Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lidwina Dian Pratiwi
"Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Artinya sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lain, maka yang berwenang membuatnya adalah notaris sebagai pejabat umum. Pembuatan akta otentik diharuskan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa bagi para pihak akta otentik memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Koperasi merupakan badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat yang bertujuan memajukan kesejahteraan anggota-anggotanya dan seluruh masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Agar koperasi dapat melaksanakan fungsi dan peranannya secara efektif, serta menciptakan kepastian hukum bagi kegiatan usaha yang dilakukannya, koperasi memerlukan landasan hukum yang kuat, yaitu dengan membuat akta-akta koperasi dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris sebagai pejabat umum.
Tesis ini membahas mengenai kewenangan notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta-akta koperasi serta mengapa diperlukan pembekalan dan pengangkatan notaris untuk membuat akta-akta koperasi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Notaris sebagai pejabat umum diberi kewenangan untuk membuat akta otentik, termasuk didalamnya akta-akta koperasi, dimana undang-undang tidak mengecualikannya. Pembekalan mengenai koperasi diperlukan karena masih banyak notaris yang kurang memahami mengenai koperasi yang memiliki karakteristik berbeda bila dibandingkan dengan badan hukum lain. Namun pembekalan ini tidak boleh membatasi ataupun menghilangkan kewenangan notaris selaku pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat akta otentik. Pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap undang-undang koperasi sehingga memuat ketentuan yang mengatur mengenai kewenangan notaris selaku pejabat umum dalam membuat akta-akta koperasi.

Law Number 30/2004 on Public Notary said that notary is a public officer with authorities to make authentic deeds. It means that if certain authentic deeds are not specially empowered to the other public officers, the authority will be on the notary as a public officer. An authentic deed is required for the parties and others to avoid uncertainty, regularity and law protection. Indonesian Civil Code said, an authentic deed giving a full evidence of its contents for the parties. Cooperation is a corporate body and a public economic movement that will increase its member?s prosperity and public in general, and to develop national economic system to reach a prosperous society in justice according to Pancasila and 1945 Constitution. To do its function effectively, and its activities protected by the law, the cooperation needs an authentic deeds which is made by or before the notary as a public officer.
This thesis reviews the authority of a notary as a public officer in order to make cooperation deeds. And why a notary should be enhanced and elected to be able to appoint to make cooperation deeds. This thesis used literatures examination which describes normatively yuridis. Notary as a public officer having the authority to make authentic deeds, including cooperation deeds, that is not expected by law. Enhancement about cooperation still needs because most notaries did not have enough knowledge about cooperation that has so many different characteristic, compare with the other corporate bodies. But this enhancement should not border or losing notary authority as the only one public officer that has an authority to make authentic deeds. The government needs to change the cooperation law so it denotes rules about notary authority as a public officer in making cooperation deeds.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Norman Tuah H.
"Jual beli atas bidang tanah sah secara Hukum Tanah Nasional bila dilakukan secara terang, tunai, dan ril. Begitu juga terhadap tanah Negara yang sudah diduduki dan dikuasai dengan itikad baik dapat dijual belikan dengan cara pengoperan hak dihadapan Notaris, mengingat belum adanya alas hak atas bidang tanah tersebut,tapi bila sudah ada alas hak maka dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penjualan tanah Negara yang sebenarnya sudah punya alas hak dengan cara pengoperan hak yang dilakukan dihadapan Notaris, terjadi pada sengketa antara Nyonya Sari (Penggugat) melawan Hendra Widjaya (Tergugat I) dengan Istrinya Nyonya Noersanti (Tergugat II) dan juga para penjual dan kuasa serta Pembeli yang sebelumnya, juga para Notaris yang membuatkan akte atas peristiwa hukum ini sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor :54/PDT.G/PN.JKT.PST/2007 tanggal 11 September 2007.
Permasalahan dalam tesis ini bagaimana legalitas dan akibat hukum dari akta jual beli rumah dan pengoperan hak yang dibuat Notaris terhadap tanah Negara yang sudah bersertipikat Hak Guna Bangunan, serta bagaimana Notaris tersebut menyikapi, memperhatikan berkenan dengan akta ini agar tidak memberi celah untuk dilakukannya perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Sedangkan Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif sehingga analisa berdasarkan data-data yang disusun secara sistematis agar dapat ditarik suatu kesimpulan dari pembahasan.
