Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfan Arief
"Latar belakang. Kejadian demam pascabedah jantung sering ditemukan akibat tindakan pembedahan maupun penggunaan mesin pintas jantung paru (PJP), demam tersebut sulit dibedakan antara demam akibat infeksi atau inflamasi. Penegakan diagnosa infeksi dengan pemeriksaan kultur membutuhkan waktu lama dan kadang tidak tumbuh bakteri. Prokalsitonin (PCT) diharapkan sebagai penanda infeksi tanpa harus menunggu hasil kultur.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan menilai kadar PCT dapat membedakan demam infeksi dengan demam inflamasi pada pascabedah jantung.
Metode. Penelitian ini dikerjakan di Unit Pelayanan Jantung Terpadu RSCM, dengan subyek pasien dewasa pascabedah jantung terbuka dengan menggunakan mesin PJP diikuti selama lima hari adanya demam dengan suhu ≥ 37,8° C, tanda dan gejala infeksi. Semua subyek diperiksa PCT dan kultur darah sebelum pembedahan, hari pertama, kedua dan kelima pascabedah. Pemeriksaan kultur dikerjakan atas indikasi klinis adanya infeksi.
Hasil. Sebanyak 59 subyek pascabedah jantung menggunakan mesin PJP, terdapat dua subyek dropout (meninggal pada hari pertama dan kedua), 22 (37,28%) tidak demam, 32 (54,24%) demam inflamasi dan 5 (8,48%) demam infeksi. Infeksi ditemukan dari kultur sputum (Klebsiella pneumonie), hasil kultur darah, luka operasi, dan urin tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. Didapatkan kadar PCT demam infeksi 13,48 ng/ ml dan demam inflamasi 6,90 ng/ ml.
Simpulan. Kadar PCT demam infeksi (13,48 ng/ ml) lebih tinggi daripada demam inflamasi (6,90 ng/ ml). Tidak ada beda kadar PCT demam infeksi dan demam inflamasi secara statistik dengan p adalah 0,371.

Background. Post cardiac surgery fevers usually caused by surgery itself or cardiopulmonary bypass (CPB). Difficulties to differentiated fever caused infection or inflammation. Bacterial culture to prove infections take a long time and sometimes the result is negative. Procalcitonin is sugested infection marker without wait for culture.
Goal. The aim of this study is to know procalcitonin level can differentiate fever cause infectious or inflammation.
Methods. This study performed at Integrated Cardiovascular Unit in RSCM, on adult patients who had open cardiac surgery with CPB, observed for temperature ≥ 37,8° C, sign and symptoms of infections, for 5 days. PCT levels and blood culture performed before surgery, first, second and 5th day after surgery. Culture from other sites performed as indicated.
Results. There are 59 have cardiac surgery with CPB, There are two subject dropout (died on 1st and 2nd days), 22 had no fever (37,28%), 32 had inflammation fever (54,24%) and 5 had infectious fever (8,48%). Infection confirmed by bronchial wash culture (Klebsiella pneumonie), no surgical wound infection, blood and urine culture were negative. We have PCT levels infectious group 13,48 ng/ ml and inflammation group 6,90 ng/ ml.
Conclussion. PCT levels infectious group (13,48 ng/ ml) higher than inflammation group (6,90 ng/ ml). Non parametric diagnostic Mann Whitney U test there are no significant differences of PCT levels between infectious and inflammation group, p=0,371.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardi
"Latar belakang. Penderita hemodialisis memerlukan kanulasi arteriovena.
Selama ini diperlukan waktu tunggu hingga empat minggu agar fistula arteriovena
siap digunakan. Hal ini meningkatkan morbiditas dan biaya. Diperlukan suatu
penelitian untuk mengetahui efektifitas fistula arteriovena pada waktu tunggu
yang lebih singkat.
Metode. Studi potong lintang komparatif membandingkan kelompok kanulasi dua
minggu dan empat minggu, menggunakan data sekunder dari RS.P pada kurun
waktu 2010 – 2012. Penilaian efektifitas menggunakan pemeriksaan thrill.
Hasil. Terdapat 174 data subyek yang memenuhi kriteria, dimana tidak ditemukan
perbedaan thrill pada kelompok kanulasi dua minggu dan empat minggu. Dimana
efekifitas keduanya diatas 90 %. Pada analisis statistik hanya riwayat CVD yang
berhubungan dengan hasil kanulasi empat minggu.
Pembahasan. Tidak terdapat perbedaan efektifitas pemasangan kanulasi pada
kelompok dua minggu dan empat minggu, sehingga waktu tunggu untuk
hemodialisis dapat diusulkan menjadi dua minggu.

Background. Hemodyalisis patients requires arteriovenous cannulation. It’s
needed a waiting period for up to four weeks for arteriovenous fistula ready for
use. It will increases morbidity and cost. It’s required a study to determine the
effectiveness of the arteriovenous fistula on a shorter waiting period.
Methods. Comparative cross-sectional study comparing the cannulation two
weeks and four weeks, using secondary data from RS.P in the period from 2010 to
2012. Assessing the effectiveness of using thrill.
Results. There were 174 subjects who met the criteria of data, which is not found
on thrill difference between cannulation two weeks and four weeks. Where both
effectiveness were above 90%. In the statistical analysis only the history of CVD
associated with cannulation results four weeks.
Discussion. There was no difference in the effectiveness of the installation of
cannulation in group two weeks and four weeks, so the waiting period for
hemodialysis may be proposed in two weeks
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library