Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Caroline Margareth Himawari
"Latar Belakang : Penumpukan besi di organ akibat kondisi iron overload dapat menyebabkan gagal fungsi organ limpa sehingga terjadi splenomegali dan harus dilakukan splenektomi. Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian kelasi besi, salah satu kandidat dari alam adalah mangiferin. Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) diketahui memiliki kandungan mangiferin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar mangiferin di organ limpa tikus model hemosiderosis setelah diberikan ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa. Metode : Penelitian menggunakan organ limpa dari 15 tikus Sprague-Dawley model besi berlebih dibagi menjadi 3 kelompok. Masingmasing kelompok diberikan perlakuan sesuai dengan kelompoknya, yaitu mangiferin tunggal 50 mg/KgBB, ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa dosis 100 mg/KgBB, dan 200 mg/KgBB. Kemudian kadar mangiferin dihitung menggunakan alat HPLC. Hasil : Rata-rata kadar mangiferin pada organ limpa tikus pada kelompok M adalah sebesar 4950.06±1272.10 (ng/g), kelompok PM1 3942.72±600.29 (ng/g), dan PM2 3572.00±768.73 (ng/g). Ketiga kelompok perlakuan tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan. Kesimpulan : Pemberian ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa menghasilkan kadar mangiferin yang mendekati hasil dari pemberian mangiferin tunggal, pemberian kelompok PM1 paling mendekati hasil dari pemberian kelompok M. Peningkatan dosis ekstrak etanol tidak menghasilkan kadar mangiferin yang sebanding, hasil mangiferin pemberian kelompok PM2 cenderung lebih rendah dibanding kelompok PM1.

Introduction : Excess iron in the spleen due to iron overload leading to organ failure, resulting in splenomegaly, necessitating splenectomy. One natural candidate to adress this issue is mangiferin, found in Mahkota dewa fruit (Phaleria macrocarpa). This research aims to analyze the level of mangiferin in spleen of hemosiderosis-modeled rats after administering Phalerica macrocarpa fruit ethanol extract. Method :This research used spleens from 15 Sprague-Dawley hemosiderosis-modeled rats divided into 3 groups. Each group was given three different treatments : mangiferin 50 mg/KgBB, ethanol extract of Phaleria macrocarpa fruit 100 mg/KgBB and 200 mg/KgBB. The mangiferin level were calculate using HPLC. Results :The average of mangiferin level of group M was 4950.06±1272.10 (ng/g), group PM1 was 3942.72±600.29 (ng/g), and group PM2 was 3572.00±768.73 (ng/g). There were no significant results. Conclusion : The administration of ethanol extract from Phaleria macrocarpa fruit results mangiferin levels that are close to the results obtained from the administration of pure mangiferin. Among the groups, PM1's administration yields results closest to those of group M (mangiferin). Increasing the dose of ethanol extract does not result in proportionally higher mangiferin levels; the mangiferin levels from the PM2 group tend to be lower than those of the PM1 group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafly Atthariq
"Latar Belakang Prevalensi obesitas dunia maupun Indonesia terus meningkat. Pada obesitas, terjadi peningkatan sintesis kolesterol hati dan dislipidemia yang berisiko menyebabkan kematian. Ketumbar diduga memiliki efek anti dislipidemia dengan menginhibisi enzim HMG-KoA reduktase. Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti pengaruh ekstrak biji ketumbar pada ekspresi HMG-KoA reduktase dalam sintesis kolesterol hati tikus obesitas. Metode Studi eksperimental melibatkan 29 tikus Wistar yang dibagi menjadi 5 kelompok: pakan standar, pakan standar yang diberi ekstrak ketumbar, pakan standar yang setelahnya diberi pakan tinggi lemak sekaligus ekstrak ketumbar, pakan tinggi lemak, dan pakan tinggi lemak yang diberi ekstrak ketumbar. Ketumbar diberi dengan dosis 100 mg/kgBB selama 12 minggu. Selajutnya, jaringan hati dinekropsi dan RNA diekstraksi. Kemudian, dilakukan analisis RNA menggunakan quantitative real time reverse transcriptase polymerse chain reaction (qRT-PCR) dan ekspresi relatif HMG-KoA reduktase dihitung dengan metode Livak. Hasil Tidak terdapat peningkatan signifikan (p > 0.05) ekspresi relatif mRNA HMG-KoA reduktase pada hati kelompok kontrol obes dibandingkan kontrol normal. Penurunan tidak signifikan (p > 0.05) dari ekspresi relatif enzim juga terlihat pada kelompok normal yang diberi ekstrak ketumbar (dibanding kontrol normal) maupun obes yang diberi ekstrak ketumbar (dibanding kontrol obes). Kesimpulan Efek ekstrak etanol biji ketumbar dosis 100 mg/kgBB selama 12 minggu tidak memiliki dampak signifikan kuratif maupun preventif) dalam menurunkan sintesis kolesterol de novo hati melalui inhibisi ekspresi mRNA HMG-KoA reduktase pada tikus obesitas pasca pemberian pakan tinggi lemak.

