Yogyakarta. Data ABJ dan insiden DBD diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitian menyatakan bahwa suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, dan curah hujan tidak memiliki korelasi dengan ABJ (p>0,05). Insiden DBD memiliki korelasi dengan kelembaban (r = 0,277 ; p = 0,032), lama penyinaran matahari (r = -0,355 ; p = 0,003), dan curah hujan (r = 0,335 ; p = 0,004), sementara variabel suhu, kecepatan angin, dan ABJ tidak terbukti memiliki korelasi dengan insiden DBD. Bebrapa faktor iklim memiliki korelasi terhadap munculnya insiden DBD di Kabupaten Kulon Progo.
Dengue in Kulon Progo have a fluctuation for past 10 years and in 2013 the incidence inceased up to three times higher than incidence in 2012. Climatic factors have well-defined roles in Aedes aegypti larval indices and dengue transmision. The aim of this study is to find out the correlation between climatic factors and larval indices, and with dengue incidence in Kulon Progo District year 2008-2013. The relationship between temperature, humidity, wind speed, sunshine duration, larval indices, and dengue incidence were studied using ecological time series study, and were analyzed by correlation test. Monthly reported climate data were obtained from the Meteorology, Climatology, and Geophysics Departement of Yogyakarta. Larval indices and monthly reported dengue incidences were obtained from the Health District Office of Kulon Progo. The result of this study showed that temperature, humidity, wind speed, sunshine duration and rainfall have no significant correlation with larval indices (p>0,05). Dengue incidence was significantly correlated with humidity (r = 0,277 ; p = 0,032), sunshine duration (r = -0,355 ; p = 0,003), and rainfall (r = 0,335 ; p = 0,004), furthermore, temperature, wind speed, and larval indices were found out to have no significant correlation with dengue incidences. Some of climatic factors have a correlation with the occurence of dengue incidences in Kulon Progo District.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55039
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efi Kurniatiningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Anak-anak merupakan kelompok umur yang memiliki risiko tinggi karena pencemaran particulate matter PM10. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk melihat hubungan asupan pajanan PM10 dengan gejala gangguan pernafasan pada anak sekolah dasar. Dalam penelitian ini variabel intake pajanan particulate matter, jenis kelamin, umur dan status gizi diteliti pengaruhnya terhadap gejala gangguan pernafasan. Disain studi yang digunakan adalah cross sectional, analisis data dilakukan dengan univariat dan bivariat terhadap 102 responden. Pengukuran PM10 dilakukan selama 1 jam pada 4 titik sampling telah menunjukkan bahwa konsentrasi PM10 telah melampaui baku mutu sebesar 120,25 μg/m3. Sebanyak 43,1% responden mengalami gejala gangguan pernafasan dan disimpulkan bahwa intake pajanan PM10 yang tinggi berhubungan signifikan dengan gejala gangguan pernafasan dengan peluang 3 kali dibanding responden dengan intake pajanan rendah (p value =0,009). Hubungan antara intake PM10 dan gejala gangguan pernafasan dipengaruhi juga oleh umur responden dengan p value 0,018.
ABSTRACT
Children are within high risk age group of particulate matter PM10 exposure. Therefore, a study needs to be conducted to see the correction of PM10 exposure intake with respiratory symptoms in elementary students age group. In this study, the intake of the PM10 exposure, the gender, the age and the nutritional status are examined to know their effects on the respiratory symptoms. The study design being used is cross sectional, with univariat and bivariat analysis on 102 respondents. The measurement of PM10 carried out in 1 hour at 4 sampling points has shown that the concentration of the PM10 has exceeded the standard quality of 120.25 μg/m3. A total of 43.1% respondents are experiencing respiratory symptoms and it is concluded that high exposure intake of PM10 is significantly associated with respiratory symptoms with higher chances a chance of 3 times compared to respondents with low exposure intake (p value = 0.009). The relationship between the exposure of PM10 and respiratory symptoms is also influenced by the age of the respondents with p value of 0,018
2015
S59264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eria Febriani
Abstrak :
Kecamatan Jatinegara merupakan salah satu wilayah dengan kasus diare tertinggi di Jakarta Timur. Prevalensi diare balita tahun 2014 sebesar 3.525 balita (9,65%). Air minum isi ulang yang terkontaminasi oleh Escherichia coli berisiko menyebabkan diare pada balita mengkonsumsinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keberadaan Escherichia coli pada depot air minum isi ulang dengan kejadian diare pada balita penggunanya di Kecamatan Jatinegara tahun 2014. Disain penelitian menggunakan studi Cross sectional. Hasil uji statistik Keberadaan Escherichia coli pada depot air minum isi nilai p= 0,035: OR =2,360, tingkat pendidikan ibu nilai p =0,030; OR= 2,417, perilaku cuci tangan ibu nilai p= 0,045;OR= 2,222. Kesimpulan ada hubungan signifikan antara Escherichia coli pada depot air minum isi ulang, pendidikan ibu, perilaku cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan Jatinegara tahun 2015. ...... Jatinegara Sub District is an area with the highest incidence of diarrhea in East Jakarta. Diarrhea prevalence on toddler in 2014 is 3525 (9,65%). Drinking water refill that have been contaminated Eschericia coli risk to cause diarrhea to toddler who consume it. The goal of this research is to identify relationship between Eschericia coli presence in drinking water refill and incidence of diarrhea on toddlers in Jatinegara Sub District in 2015. Design used of this research is cross sectional. Result of the research show that Eshericia coli in drinking water refill depot is p = 0,035; OR= 2,360, education level of mothers p=0,030; OR = 2,417, mother hand washing behaviour p=0,045; OR= 2,222. The conclusion of the research shows that there is significant relationship between Eschericia coli presence in drinking water refill depot, mother education level, mother hand washing behavior and incidence of diarrhea on toddlers in Jatinegara district in 2015.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Visityari Dwi Suryani
