Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donny Kristanto Mulyantoro
"Kekurangan gizi pada awal kehidupan (1000 hari pertama) terutama masa prenatal akan memberikan multiple effect yang bersifat irreversible yaitu hambatan pertumbuhan linier yang direpresentasikan oleh pendek, pertumbuhan dan perkembangan organ termasuk pancreas yang direpresentasikan oleh diabetes mellitus dan tumbuh kembang otak yang direpresentasikan oleh kemampuan kognitif. Tingginya pendek pada populasi dewasa dan tingginya penyakit diabates mellitus di perkotaan berdasarkan survei Riskesdas 2007 mengindikasikan bahwa gangguan pertumbuhan linier dan perkembangan organ terjadi secara parallel.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai apakah pendek usia dewasa mewakili stunting awal kehidupan dalam menjelaskan risiko penyakit diabetes mellitus usia dewasa.
Penelitian ini memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dengan disain cross sectional yang mewakili daerah perkotaan di 33 propinsi di Indonesia. Subyek penelitian adalah 12.639 laki-laki dan perempuan berumur 20 - 49 tahun. Penyakit diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan kadar gula darah puasa 2 jam post prandial sedangkan hambatan pertumbuhan linier awal kehidupan diukur dengan pencapaian tinggi badan (pendek) di usia dewasa.
Analisis dilakukan 2 level yaitu : (1) melakukan uji bivariat, stratifikasi, multivariat pada kondisi saat ini (subyek dewasa). (2) Melakukan analisis risiko kekurangan gizi awal kehidupan terhadap penyakit diabetes mellitus menggunakan teori dan bukti ilmiah hasil penelitian sebelumnya. Data yang digunakan dalam analisis penelitian ini cukup memadai yang ditunjukkan dengan konsistensi antar variabel dan konsisten dengan hasil penelitian lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi diabetes mellitus sebesar 3,8% dan proporsi pendek sebesar 37,7%. Pendek usia dewasa pada IMT<23 merupakan faktor risiko penyakit diabetes mellitus OR adjusted 1,52 (CI 95% : 1.08-2.12). Bertambahnya umur meningkatkan risiko terkena penyakit diabetes mellitus dengan OR 3,05 (CI 95% : 1,82-5,09) pada umur 30-39 tahun dan OR 7,58 (CI 95% : 4,69-12,27) pada umur 40-49 tahun. Keluarga kaya mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita diabetes mellitus dengan OR 1.90 (CI 95% : 1.36-2.66). Minum minuman berkafein ≥1 x/hr dapat mencegah penyakit diabetes mellitus dengan OR 0,48 (CI 95% : 0,33-0,71).
Kesimpulan penelitian ini adalah pendek usia dewasa pada kelompok IMT < 23 merupakan faktor risiko penyakit diabetes mellitus.

Malnutrition in early life (1000 first day), especially during pregnancy would cause multiple effect which were irreversible, such as obstruction in linear growth were represented by short stature, growth and development of organs, including the pancreas represented by diabetes mellitus, and brain growth is represented by deficiency in cognitive abilities. The high prevalence of short stature in adult and the high prevalence of diabetes mellitus disease in urban population based on Riskesdas 2007 survey data indicated that disruption of linear growth and organ development occured in parallel.
The purpose of this study was to assess whether short stature in adulthood represent stunting in their early life, in order to explain the risk of diabetes mellitus in adult. This study was utilized data from Indonesian Basic Health Research 2007 with a cross-sectional design representing urban areas in 33 provinces in Indonesia. Subjects were 12,639 men and women aged 20-49 years. Diabetes mellitus was diagnosed based on fasting blood glucose levels, 2 hours post prandial, while linear growth retardation in early life is measured by the attainment of height (short stature) in adulthood. Analysis was done in 2 levels:
(1) Worked on bivariate, stratified, multivariate testing on current conditions (adult subjects). (2) Performed a risk analysis of malnutrition in early life towards diabetes mellitus disease using theories and scientific evidence based on previous researches. The data used in this analysis were sufficient, indicated by consistency between variables and consistency with the results of other related studies.
Results of this study showed that the proportion of diabetes mellitus was 3.8% and the proportion of short stature was 37.7%. Short stature in adults with BMI <23 was a risk factor for diabetes mellitus with adjusted OR of 1.52 (CI 95%: 1:08-2:12). Increasing age increased the risk of diabetes mellitus with 3.05 OR (95% CI: 1.82 to 5.09) at the age 30-39 years and 7.58 OR (95% CI: 4.69 to 12.27) at the age of 40-49 years. Wealthier families have a higher risk of developing diabetes mellitus with OR 1.90 (95% CI: 1.36-.66). Drinking caffeinated beverages ≥1 x / day could prevent diabetes mellitus with OR 0.48 (95% CI: 0.33 to 0.71).
