Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ihza Fachriza
Abstrak :

Kanker payudara di Indonesia merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi dengan jumlah kasus baru dan kematian terkait kanker yang semakin meningkat. Kanker payudara tripel negatif (KPTN) memiliki angka rekurensi, kesintasan, dan overall survival  yang lebih buruk. Penelitian ini diharapkan menjadi penelitian dasar mengenai KPTN di Indonesia. Metode penelitian ini adalah analisis kesintasan berdasarkan klinikopatologisnya pada 112 kasus KPTN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia yang didiagnosis pada tahun 2009-2019. Analisis kesintasan menggunakan Kaplan-Meier dan log-rank test. Analisis bivariat dan multivariat menggunakan Cox regression untuk mendapatkan Hazard Ratio (HR). Didapatkan hasil bahwa mayoritas pasien didiagnosis pada stadium lanjut lokal (40,2%) dibandingkan dengan stadium dini (33%) dan stadium metastasis (17,9). Kesintasan lima tahun KPTN adalah 81,2% dengan nilai HR 1,372 (p = 0,239) dibandingkan dengan Luminal A. Analisis bivariat menunjukkan bahwa kelompok umur, ukuran dan ekstensi tumor (T), keterlibatan KGB regional (N), metastasis jauh (M), invasi limfovaskular, dan jenis operasi secara signifikan mempengaruhi kesintasan KPTN (p < 0,05). Pada analisis multivariat didapatkan bahwa bahwa satu-satunya faktor yang memperburuk kesintasan adalah tidak dioperasi dengan HR 6,175 (p = 0,001). Kesimpulan pada penelitian ini yaitu kesintasan pasien KPTN dalam lima tahun adalah 81,2%. Tidak dioperasi adalah faktor klinikopatologis yang memperburuk kesintasan KPTN.

 

Kata Kunci: Kanker payudara; Tripel Negatif; Klinikopatologis; Kesintasan


Breast cancer in Indonesia is a cancer with the highest prevalence with an increasing number of new cases and cancer-related deaths. Triple negative breast cancer (TNBC) has a worse rate of recurrence, survival, and overall survival. This research is expected to become a basic research on TNBC in Indonesia. The method of this research is the survival analysis based on its clinicopathology in 112 cases of TNBC at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia which were diagnosed in 2009-2019. The survival analysis used the Kaplan-Meier and log-rank test. Bivariate and multivariate analysis using Cox regression to obtain the Hazard Ratio (HR). It was found that the majority of patients were diagnosed at the locally advanced stage (40.2%) compared to the early stage (33%) and the metastatic stage (17.9). The five-year survival of the TNBC was 81.2% with an HR value of 1.372 (p = 0.239) compared to Luminal A. Bivariate analysis showed that age group, tumor size and extension (T), regional lymph node involvement (N), distant metastases (M), lymphovascular invasion, and type of surgery significantly affected the survival of the KPTN (p <0.05). In the multivariate analysis it was found that the only factor that worsened the survival was not having surgery with HR 6.175 (p = 0.001). The conclusion in this study is that the survival of KPTN patients in five years is 81.2%. Not having surgery is a clinicopathological factor that worsens the survival of the KPTN.