Abstrak :
Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada mayarakat yaitu tekanan darah tinggi. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitas kebisingan dengan tekanan darah tinggi pada masyarakat sekitar bandara di kelurahan Makasar, Jakarta Timur. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengukuran kebisingan menggunakan Sound Level Meter, dilakukan pada dua titik di rumah warga. Tekanan darah warga diketahui berdasarkan pengukuran tekanan darah menggunakan Digital Blood Pressure Monitor Automatic. Informasi mengenai karakteristik individu dan gaya hidup juga diamati pada penetitian ini. Hasil pengukuran kebisingan pada rumah 1 sebesar 64,89 WECPNL dan di Rumah 2 sebesar 75,1 WECPNL telah melebihi batas intensitas kebisingan. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan untuk intensitas kebisingan (Leq 24 jam) dengan tekanan darah tinggi (p < 0,05). Hasil yang signifikan dengan tekanan darah tinggi pada variabel kerakteristik responden ditunjukkan pada jenis kelamin (p=0,045) dan umur (p=0,021). Sedangkan pada variabel gaya hidup tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan tekanan darah tinggi. Masyarakat disarankan untuk menanam tumbuhan di sekitar rumah dan tidak membangun rumah tingkat untuk mengurangi paparan kebisingan.
Noise is one of the environmental health problems that can cause health problems in society, namely high blood pressure. The main objective of this study was to determine the relationship between the level of noise with high blood pressure in the society around the airport in Makassar sub-district, East Jakarta. This study used cross sectional design. Noise measurement using Sound Level Meter, performed at two points at house. Blood pressure of the people is known based blood pressure measurement using Digital Blood Pressure Wrist Monitor. Information about individual characteristics and lifestyle are also observed in this study. Noise measurement results at first house is 64.89 WECPNL and at second house is 75.1 WECPNL which have exceeded the noise level. The analysis showed that was a significant relationship for the noise level (Leq 24 hours) with high blood pressure (p< 0.000). Significant results with high blood pressure in the characteristics variable respondents indicated on gender (p = 0.045) and age (p = 0.021), while the lifestyle variable did not have any significant association with high blood pressure. People are advised to plant vegetation around the house and do not build terraced house to reduce the level of noise exposure.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S61110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septianita Susanti
Abstrak :
ABSTRAK
Obesitas disebabkan oleh multifaktor, maka dibutuhkan penanganan pencegahan yang tepat dengan pendekatan multidisiplin. Penyebab obesitas salah satunya adalah faktor kurangnya aktivitas fisik. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berperan sebagai penunjang aktivitas fisik sebagai upaya pencegahan obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan RTH dengan obesitas di wilayah tersebut tahun 2015. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 216 orang. Populasi penelitian adalah masyarakat Kota Bogor yang berumur >18 tahun, bermukim minimal 1 tahun, dan melakukan aktivitas olahraga di area RTH. Data primer didapat dengan mengukur nilai Indeks Masa Tubuh (IMT), wawancara dan observasi area RTH. Frekuensi kunjungan RTH memiliki nilai OR 4,4 yang terbesar diantara seluruh variabel independen. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel aktivitas fisik memiliki nilai OR 3,6 paling besar diantara variabel pendidikan dan frekuensi kunjungan RTH. Semakin terawat kondisi RTH akan menambah frekuensi kunjungan masyarakat ke area RTH untuk melakukan aktivitas fisik (berolahraga) sebagai upaya pencegahan obesitas.
ABSTRACT
Obesity caused by multifactor,it takes the handling of appropriate precautionary with approaching of multidiscipline. One of the causes of obesity is the lack of physical activity. Open green space as supporting physical activity to prevent obesity. This research aimed to figure out the association between open green space and obesity in this area in 2015. Data analysis used cross sectional with total samples 216 respondents. Respondents will be recruited from people who lived in Bogor city, and will be selected based on the people age more than 18 years old and stayed at least one year and doing excercise. Data will include Body Mass Indeks (BMI) variable, interviewed by questionnaires, and green space observation. The frequency of visits in green space has a largest OR values 4,4 among other independent variables. Logistic regression analysis have shown there were physical activity has a largest OR value 3,6 among other variables. Well preserved condition of green space will increase the frequency of community to visits green space to do physical activity (exercise) as an obesity prevention efforts.
2015
S59475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>