Berdasarkan hasil pembahasan dinyatakan bahwa Akta Jual Beli Rumah dan Pengoperan Hak yang dilakukan para pihak atas tanah negara yang sudah bersertipikat Hak Guna Bangunan dihadapan Notaris adalah sah dan merupakan akta jual beli tanah berikut bangunannya dengan catatan bahwa penjual adalah pihak yang sebenarnya, sehingga menurut Pasal 1320 KUHPerdata maka yang berhak untuk menjual, sepanjang penjual tidak mengetahui maka tidak ada alasan untuk batal demi hukum atau dapat dibatalkan karena sudah memenuhi unsur-unsur sahnya perjanjian. secara formal akta tersebut membuktikan bahwa kesepakatan untuk jual beli rumah dan pengoperan hak tersebut telah disetujui dan diakui berdasarkan tanda tangan pada akta tersebut oleh para pihak, begitu juga secara material, klausul-klausul dari akte tersebut mampu menceritakan isi dari akta tersebut. Notaris juga dalam membuat akta tidak hanya berdasarkan data formal semata
Eligibility for plots of land is legal under the National Land Law if it is carried out in an open, cash, and real manner. Likewise, State land that has been occupied and controlled in good faith can be traded by way of the transfer of rights before a Notary, considering that there is no basis for the rights to the plot of land, but if there is a right, then it is done before the Land Deed Maker Official. The sale of state land, which actually already had a right of title by way of the transfer of rights before a Notary, occurred in a dispute between Mrs. Sari (Plaintiff) against Hendra Widjaya (Defendant I) and his wife Mrs. Noersanti (Defendant II) as well as the sellers and their attorneys and buyers. previously, also the Notaries who made the deed of this legal event in accordance with the decision of the Central Jakarta District Court Number: 54/PDT.G/PN.JKT.PST/2007 dated 11 September 2007.
The problem in this thesis is how the legality and legal consequences of the deed of sale and purchase of houses and the transfer of rights made by a Notary to State land that has a certificate of Building Use Rights, as well as how the Notary responds, pays attention to being pleased with this deed so as not to provide an opening for actions that are contrary to the law. While the research method used is normative juridical so that the analysis is based on data that is arranged systematically so that a conclusion can be drawn from the discussion.
Based on the results of the discussion, it is stated that the Deed of Sale and Purchase of Houses and Transfer of Rights carried out by the parties to state land that has a certificate of Building Use Rights before a Notary is valid and constitutes a deed of sale and purchase of land and the building provided that the seller is the real party, so that according to Article 1320 In the Civil Code, those who have the right to sell, as long as the seller does not know, there is no reason to cancel by law or it can be canceled because it has fulfilled the legal elements of the agreement. formally the deed proves that the agreement for the sale and purchase of the house and the transfer of the rights have been approved and recognized based on the signatures on the deed by the parties, as well as materially, the clauses of the deed are able to tell the contents of the deed. Notaries are also in making a deed not only based on formal data alone.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rosalina
"Kuasa adalah kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan tindakan hukum atas nama pemberi kuasa. Dalam realisasi pemindahan hak atas tanah melalui jual bali, banyak ditemukan pemberian kuasa penuh, luas dan mutlak, yang menyebabkan obyek jual beli tidak hanya berpindah penguasaannya, akan tetapi dapat juga berpindah kepemilikannya. Dari beberapa kasus yang terjadi sehubungan dengan kuasa mutlak ini, diambil contoh dua buah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan ini dijadikan contoh dan dianalisis dalam penelitian ini dengan pokok permasalahan: Bagaimana kedudukan hukum kuasa mutlak yang diberikan oleh pemegang hak atas tanah dalam rangka pemindahan hak atas tanahnya melalui jual beli? Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap pihak pambeli yang melakukan peralihan hak berdasarkan kuasa mutlak apabila akan melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut dalam menyelesaikan status hak atas tanahnya?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan normatif, mempergunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan, dan penelitian bersifat deskriptif, karena ditujukan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang sifat-sifat hubungan hukum, keadaan atau gejala-gejala tertentu dalam suatu tindakan hukum.