 

Keywords: Breast cancer; Triple negative; Clinicopathology; Survival

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umayah Asnandri
Abstrak :
Pendahuluan: Penelitian ini adalah penelitian pendahuluan untuk mengetahui pengaruh tekanan darah sistolik dan diastolik terhadap maturasi arteriovenous fistula (AVF) pada pasien gagal ginjal kronis stadium akhir dengan diabetes melitus tipe 2, sehingga nantinya dapat dijadikan pertimbangan dalam pembuatan akses AVF di divisi Bedah Vaskular RSCM. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain historical cohort di Divisi Vaskular Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCM, Jakarta. Dengan dilakukan consecutive sampling, semua penderita penyakit ginjal kronik stadium akhir dengan diabetes melitus tipe 2 yang direncanakan untuk hemodialisis dengan akses vaskular AVF brakiosefalika. Hasil: Didapatkan 64 subjek gagal ginjal kronik dengan diabetes melitus tipe 2 menjalani prosedur pemasangan akses brakiosefalika. Sebanyak 75% yang matur dari keseluruhan subjek yang diikutsertakan. Rerata tekanan sistolik pra bedah antar kedua kelompok menunjukan angka maksimal berada di 165,15 mmHg dan minimum 123.19 mmHg pada kelompok matur dan angka maksimal berada di 164,65 mmHg dan minimum 125,26 mmHg pada kelompok tidak matur dengan nilai p = 0,922. Rerata tekanan diastolik prabedah antar kedua kelompok dimana angka maksimal berada di 93,04 mmHg dan minimum 72,6 mmHg pada kelompok matur dan angka maksimal berada di 90,34 mmHg dan minimum 75,78 mmHg pada kelompok tidak matur. Sehingga secara statistik tidak memberi kemaknaan (p = 0,982). Kesimpulan: Tekanan darah sistolik-diastolik pra bedah tidak memiliki kemaknaan terhadap maturitas AVF brakiosefalika pada penderita penyakit ginjal kronik stadium akhir dengan dibetes melitus tipe 2. Kata Kunci: tekanan darah sistolik-diastolik, maturitas AV fistula, brakiosefalika, diabetes melitus. ......Introduction: This study is a preliminary study to see the effect of systolic and diastolic blood pressure on arteriovenous fistula maturation (AVF) in end-stage chronic renal failure patients with type 2 diabetes melitus, in the future this study can be considered as reference in making AVF access in the Vascular Surgery division of RSCM. Methods: This study was conducted with a historical cohort design at the Division of Vascular Surgery Department of the Faculty of medicine University Indonesia- Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. We are using consecutive sampling, all patients with end-stage chronic kidney disease with type 2 diabetes melitus that have planned for hemodialysis with brachiocephalic AVF vascular access. Result: There were 64 subjects with chronic renal failure with type 2 diabetes melitus undergoing brachiocephalic access insertion procedures. There are 75% of mature subjects were enrolled. The mean preoperative systolic pressure between the two groups showed the maximum number was 165.15 mmHg and minimum was 123.19 mmHg for the mature group, and we also found the maximum number is 164.65 mmHg and the minimum 125.26 mmHg for the immature group with P value 0.922 (P=0.922). The mean preoperative diastolic pressure between the two groups, where the maximum number was 93.04 mmHg and the minimum 72.6 mmHg for the mature group and the maximum number is 90.34 mmHg and the minimum 75.78 mmHg for the immature group. The result was statistically not significant with P value 0.982 (P=0.9820). Conclusion: Preoperative systolic-diastolic blood pressure has no significance meaning on the maturity of the brachiocephalic AVF in patients with end-stage chronic kidney disease with type 2 diabetes melitus. Keywords: Systolic-diastolic blood pressure, AV fistula maturity, brachiocephalica, end-stage chronic kidney disease, diabetes melitus.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Salim
Abstrak :
Kurangnya pemahaman mengenai makanan sehat dan gaya hidup saat ini telah menjadi faktor yang mengarah pada penyakit metabolik, seperti hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko aterosklerosis dan sering disebabkan oleh asupan makanan, terutama konsumsi tinggi lemak dan asam lemak jenuh saturated fatty acids, SFA sedangkan asam lemak tidak jenuh tunggal monounsaturated fatty acid, MUFA dan asam lemak tidak jenuh jamak polyunsaturated fatty acid, PUFA diketahui memiliki korelasi negatif terhadap risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mencari hubungan antara asupan asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan kadar kolesterol LDL dan apolipoprotein B apoB darah pada karyawan laki-laki hiperkolesterolemia berusia 19-49 tahun. Penelitian ini diikuti oleh 52 subjek, pengumpulan data asupan makanan menggunakan metode food recall 24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire SQFFQ , pemeriksaan antropometri untuk mendapatkan indeks massa tubuh IMT dan lingkar pinggang, dan pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar kolesterol LDL dan apoB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kolesterol LDL memiliki korelasi yang bermakna dengan asupan SFA tetapi tidak dengan asupan lemak total, MUFA, dan PUFA. Kadar apoB memiliki korelasi yang bermakna dengan kadar kolesterol LDL tetapi tidak dengan asupan lemak total, SFA, MUFA, dan PUFA.