Conclusion of this study was short stature in adult with BMI <23 was a risk factor for diabetes mellitus."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D1444
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Triwinarto
"Masa 1000 hari pertama kehidupan terutama pada masa prenatal merupakan masa terjadinya perkembangan sel-sel otak, pertumbuhan linier, dan pembentukan organ yang terjadi secara paralel dan berlanjut sampai umur 2 tahun. Akibat jangka panjang dapat menurunkan fungsi kognitif, risiko stunting, dan risiko menderita penyakit kronis, seperti hipertensi. Bukti beberapa penelitian menunjukkan gangguan pertumbuhan pada masa prenatal memberikan retained effect pada periode umur selanjutnya yaitu sejak bayi sampai dewasa, sehingga pada penelitian ini menggunakan tinggi badan usia dewasa sebagai indikator proxy untuk memprediksi adanya gangguan pertumbuhan pada masa dini kehidupan. Di Indonesia, ada indikasi tingginya prevalensi stunting pada anak balita, anak usia sekolah dan usia dewasa berkaitan dengan tingginya prevalensi hipertensi, termasuk pada kelompok miskin.
Tujuan penelitian ini ingin membuktikan apakah tinggi badan dewasa dapat digunakan sebagai indikator proxy adanya gangguan pertumbuhan pada masa dini kehidupan dan paralel dengan kejadian hipertensi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data Riskesdas, 2007 dengan desain kros-seksional melibatkan 481.489 subyek, umur 20-60 tahun, menggunakan alat pengukur tekanan darah digital omron A2 dan alat ukur tinggi badan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. Hasil penelitian tidak terbukti ada hubungan antara tinggi badan dengan hipertensi dengan OR= 0,981 (95% CI: 0,955-1,008) setelah dikontrol oleh faktor konfounding potensial seperti umur, kegemukan, obesitas sentral, dan lama merokok. Oleh karena itu, tinggi badan dewasa di Indonesia tidak dapat digunakan untuk memprediksi risiko hipertensi. Perlu penelitian lebih lanjut dengan desain kohor untuk membuktikan apakah tingginya masalah gangguan pertumbuhan di Indonesia yang ditunjukkan dengan tingginya prevalensi stunting terjadi secara paralel dengan peningkatan risiko hipertensi.

The first period of 1000 days, especially during prenatal life is a period of the development of brain cells, linear growth, and organ formation occurs in parallel and continued until the age of 2 years. Long-term consequences can decrease cognitive function, risk of stunting, and the risk of chronic diseases, such as hypertension. Evidence showed some growth retardation during prenatal give effect retained in subsequent age period, since the period of infancy to adult so in this study using a high body adult age as a proxy indicator for predicting growth retardation in the early life. In Indonesia, there is an indication of the high prevalence of stunting in children under five, children of school age and adulthood is associated with high prevalence of hypertension, including in the poor.
The purpose of this study to prove whether adult height can be used as a proxy indicator of growth retardation during the early and parallel to the incidence of hypertension in Indonesia. This study uses data Riskesdas, 2007 with crosssectional design, involving 481.489 subjects, aged between 20-60 years, using a digital blood pressure meter omron A2 and using microtoise the nearest 0.1 cm to measure adult height by trained health personnel. The results showed that short stature was not associated with hypertension with OR= 0,981 (95% CI: 0,955-1,008) after potential konfounding controlled by factors such as obesity, central obesity, and age. Therefore, adult height in Indonesia can not be used as a proxy indicator of the risk of hypertension. Need further research to design kohor to prove whether high growth retardation in Indonesia as shown by the high prevalence of stunting occurs in parallel with an increased risk of hypertension."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D1414
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Ade Ari Wiradnyani
"LATAR BELAKANG. Prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi. Di lain pihak, pemerintah telah menjalankan program nasional gizi ibu dan anak pada 1000 hari pertama kehidupan/HPK anak yang merupakan periode emas untuk mencegah/menurunkan kejadian stunting.Studi menunjukkan bahwa untuk mendapatkan dampak yang diharapkan,diperlukan kepatuhan ibu menjalankan rekomendasi program gizi tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengukur faktor yang berhubungan dengan praktek ibu dalam menjalankan rekomendasi program gizi nasional pada 1000 HPK, serta hubungannya dengan prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan.