Berdasarkan Instruksi Menteri Nomar 14 Tahun 1982, keberadaan kuasa mutlak telah dilarang, karena merupakan Salah satu bentuk penyelundupan hukum yang dibuat tanpa adanya kebebasan bertindak dan kesepakatan para pihaknya Serta dapat dipastikan mengandung itikad tidak baik. Tindakan hukum jual beli yang didasarkan atas kuasa mutlak tersebut akan menyebabkan jual beli menjadi tidak sah dan batal demi hukum. Pihak pembeli yang melakukan peralihan hak atas tanahnya melalui jual beli berdasarkan kuasa mutlak tidak akan memperoleh perlindungan hukum baik dalam perolehan maupun pendaftaran tanahnya, namun tetap harus dilakukan pengembalian uang pembayaran harga tanah oleh pihak penjual yang menjual tanah berdasarkan kuasa mutlak, hal mana diselesaikan secara tersendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Authority is the competence delegate to the receiver to perform a legal act on the giver's authorities. In the land rights removal through land trades' realization, lots of full and absolute power of authorities that cause the transfer of command and ownership of the transaction?s object could be found. From several cases happens concerning about the absolute power of authority, we can take The Sentence of The Supreme Court Republic of Indonesia as an example. It is the subject matter to the juridical analysis in this research, with main question: How is the legal status of such absolute power of authority in the land rights removal especially on a land trades? Moreover, how is the juridical protection against the parties who perform the act of land trades by this absolute power of authority?
This research has a normative approach using a secondary data obtained by literature study, and has a descriptive character, because it aims to give a specific: data about characteristic of law-connected relations, conditions or any certain indications in making an agreement. In this research, there is a case analysis about the abrogation of this absolute power of authority.
Based. on the Directive of the Secretary of the Interior, this kind of authorities have been banned because it was made to infiltrate law regulation and was made without freedom of acts and agreement by both parties, also surely made with bad intentions. This kind of act will cause the revocation of the authority given. The parties who perform the act of land trades by this absolute power of authority have no juridical protection either in the achievements or in registration of the rights removal. However, the restitution of his losses could be discussed and agreed by both parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T19302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryanto Gunawan
"Doktrin Alter Ego dan Piercing the Corporate Veil merupakan satu doktrin yang berkembang di negara ? negara Common Law, Doktrin ini mengajarkan penembusan tabir istimewa perseroan yang menutupi pemegang saham dan organ ?organ perseroan lainnya yang mungkin pada kenyataannya telah memanfaatkan perseroan untuk kepentingan sendiri sehingga dengan menutupi dirinya dengan tabir istimewa tersebut, pemegang saham dapat bersembunyi dari tuntutan tanggung jawab melebihi saham yang dimiliki dan organ ? organ perseroan lainnya dapat bersembunyi di balik pemenuhan tugas tugas yang dipercayakan kepada mereka.
Perseroan selaku badan hukum sekalipun mempunyai kedudukan mandiri dan pemegang saham mempunyai pertanggung jawaban secara terbatas, namun bila pemegang saham menyalahgunakan / memanfaatkan perseroan dengan misalnya memanfaatkan jabatan anggota Direksi dan/atau dewan Komisaris untuk memanfaatkan Corporate Opportunity melakukan perbuatan hukum yang dapat menimbulkan conflict of interest atau dengan maksud melakukan self dealing untuk kepentingan pribadinya, maka tabir yang melindungi keterbatasan tanggung jawab tersebut dapat ditembus atau dikoyak untuk mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi dan siapa tang telah terlibat dalam peristiwa atau perbuatan tersebut dengan maksud bilamana perlu menuntut pemenuhan tanggung jawab baik pemegang saham, anggota Direksi dan dewan Komisaris secara melebihi dari pada apa yang telah digariskan dalam anggaran dasar perseroan maupaun undang-undang termasuk tuntutan pertanggung jawaban sampai kekayaan pribadi.