Lack of understanding about healthy food and today lifestyle have been issues towards metabolic diseases, such as hypercholesterolemia. Hypercholesterolemia is one of the risk factors in atherosclerosis and often caused by dietary intake, especially consumption of high fat and high saturated fatty acids SFA while monounsaturated fatty acids MUFA and polyunsaturated fatty acids PUFA intake are known inversely correlated with cardiovascular disease CVD risks. This cross sectional study was aimed to determine the correlation between saturated and unsaturated fatty acids intake with serum low density lipoprotein cholesterol LDL C and apolipoprotein B apoB levels in hypercholesterolemic male employees aged 19 to 49 years. The study was conducted using 52 subjects, data collection of food intake using 24 hour food recall and semi quantitative food frequency questionnaire SQFFQ , anthropometric measurements for body mass index BMI and waist circumference WC , and blood examination for serum LDL C and apoB levels. The result of this study showed that LDL C levels was correlated with SFA intake but not with total fat, MUFA and PUFA intake. ApoB levels was correlated with LDL C levels but not with total fat, SFA, MUFA and PUFA intake.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Prabowo Wirjodigdo
Abstrak :
Diperkirakan sekitar 15% penderita diabetes akan mengalami diabetic foot ulcer (DFU). Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) terbukti lebih efektif dibandingkan dengan perawatan konvensional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yang memengaruhi lama rawat DFU dengan NPWT. Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan desain cross sectional analitik pada 105 subjek yang dirawat pada Januari 2016 sampai Desember 2018 di RS dr. Cipto Mangunkusumo. Lama rawat DFU dengan NPWT adalah 19,9 ± 19,3 hari. Faktor risiko yang mempengaruhi lama rawat adalah riwayat ulkus (r = 0,01; p = 0,034), kedalaman luka (r = 0,292; p = 0.003), Hb (r = 0,05; p = 0,039), HbA1c (r = 0,06; p = 0,033), albumin (r = 0,06; p = 0,017), PCT (r = 0,10; p = 0,035), dan lama menderita DM (r = 0,193; p = 0,009). Penelitian ini menunjukkan bahwa lama rawat DFU dengan NPWT dipengaruhi oleh faktor sitemik (lama menderita DM, Hb, HbA1c, albumin, dan PCT) dan faktor lokal (riwayat ulkus sebelumnya dan kedalaman luka). Kedalaman luka merupakan faktor yang paling berhubungan positif terhadap lama perawatan DFU pasca NPWT (r = 0,292, p = 0,003). Intervensi pada faktor risiko patut dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan NPWT dan mengurangi lama perawatan. ......It is estimated that around 15% of diabetic patients will experience diabetic foot ulcer (DFU). Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is proven to be more effective than conventional treatments. This study was conducted to determine the risk factors that affect the length of stay of DFU with NPWT. This research is a retrospective study with a cross-sectional analytic design of 105 subjects treated in January 2016 to December 2018 at dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. The average length of stay of DFU with NPWT was 19.9 ± 19.3 days. Risk factors affecting the length of stay were history of ulcers (r = 0.01; p = 0.034), wound depth (r = 0.292; p = 0.003), Hb (r = 0.05; p = 0.039), HbA1c (r = 0.06; p = 0.033), albumin (r = 0.06; p = 0.017), PCT (r = 0.10; p = 0.035), and duration of DM (r = 0.193; p = 0.009). This study showed that the length of stay of DFU with NPWT was influenced by systemic factors (duration of DM, Hb, HbA1c, albumin, and PCT) and local factors (history of previous ulcers and wound depth). Depth of the wound was themost positively related factor to the length of stay in DFU post NPWT (r = 0.292; p = 0.003). Interventions on the risk factors may amplify the result of NPWT and reduce the length of treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diniah Utami