Introduction The global prevalence of obesity, including in Indonesia, continues to increase. In obesity, there is an increase in hepatic cholesterol synthesis and dyslipidemia which carries the risk of causing death. Coriander is thought to have anti-dyslipidemic effects by inhibiting the HMG-CoA reductase enzyme. Therefore, researcher wants to analyze the effect of coriander seed extract on HMG-CoA reductase expression in liver cholesterol synthesis in obese rats. Method 29 Wistar rats are involved in this experimental study and divided into 5 groups: standard feed, standard feed given coriander extract, standard feed which was then changed to a high-fat diet and simultaneously given coriander extract, high-fat feed, and high-fat diet given coriander extract. Coriander was given at a dose of 100 mg/kgBW for 12 weeks. Next, the liver tissue was necropsied and RNA was extracted. RNA analysis was carried out using quantitative real time reverse transcriptase polymerse chain reaction (qRT-PCR). The relative expression of HMG-CoA reductase was calculated by the Livak method. Results There is no significant increase (p > 0.05) in the relative expression of HMG-CoA reductase mRNA in the liver of obese controls compared to normal controls. Non-significant decrease (p > 0.05) in the enzyme relative expression was also observed in the normal group given coriander extract (100 mg/kgBW) when compared to normal controls, as well as in the obese group given coriander extract when compared to obese controls. Conclusion The effect of coriander seed ethanol extract at a dose of 100 mg/kgBW for 12 weeks does not have a significant impact (curative or preventive) to reduce hepatic de novo cholesterol synthesis, particularly through the inhibition of HMG-CoA reductase mRNA expression in obese mice following the consumption of a high-fat diet."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emanuel Verrell Didy
"Latar Belakang Besi berlebih dapat meningkatkan stress oksidatif dan merusak jantung. Salah satu marker yang digunakan dalam mendeteksi stress oksidatif adalah malondialdehid (MDA). Buah Phaleria macrocarpa L mengandung mangiferin yang bermanfaat sebagai kelator besi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa L dalam menurunkan kadar MDA pada jantung tikus yang diberi besi berlebih. Metode 30 tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam 6 kelompok, yaitu kelompok normal, kontrol negatif, deferiprone 462,5mg/kgBB, mangiferin 50mg/kgBB, ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa L 100mg/kgBB dan 200mg/kgBB. Setiap kelompok perlakuan kecuali kelompok normal diberi besi intraperitoneal sebanyak 3x/minggu, dosis 15mg/kali selama 8 minggu. Terapi diberikan mulai minggu ke 4, pada minggu ke-8, jantung diambil, dijadikan homogenat untuk pengukuran kadar MDA menggunakan spektrofotometer. Analisis statistic menggunakan Kruskal-Wallis. Hasil Kontrol negatif mengalami peningkatan kadar MDA yang signifikan dibandingkan kelompok normal. Pemberian ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa L 100mg/kgBB dan 200mg/kgBB berhasil menurunkan kadar MDA dibandingkan dengan kontrol negatif. Kadar MDA dosis 100mg/kgBB (0,06±0,02nmol/mg organ) dan dosis 200mg/kgBB (0,13±0,01nmol/mg organ), lebih rendah dibandingkan dengan kontrol negatif (0,22±0,05nmol/mg organ). Kesimpulan Pemberian ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa L 100mg/kgBB dan 200 mg/kgBB dapat menurunkan kadar MDA organ jantung tikus Sprague-Dawley.