Penyalahgunaan kewenangan (detournement de pouvoir / misbruik van macht) baik secara langsung maupun tidak langsung sudah pasti dilakukan dengan itikad tidak baik dan tidak bertanggung jawab memanfaatkan untuk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Terhadap tindakan pemegang saham, anggota Direksi dan dewan Komisaris yang merugikan pihak lain, Undang-Undang mengatur perlindungan hukum bagi pihak pihak tersebut dan mewajibkan Pengadilan menetapkan Doktrin Piercing the Corporate Veil dalam memeriksa perkara gugatan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 3 ayat 2 UUPT. Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata penerapan Doktrin ?Alter Ego and Piercing the corporate veil? tidak hanya terbatas pada tindakan ? tindakan yang disebut UUPT pasal 3 ayat 2 semata, akan tetapi terhadap berbagai aspek perbuatan hukum yang tidak selaras dengan hukum serta bertentangan dengan maksud dan tujuan perseroan.

The Doctrine Alter Ego and Piercing the Corporate Veil is one of the doctrines that develop in the Common Law jurisdictions. The doctrine allow Judges to pierces the company veil of that cover the shareholders and other corporate organs from exposing themselves to public knowledge that they may have used the company for their own respective benefits, so that by covering themselves with the corporate veil, they would not theoretically be held responsible for more than the shares they hold, in case the shareholders or for more than the fulfillment of their fiduciary duties of Directors and Commissioners.
Being a legal entity, a limited liability company enjoys its independent status and, as such the shareholders and each Director and/or commissioners possesses limited responsibility within the limits of their respective duties or obligation. But if a shareholders abuses or misuses the company by utilizing the Board of Director and Board of Commissioners to seize corporate opportunities to take any action which result in conflict of interest or with a view to creating self dealing for his own benefit, then the corporate veil that cover the shareholder can be pierced in order to find out what has actually been going on and whoever are involve in such event or action, be they the shareholders, members of the Board of Director and Board of Commissioners with a view to whenever necessary, demanding or claiming the shareholders, member Board of Director and member Board of Commissioners involved in the action that has been found as being detrimental to the company to be held responsible for more than that mandated by the articles of association of the company or even exceeding the law, including against their personal asset.
Abused of power (detournement de pouvoir / misbruik van macht) either directly or indirectly is always committed not in good faith and constitutes irresponsible in utilizing the limited liability company only for their personal advantages the law protect those who suffer from damages caused by misuse of the company by the shareholders, member Board of Director and member Board of Commissioners and obliges the court rely on Doctrine Alter Ego and Piercing the Corporate Veil in examining a case brought before it claiming the company for an alleged unlawful act committed thereby in pursuance of Company Law Article 3 paragraph 2. Under Article 1365 of Indonesian Civil Code, the Doctrine Alter Ego and Piercing the Corporate Veil can be interpreted so widely that is does not cover only acts mentioned in Company Law Article 3 paragraph 2, but to be applied to all acts which are contrary the law and are not il line with the purposes and objectives of the company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25986
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rafika Arifina
"Tesis ini membahas mengenai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (untuk selanjutnya disebut RUPS LB) yang dilakukan dan dihadiri oleh seluruh pemegang saham PT. Golden Bird Metro pada tanggal 18 Maret 2008. RUPS LB ini adalah yang kedua kalinya diadakan karena pada saat RUPS pertama tidak memenuhi kuorum. Panggilan Rapat kedua dilakukan oleh Direksi pada tanggal 10 Maret 2008. Kemudian RUPS LB ini menimbulkan permasalahan hukum dan menjadi objek sengketa di Pengadilan. Akta Risalah RUPS LB diminta pembatalan di pengadilan, dan Notaris yang membuat akta tersebut juga digugat oleh pihak yang merasa dirugikan. Dalam kasus ini Penggugat yang merupakan Direktur Utama dan sekaligus pemegang saham 33,3 % saham dari PT. Golden Bird Metro menggugat Notaris PM, notaris di Jakarta Pusat yang membuat akta risalah RUPS LB PT. Golden Bird Metro nomor 24 tanggal 18 Maret 2008. Penggugat menyatakan bahwa pada saat pelaksanaan RUPS tidak pernah ada pembahasan terhadap agenda RUPS dikarenakan pada rapat terjadi perdebatan mengenai siapa yang berwenang memimpin RUPS dan menyatakan tergugat telah menyalahgunakan wewenang sebagai notaris dengan menuangkan rekayasa peristiwa hukum RUPS LB ke dalam berita acara RUPS. RUPS LB ini bukan dipimpin oleh Pengugat karena dalam kedudukannya selaku Direksi masih terlibat sengketa dengan perseroan di pengadilan. Menurut ketentuan yang berlaku pasal 99 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, Direktur Utama (Penggugat) menjadi tidak berwenang mewakili perseroan. Penyelenggaraan RUPS LB ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai jangka waktu pemanggilan RUPS akan tetapi melanggar Anggaran Dasar perseroan mengenai pihak yang berwenang memimpin RUPS. Perbuatan hukum memimpin Rapat Umum Pemegang Saham tidak termasuk tindakan hukum pengurusan perseoran. Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif.