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai prediksi VO2max dan kadar laktat pada uji latih submaksimal menggunakan sepeda Astrand saat menggunakan masker bedah dan N95 pada tenaga medis. Metode penelitian adalah desain experimental. Subjek penelitian adalah tenaga medis usia dewasa muda baik laki-laki atau perempuan dengan IMT normoweight sampai obesitas I. Tingkat aktivitas fisik subjek dinilai dengan kuesioner IPAQ sebelum dimulai uji latih. Total subjek penelitian adalah 54 orang. Subjek penelitian melakukan uji latih submaksimal sepeda Astrand dengan menggunakan masker medis dan masker N95 untuk mengetahui nilai prediksi VO2max. Interval uji latih dengan kedua masker adalah minimal 2 hari dan maksimal 1 minggu. Peningkatan kadar laktat diukur melalui selisih nilai laktat yang diperiksa sebelum uji dan sesaat setelah uji latih selesai. Hasil penelitian menunjukkan terdapat nilai prediksi VO2max yang lebih rendah secara signifikan saat uji latih memakai masker 95 dibandingkan masker bedah (p<0.001). Nilai prediksi VO2max yang lebih rendah secara signifikan juga didapatkan pada kelompok jenis kelamin perempuan, laki-laki, kelompok normoweight dan obesitas I dengan nilai p <0.001, 0.09, <0.001, 0.06 secara berurutan. Peningkatan laktat saat uji latih menggunakan masker N95 lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan saat memakai masker bedah dengan nilai p=0.003. Kesimpulan penelitian terdapat perbedaan bermakna pada nilai prediksi VO2max dan peningkatan laktat saat uji latih submaksimal sepeda astrand dengan menggunakan masker bedah dan N95 pada tenaga medis ......The objection of this study is to evaluate the difference of VO2max predicted value and blood lactate level in submaximal exercise testing with astrand ergocycle using N95 and surgical mask among physician. The method of this study is experimental design. The subjects are male or female young adult physician with BMI within normo-weight to obesity I. Activity level of the subjects was assessed using IPAQ quisioner before the exercising testing. Total of the subject in this study was 54. The subject performed the submaximal exercise testing with astrand ergocycle using surgical and N95 mask to obtain the VO2max prediction value. The interval between the exercise testing was minimum 2 days and maximum 1 week. The increase of lactate level was measure by subtracting the lactate level post exercise testing with pre-exercise testing level. The result of this study shows that the predicted VO2max from submaximal exercise testing with N95 mask is significantly lower than while using surgical mask (p<0.001). According to the gender, the same result also found in female and male groups using N95 and also according to BMI, the same result also found in normo-weight and obesity I group with p value <0.001, 0.09, <0.001, 0.06 respectively. The increase of blood lactate level also higher significantly in N95 mask group with p 0.003. The conclusion of the study is there are significant difference in predicted VO2max and the increase of blood lactate level from the submaximal exercise testing with N95 and surgical mask among physician
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Prabowo Wirjodigdo
Abstrak :
Latar belakang: Diperkirakan sekitar 15% penderita diabetes akan mengalami diabetic foot ulcer (DFU) dalam masa hidupnya. Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) terbukti lebih efektif dibandingkan dengan perawatan konvensional. NPWT menciptakan lingkungan luka yang lembab, peningkatan aliran darah lokal dan merangsang jaringan granulasi sehingga mempercepat penyembuhan luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yang memengaruhi lama rawat DFU dengan NPWT. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan desain cross sectional analitik pada 105 subjek yang dirawat pada Januari 2016 sampai Desember 2018 di RS dr. Cipto Mangunkusumo. Karakteristik dan demografi pasien dan faktor risiko diambil dari rekam medik. Durasi perawatan dari aplikasi pertama NPWT hingga luaran sebagai hasil, kemudian dianalisis terhadap faktor risiko yang memengaruhinya. Hasil Penelitian: Lama rawat DFU dengan NPWT adalah 19,9 ± 19,3 hari. Faktor risiko yang mempengaruhi lama rawat adalah riwayat ulkus (r = 0,01; p = 0,034), kedalaman luka (r = 0,292; p = 0.003), Hb (r = 0,05; p = 0,039), HbA1c (r = 0,06; p = 0,033), albumin (r = 0,06; p = 0,017), PCT (r = 0,10; p = 0,035), dan lama menderita DM (r = 0,193; p = 0,009). