Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
Abstrak :
Angka kejadian penyakit vaskuler di Indonesia akhir-akhir ini meningkat. Mungkin hal ini berkaitan dengan perubahan pola makanan. Penyakit peredaran darah otak (PPDO) merupakan salah satu penyakit vaskuler yang dapat mengakibatkan kelumpuhan, cacat mental maupun kematian. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mencegah terjadinya PPDO. Patogenesis PPDO perlu dipahami agar usaha pencegahan dapat herhasil. Penelitian ini bertujuan untuk memhuktikan hahwa pada penderita PPDO, trombosit mengalami aktivasi yaitu terjadi peningkatan kadar β-thromboglobulin (β-TG). Juga ingin diketahui apakah terdapat perbedaan sifat antara trombosit pads orang normal, penderita PPDO perdarahan dan PPDO bukan pendarahan. Subyek penelitian meliputi 46 orang penderita PPDO berumur antara 21 - 84 tahun, yang terdiri atas 23 orang penderita PPDO bukan perdarahan, seorang penderita TIA dan 22 orang penderita PPDO perdarahan Berta 30 orang sehat berumur antara 40 -71 tahun sebagai kontrol. Untuk menilai adanya aktivasi tromhosit dilakukan pemeriksaan kadar β-TG, sedang untuk menilai sifat trombosit ditentukan rasio antara tromboksan B2 (TxB2) : 6 keto prostaglandin Flα (PGF1β). Pemeriksaan B-TG, TxB2 dan PGF1α dikerjakan dengan cara RIA. Hasil penelitian menunjukkan hahwa aktivasi trombosit terjadi pada semua penderita PPDO, tetapi hanya 22 % dari penderita PPDO mempunyai trombosit yang relatif hiperaktif. Pada PPDO hukan perdarahan 26 % menunjukkan trombosit yang relatif hiperaktif sedangkan padaPPDO perdarahan hanya 18 %. Dapat disimpulkan hahwa pada semua penderita PPDO trombosit mengalami aktivasi tetapi trombosit yang relatif hiperaktif hanya dijumpai pada 22 % penderita PPDO. Disarankan agar dilakukan penelitian untuk menilai manfaat pemberian obat antitrombosit pada individu dengan trombosit yang relatif hiperaktif. Determination Of Thromboxan B2, 6-Keto Prostaglandin Flα And β-Thromboglobulin In Cerebro Vascular Disorders PatientsThe prevalence of vascular disease in Indonesia has been increasing recently. This is probably related to the changes in dietary pattern. The cerebro vascular disorders (CVDs) are among the vascular diseases that may result in paralysis, mental deterioration or death. Therefore, efforts ought to he carried out to prevent CVD. It is important to understand the pathogenesis of CVD in order to successfully prevent it. The main purpose of this study was to prove that platelet is activated in CVD patients. The other aim was to find out whether there is a difference between platelet activity of CVD patients and control group, and between that of non-hemorrhagic CVD and hemorrhagic CVD. The subjects of this study were 46 CVD patients (aged 21-84 years) consisting of 23 non-hemorrhagic CVD patients, I TIA patient, 22 hemorrhagic CVD patients, and 30 healthy subjects (aged 40 - 71 years) as control group. The presence of platelet activation was determined by measuring the level of β-TG, and the activity of platelet was evaluated by calculating the TxB2 : PGFlα ratio. Measurements of β-TG, TxB2, and PGF1α were done by RIA method. The result showed that activation of platelet occurred in all of the CVD patients, but only 22% of CVD patients had relative hyperactive platelet. Twenty-six percents of non-hemorrhagic CVD patients had relative hyperactive platelet but only 18% of hemorrhagic CVD patients had it. It was concluded that platelet activation occurred in all of the CVD patients but only 22% had relative hyperactive platelet. A study to evaluate the benefit of antiplatelet therapy on individu with-relative hyperactive platelet is suggested.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Riadi Wirawan
Abstrak :