This thesis discusses Extraordinary General Meeting of Shareholders (hereinafter referred to as RUPS LB) executed and attended by all shareholders of PT. Golden Bird Metro on 18 March 2008. This RUPS LB is convened in the second time due to the failure of quorum in the First RUPS. The Second Meeting Summon was convened by Directors on 10th March 2008. Then this RUPS LB results in legal dispute and becomes the object of dispute in the Court. Deed of Minutes of RUPS LB is requested to be ineffective by the Court, and Notary who prepared the deed is also claimed by a suffered party. In this case, the Plaintiff constituting President Director and the holder of 33% shares from PT. Golden Bird Metro files claim to the Notary of PM, notary public practicing in Central Jakarta executing the deed of minutes of Extraordinary General Meeting of Shareholders of PT. Golden Bird Metro Number 24 dated 18 March 2008. The Plaintiff said that during the performance of RUPS, there was no discussion concerning the agenda of RUPS, because in the course of RUPS, there was debate regarding an authorized party who would chair the RUPS and declared that the defendant has misused the authority as notary by entering manipulation of legal circumstance of RUPS LB into in minutes of RUPS. This RUPS LB was not chaired by the Plaintiff because in their capacity as Directors, they remain in dispute in court. Pursuant to the prevailing provisions under Article 99 of Law of Limited Liability Company Number 40 Year 2007, President Director (The Plaintiff) shall reserve no authority to represent the company. The performance of this RUPS LB is in accordance with provision of Law of Limited Liability Company regarding period of summon of RUPS, but they violated Articles of Association of the company regarding a party authorized to chair the RUPS. Legal act in chairing the General Meeting of shareholders shall exclude legal act, administration of law, personal administration. This research is conducted on the basis of library research method with the nature of normative jurisdiction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28344
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rosalina
"ABSTRAK
Kuasa adalah kewenangan yang diberikan oleh pemberi
kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan tindakan hukum
atas nama pemberi kuasa. Dalam realisasi pemindahan hak atas
tanah melalui jual beli, banyak ditemukan pemberian kuasa
penuh, luas dan mutlak, yang menyebabkan obyek jual beli
tidak hanya berpindah penguasaannya, akan tetapi dapat juga
berpindah kepemilikannya. Dari beberapa kasus yang terjadi
sehubungan dengan kuasa mutlak ini, diambil contoh dua buah
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan ini
dijadikan contoh dan dianalisis dalam penelitian ini dengan
pokok permasalahan: Bagaimana kedudukan hukum kuasa mutlak
yang diberikan oleh pemegang hak atas tanah dalam rangka
pemindahan hak atas tanahnya melalui jual beli? Bagaimana
perlindungan hukum yang diberikan terhadap pihak pembeli yang
melakukan peralihan hak berdasarkan kuasa mutlak apabila akan
melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut dalam
menyelesaikan status hak atas tanahnya? Penelitian ini
merupakan penelitian hukum dengan pendekatan normatif,
mempergunakan data sekunder yang diperoleh dari studi
kepustakaan, dan penelitian bersifat deskriptif, karena
ditujukan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
sifat-sifat hubungan hukum, keadaan atau gejala-gejala
tertentu dalam suatu tindakan hukum. Berdasarkan Instruksi
Menteri Nomor 14 Tahun 1982, keberadaan kuasa mutlak telah
dilarang, karena merupakan salah satu bentuk penyelundupan
hukum yang dibuat tanpa adanya kebebasan bertindak dan
kesepakatan para pihaknya serta dapat dipastikan mengandung
itikad tidak baik. Tindakan hukum jual beli yang didasarkan
atas kuasa mutlak tersebut akan menyebabkan jual beli menjadi
tidak sah dan batal demi hukum. Pihak pembeli yang melakukan
peralihan hak atas tanahnya melalui jual beli berdasarkan
kuasa mutlak tidak akan memperoleh perlindungan hukum baik
dalam perolehan maupun pendaftaran tanahnya, namun tetap
harus dilakukan pengembalian uang pembayaran harga tanah oleh
pihak penjual yang menjual tanah berdasarkan kuasa mutlak,
hal mana diselesaikan secara tersendiri oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.