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa lama rawat DFU dengan NPWT dipengaruhi oleh faktor sitemik (lama menderita DM, Hb, HbA1c, albumin, dan PCT) dan faktor lokal (riwayat ulkus sebelumnya dan kedalaman luka). Kedalaman luka merupakan faktor yang paling berhubungan positif terhadap lama perawatan DFU pasca NPWT (r = 0,292, p = 0,003). Intervensi pada faktor risiko yang dapat diperbaiki sebelum penggunaan NPWT patut dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan NPWT dan mengurangi lama perawatan. ......Background: It is estimated that around 15% of diabetic patients will experience diabetic foot ulcer (DFU) in their lifetime. Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is proven to be more effective than conventional treatments. NPWT creates a moist wound environment, increases local blood flow and stimulates tissue granulation thereby accelerating wound healing. This study was conducted to determine the risk factors that affect the length of stay of DFU with NPWT. Knowing this risk factors may be helpful for optimizing management strategy. Methods: This research is a retrospective study with a cross-sectional analytic design in 105 subjects treated in January 2016 to December 2018 at RS. dr. Cipto Mangunkusumo. Patient characteristics, demographics and risk factors were taken from medical records. The length of stay of the patient from the first application of NPWT to its outcomes was the main result, then the correlation to the risk factors that influence it was analyzed. Results: The length of stay of DFU with NPWT was 19.9 ± 19.3 days. Risk factors affecting the length of stay were history of ulcers (r = 0.01; p = 0.034), wound depth (r = 0.292; p = 0.003), Hb (r = 0.05; p = 0.039), HbA1c (r = 0.06; p = 0.033), albumin (r = 0.06; p = 0.017), PCT (r = 0.10; p = 0.035), and duration of DM (r = 0.193; p = 0.009). Conclusions: This study showed that the length of stay of DFU with NPWT was influenced by systemic factors (duration of DM, Hb, HbA1c, albumin, and PCT) and local factors (history of previous ulcers and wound depth). The depth of the wound was the most positively related factor to the length of stay in DFU post NPWT (r = 0.292; p = 0.003). Interventions on the risk factors that can be corrected before the application of NPWT may amplify the result of NPWT and reduce the length of treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Yolanda
Abstrak :
Latar belakang: Pada iskemia tungkai kritis (ITK) infrapoplitea, tatalaksana utama bertujuan untuk revaskularisasi. Salah satu teknik revaskularisasi ITK infrapoplitea adalah plain old balloon angioplasty. Namun, masih terdapat re-stenosis yang terjadi setelah prosedur tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai luaran prosedur disertai faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif, dengan populasi seluruh pasien ITK infrapoplitea yang menjalani tatalaksana revaskularisasi plain old balloon angioplasty di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2013-Mei 2017. Faktor inklusi yaitu subjek dengan PAP Rutherford derajat ≥ 4 dan kontrol minimal 1 kali pasca prosedur. Pengambilan data dilakukan melalui rekam medis dan registrasi pasien divisi bedah vaskular Departemen Ilmu Bedah RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Luaran yang dinilai adalah kejadian re-stenosis, amputasi, dan penyembuhan luka 1 tahun pasca-tindakan. Faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah demografi, indeks massa tubuh (IMT),ankle-Brachial Index (ABI) komorbiditas, dan derajat Rutherford. Hasil: Terdapat 28 pasien subjek dalam penelitian ini. Kejadian re-stenosis terjadi pada 53,6% subjek. Kejadian amputasi terjadi pada 50% subjek. Luka semakin memburuk ditemukan pada 46,4% subjek. Terdapat hubungan antara perburukan luka pasca tindakan dengan derajat Rutherford subjek (p = 0,030). Terdapat hubungan antara riwayat penyakit jantung koroner (PJK) dengan perbaikan luka pasca tindakan (p = 0,014). Tidak didapatkan hubungan faktor lain dengan luaran ITK infrapoplitea