METODE. Studi ini menganalisis data sekunder dari Survei Nasional (SDKI 2002, 2007 dan 2012, dan Riskesdas 2010) dan pendekatan kualitatif untuk melengkapi hasil analisisagar mendapat gambaran yang utuh tentang faktor yang berhubungan dengan praktek ibu tersebut. Program gizi nasional yang diukur adalah suplementasi tablet besi-folat/TBF, pemberian ASI lanjutan, pemberian makanan pendamping ASI/MP-ASI, dan suplementasi kapsul vitamin A.
HASIL. Kepatuhan ibu menjalankan program sebagai komposit program tidak berhubungan secara bermakna dengan resiko stunting pada anak. Namun, analisis program secara individu menunjukkan bahwa kepatuhan minum TBFberhubungan bermakna dengan risiko severestunting, dan praktik MP-ASI berhubungan dengan risiko stunting pada anak usia 6-11 bulan. Pada keluarga dengan ekonomi rendah, anak yang masih menerima ASI memiliki risiko stunting yang lebih tinggi dibandingkan pada anak yang sudah disapih. Hal ini berhubungan dengan MP-ASI yang lebih buruk pada anak yang masih menyusu. Faktor lain yang berhubungan dengan risiko stunting adalah tinggi badan ibu, berat lahir serta jenis kelamin dan umur anak.Paparan informasi serta dukungan suami/keluarga berhubungan secara bermakna dengan praktek ibu. Ditemukan empat mispersepsi yang umum pada ibu, yaitu TBF dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, TBF lebih untuk pengobatan daripada pencegahan, ASI dapat menggantikan kebutuhan energi dan zat gizi anak yang seharusnya diperoleh dari MP-ASI, serta makanan lunak untuk anak usia 6-8 bulan yg baik adalah bubur susu siap saji.
KESIMPULAN. Kepatuhan ibu pada program prenatal, serta faktor sebelum dan selama kehamilan berhubungan dengan resiko stunting pada anak. Hal ini menekankan kembali pentingnya status gizi wanita sebelum dan selama hamil. Paparan informasi dan dukungan suami/keluarga sangat berperan dalam praktek ibu. Memaksimalkan kunjungan antenatal dan pemantauan pertumbuhan balita sebagai media untuk memberi ibu paparan informasi menjadi sangat penting. Memberdayakan bidan dan kader Posyandu adalah keharusan. Pendekatan ibu-ayah diusulkan sebagai salah satu cara karena diharapkan dapat memberi hasil yang lebih baik dibandingkan pendekatan pada ibu sebagai satu-satunya target program gizi ibu dan anak.

BACKGROUND. Stunting in Indonesia remains highly prevalent despite the availability of national maternal and child nutrition/MCN programs for the period known to be window of opportunity for stunting prevention/reduction, i.e. the first 1000 days of child's life. Studies confirm that good adherence towards the program recommendations is required to ensure the program's impact. The study aims to assess factors associated with adherence of mothers towards national MCN programs within the first 1000 days of child's life and its association with prevalence of stunting among children aged 6-23 months.
METHODS. The study analyzed national surveys data (Indonesian DHS 2002, 2007 and 2012 and Riskesdas 2010), complemented witha qualitative approach exploring factors associated with the mother's adherence in order to provide the more complete pictures. The MCN programs cover iron-folic acid supplementation/IFAS, continued breastfeeding, complementary feeding/CF practices, and vitamin A capsule supplementation.
RESULTS. Adherence towards MCN programs as a composite program is not associated with risk of stunting in children. However,good adherence towards IFAS program is associated with significant lower risk of severe stunting.The CF practices shows significant association with risk of stunting in 6-11 months old children. On the contrary, risk of stunting of children from poor family was higher among breastfed than non-breastfed ones, which was associated with their poorerCF practices. Other predictors of stunting were maternal height, child's birthweight, sex and age. Good exposures towards information and support from husband/family were associated with good mother's adherence towards the MCN program. Four misleading perceptions were revealed from the qualitative study, i.e. IFA tablets may cause high blood pressure,IFAS was more for curative than preventive, breastmilk can substitute energy and nutrient needs for the children that should be obtained from foods, and instant baby milk porridges were referred as most appropriate 'soft food' for 6-8 months old children.