Talasemia B merupakan penyakit herediter yang dapat mengakibatkan terjadinya kelainan fisik maupun mental. Penyebaran penyakit ini terutama bersifat etnis dan adanya perkawinan antar bangsa menyebabkan angka kejadian semakin tinggi dan merata. Penemuan penderita talasemia B heterozigot berdasarkan pemeriksaan analisis Hb dinilai mahal dan cukup sulit. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran pola kadar HbA2 dan HbF serta gambaran parameter hematologi penderita talasemia B heterozigot dan talasemia B - HbE. Dari 1 Maret 1992 sampai 31 September 1992 di UPF Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM telah dilakukan pemeriksaan analisis Hb terhadap 740 contoh darah penderita. Sejumlah 31,1% (230/740) didiagnosis sebagai talasemia B heterozigot dan sejumlah 2,2% (16/740) sebagai talasemia R - HbE. Rasio penderita wanita terhadap pria adalah 1,005:1 untuk talasemia 0 heterozigot dan 1,67:1 untuk talasemia 0 - HbE. Pola HbA2 normal HbF tinggi merupakan bentuk talasemia B heterozigot yang paling sedikit ditemukan, namun mempunyai gambaran parameter hematologi yang lebih berat dibandingkan pola lainnya. Kadar Hb pada talasemia B heterozigot berkisar antara 5,8-16,5 g/dl dengan rata-rata 11,63 g/dl dan pada talasemia B - HbE antara 3,2-8,2 g/dl dengan rata-rata 6,10 g/dl. Nilai Ht pada talasemia B heterozigat berkisar antara 20,9-57,1% dengan rata-rata 35,48% dan pada talasemia B - HbE antara 9,4-26,5% dengan rata-rata 19,57%. Kedua parameter hematologi di atas berbeda bermakna dibandingkan kontrol. Terdapat kadar Hb dan nilai Ht yang lebih rendah seoara bermakna pada penderita talasemia B heterozigot dibandingkan talasemia bentuk HbA2 tinggi. Demikian juga halnya pada penderita wanita dibandingkan penderita pria. Jumlah eritrosit pada penderita talasemia B heterozigot berkisar antara 2,20-8,27 juta/µl dengan rata-rata 4,67 juta/µl dan pada talasemia B - HbE antara 1,54-4,08 juta/µl dengan rata-rata 3,01 juta/µl. Perbedaan ini bermakna. Pada penderita wanita jumlah eritrosit lebih rendah dibandingkan penderita pria. Nilai VER pada penderita talasemia. 0 heterozigot berkisar antara 55-111 fl dengan rata-rata 76,9 fl, sedangkan pada talasemia f3 - HbE antara 52-80 fl dengan rata-rata 64,7 fl. Nilai HER pada penderita talasemia 0 heterozigot antara 15,1-33,5 pg dengan rata-rata 25,19 pg dan pada talasemia 0 - HbE 17,0-23,9 pg dengan rata-rata 20,27 pg. Kedua parameter ini berbeda bermakna dibandingkan dengan kontrol. Jumlah trombosit yang meningkat pada talasemia B heterozigot dan talasemia B - HbE, karena peningkatan eritrosit mikrositik yang terukur sebagai trombosit. Hitung retikulosit absolut yang meningkat dengan RPI normal inenunjukkan terjadinya eritropoisis yang tidak efektif. Kesimpulan penelitian ini adalah talasemia B heterozigot dan talasemia B - HbE mengakibatkan terjadinya perubahan parameter hematologi. Perubahan ini meliputi kadar Hb, nilai Ht, nilai VER & HER, jumlah trombosit dan hitung retikulosit absolut serta morfologi eritrosit pada sediaan hapus darah tepi. Selain itu pada penderita wanita dan talasemia B heterozigot perubahan parameter ini menjadi semakin nyata. ...... Hematological Changes in Patients with Heterozygote Thalassemia and Thalassemia Hemoglobin E Disease in the Department of Clinical Pathology FKUI/RSCMBeta thalassemia is a hereditary disorder which can cause physical and mental abnormalities. This disease is ethnically distributed, and marriage between individuals of different nations cause a higher prevalence and a wider distribution. Detection of cases based on hemoglobin analysis is relatively expensive and difficult. The aim of this study is to obtain pattern of HbA2 and HbF levels, and hematologic parameters in patients with heterozygote thalassemia and thalassemia - HbE. From March to September 1992 in the Department of Clinical Pathology FKUI/RSCM has been performed hemoglobin analysis of 740 patients. The diagnosis of heterozygote thalasemia was made on 31,1 % (230/740) of samples and B thalassemia hemoglobin on 2,2 % (16/740) of samples. Female to male ratio was 1,005 to 1 for heterozygote B thalassemia and 1,67 to 1 for l thalassemia - HbE. Pattern of normal HbA2 and high HbF was the most infrequently round among heterozygote 8 thalassemia, but gave the most severe hematologic abnormalities. Hemoglobin levels of patients with heterozygote thalassemia were between 5,8 - 16,5 g/dL with mean value 11,6 g/dL, whereas the level of patients with p thalassemia - HbE were between 3,2 - 8,2 g/dL with mean value 6,1 g/dL. Hematocrit values were between 20,9 - 57,1 with mean value 35,5 % in patients with heterozygote thalassemia, and were between 9,4 - 28,5% with mean value 19,6% in patients with thalassemia - HbE. Both parameters were significantly lower than