yang menjalani plain old balloon angioplasty. Kesimpulan: Luaran ITK infrapoplitea yang menjalani plain old balloon angioplasty belum baik dilihat dari tingginya luaran re-stenosis, amputasi, dan penyembuhan luka. Derajat Rutherford sebelum tindakan berhubungan dengan luaran penyembuhan luka pasca tindakan. ......Background: In infrapopliteal critical limb ischemia (CLI), the treatment aimed to re-vascularized the vessel. One of infrapopliteal CLI re-vascularization technique is plain old balloon angioplasty. However, there were re-stenosis reported after that procedure. A study to evaluate the procedure outcome and the factors affecting it. Methods: The design of this study is retrospective cohort, with population include all infrapopliteal CLI patients underwent plain old balloon angioplasty re-vascularization in Cipto Mangunkusumo General Hospital from Janury 2013-May 2017. Subjects with Rutherford category ≥ 4 and return to hospital to control minimal 1 time after procedure. Data acquired through medical record and Vascular Surgery Division registry. Outcome evaluated including re-stenosis, amputation, and wound healing 1-year post-procedure. Factors analysed in this study were demography, body mass index (BMI), ankle-brachial index (ABI), comorbidity, and rutherford category. Results: There were 28 patients acquired in this study. Re-stenosis occurred in 53.6% subjects. Amputation occurred in 50% subjects. Wound worsen in 46.4% subjects. There were association of wound worsening and Rutherford category (p = 0.030). There were association of history of coronary artery disease (CAD) with wound healing post-procedure (p = 0.014). There were no association of other factors with infrapopliteal CLI underwent plain old balloon angioplasty. Discussion: Infrapopliteal CLI outcome underwent plain old balloon angioplasty were not yet favourable from re-stenosis, amputation rate, and wound healing. Rutherford category pre-procedure associated with wound healing after procedure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Gunardi
Abstrak :
ABSTRAK Penyakit jantung bawaan asianotik yang merupakan sebagian besar dari penyakit jantung bawaan memerlukan operasi bedah jantung terbuka untuk memperbaiki kelainannya. Sindrom curah jantung rendah masih merupakan masalah yang dihadapi pada pasien pediatrik pascabedah jantung terbuka. Deteksi sindrom curah jantung rendah yang ada sekarang menggunakan kriteria klinis dan indikator laboratorik masih belum dirasa cukup, yang terbukti dengan masih adanya angka morbiditas dan mortalitas. Peranan penanda biologis NT-proBNP telah berkembang di gagal jantung dewasa diharapkan dapat digunakan untuk dapat mendeteksi sindrom curah jantung rendah pada pediatrik. Penelitian cross sectional observasional dengan jumlah 38 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang menjalani operasi jantung bawaan asianotik bulan Oktober-November 2018 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia. Data prabedah, intrabedah dan pascabedah termasuk kejadian sindrom curah jantung rendah dicatat. Kadar NT-proBNP akan diambil prabedah, 4 jam, 24 jam dan 72 jam pascabedah. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney. Kadar NT-proBNP prabedah, 4 jam pascabedah dan 24 jam pascabedah berbeda bermakna dengan kejadian sindrom curah jantung rendah (nilai p <0,05). Kadar NT-proBNP prabedah memiliki perbedaan rerata lebih rendah dibandingkan dengan kadar NT-proBNP 4 jam pascabedah yang juga lebih rendah dibandingkan kadar NT-proBNP 24 jam pascabedah dan hal ini berbeda bermakna (p <0,001). Sedangkan kadar NT-proBNP 72 jam pascabedah memiliki rerata lebih rendah dibandingkan dengan kadar NT-proBNP 24 jam pascabedah yang juga berbeda bermakna (p <0,001). Analisis kadar NT-proBNP dengan variabel lainnya mendapatkan hasil berbeda bermakna dengan variabel usia, jenis kelamin, berat badan, diagnosis PJB, durasi ventilasi mekanik dan durasi ICU. Kadar NT-proBNP berhubungan dengan kejadian sindrom curah jantung rendah. Kadar NT-proBNP yang tinggi menunjukkan adanya kejadian sindrom curah jantung rendah (pada kadar NT-proBNP prabedah, 4 jam dan 24 jam pascabedah).