Introduction Iron overload can increase oxidative stress and cause heart failures. One of the markers used in detecting oxidative stress is malondialdehyde (MDA). Phaleria macrocarpa L fruit contains mangiferin which is useful as iron chelator. This study aims to analyze the effectiveness of ethanol extract of Phaleria macrocarpa L fruit in reducing MDA levels in heart of rats induced by iron overload. Method 30 Sprague-Dawley rats were divided into 6 groups, namely normal group, negative control, deferiprone 462,5mg/kgBW, mangiferin 50mg/kgBW, ethanol extract of Phaleria macrocarpa L 100mg/kgBW and 200mg/kgBW. Each treatment group other was given intraperitoneal iron injections 3 times/week, 15mg/time for 8 weeks. At week- 8, heart was taken to be used as homogenate and followed by measuring protein levels using Bradfort test. MDA levels were measured with TBA solution using 530nm spectrophotometer, then absorbance results were divided by the protein levels of the heart. Then analysis was carried out using Kruskal-Wallis. Results The negative control group experienced significant increase in MDA levels compared to the normal group. Administration of extract ethanol of Phaleria macrocarpa L fruit 100mg/kgBW and 200mg/kgBW was successful in reducing MDA levels compared to the negative control. MDA level in dose of 100mg/kgBW (0.06±0.02nmol/mg organ), 200mg/kgBW (0.13±0.01nmol/mg organ), lower than the negative control (0.22±0.05nmol/mg organ). Conclusion Administration of ethanol extract of Phaleria macrocarpa L fruit 100mg/kgBW can reduce MDA levels in the heart organs of Sprague-Dawley rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syavina Maura Zahrani
"Endometriosis merupakan penyakit inflamasi kronis pada organ reproduksi wanita dengan gejala utama nyeri pelvis kronis, dismenore, dan dispareunia yang dapat disebabkan oleh stres oksidatif akibat rendahnya kadar antioksidan, seperti vitamin C, sehingga terjadi kerusakan sel. Levonorgestrel adalah terapi hormonal yang sering digunakan untuk meredakan rasa nyeri pada endometriosis, tetapi dapat memperberat proses inflamasi, sehingga dibutuhkan suatu terapi adjuvan, seperti propolis yang mengandung antioksidan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis dengan alokasi acak dan tersamar ganda. Subjek penelitian adalah 24 wanita yang sedang mendapatkan terapi implan levonorgestrel dan diminta untuk menerima propolis atau plasebo dua kali sehari dengan dosis 1 tetes/10 kg berat badan (kgBB) per kali. Sampel darah kemudian diambil pada 4 minggu setelah intervensi dan dilakukan pemisahan serum. Pengukuran kadar vitamin C serum dilakukan dengan metode spektrofotometri dan analisis statistik dilakukan dengan uji t tidak berpasangan apabila data berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p<0,001), yaitu kadar vitamin C serum lebih tinggi pada kelompok propolis (0,202+0,057) dibandingkan kelompok plasebo (0,069+0,028). Dengan demikian, pemberian propolis meningkatkan kadar vitamin C serum pada pasien endometriosis setelah intervensi 4 minggu. 

Endometriosis is a chronic inflammatory reproductive disease in women which main symptoms are chronic pelvic pain, dysmenorrhea, and dyspareunia that can be triggered by oxidative stress due to decreased antioxidants, such as vitamin C that may cause cell damage. Levonorgestrel is a hormonal therapy that is commonly used for endometriosis to relieve pain but it can worsen the inflammatory process, so an adjuvant therapy is needed, such as propolis that contains high antioxidant level. This study used clinical trial design with random allocation and double-blinded. The study subject is 24 women that receive levonorgestrel therapy and were asked to consume propolis or placebo randomly two times a day with a dose of 1 drop/10 kg body weight (kgBW) per time. Blood samples were then taken after 4 weeks and serum separation was performed. Serum vitamin C levels were measured using spectrophotometric method and statistical analysis used independent t-test if the data were normally distributed. The result showed that there is a significant difference between the two groups (p<0,001), in which the concentration of serum vitamin C is higher in the propolis group (0,202+0,057) compared to the placebo group (0,069+0,028). In conclusion, the administration of propolis results in significantly higher serum vitamin C concentration after 4-week intervention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Ersa Felicia Trinita
"Latar Belakang
Prevalensi diabetes diprediksi meningkat selama beberapa tahun ke depan di mana luka diabetes itu sendiri dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup bahkan kematian. Bonggol nanas (Ananas comosus L.) memiliki senyawa aktif yaitu bromelain yang berperan dalam penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas penyembuhan luka dari pemberian ekstrak bonggol nanas.
