Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diany Nurliana Taher
Abstrak :
Latar belakang Depresi berhubWlgan dengan meningkatnya angka kesakitan dan kematian terutama pada pasien pasca infark miokard. Prevalensi depresi pada pasien infark miokard diperlcirakan berkisar antara 16%-190/0. Risiko kematian meningkat menjadi 3,5 kali lebih besar pada pasien pasca infark miokard yang menderita depresi dibanding yang tidak depresi. Menurunnya variabilitas denyut jantung merupakan faktor risi.ko kematian pada pasien pasca infark miokard yang disertai adanya depresi Hal ini disebabkan karena terjadinya disfungsi otonom.1 ). Carney mendapatkan semua parameter yang dinilai pada variabilitas denyut jantung (ultrQ low frekuensi, very low frekuensi, low frekuensi dan high frekuensl) secara bermakna lebih rendah pada pasien yang didapatkan adanya depresi dibanding yang tidak disertai depresi? Adapun tujuan dari pene1itian ini a.dalah lUltuk me1ihat apakah rerdapat beda rerata variabilitas denyut jantung antara pasien pasca infark miokard yang mengalami depresi dil>anding yang tidak depresi. Bahan daD metode Pene1itian ini merupakan studi potong lintang. Pada pasien pasca Infark Miokard yang telah melewati masa akut penyakitnya.Dilakukan di subbagian jantung dan psikosomatik bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUPN-CM antara bulan April200S- Agustus 200S Diperoleh subyek sebesar 24 orang untuk. ke10mp0k. pasien yang menderita depresi dan 24 orang kelompok yang tidak didapatkan adanya depresi. Pada kedua kelompok kemudian dipasang Holter monitoring, untuk melihat variabilitas denyut jantungnya. Hasil : Rerata usia pada kelompok depresi lebih muda daripada kelompok tidak depresi.(depresi 55,21±9,23 , tidak depresi 57,83 ±8,75). Pasien laki laki didapatkan lebih banyak baik pada ke10mp0k depresi mauplUl tidak depresi. Tingkat pendidikan subyek terbanyak adalah SMA (depresi(50,0%) tidakdepresi(66,7%)). Riwayat Diabetes Melitus terbanyak didapatkan pada kelompok depresi (50%) hipertensi juga didapatkan terbanyak pada kelompok depresi 79,20/0. Sekitar 75 % pasien dengan depresi mempunyai kebiasaan merokok, sementara pada kelompok yang tidak depresi, kebiasaan merokok didapatkan sebesar 37,5% . Sedangkan dari basil analisis bivariat, pada ketiga komponen Holter Monitoring dengan domain frekuensi didapatkan beda rerata yang bermakna dari variabilitas denyut jantung, antara pasien infark miokard yang menderita depresi dibanding tanpa depresi. Dimana pada pasien yang disertai adanya depresi didapatkan variabilitas denyut jantungnya lebih rendah. Pada Very Low Frekuensi didapatkan rerata yang lebih rendah pada kelompok depresi dibandiog yang tidak depresi (2,470±1,12 >< 2,9030±1,31 P 0,0 IS), rerata Low Fre1cuensi juga didapatkan lebih rendah pada kelompok yang depresi ( 1 ,958± 1,11 >< 2,520± 1,28 P 0~007) Demikian juga pada High Frekuensi , didapatkan rerata yang lebih rendah pada pasien yang disertai adanyadepresi ( 1,645±1,10 >< 2,143±1,11 P 0,003 ) Kesimpulan Pasien pasca infark miokard yang disertai adanya depresi mempunyai variabilitas denyut jantung yang lebih rendah dibanding yang tidak depresi. ......Introduction Depression is associated with an increased risk of morbidity and mortality especially after acute myocardial infarction. The prevalence of depression patient after acute myocardial infarction ranging 16% to 19".4. The mortality rate is increase 3,5 fold in patient myocardial infarction with depression compare not depression.The decrease of heart rate variability is reflection of the mortality risk patient acute myocardial infarction with depression. Altered cardiac autonomic tone remains one of the most plausible explanations.1 ,2 Carney study demonstrated that all 4 log-transformed frequency domain indices of HRV ( ULF,VLF,LF and HF) were significantly lower in post MI patients with depression than in post MI patients without depression.2 The purpose of this study was to compare the heart rate variability between in post MI patients with depression than in post MI patients without depression. Methods A cross-sectional study.Patient with a recent acute MI who were depressed.Al1 patients admitted between Aprill-Augustus 2008 to Cardiology unit and Psycosomatic division in CiptoMangunkusumo Hospital. During that time, 24 patients post myocardial infarction with depression and 24 patients post myocardial infarction without depression took part in our study. The Heart rate Variability measured by Holter Monitoring. Result Comparison between depressed and nondepressed patients: depressed patients were slightly younger ( 55,21±9,23 ,57,83 ±8,75). Were likely to be male , level of education was Senior High School, to have diabetes mellitus (50010) hypertension 79,2% and to be current cigarette smoker compared with nondepressed patients. All 3 log- transformed frequency domain indices of HRV ( VLF,LF and HF) were significantly lower in post-MI patients with depression than in post-MI without depression. Mean Very Low Frequensi lower in depressed group than the group without depression (2,47O±1,12 >< 2,9030±1,31 P 0,018), Mean Low Ftekuensi also lower in depressed group than nondepressed group (1,958±1,11 >< 2,520±1,28 P 0,007) Mean High Frekuensi also lower in depressed group than in nondepressed group ( 1,645±1,10 ><2,143±1,1l p 0,003 ) Conclusion Post myocardial infarction patients with depression had a lower heart rate variability than in post myocardial infarction patients without Oepression.
Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran, 2008
T59042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
Abstrak :
Masalah Penelitian
1. Apakah penggunaan kapsul Ekstrak Phylianthus Niruri L sebagai tambahan kepada obat anti TB standar untuk pengobatan TB paru (kasus baru) mampu mempercepat waktu konversi basil tahan asam, memperbaiki keadaan klinis dan radioiogis '?
2. Apakah pemberian per-oral kapsul ekstrak Phyllanthus niruri L kepada OAT standar mampu meningkatkan respon sistem imun penderita TB paru, terutama komponen sistem imun yang erat hubungannya dengan proses penyembuhan infeksi bakteri intraseluler ?
3. Bagaimana keamanan ekstrak Phyllanthus niruri L ini terhadap pasien TB paru bila ditambahkan ke obat anti TB standar.