ABSTRACT
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Marliau
Abstrak :
Latar belakang: Modified Blalock-Taussig Shunt (MBTS) merupakan terapi paliatif untuk pasien dengan penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik, namun memerlukan tatalaksana antikoagulan pascaoperasi agresif untuk mencegah komplikasi oklusi shunt dan perdarahan yang berujung pada kematian. Penelitian ini menilai efektivitas pemeriksaan koagulasi alternatif yaitu Activated Clotting Time (ACT) yang lebih mudah dan cepat dihasilkan dibandingkan dengan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) untuk regulasi antikoagulan yang lebih agresif untuk mencegah komplikasi pascaoperasi MBTS. Metode: Desain penelitian adalah retrospektif longitudinal. Semua pasien yang menjalani MBTS di periode Januari 2017 hingga Mei 2018 dibagi menjadi dua kelompok, yang menggunakan ACT setiap jam dan kelompok APTT yang diperiksa setiap empat jam. Kedua kelompok dievaluasi selama perawatan pascaoperasi adanya kejadian oklusi shunt, perdarahan, operasi ulangan, dan kematian Hasil: Total subjek adalah 174 pasien yang menjalani MBTS, sebanyak 59 pasien dilakukan regulasi heparin pascaoperasi dengan ACT dan 115 pasien dilakukan pemeriksaan APTT. Angka kejadian operasi ulangan lebih rendah signifikasn pada kelompok ACT dibandingkan APTT sebesar 6,77% (p= 0,023).Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada kejadian oklusi (p=0,341; OR 0,571 IK95% 0,178-1,834), perdarahan pascaoperasi (p= 0,547; OR 0,563 IK95% 0,149-2,128), dan kematian (p=0,953; OR 0,975 IK95% 0,369-2,554). Kelompok ACT menunjukkan kecenderungan protektif terhadap kejadian-kejadian morbiditas pascaoperasi MBTS. Simpulan: Regulasi dosis heparin menggunakan pemeriksaan ACT nenurunkan kejadian operasi ulangan dan menunjukkan hasil protektif terhadap morbiditas pascaoperasi MBTS lainnya sehingga dapat dipertimbangkan penggunaannya. ...... Background: Modified Blalock-Taussig Shunt (MBTS) is a palliative treatment for cyanotic congenital heart disease (CHD) which needs postoperative anticoagulant treatment to prevent shunt occlusion and postoperative bleeding. This study was to find out the effectivity of alternative coagulation test of Activated Clotting time (ACT) which is faster and easier to produce compared to Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) for a more aggressive anticoagulant regulation to prevent postoperative complcations. Methods: The study design is retrospective longitudinal study. All patients that underwent MBTS from January 2017 to Mei 2018 is deviden into 2 groups, first using ACT to regulate heparin and the second group using APTT. Both groups are studied for the incidence of shunt occlusion, bleeding, redo operation, and death. Results: Total subjects who underwent MBTS were 174 patients. Postoperative heparin is regulated using ACT in 59 patients and APTT in 115 patients. There are less shunt occlusion in ACT group (6,78%) compared to APTT (11,03%) but statistically insignificant (p = 0,341). Bleeding is less in ACT group (5,08%) compared to APTT (8,69%) but statistically insignificant (p= 0,547). Mortality is lower in ACT group (11,86%) compared to APTT (12,17%) but statistically insignificant (p = 0,953). Redo operation is significantly lower in ACT group (6,77%) compared to APTT (20%) with p = 0,023. Although statistically insignificant, ACT group showed clinically significant lower shunt occlusion, bleeding, and mortality. Conclusion: No significant difference between ACT and APTT in shunt occlusion, bleeding, and mortality, but redo operation is significantly lower in ACT group. ACT might be considered as alternative test for easier and faster method to regulate postoperative MBTS heparin dose.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliant
