Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robby Hernawan
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1993
T58409
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Veinardi Madjid
"Latar Belakang: Penggunaan klomifen sitrat sebagai obat induksi kehamilan masih memiliki angka keberhasilan kehamilan yang rendah. Letrozol merupakan agen penghambat aromatase yang dianggap memiliki efektivitas lebih baik dibanding klomifen sitrat, namun efektivitasnya masih dilaporkan bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pemberian klomifen sitrat dan letrozol terhadap ketebalan endometrium, morfologi endometrium dan jumlah folikel dominan pada perempuan yang dilakukan induksi ovulasi atau stimulasi ovarium.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan medis pasien yang dilakukan induksi ovulasi atau stimulasi ovarium pada Januari 2011 - Mei 2015. Didapatkan 143 wanita siklus anovulasi yang terbagi dalam empat kelompok: klomifen sitrat 50 mg, klomifen sitrat 100 mg, letrozol 2,5 mg dan letrozol 5 mg. Agen pemicu ovulasi pada subjek dimulai pada hari ke-2 selama berlangsung selama lima hari. Data ketebalan endometrium, morfologi endometrium dan jumlah folikel dominan didapat pada status dari data pemeriksaan ultrosonografi transvaginal di hari ke-12 siklus haid.
Hasil: Dari semua subjek, didapatkan 45 subjek (31,5%) mendapat klomifen sitrat 50 mg, 29 subjek (20,3%) dengan klomifen sitrat 100 mg, 23 subjek (16,1%) dengan letrozol 2,5 mg, dan 46 subjek (32,2%) dengan letrozol 5 mg. Subjek dengan letrozol memiliki endometrium yang lebih tebal dibandingkan dengan klomifen sitrat (p<0,05). Didapatkan pulan subjek dengan letrozol memiliki lebih banyak proporsi subjek dengan morfologi endometrium trilaminer. Tidak dijumpai perbedaan ketebalan endometrium pada subjek dengan perbedaan dosis pada masing-masing obat. Selain itu, tidak ditemukan perbedaan jumlah folikel dominan pada keempat kelompok.
Kesimpulan: Penggunaan letrozol menghasilkan endometrium yang lebih tebal dan endometrium trilaminer dibandingkan klomifen sitrat. Tidak dijumpai perbedaan jumlah folikel dominan pada kedua kelompok.

Background: The use of clomiphene citrate as an induction agent still has dissappointing results regarding its pregnancy rate. Letrozole is an aromatase inhibitor that is perceived to has better efficacy compared to clomiphene citrate, however, the reporting results were still varied. This study aimed to know the efficacy of clomiphene citrate and letrozol for ovulation induction in anovulation women.
Method: This was a retrospective study using medical recors of women undergone ovulation induction from January 2011-May 2015. A number of 143 anovulation women were divided into clomiphene citrate 50 mg, clomiphene citrate 100 mg, letrozol 2,5 mg and letrozol 5mg. Every group of ovulation induction agent recieved the agent daily on 3rd until 7th day menstrual cycle. On 12th menstrual cycle the transvaginal ultrasound was performed to measure endometrial thickness and dominant follicle number.
Results: From all subjects, 45 subjects (31,5%) were in 50 mg clomiphene citrate groups, 29 subjects (20,3%) in 100 mg clomiphene citrate group, 23 subjects (16,1%) in 2,5 mg letrozole group, and 46 subjects (32,2%) in 5 mg letrozole group. Subjects receiving letrozol had thicker endometrium compared to clomiphene citrate (p<0,05). Different doses did not associated with different endometrial thickness between subjects receiving either letrozole or clomiphene citrate. In addition, subjects receiving letrozole had higher proportion of having trilaminar endometrium morphology. We did not observe a difference in total number of dominant follicle between groups.
Conclusion: The usage of letrozol resulted in thicker endometrium and proportion of subjects with trilaminar endometrium. Yet, there is no difference in number of dominant follicle between groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Liona Agusdin
"Kanker serviks merupakan salah satu kanker tersering yang dialami, wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 440.000 kasus baru setiap tahunnya dan sekitar 80% terjadi di negara berkembang. Negara - negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, sub-Sahara Afrika, dan Amerika Latin, tercatat sebagai negara dengan prevalensi kanker serviks yang tinggi. Contohnya di India, kasus baru kanker serviks setiap tahunnya adalah 90.000, sementara di Zimbabwe antara tahun 1990-1992 insiders kanker serviks mencapai 47.6 per 100.000. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan 39,5% penderita kanker adalah kanker serviks. Di negara industri maju kanker serviks relatif lebih jarang, dibandingkan dengan kejadian kanker -payudara, paru-paru, kolon, rektum, dan prostat.