Metode
Penelitian ini merupakan studi eksperimental in-vivo dengan melibatkan 54 tikus putih jantan Webster berusia 8-10 minggu dengan berat badan 150-200 gram yang dibagi acak menjadi 18 kelompok: kontrol negatif, kontrol positif, serta tiga kelompok dengan dosis ekstrak bonggol nanas berbeda dengan durasi 1, 2 dan 3 minggu. Sebanyak 45 tikus diinduksi diabetes dengan larutan streptozotocin dalam larutan buffer sitrat sedangkan 9 tikus lainnya dijadikan sebagai kontrol sehat. Semua tikus dicukur, dianastesi dan luka dibuat di bagian dorsal. Tikus kemudian diberikan zat yang sesuai dengan kelompok percobaan. Kelompok kontrol positif akan diberikan metformin, kontrol negatif tidak diberikan apapun, dosis 1 diberikan ekstrak 0,25 g/KgBB, dosis 2 yaitu 0,5 g/KgBB, dan dosis 3 yaitu 1 g/KgBB. Pengukuran luas luka dengan mengukur area pada plastik transparan yang sudah ditandai sesuai lukanya. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS 29.0 dengan p < 0,05 dianggap bermakna.
Hasil
Data persentase penyembuhan luka tidak terdistribusi normal. Kelompok metformin menunjukkan persentase tertinggi pada minggu 1 dan 2. Hasil uji Kruskal-Wallis persentase penyembuhan luka menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antarkelompok (p = 0,959).
Kesimpulan
Pemberian ekstrak bonggol nanas (Ananas comosus L.) tidak berpengaruh terhadap penyembuhan luka diabetes pada tikus putih Jantan (Webster).

Introduction
The prevalence of diabetes is predicted to increase over the next few years, where diabetic wounds themselves can cause lifelong disability and even death. Pineapple (Ananas comosus L.) has an active compound, bromelain, which plays a role in wound healing. This study aims to look at the wound healing activity of pineapple core extract.
Method
This study was an in-vivo experimental study involving 54 male Webster white rats aged 8-10 weeks with a body weight of 150-200 grams randomly divided into 18 groups: negative control, positive control, and three groups with different doses of pineapple stem extract with a duration of 1, 2 and 3 weeks. A total of 45 rats were induced diabetes with streptozotocin solution in citrate buffer solution while the other 9 rats served as healthy controls. All rats were shaved, anesthetized and a wound was made on the dorsal side. The rats were then administered substances corresponding to the experimental groups. The positive control group will be given metformin, the negative control is given nothing, dose 1 is given 0.25 g/KgBB extract, dose 2 is 0.5 g/KgBB, and dose 3 is 1 g/KgBB. Measurement of wound area by measuring the area on transparent plastic that has been marked according to the wound. Data were analyzed using SPSS 29.0 software with p < 0.05 considered significant.
Results
The wound healing percentage data was not normally distributed. The results of the Kruskal-Wallis test on the percentage of wound healing showed that there was no significant difference between groups (p = 0.959).
Conclusion
The administration of pineapple core extract (Ananas comosus L.) did not show a significant relationship to diabetic wound healing in male white rats (Webster).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Naomi Lidwina
"Latar Belakang
Koristoma atau kista dermoid orbita adalah tumor kongenital yang terdiri dari sel dan jaringan normal yang tumbuh di lokasi yang tidak seharusnya secara anatomis. Limbal dermoid sering dikaitkan dengan penyakit sistemik dengan sindrom Goldenharr. Penelitian mengenai karakteristik koristoma okular di Indonesia masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi karakteristik klinis dan demografis koristoma okular.