CONCLUSION. Adherence towards prenatal program, maternal height and child's birthweight were significant predictors of child stunting. It reinforces the needs to put good nutrition of women before and during pregnancy as priority. Good CF practices have to be emphasized more, especially during the transition period. Exposure towards information and support from husband were significant factors of the mother's adherence. Making optimal use of ANC and posyandu visit to expose mothers with information is highly crucial. Thus, empowering midwife andposyandu cadres is a must.Mother-father based approach is proposed to be more beneficial rather than mothers as single target of the MCN programs for pregnancy and child care."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr Dhian Probhoyekti Dipo
"ABSTRAK
Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Ibu hamil sudahditetapkan sejak tahun 1992, dengan kegiatan utama pemberian Tablet TambahDarah TTD selama hamil. Pemberian TTD dilakukan di fasilitas kesehatantermasuk Puskesmas dan jaringannya. Cakupan pemberian TTD secara nasionaldilaporkan meningkat dari 68,7 pada tahun 2009 menjadi 85,1 tahun 2014tetapi prevalensi anemia pada ibu hamil tidak banyak beranjak, masih berkisarantara 37-40 . Situasi ini mengundang kebutuhan asesmen mencari rangkaianpenyebab masih tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil.Penelitian ini merupakan penelitian operasional menilai pengembangan danaplikasi sistem informasi online ndash; SI-CANTIK ndash; dalam menguatkan fungsiasesmen program penanggulangan anemia pada ibu hamil. Pengembangan sisteminformasi termasuk proses penentuan data serta sistem pengumpulan danpelaporan data melibatkan para penanggungjawab program di semua tingkatanmanajemen program, sampai fasilitas layanan. Data mencakup informasi tentangketersediaan TTD, jumlah sasaran ibu hamil dan jumlah ibu hamil yang periksadarah Hb menurut usia kehamilan. SI-CANTIK diterapkan pada semuapuskesmas dan jaringannya di Kabupaten Muara Jambi Provinsi Jambi dan KotaSukabumi Provinsi Jawa Barat. Pencatatan data secara elektonik dan pelaporandata dari fasilitas layanan ke pusat manajemen melalui SMS Short MessageSystem . Penyajian data di semua tingkatan program dapat dilakukan setiap waktudilengkapi dengan sensor kesalahan data ndash; ketersediaan TTD, jumlah ibu hamildan pemeriksaan Hb.Hasil penelitian menunjukkan aplikasi SI-CANTIK berjalan lancar danmenguatkan secara nyata fungsi asesmen program penanggulangan anemia padaibu hamil. Aplikasi SI-CANTIK tidak membebani dan justru mengurangi bebanpetugas kesehatan dalam melakukan pencatatan dan pelaporan data. Penguatanfungsi asesmen terlihat melalui peningkatan kemampuan program menyediakandan memudahkan akses data tepat waktu yang relevan di tingkat manajemen danlayanan program, dan peningkatan penggunaan data dalam pengembangankebijakan dan manajemen program layanan. Penyajian data yang dilengkapidengan sistem sensor membuat program mampu mendeteksi dan memperbaikikesalahan data, dan dengan demikian mendorong peningkatan kualitas data.Aplikasi SI-CANTIK juga mendorong komunikasi, koordinasi dan integrasiberbagai program yang terkait dengan upaya penanggulangan anemia pada ibuhamil.Kata Kunci: fungsi asesmen program, sistem informasi online, pemberian TTD,data tepat waktu, sistem sensoring data

ABSTRACT
Name Rr. Dhian Probhoyekti DipoStudy Program Doctoral Program of Public HealthTitle Strengthen the Assesment Function in Health Program Online of Information System ndash SI CANTIK ndash Controlling Anemia Program in Pregnant MotherControlling of Anemia in Pregnant Mother Policy is assigned since 1992, which isprovided Iron Folic Acid IFA tablets in pregnancy period. The providing IFA isconducted in Puskesmas and its networking. Trend of the coverage is increasedsince 2009 to 2014 that are 68,7 to 85,1 . However, the increasing is not inlineto the anemia prevalence, which is stagnant around 37 40 . The situation is leadto seeking the path of the causes as the high of anemia prevalence.The study is included in operational research to assess the development andapplied online system information ndash SI CANTIK ndash in strengthening assessmentfunction of Program to Control Anemia in Pregnant Mother. The development ofinformation system are started by determining the data, system collecting andreporting, which contributed by stakeholder in all stages of management program.The data that covered information about availability of IFA tables, target ofpregnant mother and pregnant mother who received hemoglobin Hb blood testas gestation. SI CANTIK is applied to all Puskesmas in Muara Jambi District andSukabumi City. Recording the data is done by electronic and reporting isconducted from Puskesmas and its networking to management centre throughSMS Short Messaging System . Data is presented in all stages of programs, andcould be accessed anytime that completed by error censoring availability of IFAtables, target of pregnant mother and Hb blood test.The result showed that SI CANTIK application is piloted adequately, and in factstrengthening the assessment function of Program to Control Anemia in PregnantMother. SI CANTIK application makes the reporting and recording data is easierthan before. The strengthening assessment function has seen increasing ofcapability program to provide and access data on time in service and managementstages, and improving of using data in development of policy and managementprogram. The data presentation is equipped by censoring system to detect theerror data and restore the data, then drive the manager to improve the quality ofprogram. SI CANTIK application is to motivate communication, coordination andintegration among programs related controlling anemia in pregnant mother.Keywords assessment function of program, online information system, providingIFA, real time data, data censoring system"