Tujuan Penelitian
1. Melihat kecepatan konversi sputum, perbaikan radiologis, indeks massa tubuh, status klinis (demam, keringat malam, berat badan, batuk, hemoptisis), hasil laboratorium (LED, hemoglobin) pada penderita TB paru (kasus baru) sebelum pengobatan, serta 2 bulan dan 15 bulan sesudah pemberian obat anti TB standar + EPN adjuvan.
2. Melihat pola respon imun seluler yang diwakili oleh IFN-y, TNF-on, dan IL-6 pasien TB paru, sebelum pengobatan, sesudah 2 bulan dan Sesudah 6 bulan pengobatan dengan obat standar anti TB + EPN.
3. Melihat angka kekambuhan / gagal terapi yang terjadi sampai 1 tahun kemudian (sesudah 6 bulan selesai pengobatan).

Hipotesis Penelitian
1. Penambahan ekstrak Phyliantus niruri L pada OAT standar pasien TB paru pasca primer (T BPPP) kasus baru akan menghasilkan konversi BTA lebih cepat berbeda bermakna, keadaan klinis, laboratoris Iain dan radiologis Iebih baik berbeda bermakna dibanding pemberian OAT standar + plasebo.
2. Penambahan ekstrak Phyllanthus niruri L pada OAT standar pasien TPPP (kasus baru) akan menghasilkan peningkatan IFN-y disertai penurunan TNF- on dan iL-6 yang berbeda bermakna dibanding pemberian OAT + plasebo.
3. Penambahan ekstrak Phyifanthus niruri L pada OAT standar pasien TBPPP (kasus baru) tidak akan mengakibatkan efek samping berbeda bermakna dibandingkan dengan pemberian OAT + plasebo.

Manfaat Penelitian
Manfaat klinis
1. Apabila penelitian ini berhasil sesuai dengan yang dihipotesiskan maka penambahan ekstrak Phyinthus niruni L bisa dipertimbangkan sebagai terapi tambahan untuk memperbaiki keberhasilan pengobatan minimal mengurangi kemungkinan penularan oleh kasus-kasus drop-out yang sering terjadi
2. Diketahui keamanan ekstrak Phyflanthus niruri L bila digabung dengan obat anti TB pada pemakaian jangka panjang.

Manfaat metodologis
1. Penelitian ini adalah suatu uji klinik, tersamar ganda, plasebo-kontrol. Suatu metode terbaik untuk menilai secara objektif manfaat dan kekurangan suatu obat baru, sehingga hasilnya memiliki nilai kepercayaan yang cukup tinggi. Bisa dikembangkan sebagai model penelitian uii klinis berbagai obat tradisional Iainnya.

Manfaat ilmu pengetahuan
1. Memberi gambaran hubungan klainan lesi TB paru pasca primer tingkat minimal dan moderately- advance dengan sitokin proinflamasi, yang mungkin bisa menambah data untuk menerangkan berbagai hal kontroversi pada patofisioIogi TBPPP.
2. Membuka jalan bagi pengembangan penelitian klinis imunomodulator Iain.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D619
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilani Kumala
Abstrak :
Insiden dan prevelansi penyakit ginjal kronik (PGK) meningkat dari tahun ke tahun baik di negara maju ataupun sedang berkembang. Malnutrisi energi protein (MEP) sering dijumpai pada penderita PGK dengan dialisis (PGK-D) ataupun sebelum mendapat terapi dialisis (PGK-ND). Malnutrisi energi protein pada PGK-ND dapat menurunkan kualitas hidup, meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta merupakan prediktor yang kuat terhadap survival penderita PGK-D di kemudian hari. Tujuan penelitian untuk memperoleh parameter komposisi tubuh dan fungsi otot yang dapat mendeteksi kecenderungan terjadinya MEP pada penderita PGK-ND. Metode. Penelitian dilakukan di Bagian Penyakit Dalam RS Sumber Waras, RS PGI. Cikini, RS Islam Jakarta dan Universitas Tarumanegara dengan rancangan cross sectional. Subyek penelitian: 45 penderita PGK-ND (30 laki=laki, 15 perempuan) dan 45 subyek kontrol yang disepadankan jenis kelamin, usia (PGK-ND 48,2 ≠7,3 tahun, kontrol 47,7 + 6,2 tahun) tinggi badan (PGK-ND 159,4 ≠ 7,5 cm, kontrol 160,6 ≠ 7,6 cm) dan indeks massa tubuh (IMT) (PGK-ND 22,4 ≠ 3,4 kg/m2, kontrol 22,5 ≠ 3,1 kg/m2). Status nutrisi dikelompokkan dalam status nutrisi kurang, normal dan lebih berdasarkan IMT, WHO, 1995. Pada penderita dan subyek kontrol dilakukan penilaian asupan nutrisi (tanya ulang 2 X 24 jam dan pncatatan asupan makanan), pemeriksaan biokimiawi (darah dan urin), pengukuran komposisi tubuh (antropimetri dan bioelectric impedance analysis, BIA). dan fungsi otot (kekuatan genggam tangan). Hasil. Penderita dan subyek kontrol didapatkan 7 (15,6%) status nutrisi kurang, 28 (62,2%) normal dan 10 (22,2%) lebih. Rerata laju filtrasi glomerulus penderita PGK-ND sebesar 19,3 + 1,7 mL/men/1,73m2, 13 (28,9%) penderita stadium 3, 17 (37,8%) stadium 4 dan 15 (33,3%) stadium 5. Konsentrasi albumin, prealbumin dan insulin like growth factor-1 (IGF-1) penderita PGK-ND tidak berbeda bermakna berdasarkan status nutrisi dan stadium PGK. Konsentrasi transferin didapatkan lebih tinggi bermakna pada penderita PGK-ND status nutrisi lebih dibandingkan dengan status nutrisi kurang dan normal. Konsentrasi C reactive protein (CRP) lebih tinggi bermakna pada penderita PGK-ND status nutrisi kurang dibandingkan dengan status nutrisi baik. Derajat asidosis metabolik (konsentrasi HCO3) penderita PGK-ND tidak berbeda berdasarkan status nutrisi dan stadium PGK. Secara antropometri massa bebas lemak (MBL), indeks-MBL (I-MBL), massa lemak (ML) dan persen (ML penderita PGK-ND tidak berbada bermakna dengan subyek kontrol. Berdasarkan BIA didapatkan MBL, dan I-MBL, persen ML penderita PGK-ND lebih tinggi bermakna dibandingkan subyek kontrol (p < 0,05). Massa bebas lemak (MBL), I-MBL dan ML mempunyai linearitas dengan klasifikasi status nutrisi berdasarkan uji trend analysis. Massa bebas lemak dan I-MBL berkolerasi dengan IMT. Massa bebas lemak, I-MBL, ML dan PGK-ND tidak berbeda dengan subyek kontrol dan berdasarkan status nutrisi serta stadium PGK. Status (KGT) penderita lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kontrol, dan KGT penderita dengan status nutrisi kurang lebih rendah bermakna dibandingkan dengan status nutrisi baik. Kekuatan genggam tangan mempunyai korelasi dengan I-MBL dan IMT. Terdapat kesesuaian yang baik antara I-MBL dan KGT dengan IMT untuk penilaian status nutrisi penderita PGK-ND. Dengan uji Receiver Operating Curve didapatkan titik potong I-MBL sebesar 14,23 kg/m2 dan titik potong KGT sebesar 9,7 kg untuk membedakan status nutrisi kurang dan baik. Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan protein viseral (albumin, prealbumin, transferin dan insulin like growth factor-1) merupakan parameter status nutrisi yang lemah untuk penderita PGK-ND. Indeks massa tubuh mempunyai kolerasi positif dengan I-MBL dan KGT. Indeks-MBL dan KGT dapat membedakan derajat status nutrisi penderita (PGK-ND stadium 3,4 dan 5, dan dapat digunakan sebagai prediktor untuk skrining status nutrisi pada penderita PGK-ND.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D638
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini
Abstrak :
ABSTRAK
Keracunan Pb merupakan masalah kesehatan dunia dan environmental disease utama. Untuk mengatasi akumulasi Pb dalam tubuh, pengurangan nefrotoksisitas Pb sangat penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan mempelajari kemungkinan penggunaan bawang putih rancangan acak lengkap, terhadap 20 ekor tikus putih jantan, galur Wistar. Digunakan bawang merah (Allium ascalonicum) sebagai pembanding. Kelompok kontrol (I). diberi 1 mL aquades/100 g BB/hari selama 31 hari; Kelompok II diberi air dengan jumlah yang sama selama 15 hari, dan pada hari ke 16 diberi Pb asetat 20 mg/100 g BB/hari selama 16 hari. Kelompok II dan IV, masing-masing diberi sari bawang merah dan sari bawang putih, 1 g/100 g BB/hari selama 15 hari, dan pada hari ke 16, 30 menit sesudahnya diberi Pb asetat 20 mg/100 g BB/hari selama 16. Kadar ureum dan kreatinin plasma sebagai parameter fungsi ginjal.