Metode
Penelitian ini menggunakan studi deskriptif retrospektif yang menggunakan data sekunder berupa rekam medis pada pasien koristoma okular di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun 2019-2023. Pengumpulan informasi mencakup data demografis, karakteristik klinis, temuan histopatologi, hasil pemeriksaan radiologi, dan tatalaksana. Data-data tersebut dianalisis dengan SPSS Windows versi 25. Data disajikan dalam bentuk N dan persentase serta median dan range minimal-maksimal.
Hasil
Jumlah subjek yang terlibat adalah 72 orang, yang mayoritas adalah perempuan dengan paling banyak berusia lebih dari 18 tahun dan tinggal luar Jakarta. Onset gejala pasien paling banyak dalam rentang dari lahir hingga lebih dari 12 tahun. Jenis koristoma yang paling banyak dijumpai adalah kista dermoid (45,8%) di sebelah kiri (54,2%) dan di orbita (55,6%). Karakteristik klinis lainnya paling banyak dijumpai tidak ada gangguan penglihatan (61,1%). Histopatologi paling banyak ditemukan epitel skuamosa berlapis (76,4%). Data radiologi ditemukan batas tegas (95,5%) dengan diameter maksimal adalah 3,7cm. Semua pasien menjalankan operasi dengan kombinasi eksisi paling banyak dilakukan (80,6%).
Kesimpulan
Koristoma dapat terjadi di berbagi lokasi mata dengan lokasi terbanyak di orbita dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda tergantung dari lokasi. Tatalaksana terhadap koristoma okular tergantung dari posisi tumor.

Introduction
Choristoma or dermoid cyst of the orbita is a congenital tumor consisting of normal cells and tissues growing in an anatomically inappropriate location. Limbal dermoid is often associated with systemic disease with Goldenharr Syndrome. Research on the characteristics of ocular choristoma in Indonesia is still rare. Therefore, this study aims to explore the clinical and demographic characteristics of ocular choristoma.
Method
This study used a retrospective descriptive study using secondary data from medical records on ocular choristoma patients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from 2019- 2023. Demographic data, clinical characteristics, histopathology findings, radiology examination, and management were collected. The data will be analyzed with SPSS Windows version 25. Data will be presented as N and percentage, as well as median and minimum-maximum range.
Results
The number of subjects involved was 72, the majority of whom were female with most being over 18 years old and living outside of Jakarta. The onset of symptoms mostly ranged from birth to over 12 years old. The most common types of choristoma were dermoid cysts (45.8%) on the left side (54.2%) and in the orbit (55.6%). Other clinical characteristics were mostly no visual impairment (61.1%). Histopathology found mostly stratified squamous epithelium (76.4%). Radiologic data showed clear borders (95.5%) with a maximum diameter of 3.7cm. All patients underwent surgery with combined excision being the most common (80.6%)
Conclusion
Choristomas can occur in various locations of the eye with the most locations in the orbit and can cause different clinical manifestations depending on the location. Management of ocular choristoma depends on the position of the tumor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abigael Jasmine Angelita
"Latar Belakang
Ablasio retina mempengaruhi fungsi pengelihatan yang dapat bersifat permanen. Angka prevalensinya juga meningkat setiap tahunnya, juga dengan miopia yang merupakan salah satu faktor risikonya. Walaupun hubungan antara derajat miopia dengan kejadian ablasio retina sudah banyak dicari, tetapi belum ada penelitian serupa dilakukan di RSCM, rumah sakit rujukan nasional di Indonesia. Maka dari itu, penelitian ini ingin mencari tahu hubungan antara keduanya dan karakteristik klinis yang ditimbulkannya.
Metode
Dengan desain analitik observasional menggunakan metode potong-lintang, data diambil dari rekam medis pasien miopia yang berkunjung pada tahun 2023 kemudian dicatat karakteristik demografis (usia, jenis kelamin, domisili, tingkat pendidikan) dan karakteristik klinisnya (derajat miopia, diagnosis ablasio retina). Pasien miopia yang didiagnosis ablasio retina akan dicatat juga karakteristik klinis ablasio retinanya. Hubungan antara derajat miopia dan kejadian ablasio retina dianalisis statistika uji Chi- Square. Pada mata miopia dengan ablasio retina, perbedaan usia antara kelompok derajat miopia dianalisis statistika uji Mann-Whitney.