2016
D2241
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muldiasman
"Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas di Provinsi Jambi tahun 2013 menunjukkan tingginya prevalensi stunting sebesar 37,9 . Hal ini dapat mengindikasikan risiko rendahnya kualitas sumber daya manusia dimasa yang akan datang. Dipihak lain kunjungan posyandu di Provinsi Jambi sangat rendah yaitu sebesar 25 . Kegiatan posyandu seharusnya merupakan kegiatan monitoring pertumbuhan anak, kegiatan promosi kesehatan, pencegahan dini penyakit infeksi seperti imunisasi, dan pemberian suplementasi vitamin A. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi kunjungan posyandu dengan stunting pada anak 6-59 bulan di Provinsi Jambi. Desain studi ini adalah cross sectional, sebanyak 2502 anak 6-59 bulan diambil sebagai sampel dari hasil pemantauan status gizi. Untuk mengetahui alasan rendahnya kunjungan posyandu maka dilakukan penelitian kualitatif di 2 kabupaten dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Hasil penelitian menunjukkan satu dari empat 27.5 anak 6-59 bulan adalah stunting. Hasil analisis logistik ganda menunjukkan bahwa frekuensi kunjungan posyandu tidak berhubungan dengan kejadian stunting. Tidak bermaknanya frekuensi kunjungan posyandu dengan stunting mengindikasikan bahwa program yang dijalankan posyandu belum efektif dalam mencegah stunting. Perhatian terhadap pengetahuan kader, keterampilan kader, pengetahuan ibu, sarana dan prasarana serta dukungan stakeholder menjadi prioritas untuk meningkatkan jalannya fungsi pemantauan pertumbuhan, promosi dan rujukan di posyandu sehingga efektif mencegah stunting.

Research in Jambi Province at 2013 showed a high prevalence of stunting by 37.9 . This may indicate the risk of low quality of human resources. On the other hand, the visit of posyandu in Jambi Province was very low at 25 . Posyandu activities should be a monitoring activity of child growth, health promotion activities, early prevention of infectious diseases such as immunization, and supplementation of vitamin A. This study aims to determine the association of posyandu child visits 6-59 months frequency with stunting in Jambi Province. A total of 2502 children from 6 to 59 months eligible were sampled from nutritional status monitoring. To know the reason for the low of posyandu visit, qualitative research was conducted in 2 districts. The results showed one of four 27.5 children 6-59 months was stunting. The result of binary logistic analysis shows that the frequency of posyandu visit is not associated with stunting. Its indicates that programs run by posyandu have not been effective in preventing stunting. Attention to cadre knowledge, cadre skills, mother knowledge, facilities and infrastructure, stakeholder support is a priority to improve the function of growth monitoring, promotion and referral in posyandu so as to effectively prevent stunting."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
D2480
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mery Ramadani
"Rokok merupakan masalah global dan menjadi ancaman serius bagi kesehatan ibu hamil dan janin. Studi kohor prospektif ini, dilakukan untuk menilai pengaruh pajanan pasif asap rokok ibu hamil terhadap gangguan pertumbuhan janin. Melibatkan 128 ibu hamil trimester 3, hamil janin tunggal, tidak memiliki riwayat penyakit kronis, bukan perokok aktif, bukan mantan perokok, dan bersedia terlibat dalam penelitian. Penilaian pajanan asap rokok ibu berdasarkan pemeriksaan nikotin darah tali pusat (cut off ≥1ng/ml). Pengukuran menggunakan nikotin plasma adalah metode yang paling akurat karena dapat mengukur kondisi sebenarnya dan membantu mengurangi misklasifikasi. Gangguan pertumbuhan janin dinilai dengan pengukuran berat lahir, panjang lahir, lingkar kepala, dan berat plasenta. Pengukuran dilakukan segera setelah lahir untuk menjamin ketepatan pengukuran. Analisis uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan rata rata ukuran gangguan pertumbuhan janin antara kelompok ibu terpajan asap rokok dan tidak terpajan asap rokok. Analisis regresi linier untuk melihat pengaruh pajanan asap rokok terhadap berat lahir, panjang lahir, lingkar kepala dan berat plasenta dengan memperhatikan variabel pengganggu seperti penambahan berat badan ibu selama hamil, BMI ibu, paritas ibu, usia dan kadar hemoglobin ibu. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar nikotin tali pusat sebesar 1,3±2,5 ng/ml. Berat lahir dan berat plasenta bayi dari ibu yang mendapat pajanan asap rokok lebih rendah dibandingkan ibu yang tidak mendapat pajanan asap rokok. Pajanan asap rokok secara signifikan mengurangi berat lahir bayi sebesar 205,6 gram (pvalue = 0,005) dan berat plasenta sebesar 51 gram (p value=0,010).