Kadar ureun plasma antar kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna (p>0,05). Sebaliknya, kadar kreatinin plasma keompok II meningkat bermakna (P<0,05), kelompok III dan IV menurun bermakna (p<0,05). Dengan demikian, bawang merah dan bawang putih berpotensi mengurangi nefrotoksisi Pb.

Pada nefrotoksisin Pb, Pb ginjal meningkat dan terjadi stres oksidatif. Bawang putih digunakan secara luas sebagai bahan alam dan berkhasiat obat, sehingga dipelajari potensi dan mekanisme proteksinya terhadap nefrotksisitas Pb. Desain penelitian, jumlah, dan jenis tikus sama.

Kelompok kontrol (I), diberi 0,1 mg CMC/100 g BB/hari, selama 31 hari. Kelompok II, diberi CMC dengan jumlah yang sama selama 15 hari, dan pada hari ke 16 diberi Pb asetat 20 mg/100 g BB / hari selama 16 hari. kelompok III dan IV, masing-masing diberi sari bawang putih dalam fraksi semi polar dna polar, 1 g/100 g BB/hari, selama 15 hari, dan pada hari ke 16, 30 menit sebelumnya diberi Pb asesat 20 mg/100 g BB/hari selama 16.
Mekanisme proteksi bawang putih diteliti dengan mengukur kandungan Pb, senyawa bergugus SH, MDA dan OH jaringan ginjal.