control. Hemoglobin and hematocrit of patients- with heterozygote E thalassemia were higher than patients with high HbA2 thalassemia. Female patients had lower values compare to male. Erythrocyte count in patients with heterozygote thalassemia were between 2,2 -- 8,3 millions/uL with mean value 4,7 millions/ uL, significantly higher than the value in patients with p thalassemia - HbE which were between 1 , 5 - 4,1 millions./ut., with mean value 3,01 millions/uL. Female patients also had lower values compare to male. MCV were between 5S - 111 fL with mean value 76,9 fL in patients with heterozygote thalassemia and between 52 - 80 fL with mean value 64,7 fL, in patients with (3 thalassemia - HbE. MCH were between 15,1 -.33,5 pg with mean value 25,2 pg in patients with Heterozygote thalassemia and between 17,0 - 23,9 pg with mean value 20,3 pg in patients with thalassemia HbE. Both parameters were significantly lower than control. Thrombocyte count was Increase in patients with heterozygote thalassemia and (El thalassemia - HbE, due to microcytic erythrocytes which were counted as thrombocyte. High absolute number of reticulocyte with normal RPI suggested an ineffective erythropoiesis. In conclusion, heterozygote thalassemia and r thalassemia - HbE caused hematologic changes such as a decrease of hemoglobin, hematocrit, MCV and MCH values; an increase of thrombocyte and absolute reticulocyte count; and an abnormal erythrocyte morphology on peripheral blood smear. In female and heterozygote E thalassemia patients these changes were more prominent.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Manfaat olahraga terhadap kesegaran dan ketrampilan telah lama diketahui. Menyadari hal itu, senam kesegaran jasmani telah diikuti segenap lapisan masyarakat di Indonesia sejak tahun 1984. Polri sesuai fungsinya yang senantiasa harus siap melaksanakan tugas, pada tahun 1987 mengeluarkan buku petunjuk " Pengendalian berat badan untuk mencapai postur tubuh sehat samapta ". Salah satu unsur dalam tubuh sehat samapta adalah kesegaran jasmani yang merupakan kapasitas aerobik dan dapat dinilai dengan menghitung ambilan maksimal oksigen (VD7maks) memakai ergometer sepeda menurut metoda Astrand. Penyakit jantung koroner (pjk) yang merupakan salah satu manifestasi klinik aterosklerosis telah bergeser ke urutan ke 2 (th 1992) menurut survai rumah tangga Depkes RI dan salah satu faktor risikonya adalah hiperlipidemia. Pada tahun 1976-1977 penderita penyakit jantung yang berobat jalan di RSPAD Gatot Soebroto tercatat 2007 dan pada tahun 1984-1985 meningkat menjadi 10462. Proses ateroskierosis mulai terjadi sejak anak-anak sehingga modifikasi kadar lipid darah sejak dini merupakan upaya pencegahan yang efektif. Terjadi evolusi petanda biokimia untuk penyakit jantung koroner (PIK) dari kolesterol total (K-total),kolesterol-HDL (K-HDL),kolesterol-LDL (K-LDL) dan trigliserida (TG) menjadi apolipoprotein A-I (Apo A-1) dan apolipoprotein B (Apo B). Tujuan penelitian adalah menilai perubahan gambaran lipid (K-Tota1,TG,K-HDL,KLDL,Apo A-I dan Apo B) darah dan variabel kadar Apo A-I, Apo B, K-HDL dan K-LDL yang paling dipengaruhi oleh latihan fisik teratur dan terarah , sedangkan tujuan lain adalah menilai pengaruh latihan fisik selama pendidikan terhadap perubahan VO2mak. Subjek penelitian adalah 197 siswa tamtama Polri di Pusdik Pol Airud dengan umur 21 ± 1 tahun. Pengamatan dilakukan 3 kali. Latihan fisik teratur dan terarah selama 25 minggu mengubah komposisi lipid darah dan meningkatkan VO~maka. Perubahan komposisi lipid darah berhubungan dengan asupan makanan. Peningkatan Apo A-I dan penurunan Apo B tidak sejajar dengan perubahan K-HDL dan. K-LDL. Persentase peningkatan K-HDL (+22.22%) dan penurunan K-LDL (-14.61%) lebih tinggi dari persentase peningkatan Apo A-I (+8.46%) dan penurunan Apo B (-8.56%). Pemeriksaan K-HDL dan K-LDL dapat dianjurkan sebagai pemeriksaan laboratorium untuk evaluasi hasil latihan fisik teratur dan terarah. Pemeriksaan ini dapat dipakai dalam upaya deteksi dini satu faktor risiko PIK. Disarankan latihan fisik teratur dan terarah tetap dipertahankan setelah selesai pendidikan dan makanan tinggi kolesterol sebaiknya disubstitusi dengan makanan lain.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library