This cohort study examined the effect of secondhand smoke exposure in pregnant women on fetal growth restriction. The study recruited 128 pregnant women in the third trimester pregnancy, single pregnancy, no chronic illness, non-active smokers, non-exsmokers, and who were willing to participate in the study. Pregnant women with the secondhand smoke exposure referred to those with the umbilical cord blood nicotine level of 1ng/ml or higher. Fetal growth disorder was assessed according to the newborn weight, length, head circumference, and palcental weight measured immediately after birth. The independent t-test analysis was used to determine the difference in average size of fetal growth between two groups of pregnant women: exposed and the notexposed to the secondhand smoke. A multiple linear regression analysis was employed to find out the effect of secondhand smoke exposure on birth weight, length, head circumference, and palcental weight controlling for the birth size confounders including weight gain during pregnancy, body mass index, parity, maternal age, and maternal hemoglobin. The study found that mean of nicotine in umbilical cord blood was 1.3±2.5 ng/ml, the birth weight and the placental weight of infants were lower among mothers who exposed than among mothers who did not expose to the secondhand smoke. Exposed to the secondhand smoke reduced the birth weight by 205.6 grams (p value = 0.005) and placental weight by 51 grams (p value=0.010). "
Depok: Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Fentiana
"Stunting anak 0-23 bulan di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor langsung dan tidak langsung.  Penelitian menggunakan data Riset Kesehatan Dasar, Survey Sosial Ekonomi Nasional dan Produk Domestik Regional Bruto per kapita tahun 2018 dengan pendekatan potong lintang bertujuan mengetahui model jalur hubungan langsung dan tidak langsung berbagai faktor risiko stunting dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota.  Pengolahan data sekunder dilakukan pada Januari-April 2022. Sampel adalah 106 kabupaten/kota prevalensi stunting <20% dan 403 kabupaten/kota prevalensi stunting ≥20% (20%-<30%, 30%-40% dan >40%) yang diagregratkan pada tingkat kabupaten/kota dari 32.095 data individu anak usia 0-23 bulan yang diukur panjang badannya. Pemodelan menggunakan analisis jalur. Model jalur pencegahan risiko stunting memperlihatkan akses terhadap makanan (r=-0,31) dan pemeriksaan kehamilan (r=-0,29) berhubungan langsung dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting <20%. Keluarga Berencana (r=-0,15), pemeriksaan kehamilan (r=-0,13) dan cuci tangan pakai sabun (r=-0,11) berhubungan langsung dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting ≥20%. Tablet tambah darah ibu hamil (r=-0,02) dan inisiasi menyusu dini (r=-0,03) berhubungan tidak langsung melalui ASI eksklusif dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting 20%-<30%. ASI eksklusif (r=-0,15) berhubungan langsung dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting 20%-<30%. Cuci tangan pakai sabun berhubungan signifikan langsung dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting 30%-40% (r=-0,22) dan >40% (r=-0,45). Model jalur menyimpulkan bahwa kabupaten/kota dapat memainkan peran penting dalam upaya pencegahan risiko stunting dengan memodifikasi sejumlah faktor risiko terutama pada keluarga anak 0-23 bulan.