Pada kelompok II, kandungan Pb meningkat bermakna (p<0,05) mengakibatkan penurunan kadar senyawa bergugus SH bermakna (p<0,05). Sementara itu, kadar OH dan MDA meningkat bermakna (p<0,05). Sebaliknya kelompok III dan IV, kadar Pb menurun bermakna (p< 0,05) dan kadar senyawa bergugus SH meningkat bermakna (p<0,05). Sementara itu, kadar OH dan MDA menurun bermakna (p<0,05). Pengurangan nefrotoksisitas Pb terlihat dari penurunan bermakna kadar kreatinin plasa (p<0,05). Hasil uji in vitro, daya khelat senyawa bergugus SH sari bawang putih sebanding dengan kadar senyawa bergugus SH.
Dengan demikian, terbukti potensi antioksidan fraksi sei polar dan polar sari bawang putih mengurangi nefrotoksisitas PB.
2006
D639
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herkutanto
Abstrak :
Latar Belakang: Penelitian pendahuluan pada tahun 1999-2000 menunjukkan bahwa kualitas VeR kecederaan pada korban hidup di DKI Jakarta masih rendah. Padahal VeR ini merupakan jenis pelayanan yang banyak dibutuhkan oteh masyarakat Faktor pengetahuan tentang struktur VeR, keterampilan rnembuat interpretasi medikolegal atas kecederaan dan belum diterapkannya metode skoring atas kecederaan tampaknya memegang peran penting. Sumber rendahnya kualitas VeR adalah pada bagian pemberitaan dan kesimpulan yang memiliki bobot lebih dalam kepentingan medikolega|. Oleh karena itu diperlukan intervensi sebagai upaya perbaikan pada kedua bagian tersebut. Tujuan: Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pemberian buku pedoman dan pelatihan ?Penyusunan VeR dengan Orientasi Medikolegal", pemberlakuan metode TRISS kepada para dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit di DKI Jakarta, dan kesahihan ?Metode Skoring Berdasarkan Kelengkapan Struktur VeR" untuk menilai kualitas VeR dalam praktek sehari-hari. Subyek Penelitian dan Metode: Untuk menguji efektivitas pemberlakuan buku panduan ?Penyusunan VeR dengan Orientasi Medikolegal? beserta pelatihannya, desain yang diambil adalah ?randomized controlfed trial", sedangkan untuk mengetahui dampak pemberlakuan metode TRISS terhadap kualitas bagian kesimpulan VeR, desain yang diambil adalah before-and-after test. Populasi penelitian adalah dokter umum yang bekerja di UGD di rumah sakit umum di DKI Jakarta, sedangkan subyek penelitian adalah dokter umum UGD yang mengikuti pelatihan pemberlakuan buku pedoman penyusunan VeR dan metode TRISS. Jumlah subyek yang dihitung dengan rumus besar sampel untuk dua kelompok yang tidak berpasangan adalah 20 orang untuk setiap kelompok (A dan B). Kelompok A mendapat buku pedoman dan pelatihan "Penyusunan VeR dengan Orientasi Medikolegal?, sedangkan kelompok B mendapat buku pedoman tanpa pelatihan. Semua subyek penelitian kemudian mandapat pedoman dan pelatihan "Teknik Penetapan Kualitikasi Luka dengan Metode TRISS". Variabel tergantung pada penelitian ini adalah skor bagian pemberitaan dan bagian kesimpulan VeR dengan variabel bebas pemberlakuan buku pedoman, dengan atau tanpa pelatihan, serta metode TRISS. Analisis data dilakukan secara deskriptif maupun korelatif dengan Mann-Whitney U test dan Wilcoxon's signed rank test jika data tidak mengikuti kurva distribusi normal. Nilai p dianggap bermakna bila kurang dari 0,05. Hasil Penelitian: Sebanyak 48 orang dokter umum dari 28 rumah sakit umum di DKI Jakarta diikutkan sebagai subyek penelitian. Dua ofang dikeluarkan dari analisis karena tidak memenuhi kriteria "lama menjadi dokter" minimal dua tahun. Dari 44 orang, 23 orang (54,5%) secara acak ditempatkan dalam kelompok A, sedangkan 21 orang lainnya dalam ketompok B. Rerata lama menjadi dokter adalah 11,2 tahun (rentang: 2 - 28 tahun. Pengalaman bekerja di UGD adalah kurang dari satu tahun sampai 27 tahun. Pada pre-test, tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok A dan B untuk variabel rerata skor bagian pemberitaan (3,03 ± 1,97 vs 2,70 ± 0,71; p=0,205), kesimpulan (3,71 ± 1,97 vs 3,18 ± 2,04; p=0,669), dan skor VeR tota1 (42,138 kurang lebih 14.52% vs 38,39 ± 12,21%; p=0,280). Pada post-test, semua kelompok memperlihatkan peningkatan bermakna dibandingkan pre-test, pada baik pada rerata skor bagian pemberitaan (2,87 ± 0,79 vs 4,33 ± 0,85; p<0,001), kesimpulan (3.45 ± 2,00 vs 7,19 ± 1,83; p<0,001) maupun skor VaR total (39,138 ± 13.60% vs 72,71 ± 13,1-4%; p<0,001). Namun tidak ada perbedaan bermakna antara skor yang dihasilkan oleh kelompok A dan B baik pada bagian pemberitaan (4,27 ± 0,80 vs 4,39 ± 0,49; p=0,741), kesimpulan (7,30 ± 2,04 vs 7,08 ± 1,84; p=0,632), maupun skor VeR total (72,91 ± 14,96% vs 72,53 ± 11,51%; p=0,789). Satelah pelatihan metode TRISS, terdapat peningkatan yang bermakna pada rerata skor bagian kesimpulan (7.11 ± 1,90 vs 9,05 ± 1,89; p=0,001) dan skor VeR total (72,71 ± 13,14% vs 82,75 ± 12,13%; p=0,001). Hasil uji korelasi antara rarata nilai matode skoring berdasarkan kelengkapan struktur VeR dan rarata nilai metode Visual Analogue Scale (VAS) memperlihatkan korelasi yang kuat baik pada semua bagian VeR maupun VeR secara total (r > 0.7 dengan Pearson's correlatfon test). Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan buku pedoman "Penyusunan VaR dengan Orientasi Medikolegal" yang didasarkan pada kelengkapan struktur VeR kepada para dokter yang bekerja di UGD rumah sakit di DKI Jakarta dapat meningkatan skor kualitas bagian pemberitaan VeR tanpa diperlukan suatu pelatihan khusus. Pemberlakuan metode ?TRlSS" disertai dengan pelatihannya dapat meningkatan skor kualitas bagian kesimpulan VeR. Metode skoring berdasarkan kelengkapan unsur-unsur dalam struktur VeR yang dapat diterapkan unluk menilai kualitas VeR dalam praktek sehari-hari secara lebih objektif dibandingkan dengan metode VAS. ......Background: Preliminary study conducted in 1999-2000 revealed that the quality of medicolegal report for living victims in DKI Jakarta was still low. ln fact, this kind of medicolegal report is frequently needed by the society. Factors on the knowledge of medicolegal report structure, the skill of medicolegal interpretation of injury and the lack of trauma scoring method in injury cases are thought to play an important role to the quality of medicolegal reports. indeed, the low quality of medicolegal reporting lies on its body and conclusion parts. Therefore, an intervention is needed to improve the quality of both parts. Objectives: The objectives of this study were to assess the effectiveness of guidelines and training on "The Medicolegal Report Writing with Medicoiegal Orientation? and the use of TRlSS method to emergency unit medical doctors to increase the quality of medicolegal report writing, and the validity ol ?The Medicolegal Report Structure-Based Scoring Method" to assess the quality of medicolegal report in daily practice. Subjects and Method: The design ot study to test the effectiveness of guidelines and training on "The Medicolegal Report Wn`ting with Medicolegal Orientation" is randomized-controlled trial, whereas the design to know the effect of applying TRlSS method on the quality of medicolegal report conclusion is before-and-after test. The study population was general practitioners (GPs) who worked in the Emergency Unit in public or private hospitals in DKl Jakarta, whereas the subjects of this study were those who attend both of the training programs. The number of subjects, which has been calculated with sampling equation for two-independent groups, was 20 people for each group (A and B). Group A received guidelines and training on "The Medicolegal Report Writing with Medicolegal Orientation", whereas Group B received guidelines only. All study participants then received guidetines and training on ?The Technique of Wound Qualification with TRlSS Method". The dependent variable in this study was the scores of the body and conclusion parts of medicolegal report, whereas the independent variables included the use of guidelines, with or without training, and the TRlSS method. Descriptive and corretative data analyses were done with the Mann-Whitney U test and Witcoxon?s signed rank test if the data distribution were not normal. The p value less than 0.05 was considered significant. Study Results: As many as 46 GPs from 28 hospitals in DKI Jakarta was recruited as the study subjects. Two of them were excluded because they did not fit the criterion on ?practice experience? for at least two years. From the rest 44 GPs, 23 people (54.5%) were randomized into Group A and the other 21 people into Group B. The mean of ?practice experience" was 11.2 years (2- 28 years). The working experience in Emergency Unit was less than a year to 27 years. At pre-test, there is no signilicant difference between Group A and B in the mean score of medicolegal report's body (3.03 ± 1.97 v 2.70 ± 0. 71; p=0.205), conclusion (3.71 ± 1.97 v 3.18 ± 2.04; p=0.669), and total score (42.38 ± 14.52% v 36.39 ± 12.21 %, p=0.280). At post-test, all groups showed a signihcant increase compared to the pre-test scores, either in the mean score of medicolegal report?s body (2.87 ± 0.79 v 4.33 ± 065; p<0.001), conclusion (3.45 ± 2-00 v 7.19 ± 1.83; p<0.001) or total score (39.38 ± 13.60% v 72.71 ± 13.14%; p<0.001). Howeven there is no significant difference between the results from Group A and Group B either in the mean score of medicolegal report?s body (4.27 ± 0.80 v 4.39 ± 0.49; p=0.741), conclusion (7.30 ± 2.04 v 7.08 ± 1.64; p=0.632), or total score (72.91 ± 14.96% v 72.53 ± 11.51%; p=0. 789). After the training of TRlSS method, there was a signiHcant increase in the mean score of medicolegai report conclusion (7.11 ± 1.90 v 9.05 ± 1.89,' p=0.001) and total score (72.71 ± 13.14% v 82.75 ± 12.13%; p=0,001). The result of correlation test of medicolegat quality mean scores by using ?The Medicolegal Report Structure- Based Scoring Method? and Visual Analogue Scale (VAS) method showed a strong correlation in ail parts of medicolegal reports or the total report (r > 0,7 with Pearson 's correlation test). Conclusion: The study concluded that the use of guidelines of ?The Medicolegal Report Writing with Medicolegal Orientation", which were based on the complete structure of medicolegai report to GPs who worked in Emergency Unit in hospitals in DKI Jakarta, increase the quality score of medicolegal report's body without special training. The use of TRlSS method, with its relevant training, increases the score of medicolegal report's conclusion. The scoring method, which was based on the complete structure of medicolegal report's elements, could be applied to assess the quality of medicolegal reporting in daily practice, mor objectively than the VAS method.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D713
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
Abstrak :
ABSTRAK
1. APakah penggunaan kapsul Ekstrak Phylianthus Niruri L sebagai tambahan kepada obat anti TB standar untuk pengobatan TB paru (kasus baru) mampu mempercepat waktu konversi basil tahan asam, memperbaiki keadaan klinis dan radioiogis '?
2. Apakah pemberian per-oral kapsul ekstrak Phyllanthus niruri L kepada OAT standar mampu meningkatkan respon sistem imun penderita TB paru, terutama komponen sistem imun yang erat hubungannya dengan proses penyembuhan infeksi bakteri intraseluler ?
3. Bagaimana keamanan ekstrak Phyllanthus niruri L ini terhadap pasien TB paru bila ditambahkan ke obat anti TB standar.