Hasil
Dari 348 mata miopia tinggi dan 526 mata miopia ringan-sedang, didapatkan ablasio retina pada 38 mata dengan miopia tinggi dan 32 mata dengan miopia rendah-sedang. Hubungan antara derajat miopia dan diagnosis ablasio retina signifikan (P=0.022) dengan OR 1.795. Tidak terdapat perbedaan usia yang signifikan antara kelompok miopia ringan- sedang dan berat dengan ablasio retina (P=.245), tetapi kelompok miopia ringan-sedang memiliki median lebih tinggi (40.5) dibandingkan miopia tinggi (32).
Kesimpulan
Derajat miopia berat berpeluang lebih besar terhadap kejadian ablasio retina dibandingkan derajat miopia ringan-sedang. Usia pasien miopia derajat ringan-sedang juga lebih tua dibandingkan usia pasien miopia derajat berat, tetapi hasilnya tidak bermakna secara statistika.

Introduction
Retinal detachment might have permanent impact on visual function. The prevalence of retinal detachment is increasing year-by-year, as is myopia, one of its risk factor. Although the relationship between degreee of myopia and retinal detachment incidence has been researched, no similar studies have been conducted in RSCM. Therefore, this research aims to investigate the relationship and the outcome of clinical characteristics between different myopic degrees.
Method
Using observational analytic design and cross-sectional method, data on myopic patients who visited RSCM on 2023 are extracted from medical record. Demographic characteristic (age, gender, domicile, education level) and clinical characteristic (degree of myopia, retinal detachment diagnosis) were documented. The characteristics of myopic patients with retinal detachment were also recorded. Chi-Square test was used to analyze the relationship between myopia degree and retinal detachmen. For myopic eyes diagnosed with retinal detachment, the age difference between two groups based on myopia degree was analyzed using Mann-Whitney test.
Results
Out of 348 severely myopic eyes and 526 mild-moderate myopic eyes, retinal detachment was diagnosed in 38 severely myopic eyes and 32 mild-moderate myopic eyes. The relationship between myopia degree and retinal detachment incidence are significant (P=0.022) with an OR of 1.795. There is no significant difference between mild-moderate myopic group and severe myopic group in terms of retinal detachment (P=.245), however mild-moderate myopic group has a higher median age (40.5) than severely myopic group (32).
Conclusion
Severly myopic eyes have higher probaility of retinal detachment compared to mild- moderate myopic eye. The age of mild-moderate myopic group with retinal detachment is higher than that of the severely myopic group, although statistically not significance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fachri Wijaya
"

Doksorubisin merupakan obat kemoterapi yang efektif. Namun, dalam kerjanya, doksorubisin menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang bersifat hepatotoksik. Moringa oleifera merupakan tumbuhan yang memiliki potensi hepatoproteksi dengan kandungan senyawa fenolik dan flavonoidnya yang merupakan antioksidan dan antiinflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek hepatoproteksi ekstrak daun Moringa oleifera (MO) melalui kadar GGT, bilirubin, dan albumin serum. Ketiga parameter ini merupakan biomarker diagnostik dan keparahan kerusakan hati yang dapat dideteksi pada plasma darah. Penelitian ini menggunakan sampel plasma darah tikus tersimpan. Sebanyak 24 ekor tikus Sprague-Dawley jantan dirandomisasi ke dalam 4 kelompok. Kelompok pertama adalah kontrol (Normal) yang diinjeksi NaCl. Ketiga kelompok lainnya diberikan injeksi doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu (Dox) atau doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu dan MO-200 mg/kgBB/hari (Dox + MO 200) atau doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu dan MO-400 mg/kgBB/hari (Dox + MO 400), selama 4 minggu. Pada akhir minggu keempat, tikus dimatikan, lalu darah diambil, disentrifugasi, dan plasma disimpan. Plasma darah tikus tersebut digunakan di penelitian ini untuk dilakukan analisis kadar GGT, bilirubin, dan albumin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok Dox mengalami kerusakan hati yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar bilirubin serum secara signifikan. Kadar GGT serum meningkat dan kadar albumin menurun namun tidak signifikan. Kelompok Dox + MO 200 menunjukkan penurunan kadar bilirubin secara bermakna, dan Dox + MO 400 menunjukkan penurunan kadar GGT secara bermakna, sedangkan kadar albumin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada keempat kelompok. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak Moringa oleifera dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB menunjukkan potensi dalam melindungi hati dari toksisitas doksorubisin.