Stunting in children 0-23 months in Indonesia is a public health problem caused by various direct and indirect factors. This study uses data from Basic Health Research, National Socio-Economic Survey and Gross Regional Domestic Product per capita in 2018 with a cross-sectional approach. Secondary data processing was carried out in January-April 2022. The samples were 106 districts/cities with stunting prevalence <20% and 403 districts/cities with stunting prevalence 20% (20%-<30%, 30%-40% and >40%) Aggregated at the district/city level from 32,095 individual data for children aged 0-23 months, whose body length was measured. The modeling uses path analysis. The stunting risk prevention pathway model shows that access to food (r=-0.31) and prenatal care (r=-0.29) is directly related to the prevalence of stunting at the district/city level in districts/cities with stunting prevalence <20%. Family planning (r=-0.15), pregnancy check-ups (r=-0.13) and hand washing with soap (r=-0.11) were directly related to the prevalence of stunting at the district/city level in districts/cities stunting prevalence 20 %. Blood supplement tablets for pregnant women (r=-0.02) and early initiation of breastfeeding (r=-0.03) were indirectly related through exclusive breastfeeding with the prevalence of stunting at the district/city level in districts/cities stunting prevalence of 20%-<30% . Exclusive breastfeeding (r=-0.15) was directly related to the prevalence of stunting at the district/city level in the district/city stunting prevalence of 20%-<30%. Hand washing with soap is directly related to stunting prevalence at district/city level in districts/cities, stunting prevalence is 30%-40% (r=-0.22) and >40% (r=-0.45). The pathway model concludes that districts/cities can play an important role in preventing stunting risk by modifying a number of risk factors, especially in families of children 0-23 months."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Anie Indriastuti
"Anemia is the main micronutrient deficiency problem among adolescent school girls in Indonesia. Anemia due to iron deficiency often coexists with zine deficiency. Iron and zinc have anlagonistic interaction. Therefore, it was appropriate ratio of iron-zinc supplementation.
Objective
The study was aimed to investigate the different ratios of iron-zinc supplementation Fe: Zn = 2: 1 and Fe: Zn = 4: 1 on improving the iron and zinc status and eventually reduction of the morbidity of anemic adolescent school girls compared to iron supplementation alone.
Methodology
A randomized, double blind community trial was conducted among anemic adolescent school girls (10-12 years old). Selection of subjects was conduted in two steps. Firstly, 238 girls (out of 1358 girls), with hemoglobin concentration level < 115 g/L using Hemocue were recruited and given antihelminthic drug (500 mg mebendazole as a single dose). Secondly, those who had hemoglobin concentration < 120 g/L using Cell Dyn from venous blood one week after deworming (n+133) were enrolled into the study.
The 133 subjects were assigned randomly to one of the three groups for daily iron-zinc supplementation for 12 weeks with: Group 1 (n=45): iron (60 mg/day), Group 2 (n=45): iron and zinc (30 mg and 15 mg/day) or group 3 (n=43): iron and zinc (60 mg and 15 mg/day).Supplement intake was supervised at base line, weight and height were measured and the available iron and zinc intake from diet was estimated using a model modified from WHO/FAO and Murphy, based on the data 24-hour Food Recall and Food Frequency Questionnare. Iron (hemoglobin/Hb, serum ferritin/SF, serum transferrin receptor/TfR, zinc protoporphyrin/ZPP, Mean Corpuscular Volume/MCV, Red-cell Distribution Width/RDW, body iron/BI) and zinc (serum zinc/SZ) status and supplementation. Morbidity status of diarrhea and Acule Respiratory Infection (ARI) were recorded weekly. The phagocytes cell and Cell-Mediated Immunity were measured only for 50% of the subjects.
Results and Discussion
By the end of the supplementation, most indicators of iron status were increased significantly in all subjects both they took iron supplementation with or without zinc, and the proportion of iron deficiency anemia reduced. Iron supplementation alone or iron-zinc improved zinc status. The proportion of zinc deficiency was sinificantly reduced only among subjects who took iron-zinc supplementation with the ratio of Fe: Zn =2: 1. which was significantly lower compared to the other two groups at the end of supplementation. In iron/zinc 2 : 1 group, no subject had iron deficiency anemia and zinc deficiency after 12 weeks of supplementation, which suggested that iron-zinc supplementation with the ration of Fe: Zn = 2 : 1 had reduced both iron deficiency anemia and zinc deficiency.
In this study, iron deficiency among anemic school girls was due to insufficiency of iron in red blood cell, and iron or iron-zinc supplementation for 12 weeks had less benefit to increase iron status. The possibility; of hemoglobinopathies such as thalassemia trait affecting adolescent girls in this study should be considered as several studies indicated that the prevalence of tlinlassemia trait among the same population in Indonesia is high.