Perbedaan yang sangat jelas antara negara berkembang dengan negara maju ini adalah karena adanya skrining kanker serviks yang telah dilaksanakan secara luas di negara maju tersebut. Sekitar 50% wanita di negara maju telah menjalani tes pap paling sedikit 1 kali dalam periode 5 tahun, namun di negara berkembang hanya 5% wanita. Di beberapa negara seperti Amerika, Kanada, dan hampir seluruh negara di Eropa, 85% wanitanya telah menjalani Tes pap paling sedikit satu kali. Shining kanker serviks telah menurunkan insidens kanker serviks yang invasif. Penurunan insidens ini sangat berkaitan dengan jumlah populasi yang menjalani skrining dan jangka waktu antara dua skrining (skrining interval). Pada populasi dengan cakupan skrining yang luas, insidens kanker serviks turutl sampai 70-90%, sementara pada populasi yang tidak menjalani skrining, insidens kanker serviks terus berada pada kondisi awal seperti saat skrining belum diberlakukan di negara maju. Indonesia yang merupakan negara berkembang, telah diterapkan tes pap sebagai shining kanker serviks namun seperti yang juga dialami oleh negara berkembang lainnya penerapan tes pap sebagai skrining kanker serviks masih mendapat berbagai kendala, antara lain luasnya wilayah, dan juga masih kurangnya tenaga ahli sitologi.
Alternatif yang lebih sederhana serta mampu laksana dengan cakupan yang luas sehingga diharapkan temuan Iasi prakanker serviks lebih banyak adalah dengan tes IVA (WA). Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sensitif, namun spesifisitasnya rendah. Spesifisitas yang rendah berarti bahwa positif palsu tes WA masih tinggi. Sebuah penelitian mendapati bahwa 40% pasien yang dirujuk untuk kolposkopi karena hasil WA positif, temyata hasil kolposkopinya normal. Ini berarti masih banyak pasien dengan hasil WA positif yang kemudian harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut dimana sebenarnya pasien tersebut tidak perlu menjalani pemeriksaan tersebut atau tidak perlu mengeluarkan biaya lebih apabila spesifisitas tes WA ditingkatkan. Upaya untuk meningkatkan spesifisitas WA dalam skrining Iasi prakanker adalah dengan melakukan penapisan dua tahap. Penapisan tahap kedua setelah didapatkan hasil WA yang positif, dapat menggunakan berbagai Cara, seperti dengan tes pap, dengan Servikografi, maupun dengan tes DNA HPV Dengan penapisan dua tahap ini, diharapkan spesifisitas WA dapat lebih baik.
Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa Tes pap dapat dijadikan pemeriksaan tahap kedua dalam upaya meningkatkan-spesifisitas tes WA dalam skrining Iasi prakanker serviks. Saat ini telah dikembangkan metode tes pap yang baru yang dikenal dengan Thin prep pap test. Latar belakang dikembangkannya metode ini adalah karena tes pap konvensional memiliki negatif palsu berkisar antara 6-55% dan meningkat jika pembuatan slide atau sediaan tidak baik. Dengan menggunakan Thin Prep kualitas spesimen yang dihasilkan lebih balk jika dibandingkan dengan preparat tes pap konvensional. Prep meningkatkan kualitas spesimen dengan cam mengurangi darah, mukus, inflamasi, dan artifak lainnya yang dapat menggangu pembacaan sediaan. Karena kualitas spesimen yang dihasilkan lebih balk, maka Thin Prep lebih efektf juga dalam mendeteksi lesi intraepitelial skuamosa derajat rendah dan juga lesi-lesi yang lebih beat pada berbagai populasi pasien dibandingkan dengan Tes pap konvensional. Thin prep pap test meningkatkan deteksi Iasi prakanker 65% pada populasi skrining dan 6% pada populasi risiko tinggi jika dibandingkan dengan Tes pap konvensional.
Tes WA dengan kelebihannya yang mudah untuk dilakukan , murah, dan mempunyai sensitivitas yang tinggi, namun memiliki positif palsu yang tinggi, apabila dikombinasikan dengan tes pap dimana sensitivitas dan spesifisitasnya cukup baik maka diharapkan sistem skrining dua tahap ini dapat diberlakukan sebagai sistem skrining kanker serviks di Indonesia.
Rumusan Masalah: Apakah tes pap digabungkan dengan tes WA positif dapat meningkatkan spesifisitas dan menurunkan positif palsu tes WA ?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Finekri A. Abidin
"Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negaranegara berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 400.000 kasus kanker serviks baru diseluruh dunia dan 80% Ilya ada di negara-negara berkembang dan minimal 200.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut. Di Indonesia sampai saat ini insiden kanker belum diketahui, tetapi diperkirakan kejadian kanker kira-kira 90-100 penderita baru per 100.000 penduduk pertahun atau sekitar 180.000 kasus baru per tahun dan kanker ginekologik merupakan jumlah terbanyak, sedangkan dari kanker ginekologik tersebut adalah kanker serviks yang paling banyak dijumpai pada wanita. Di RSCM Bari tahun 1986 sampai 1990 ditemukan 1821 penderita kanker serviks dari 2360 kasus kanker ginekologik atau 77%.