Doxorubicin is an effective chemotherapy drug but can lead to hepatotoxicity due to the generation of ROS. Moringa oleifera, rich in flavonoid and phenolic compounds with antioxidant and anti-inflammatory properties, is a potential hepatoprotective agent. This study aimed to assess the hepatoprotective effects of Moringa oleifera leaf extract (MO) on doxorubicin through GGT, bilirubin, and albumin levels, which serve as diagnostic biomarkers for liver damage. This study utilized stored rat plasma samples. Twenty-four male Sprague-Dawley rats were randomly assigned to four groups. The first group (normal control) received NaCl injections. The other three groups were administered doxorubicin at 4 mg/kgBW/week (Dox) or doxorubicin at 4 mg/kgBW/week along with MO at 200 mg/kgBW/day (Dox+MO-200) or doxorubicin at 4 mg/kgBW/week along with MO at 400 mg/kgBW/day (Dox+MO-400) for four weeks. At the end of the fourth week, the rats were euthanized, blood was collected, centrifuged, and plasma was stored. The rat plasma samples were used for analyzing GGT, bilirubin, and albumin levels in this study. The results showed that the Dox group exhibited liver damage as indicated by a significant increase in serum bilirubin levels. Serum GGT levels increased, and albumin levels decreased, although not significantly. The Dox+MO-200 group showed a significant decrease in bilirubin levels, and the Dox+MO-400 group showed a significant decrease in GGT levels. No significant differences were observed in albumin levels among groups. From these results, it can be concluded that MO at doses of 200 mg/kgBW and 400 mg/kgBW demonstrated potential in mitigating doxorubicin-induced liver damage.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Zuainah Saswati
"Serat asbes yang terinhalasi masuk ke dalam alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan produksi reactive oxigen spesies (ROS) yang dapat memicu terjadinya reaksi inflamasi. Interleukin 6 merupakan penanda reaksi inflamasi akibat pajanan serat asbes. Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang bekerja sebagai scavenger ROS. Vitamin C juga dapat menghambat aktivitas faktor transkripsi NFқB. Vitamin E selain dapat menghambat aktivitas faktor transkripsi JAK/STAT3 dan NFқB, juga dapat menghambat aktivitas COX2 dan LOX5.
Penelitian potong lintang di sekretariat serikat buruh pabrik asbes X Kabupaten Karawang bulan Oktober 2014 dilakukan untuk menilai korelasi asupan vitamin C, E dengan kadar interleukin 6 pada pekerja pabrik asbes. Lima puluh dua pekerja pabrik asbes berhasil menyelesaikan protokol penelitian. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat korelasi bermakna (p >0,05) antara asupan vitamin C dengan kadar IL-6 dan antara asupan vitamin E dengan kadar IL-6. Terdapat korelasi positif antara kadar vitamin C dengan kadar IL-6 (r = 0,31) dengan p <0,05, namun tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin E dengan kadar IL-6.

Asbestos fibers that are inhaled into the alveoli cause increased production of reactive oxygen species (ROS) which may trigger inflammation reaction. Interleukin 6 (IL-6) is a marker of inflammation reaction caused by asbestos fibers exposure. Vitamin C and vitamin E are antioxidants acting as ROS scavengers. Vitamin C can also inhibit the activity of transcription factor NFқB. Vitamin E can inhibit the activities of transcription factors JAK/STAT3 and NFқB as well as the activities of COX2 and LOX5.