Tujuan Penelitian
1. Melihat kecepatan konversi sputum, perbaikan radiologis, indeks massa tubuh, status klinis (demam, keringat malam, berat badan, batuk, hemoptisis), hasil laboratorium (LED, hemoglobin) pada penderita TB paru (kasus baru) sebelum pengobatan, serta 2 bulan dan 15 bulan sesudah pemberian obat anti TB standar + EPN adjuvan.
2. Melihat pola respon imun seluler yang diwakili oleh IFN-y, TNF-on, dan IL-6 pasien TB paru, sebelum pengobatan, sesudah 2 bulan dan Sesudah 6 bulan pengobatan dengan obat standar anti TB + EPN.
3. Melihat angka kekambuhan / gagal terapi yang terjadi sampai 1 tahun kemudian (sesudah 6 bulan selesai pengobatan).

Hipotesis Penelitian
1. Penambahan ekstrak Phyliantus niruri L pada OAT standar pasien TB paru pasca primer (T BPPP) kasus baru akan menghasilkan konversi BTA lebih cepat berbeda bermakna, keadaan klinis, laboratoris Iain dan radiologis Iebih baik berbeda bermakna dibanding pemberian OAT standar + plasebo.
2. Penambahan ekstrak Phyllanthus niruri L pada OAT standar pasien TPPP (kasus baru) akan menghasilkan peningkatan IFN-y disertai penurunan TNF- on dan iL-6 yang berbeda bermakna dibanding pemberian OAT + plasebo.
3. Penambahan ekstrak Phyifanthus niruri L pada OAT standar pasien TBPPP (kasus baru) tidak akan mengakibatkan efek samping berbeda bermakna dibandingkan dengan pemberian OAT + plasebo.

Manfaat Penelitian
Manfaat klinis
1. Apabila penelitian ini berhasil sesuai dengan yang dihipotesiskan maka penambahan ekstrak Phyinthus niruni L bisa dipertimbangkan sebagai terapi tambahan untuk memperbaiki keberhasilan pengobatan minimal mengurangi kemungkinan penularan oleh kasus-kasus drop-out yang sering terjadi
2. Diketahui keamanan ekstrak Phyflanthus niruri L bila digabung dengan obat anti TB pada pemakaian jangka panjang.

Manfaat metodologis
1. Penelitian ini adalah suatu uji klinik, tersamar ganda, plasebo-kontrol. Suatu metode terbaik untuk menilai secara objektif manfaat dan kekurangan suatu obat baru, sehingga hasilnya memiliki nilai kepercayaan yang cukup tinggi. Bisa dikembangkan sebagai model penelitian uii klinis berbagai obat tradisional Iainnya.

