Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Raden Jachtaniaedwina
"Latar Belakang: Peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe 2 dan obesitas sentral di Indonesia merupakan tantangan besar bagi kesehatan masyarakat, terutama bagi wanita. Lingkar pinggang dan glukosa darah puasa adalah indikator kunci kesehatan metabolik. Studi ini memeriksa hubungan antara Planetary Health Diet Index (PHDI) dan indikator-indikator tersebut di antara wanita Minang dan Sunda di Indonesia.
Metode: Data dari studi cross-sectional "Diets, Metabolic Profiles, and Gut Microbiota Among Indonesian Women in Minang and Sundanese-ethnic Communities" digunakan. Asupan makanan dinilai menggunakan kuesioner frekuensi makanan semi-kuantitatif (FFQ), dan PHDI dihitung serta divalidasi. Pengukuran antropometrik termasuk BMI, lingkar pinggang, dan kadar glukosa darah puasa dicatat, dengan kadar glukosa diukur menggunakan metode kolorimetri glukosa oksidase. Usia, aktivitas fisik, etnis, dan area tempat tinggal dievaluasi melalui kuesioner. Analisis regresi linier disesuaikan dengan faktor pengganggu: usia, BMI, etnis, dan area tempat tinggal untuk lingkar pinggang; dan usia, BMI, serta lingkar pinggang untuk glukosa darah puasa.
Hasil: Tidak ada hubungan signifikan antara PHDI dengan lingkar pinggang maupun kadar glukosa darah puasa. Setelah disesuaikan dengan faktor pengganggu, umbi-umbian dan kentang (β adjusted = 0,288, p = 0,014) serta produk susu (β adjusted = 0,755, p = 0,022) secara signifikan berkorelasi positif dengan lingkar pinggang. Asupan buah secara signifikan berkorelasi positif dengan kadar glukosa darah puasa (β adjusted = 0,973, p = 0,046).
Kesimpulan: Studi ini menunjukkan bahwa meskipun PHDI secara keseluruhan tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan lingkar pinggang atau kadar glukosa darah puasa, komponen diet spesifik seperti umbi-umbian dan kentang, serta produk susu berhubungan dengan lingkar pinggang yang lebih besar. Selain itu, asupan buah yang lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa. Temuan ini menekankan perlunya intervensi diet pada komponen makanan spesifik dalam PHDI untuk meningkatkan kesehatan metabolik yang lebih baik pada wanita Indonesia.

Background: The rising prevalence of type 2 diabetes mellitus and central obesity in Indonesia presents major public health challenges, especially for women. Waist circumference and fasting blood glucose are key indicators of metabolic health. This study examines the link between the Planetary Health Diet Index (PHDI) and these indicators among Minang and Sundanese women in Indonesia.
Methods: Data from the cross-sectional study "Diets, Metabolic Profiles, and Gut Microbiota Among Indonesian Women in Minang and Sundanese-ethnic Communities" were used. Dietary intake was assessed using a semi-quantitative food frequency questionnaire (FFQ), and the PHDI was calculated and validated. BMI, waist circumference, and fasting blood glucose levels were recorded, with glucose levels measured using a glucose oxidase colorimetric method. Age, physical activity, ethnicity, and living area were evaluated through questionnaires. Linear regression analysis was adjusted for confounders: age, BMI, ethnicity, and living area for waist circumference, and age, BMI, and waist circumference for fasting blood glucose.
Results: There is no significant association between PHDI with either waist circumference and fasting blood glucose levels. After adjusting for confounders, tubers and potatoes (adjusted β = 0.288, p = 0.014) and dairy (adjusted β = 0.755, p = 0.022) were significantly positively correlated with waist circumference. Fruit intake was significantly positively correlated with fasting blood glucose levels (adjusted β = 0.973, p = 0.046).
Conclusions: The study highlights that while the overall PHDI did not show a significant association with waist circumference or fasting blood glucose levels, specific dietary components such as tubers and potatoes, and dairy were linked to larger waist circumference. Additionally, higher fruit intake was associated with increased fasting blood glucose levels. These findings emphasize the need for targeted dietary interventions focusing on specific food components within the PHDI to improve metabolic health outcomes among Indonesian women.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Jovita Kartiko
"Latar Belakang: Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit metabolik kronik progresif dengan sebagian besar populasi berada pada usia produktif. Di Indonesia, capaian kendali glikemik yang optimal hanya didapatkan pada 20-30% pasien. Hal ini meningkatkan risiko komplikasi muskuloskeletal seperti sarkopenia yang sudah mulai terjadi sejak usia 20 tahun. Vitamin D merupakan salah satu suplementasi nutrisi yang direkomendasikan dalam tata laksana sarkopenia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara vitamin D dengan sarkopenia pada populasi DM tipe 2 usia dewasa nongeriatri.
Metode: Penelitian potong lintang ini melibatkan populasi DM tipe 2 berusia 18-59 tahun yang berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Indonesia pada bulan Januari 2021 sampai dengan April 2022. Dilakukan pengukuran massa otot dengan bioimpedance analysis (BIA), kekuatan genggam tangan, kecepatan berjalan, antropometri, serta kadar HbA1c dan vitamin D serum. Titik potong vitamin D ditentukan berdasarkan kurva receiver-operating characteristic (ROC).
Hasil: Dari 99 subjek, 38,4% mengalami sarkopenia, yang terdiri dari 94,7% possible sarcopenia dan 5,3% true sarcopenia. Kadar vitamin D di bawah 32 ng/mL didapatkan pada 78,9% kelompok sarkopenia. Berdasarkan analisis multivariat, prevalensi sarkopenia pada populasi DM tipe 2 dengan defisiensi vitamin D didapatkan 1,94 kali lebih tinggi (p=0,043) dibandingkan dengan populasi DM tipe 2 tanpa defisiensi vitamin D, setelah dilakukan penyesuaian dengan usia, jenis kelamin, HbA1c, dan obesitas.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara kadar vitamin D dengan sarkopenia pada populasi DM tipe 2 usia dewasa nongeriatri, setelah penyesuaian dengan faktor usia, jenis kelamin, HbA1c, dan obesitas.

Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a chronic progressive metabolic disease with most of the population being at productive age. In Indonesia, optimal glycemic control is only achieved in 20-30% of patients which increases the risk of musculoskeletal complications such as sarcopenia. Sarcopenia has been known to develop since the age of 20. Vitamin D is one of the recommended nutritional supplementations in the management of sarcopenia.
Aim: We aimed to determine the association between serum vitamin D and sarcopenia in nongeriatric adults with T2DM.
Methods: This cross-sectional study involved 18-59 years old T2DM outpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia between January 2021 and April 2022. We performed muscle mass measurement using bioimpedance analysis (BIA), handgrip strength, gait speed, anthropometrics, as well as serum vitamin D and HbA1c levels. The cut-off Vitamin D level was determined using receiver-operating characteristic (ROC) curve.
Results: A total of 99 subjects were analyzed of which 38.4% had sarcopenia. The proportion of possible sarcopenia was 94.7% and true sarcopenia 5.3%. Vitamin D level below 32 ng/mL was found in 78.9% of the sarcopenia group. Based on multivariate analysis, the prevalence of sarcopenia in the T2DM population with vitamin D deficiency was found to be 1.94 times higher (p=0.043) compared to the T2DM population without vitamin D deficiency, after adjusting for age, sex, HbA1c, and obesity.
Conclusion: There is a significant relationship between vitamin D levels and sarcopenia in nongeriatric adults with T2DM, after adjusting for age, sex, HbA1c, and obesity.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library