Abstrak :
Latar belakang: DSV (Defek Septum Ventrikel) adalah satu dari banyak kasus penyakit jantung bawaan dengan angka 2,6 per 1000 kelahiran di Dunia. Salah satu komplikasi DSV yang sering ditemukan adalah DSV dengan hipertensi pulmonal. Diagnosis intervensi terhadap hipertensi arteri pulmonal menjadi perhatian pada 2-10% kasus DSV, sehingga pasien DSV yang bermanifestasi hipertensi pulmonal dilakukan pemeriksaan kateterisasi. Pasien usia 6 bulan menjadi pedoman batas usia untuk dilakukan kateterisasi di RSPJDNHK (Rumahsakit Pusat Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita). Sehingga antrean operasi menjadi lebih lama. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh usia terhadap nilai PARi pascates oksigen dan mencari kelompok usia yang tidak memiliki hasil nonreaktif terhadap tes oksigen. Metode: Dilakukan studi Observasional retrospektif pada pasien DSV usia di bawah 5 tahun di RSPJDNHK tahun 2015 - 2020. Pengumpulan data melalui rekam medis pasien di divisi bedah jantung pediatrik RSPJDNHK. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan perhitungan besar sampel mengikuti perhitungan besar sampel untuk uji komparatif numerik lebih dari dua kelompok dengan satu kali pengukuran. Analisis deskriptif dan analisis bivariat dilakukan dengan bantuan SPSS v 20.0. Hasil: Terdapat 178 sampel penelitian pada penelitian ini. Dari hasil penelitian diketahui bahwa usia berpengaruh atau berhubungan dengan nilai PARi pascates oksigen (p<0,05) pada pasien DSV usia di bawah 5 tahun. Simpulan: Terdapat hubungan usia dengan nilai PARi pascates oksigen dan usia ≤2 tahun memiliki nilai mutlak reaktif terhadap tes oksigen. ...... Background: Ventricular Septal Defect (VSD) is one of the many cases of congenital heart disease with a rate of 2.6 per 1000 births in the world. One of the complications of VSD is pulmonary hypertension, with the prevalence of interventional diagnosis of pulmonary hypertension is about 2 – 10 % of VSD. Those who manifest pulmonary hypertension are undergone right heart catheterization. Patients aged six months are the limit for catheterization in National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital leads to a long waiting list. The study aimed to determine the effect on the PARi value of oxygen delivery and find age groups that have reactive results on oxygen tests. Methods: A retrospective crossectional study was carried out in the pediatric cardiac surgery division of the National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital. Data were taken from the medical record, enrolling those treated from January 2015 to December 2020 with subjects under five years old with VSD pulmonary hypertension who underwent cardiac catheterization. Samples were taken randomly by calculating the sample size following the sample size calculation for the comparative numerical test of more than two groups with one measurement. Descriptive analysis and bivariate analysis were carried out using SPSS v 20.0. Results: There were 178 subjects enrolled in this study. The age correlated to the post-oxygen test PARi value (p<0.05) on VSD patients under five years of age. Conclusions: This study showed that age correlated to the PARi value after oxygen test, and age ≤2 years old has absolute reactive value to oxygen test.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>