Manfaat ilmu pengetahuan
1. Memberi gambaran hubungan klainan lesi TB paru pasca primer tingkat minimal dan moderately- advance dengan sitokin proinflamasi, yang mungkin bisa menambah data untuk menerangkan berbagai hal kontroversi pada patofisioIogi TBPPP.
2. Membuka jalan bagi pengembangan penelitian klinis imunomodulator Iain.
2005
D749
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herkutanto
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Penelitian pendahuluan pada tahun 1999-2000 menunjukkan bahwa kualitas VeR kecederaan pada korban hidup di DKI Jakarta masih rendah. Padahal VeR ini merupakan jenis pelayanan yang banyak dibutuhkan oteh masyarakat Faktor pengetahuan tentang struktur VeR, keterampilan rnembuat interpretasi medikolegal atas kecederaan dan belum diterapkannya metode skoring atas kecederaan tampaknya memegang peran penting. Sumber rendahnya kualitas VeR adalah pada bagian pemberitaan dan kesimpulan yang memiliki bobot lebih dalam kepentingan medikolega|. Oleh karena itu diperlukan intervensi sebagai upaya perbaikan pada kedua bagian tersebut. Tujuan: Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pemberian buku pedoman dan pelatihan ?Penyusunan VeR dengan Orientasi Medikolegal", pemberlakuan metode TRISS kepada para dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit di DKI Jakarta, dan kesahihan ?Metode Skoring Berdasarkan Kelengkapan Struktur VeR" untuk menilai kualitas VeR dalam praktek sehari-hari. Subyek Penelitian dan Metode: Untuk menguji efektivitas pemberlakuan buku panduan ?Penyusunan VeR dengan Orientasi Medikolegal? beserta pelatihannya, desain yang diambil adalah ?randomized controlfed trial", sedangkan untuk mengetahui dampak pemberlakuan metode TRISS terhadap kualitas bagian kesimpulan VeR, desain yang diambil adalah before-and-after test. Populasi penelitian adalah dokter umum yang bekerja di UGD di rumah sakit umum di DKI Jakarta, sedangkan subyek penelitian adalah dokter umum UGD yang mengikuti pelatihan pemberlakuan buku pedoman penyusunan VeR dan metode TRISS. Jumlah subyek yang dihitung dengan rumus besar sampel untuk dua kelompok yang tidak berpasangan adalah 20 orang untuk setiap kelompok (A dan B). Kelompok A mendapat buku pedoman dan pelatihan "Penyusunan VeR dengan Orientasi Medikolegal?, sedangkan kelompok B mendapat buku pedoman tanpa pelatihan. Semua subyek penelitian kemudian mandapat pedoman dan pelatihan "Teknik Penetapan Kualitikasi Luka dengan Metode TRISS". Variabel tergantung pada penelitian ini adalah skor bagian pemberitaan dan bagian kesimpulan VeR dengan variabel bebas pemberlakuan buku pedoman, dengan atau tanpa pelatihan, serta metode TRISS. Analisis data dilakukan secara deskriptif maupun korelatif dengan Mann-Whitney U test dan Wilcoxon's signed rank test jika data tidak mengikuti kurva distribusi normal. Nilai p dianggap bermakna bila kurang dari 0,05. Hasil Penelitian: Sebanyak 48 orang dokter umum dari 28 rumah sakit umum di DKI Jakarta diikutkan sebagai subyek penelitian. Dua ofang dikeluarkan dari analisis karena tidak memenuhi kriteria "lama menjadi dokter" minimal dua tahun. Dari 44 orang, 23 orang (54,5%) secara acak ditempatkan dalam kelompok A, sedangkan 21 orang lainnya dalam ketompok B. Rerata lama menjadi dokter adalah 11,2 tahun (rentang: 2 - 28 tahun. Pengalaman bekerja di UGD adalah kurang dari satu tahun sampai 27 tahun. Pada pre-test, tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok A dan B untuk variabel rerata skor bagian pemberitaan (3,03 ± 1,97 vs 2,70 ± 0,71; p=0,205), kesimpulan (3,71 ± 1,97 vs 3,18 ± 2,04; p=0,669), dan skor VeR tota1 (42,138 kurang lebih 14.52% vs 38,39 ± 12,21%; p=0,280). Pada post-test, semua kelompok memperlihatkan peningkatan bermakna dibandingkan pre-test, pada baik pada rerata skor bagian pemberitaan (2,87 ± 0,79 vs 4,33 ± 0,85; p<0,001), kesimpulan (3.45 ± 2,00 vs 7,19 ± 1,83; p<0,001) maupun skor VaR total (39,138 ± 13.60% vs 72,71 ± 13,1-4%; p<0,001). Namun tidak ada perbedaan bermakna antara skor yang dihasilkan oleh kelompok A dan B baik pada bagian pemberitaan (4,27 ± 0,80 vs 4,39 ± 0,49; p=0,741), kesimpulan (7,30 ± 2,04 vs 7,08 ± 1,84; p=0,632), maupun skor VeR total (72,91 ± 14,96% vs 72,53 ± 11,51%; p=0,789). Satelah pelatihan metode TRISS, terdapat peningkatan yang bermakna pada rerata skor bagian kesimpulan (7.11 ± 1,90 vs 9,05 ± 1,89; p=0,001) dan skor VeR total (72,71 ± 13,14% vs 82,75 ± 12,13%; p=0,001). Hasil uji korelasi antara rarata nilai matode skoring berdasarkan kelengkapan struktur VeR dan rarata nilai metode Visual Analogue Scale (VAS) memperlihatkan korelasi yang kuat baik pada semua bagian VeR maupun VeR secara total (r > 0.7 dengan Pearson's correlatfon test). Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan buku pedoman "Penyusunan VaR dengan Orientasi Medikolegal" yang didasarkan pada kelengkapan struktur VeR kepada para dokter yang bekerja di UGD rumah sakit di DKI Jakarta dapat meningkatan skor kualitas bagian pemberitaan VeR tanpa diperlukan suatu pelatihan khusus. Pemberlakuan metode ?TRlSS" disertai dengan pelatihannya dapat meningkatan skor kualitas bagian kesimpulan VeR. Metode skoring berdasarkan kelengkapan unsur-unsur dalam struktur VeR yang dapat diterapkan unluk menilai kualitas VeR dalam praktek sehari-hari secara lebih objektif dibandingkan dengan metode VAS.
ABSTRACT Background: Preliminary study conducted in 1999-2000 revealed that the quality of medicolegal report for living victims in DKI Jakarta was still low. ln fact, this kind of medicolegal report is frequently needed by the society. Factors on the knowledge of medicolegal report structure, the skill of medicolegal interpretation of injury and the lack of trauma scoring method in injury cases are thought to play an important role to the quality of medicolegal reports. indeed, the low quality of medicolegal reporting lies on its body and conclusion parts. Therefore, an intervention is needed to improve the quality of both parts. Objectives: The objectives of this study were to assess the effectiveness of guidelines and training on "The Medicolegal Report Writing with Medicoiegal Orientation? and the use of TRlSS method to emergency unit medical doctors to increase the quality of medicolegal report writing, and the validity ol ?The Medicolegal Report Structure-Based Scoring Method" to assess the quality of medicolegal report in daily practice. Subjects and Method: The design ot study to test the effectiveness of guidelines and training on "The Medicolegal Report Wn`ting with Medicolegal Orientation" is randomized-controlled trial, whereas the design to know the effect of applying TRlSS method on the quality of medicolegal report conclusion is before-and-after test. The study population was general practitioners (GPs) who worked in the Emergency Unit in public or private hospitals in DKl Jakarta, whereas the subjects of this study were those who attend both of the training programs. The number of subjects, which has been calculated with sampling equation for two-independent groups, was 20 people for each group (A and B). Group