ABSTRACT
Authority is the competence delegate to the receiver to
perform a legal act on the giver's authorities. In the land
rights removal through land trades' realization, lots of full
and absolute power of authorities that cause the transfer of
command and ownership of the transaction's object could be
found. From several cases happens concerning about the
absolute power of authority, we can take The Sentence of The
Supreme Court Republic of Indonesia as an example. It is the
subject matter to the juridical analysis in this research,
with main question: How is the legal status of such absolute
power of authority in the land rights removal especially on a
land trades? Moreover, how is the juridical protection
against the parties who perform the act of land trades by
this absolute power of authority? This research has a
normative approach using a secondary data obtained by
literature study, and has a descriptive character, because it
aims to give a specific data about characteristic of lawconnected
relations, conditions or any certain indications in
making an agreement. In this research, there is a case
analysis about the abrogation of this absolute power of
authority. Based on the Directive of the Secretary of the
Interior, this kind of authorities have been banned because
it was made to infiltrate law regulation and was made without
freedom of acts and agreement by both parties, also surely
made with bad intentions. This kind of act will cause the
revocation of the authority given. The parties who perform
the act of land trades by this absolute power of authority
have no juridical protection either in the achievements or in
registration of the rights removal. However, the restitution
of his losses could be discussed and agreed by both parties.;"
2008
T37604
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Wiral
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37012
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arie Prawira Sholeh
"Penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham wajib memerhatikan persaingan usaha akan tetapi proses pemberitahuan wajib dilakukan 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham yang tidak memiliki fungsi pencegahan terhadap anti persaingan, untuk itu permasalahan yang dibahas bagaimanakah kewajiban dan proses penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham dalam prespektif hukum persaingan. tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis nomatif dengan pendekatan perbandingan hukum di negara lain. pelaku usaha yang memiliki nilai aset atau penjualan tertentu wajib melakukan pemberitahuan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha, apabila pemberitahuan terlambat dilakukan maka pelaku usaha akan dikenakan denda administrasi keterlambatan, konsultasi penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham dapat dilakukan pada saat kewajiban pengumuman rancangan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham pada paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham.

Merger, consolidation, or acquisition of shares shall be notice of competition, but the notification process must be done 30 (thirty) days after the date of merger, consolidation, or acquisition of shares that do not have the function of preventing anti-competitive, for the problems discussed how the obligations and processes merger, consolidation, or acquisition of shares in a competition law perspective. This thesis research methods nomatif juridical approach to comparative law in other countries. businesses that have a value of certain assets or sale shall make a notification to the Business Competition Supervisory Commission, if the notice was too late to do the business will be subject to administrative penalties of delay, consultation merger, consolidation, or acquisition of shares can be done at the time of the announcement of the draft obligation merger, consolidation, or acquisition of shares at least 30 (thirty) days prior to calling the General Meeting of Shareholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31838
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3   >>