Iron deficiency also occurred at the storage level, which increased and reached the normal value with iron or iron-zinc supplementation. At the end of supplementation, the mean value of most indicators of iron status in all groups did not reach the normal value (such as Hb < 120 g/L, ZPP > 40 umol/mol heme, MCV <2 80 fL, RDW > l4%), perhaps the 12-weeks of iron supplementation was not long enough to fulfill iron for the 120 erythrocyte life cycle.
lt seems, that the competition between iron and zinc occurred both at the storage level and the erythrocyte formation, and iron-zinc supplementation with the ratio of Fe: Zn = 2: 1 had minimal interaction as the improvement of both iron and zinc status was higher compared to the other groups. Most anemic adolescent school girls in this study had low available iron and zinc intake from the diet, with low intake of enhancers and high intake of inhibitors, which is not enough to promote either iron or zinc absorption from the supplements.
The reduction of the proportion ol' subjects suffering from ARI was the highest among subjects who took either iron alone (3l.1% to 6.7%) compared to those who took iron- zinc supplement with ratio 2: 1 (1 7.3% to l1.l%) or iron-zinc supplement with ratio 4: 1(16.3 % to l4%), indicating that iron alone reduced morbidity status in tenn of Acute Respiratory Infection (ARI). However, adding zinc to iron supplements with ratio 2: 1 scents to improve the specific immune response of anemic adolescent school girls, as shown that the ratio of CD-4/CD-S was slightly increased among subjects who took iron-zinc supplement with the ratio of Fe: Zn= 2: 1.
Conclusions and Recommendations
lt was concluded, that both iron deficiency anemia (22%) and zinc deficiency (15.8%) were problems in the study area. Iron deficiency and hemoglobinopathies such as that assemia trait might be the causes of anemia among adolescent school girls. A daily 30 mg iron and 15 mg zinc supplementation among anemic adolescent schools girls for 12 weeks improved iron and zinc status and reduced iron deficiency anemia and zinc deficiency. Iron supplementation alone increased iron status, while adding zinc to iron supplementation protected the adverse effect of iron on decreasing zinc status.
The competition between iron and zinc might occur in the role of both nutrients for erythrocytes formation as well-as at storage level, and supplementation with the ratio of Fe: Zn = 2: 1 had minimal interaction on improving bot.h iron and zinc status. As most of the anemic adolescent school girls had inadequate iron and zinc intake from the diet, the deficiencies of other micronutrients such as; vitamin A, folic acid and vitamin B12 should also be considered as the causes of anemia.
Combined iron-zinc supplementation with the ratio of Fe: Zn = 2: 1 was appropriate on reducing the risk of anemic adolescent school girls suffering from Acute Respiratory Infection, however the mechanism of both iron and zinc on enhancing immune system could not clearly be shown from the results of this study.
It is recommended to establish an iron-zinc supplementation program with ratio of 2: 1 through the existing channel of school health program to alleviate iron de iciency anemia and zinc deficiency 'among adolescent girls. Research cum action prioritized is to explain the contribution of bioavailability iron and zinc intake from the diet including increase the enhancers and minimize the inhibitors to the absorption of iron-zinc supplementation with ratio of Fe: Zn = 2: 1. The possibility of hemoglobinopathies such as thalassemia trait, as the cause of anemia needs further investigations."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005
D714
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Astika Endah Permatasari
"Tujuan penelitian adalah memeroleh model prediksi atrisi pemberian ASI eksklusif menggunakan Breastfeeding Attrition Prediction Tool BAPT yang dimodifikasi. Penelitian longitudinal dilakukan antara Bulan Mei 2016-Januari 2017 di Rumah SakitIbu dan Anak di Kota Tangerang Selatan pada 254 ibu hamil trimester ketiga. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa BAPT modifikasi dinyatakan valid dan reliabel sebagaialat prediksi atrisi pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Proporsi atrisi pemberian ASIeksklusif sebesar 47,4 dari 192 ibu yang melengkapi kuesioner, dan tertinggi terjadipada delapan 8 minggu postpartum. Model prediksi intensi dan model prediksi atrisi pemberian ASI ekslusif dinyatakan lsquo;fit rsquo;. Atrisi pemberian ASI eksklusif dipengaruhioleh intensi p

The objective of the study was to obtain an exclusive breastfeeding attrition predictionmodel using a modified Breastfeeding Attrition Prediction Tool BAPT . A longitudinal studies was conducted between May 2016 January 2017 in 2 Mother and child Hospitalsin South Tangerang of 254 third trimester pregnant women. The results showed thatmodified BAPT was valid and reliable as a predictor tool of exclusive breastfeeding inIndonesia. The proportion of exclusive breastfeeding attrition was 47.4 of 192 motherswho completed the questionnaire, with the highest occurring at 8 weeks postpartum."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library