A received guidelines and training on "The Medicolegal Report Writing with Medicolegal Orientation", whereas Group B received guidelines only. All study participants then received guidetines and training on ?The Technique of Wound Qualification with TRlSS Method". The dependent variable in this study was the scores of the body and conclusion parts of medicolegal report, whereas the independent variables included the use of guidelines, with or without training, and the TRlSS method. Descriptive and corretative data analyses were done with the Mann-Whitney U test and Witcoxon?s signed rank test if the data distribution were not normal. The p value less than 0.05 was considered significant. Study Results: As many as 46 GPs from 28 hospitals in DKI Jakarta was recruited as the study subjects. Two of them were excluded because they did not fit the criterion on ?practice experience? for at least two years. From the rest 44 GPs, 23 people (54.5%) were randomized into Group A and the other 21 people into Group B. The mean of ?practice experience" was 11.2 years (2- 28 years). The working experience in Emergency Unit was less than a year to 27 years. At pre-test, there is no signilicant difference between Group A and B in the mean score of medicolegal report's body (3.03 ± 1.97 v 2.70 ± 0. 71; p=0.205), conclusion (3.71 ± 1.97 v 3.18 ± 2.04; p=0.669), and total score (42.38 ± 14.52% v 36.39 ± 12.21 %, p=0.280). At post-test, all groups showed a signihcant increase compared to the pre-test scores, either in the mean score of medicolegal report?s body (2.87 ± 0.79 v 4.33 ± 065; p<0.001), conclusion (3.45 ± 2-00 v 7.19 ± 1.83; p<0.001) or total score (39.38 ± 13.60% v 72.71 ± 13.14%; p<0.001). Howeven there is no significant difference between the results from Group A and Group B either in the mean score of medicolegal report?s body (4.27 ± 0.80 v 4.39 ± 0.49; p=0.741), conclusion (7.30 ± 2.04 v 7.08 ± 1.64; p=0.632), or total score (72.91 ± 14.96% v 72.53 ± 11.51%; p=0. 789). After the training of TRlSS method, there was a signiHcant increase in the mean score of medicolegai report conclusion (7.11 ± 1.90 v 9.05 ± 1.89,' p=0.001) and total score (72.71 ± 13.14% v 82.75 ± 12.13%; p=0,001). The result of correlation test of medicolegat quality mean scores by using ?The Medicolegal Report Structure- Based Scoring Method? and Visual Analogue Scale (VAS) method showed a strong correlation in ail parts of medicolegal reports or the total report (r > 0,7 with Pearson 's correlation test). Conclusion: The study concluded that the use of guidelines of ?The Medicolegal Report Writing with Medicolegal Orientation", which were based on the complete structure of medicolegai report to GPs who worked in Emergency Unit in hospitals in DKI Jakarta, increase the quality score of medicolegal report's body without special training. The use of TRlSS method, with its relevant training, increases the score of medicolegal report's conclusion. The scoring method, which was based on the complete structure of medicolegal report's elements, could be applied to assess the quality of medicolegal reporting in daily practice, mor objectively than the VAS method.
2005
D759
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini
Abstrak :
ABSTRAK
Keracunan Pb merupakan masalah kesehatan dunia dan environmental disease utama. Untuk mengatasi akumulasi Pb dalam tubuh, pengurangan nefrotoksisitas Pb sangat penting dilakukan.
2006
D771
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Dian Anindita
Abstrak :
Latar Belakang: Talasemia merupakan kelainan sintesis hemoglobin yang membutuhkan transfusi darah berulang. Kombinasi terapi kelasi dan transfusi darah telah meningkatkan harapan hidup, namun menyebabkan penumpukan besi di organ tubuh seperti kelenjar endokrin. Hipogonadisme yang merupakan salah satu gangguan endokrin yang sering terjadi pada penderita talasemia, umumnya terjadi akibat penumpukan besi di jaringan hipofisis. Penumpukan besi di hipofisis dapat dilihat dengan melihat waktu relaksasi MRI T2 hipofisis. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan status besi dengan keadaan hipogonadisme yang dinilai dengan melihat korelasi serum feritin, saturasi transferin dan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis dengan kadar FSH, LH dan testosteron. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan subjek 32 penderita pria talasemia bergantung transfusi. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif di poliklinikin talasemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan serum feritin, saturasi transferin, FSH, LH dan testosteron menggunakan teknik ELISA. Sedangkan pemeriksaan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis menggunakan MRI Avanto 1,5 Tesla. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 62,5% pasien tidak mencapai pubertas sempurna. Didapatkan rerata kadar testosteron 23,31 (SB 15,57). Didapatkan 25% pasien memiliki testosteron rendah, dan dari kelompok tersebut seluruhnya memiliki kadar FSH dan LH yang rendah atau normal. Dijumpai adanya korelasi negatif lemah antara waktu relaksasi MRI T2 hipofisis dengan saturasi transferin pada kelompok dengan nilai testosteron normal. Korelasi pada variabel lainnya tidak terdapat yang signifikan. Simpulan: Angka kejadian pasien dengan pubertas tidak sempurna cukup tinggi, tidak sejalan dengan hasil laboratorium. Pada penelitian ini dijumpai korelasi negatif lemah antara saturasi transferin dengan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis.
Background: Thalassemia is a disorder of haemoglobin synthesis that require regular blood transfusion. The combination of chelation therapy and blood transfusion has extended life expectancy. However, repetition of blood transfusions leads to accumulation of iron in organs such as endocrine glands. Hypogonadism is one of the most prevalent endocrine disorder in thalassemia, caused by iron deposition in pituitary gland. Iron overload in pituitary can be measured by pituitary MRI T2 relaxation time. Objective: The purpose of this study was to see the correlation between iron overload with hypogonadal state by analyzing correlation between ferritin serum, transferrin saturation, pituitary MRI T2 relaxation time with FSH, LH and testosterone levels. Methods: This is a cross-sectional study with 32 subjects of male transfusion-dependent thalassemia. The subjects were collected with consecutive sampling technique in thalassemia outpatient clinic in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Measurement of serum ferritin, transferrin saturation, FSH, LH and testosterone were done using ELISA technique. Pituitary MRI T2 relaxation time was done using MRI Avanto 1.5 Tesla. Results: In this study, secondary sexual characteristics was not fully achieved in 62,5%. The mean of testosterone levels is 23,31 (SD 15,57). Low testosterone levels were found in 25% patients, and all had low or normal FSH and LH levels. There was a weak negative correlation between transferrin saturation and pituitary MRI T2 relaxation time in normal testosterone level group.