Di bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM lebih dari 60% kasus kanker serviks sudah berada dalam stadium lanjut dengan angka ketahanan hidup sangat rendah. Diketahui bahwa pengobatan pada tahap pra kanker seperti displasia dan karsinoma in situ memberi kesembuhan 100%, sedangkan pada kanker serviks stadium I angka ketahanan hidup 5 tahunnya adalah 70-80 %, sedangkan stadium II dan 111 masing-rnasing adafah 50-60 % dan 30-40 %2 Dengan penapisan massal sitologi serviks dijumpai penurunan angka kejadian dan angka kematian akibat kanker serviks.
Di negara maju telah berhasil menekan jumlah kasus kanker serviks baik jumlah rnaupun stadiumnya. Pencapaian tersebut berkat adanya program skrining dengan pap smir. Sknining di negara maju sudah dilakukan pada 50% wanita dewasa, sedangkan di negara berkembang hanya 5%. Padahal kematian penderita kanker serviks yang berusia 60 tahun ke alas disebabkan tidak pemahnya penderita melakukan skrining pada 3 tahun terakhir. Di Indonesia penerapan skrining dengan pap smir masih tersangkut dengan banyak kendala, antara lain luasnya wilayah negara, kurangnya sarana laboratorium dan tenaga ahli patologi anatomi dan ahli ginekologi, serta biaya transportasi yang cukup mahal.
Untuk itu dibutuhkan alternatif skrining yang lebih sederhana, marnpu laksana, murah dan cakupan Iuas serta dapat dilakukan tenaga kesehatan lain seperti bidan sehingga diharapkan temuan lesi prakanker serviks secara dini lebih banyak, hal tersebut ada pada pemeriksaan dengan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). IVA dapat dilakukan pada pelayanan kesehatan yang sederhana. Sayangnya walaupun pemeriksaan ini sensitif tetapi spesifisitasnya rendah hanya 64,1% ,sehingga menyebabkan wanita tanpa adanya lesi prakanker akan mendapat terapi yang tak perlu. Upaya untuk mempertahankan keungguln yang ada pada WA ini dalam deteksi dini Iesi prakanker adalah melakukan penapisan dengan 2 tahap secara serial, dengan menggabungkan pemeriksaan WA dengan hasil positif dilanjutkan pemeriksaan Servikografi, sehingga didapatkan spesifitas yang tinggi. Dan penelitian di Afrika Selatan, didapat penapisan dua tahap tersebut lebih efektif dari pada hanya dilakukan satu tahap pemeriksaan. Penggabungan kedua pemeriksaan ini dapat mengurangi pengeluaran biaya secara keseluruhan dalam penapisan kanker servik di daerah-daerah terpencil.
Rumusan masalah: Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan diteliti melalui penelitian ini adalah : Belum diketahuinya sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan Servikografi pada wanita dengan WA positif sebagai usaha penapisan dua tahap dala.in deteksi dini lesi prakanker di Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Regina Tatiana
"Tujuan : Mengetahui efektivitas terapi besi intra vena sebagai terapi anemia defisiensi besi dalam kehamilan.
Tempat : Bagian Kebidanan dan Kandungan Universitas Indonesia, RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan Jakarta.
Rancangan penelitian : Uji klinis cara random tanpa pendekatan tersamar.
Metode : Penelitian dilakukan selama kurun waktu November 2004 hingga Maret 2006 terhadap 21 pasien dengan usia gestasi 14 - 36 minggu yang didiagnosis sebagai anemia defisiensi besi. Dilakukan randomisasi secara blok sehingga terdapat dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang mendapat terapi besi oral sulfas ferosus 3 x 300 mg selama 30 hari dan kelompok kedua mendapat terapi besi intra vena iron sucrose. Penilaian hasil pengobatan dilakukan satu bulan setelah terapi dimulai dengan pemeriksaan Hb, Retikulosit dan Feritin, Dilakukan Pula penilaian efek samping dan kepatuhan pasien. Data dikumpulkan, ditabulasi dan dilakukan analisa statistik dengan uji t tidak berpasangan dan uji Mann Withney.
Hasil : Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl ± 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl ± 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb 2.2 gr/dl. Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan yang bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pads perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral adalah 29.71 ug/L ±18.37 ug/L, sedangkan nilai Feritin pada kelompok iron sucrose sebesar 68.21 ug/L ± 55.69 ug/L. Tidak didapatkan efek samping yang serius pada saat pemberian iron sucrose.
Kesimpulan : Iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia defisiensi besi dalam kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa efek samping yang serius."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library