A cross-sectional sudy at a labor union secretariat in Karawang Regency in October 2014 was conducted to evaluate the correlations between intakes and levels of vitamin C and vitamin E and level of IL-6 in asbestos factory workers. Fifty two asbestos factory workers finished the study. The result showed no significant correlation between vitamin C intake and IL-6 level or between vitamin E intake and IL-6 level. There was a moderate positive correlation between vitamin C level and IL-6 level (r = 0.31, p <0.05), but there was no correlation between vitamin E level and IL-6 level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Bintang Riris
"Pasak bumi (PB) (Eurycoma longifolia Jack), adalah tanaman herbal Indonesia yang digunakan sebagai antimalaria. Penelitian terdahulu meliputi efek anti ageing dan anti inflamasi, namun belum pernah diteliti tentang efek terhadap aktivitas enzim antioksidan pada penggunaan ekstrak akar PB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh ekstrak akar PB sebagai antimalaria dapat menurunkan aktivitas spesifik antioksidan enzimatik. Penelitian ini menggunakan mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei, diterapi dengan ekstrak akar PB, klorokuin 10 mg/kg BB (kontrol positif, KP), kontrol negatif (akuades, KN), kontrol normal (K0), PB 30 (TI), 60 (TII) dan 90 mg/kg BB (TIII). Parameter yang diukur adalah inhibisi parasitemia, kadar karbonil, aktivitas spesifik SOD, katalase (CAT). Inhibisi parasitemia hari ke 7 dari KP, TI, TII dan TIII adalah 69,81%, 39,37%, 41,72% dan 12,92%. Aktivitas spesifik enzim SOD dan CAT plasma tidak ada perbedaan bermakna. Aktivitas spesifik SOD hati menunjukan perbedaan bermakna antara K0-KN (p=0,000), K0-KP (p= 0,025), KN-TI (p=0,001), KP-TI (p=0,042), KN-TII (p=0,002), KN-TIII (0,005). Aktivitas spesifik CAT hati menunjukkan perbedaan bermakna antara KP-TI (p=0,009), KP-TII (p=0,009), KP-TIII (p=0,014), KP-K0 (p=0,009), TI-TIII (p=0,014), KN-TI (p=0,009), KN-TII (p=0,047), K0-KN (p=0,047). Kadar karbonil plasma dan hati tidak menunjukkan perbedaan bermakna antar kelompok. Korelasi positif bermakna (r=0,690, p=0,000) terjadi antara aktivitas spesifik SOD dan CAT hati. Korelasi negatif bermakna terjadi antara aktivitas spesifik SOD, CAT hati dan parasitemia (r= -0,637, p=0,000) (r=-0,557, p=0,002). Kesimpulan: Potensi PB sebagai antimalaria diragukan karena herbal ini juga memiliki efek antioksidan yang menguntungkan bagi parasit.

Pasak bumi (PB)(Eurycoma longifolia Jack), is an Indonesian herb used as antimalarial. Previous studies had been done on its anti-ageing and anti-inflammation properties, but its effect on antioxidant enzyme had not been researched. This study aim to investigate the antimalarial influence of PB extract on the reduction of specific antioxidant activity of the SOD and CAT enzyme. We used mice infected by Plasmodium berghei treated with: PB 30, 60, and 90 mg/kg BW as (TI, TII, and TIII), positive control (chloroquine 10 mg/kg BW) (KP), negative control (aquadest) (KN), normal mice control (K0). The parameters were: growth inhibition, carbonyl concentration, specific activity of SOD and CAT. Growth inhibition in 7 day groups of KP, TI, TII, and TIII were 69,81%, 39,37%, 41,72%, and 12,92%. Specific activity of plasma SOD and CAT were insignificant between groups. Liver SOD specific activity showed significant different between K0-KN (p=0,000), K0-KP (p= 0,025), KN-TI (p=0,001), KP-TI (p=0,042), KN-TII (p=0,002), KN-TIII (0,005). Specific activity of liver CAT showed significant different between KP-TI (p=0,009), KP-TII (p=0,009), KP-TIII (p=0,014), KP-K0 (p=0,009), TI-TIII (p=0,014), KN-TI (p=0,009), KN-TII (p=0,047), K0-KN (p=0,047). Carbonyl concentrations show insignificant between groups in plasma and liver. Positive correlation (r=0,690, p=0,000) showed between liver SOD and CAT specific activity, negative correlation showed between liver SOD (r= -0,637, p=0,000), CAT (r= -0,557, p=0,002) specific activity and paracytemia. Therefore, The potential use of PB as an antimalarial was of doubtful effectiveness due to its antioxidant effect which could be beneficial to the parasite
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>