Conclusions: This study demonstrated high rate of patients who did not achieved puberty, but low rate of patient with low testosterone. There is a weak negative correlation between transferrin saturation and pituitary MRI T2 relaxation times.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Intan Atthahirah
Abstrak :
Latar Belakang. Kadar antibodi antikardiolipin (ACA) yang tinggi pada penderita thalassemia dewasa telah dijumpai di Jakarta. Hal ini belum pernah dilaporkan di Indonesia. Publikasi ilmiah internasional mengenai hal inipun sangat sedikit. Bahkan, belum ada tulisan ilmiah yang mengupas mekanisme fenomena ini. Di samping itu, telah dijumpai berbagai kejadian trombosis pada penderita thalassemia dewasa dengan kadar ACA yang tinggi. Namun, sampai saat ini belum ada satupun tulisan yang menghubungkan gangguan hemostasis pada thalassemia dengan kadar ACA yang tinggi. Thalassemia dan Sindrom Antifosfolipid (APS) masuk dalam kondisi hiperkoagulabilitas. Pertanyaannya adalah: Selain ACA, apakah LA dan anti-|32GPl juga tinggi? Mengapa ACA tinggi? Bagaimana gambaran klinis dan laboratoris gangguan hernostasis yang terjadi? Apakah sama dengan yang ditemukan pada thalassemia dan APS, pada umumnya? Apakah ada hubungan antara gangguan hemostasis, baik klinis maupm laboratoris, dengan ACA yang tinggi? Metodologi. Dilakukan Studi potong lintang yang bersifat eksploratif dan analitik pada 41 penderita thalassemia B dewasa, di beberapa rumah sakit dan klinik di Jakarta, dalam kurun waktu 2 tahun 8 bulan, mulai Maret 2002 sampai dengan Oktober 2004. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di beberapa laboratorium di Jakarta dan di Bangkok, mencakup ACA IgG dan IgM, anti-|32GP1 IgG dan IgM, LA, annexin V (ekspresi fosfatidilserin eritrosit), mikrovesikel eritrosit, VCAM-1 (disfungsi endotel), bilirubin indirk, LDH, feritin serum, untuk menentukan mengapa ACA tinggi, dan TAT komplel-zs, F1+2, D-dimer, agregasi trombosit, AT Ill, protein C,protein S, PAI-1 untuk menentukan adakah hubungan antara ACA yang tinggi dengan gangguan hemostasis. Hasil Penelitian. Penderita thalassemia B dewasa menunjukkan: (a) proporsi yang lebih besar secara bermakna dalam hal kadar ACA IgG dan ACA IgM yang tinggi, namun proporsinya tidak berbeda bermakna dalam hal anti-|32GPl IgG dan IgM yang tinggi serla LA yang posilif, (b) annexin V, mikrovesikel, bilirubin indirek, LDH, feritln serum, dan VCAM-1 yang tinggi (c) ACA IgG yang tinggi secara klinis memiliki hubungan dengan VCAM-l, bilirubin indirek dan LDI-I yang tinggi; VCAM-1 merupakan variabel paling baik untuk mcmprediksi ACA yang tinggi, (cl) VCAM-I yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan feritin serum yang tinggi, (e) annexin V yang tinggi memiliki hubungan dengan mikrovesikel eritrosit dan LDH yang tinggi; LDH yang tinggi merupakan variabel paling bermakna dalam memprudiksi annexin V yang tinggi, (f) episiaksis, gusi berdarah, dan purpura memiliki hubungan bermakna dengan ACA IgG yang tinggi; ACA IgG IgG secara klinis meningkatkan risiko keluhan di mata dan telinga; ACA IgM yang tinggi seoara klinis meningkalkan keluhan di kepala, tungkai, dada, serta mata dan telinga, (g) ACA IgG yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan aktifitas protein S dan AT III yang rendah; secara klinis meningkatkan risiko untuk tenjadinya D-dimer yang tinggi, dan (h) kelainan hemostasis pada penderita thalassemia dengan ACA yang tinggi banyak kesamaannya dengan thalasssemia dan APS pada umumnya, kecuali pada subyek penelitian dijumpai adanya hiporeaktif agregasi trombosit dan PAI-1 yang tidak tinggi. Simpulan. Desain penelitian yang bersifat studi potong lintang ini menghasilkan konsep yang didasarkan atas hubungan dua variabel, sehingga hasil penelitian ini harus ditindak Ianjuti dengan studi lanjutan, mencakup konsep: pada penderita thalassemia [3 dewasa (a) muatan besi berlebih menimbulkan kerusakan endotel vaskular, sehingga fosfolipid anionik terpajan ke luar, kemudian merangsang pembentukan ACA IgG, (b) hemolisis menyebabkan pajanan berlebih fosfolipid anionik pada lapisan luar eritrosit, yang kemudian merangsang pembentukan ACA IgG.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D707
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>