Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Nisrina
Abstrak :

Tingkat pengetahuan yang rendah mengenai aktivitas fisik akan menyebabkan ketidaksadaran terhadap pentingnya aktivitas fisik. Pentingnya meningkatkan kesadaran tentang pentingnya aktivitas fisik pada usia muda adalah agar dapat dijadikan kebiasaan baik yang akan dijadikan gaya hidup saat dewasa. Penelitian ini menyebarkan kuesioner kepada 300 murid di beberapa Sekolah di Jakarta untuk mengetahui tingkatan pengetahuan dan persepsi remaja terhadap aktivitas fisik. Tingkat pengetahuan mengenai aktivitas fisik pada remaja di Jakarta adalah baik (69.7%). Pola aktivitas murid menunjukan 49.3% remaja aktif dalam organisasi sekolah sedangkan 25.7% tidak aktif dalam sekolah. Ditemukan 36% responden yang mengikuti ekstrakurikuler olahraga di sekolah dengan 44.7% dari remaja mengikuti ekstrakurikuler olahraga permainan seperti basket. 53.3% dari responden menggunakan transportasi pribadi dari dan kesekolah. Hanya 26.7% remaja melakukan aktivitas fisik sesuai rekomendasi kesehatan. Pengetahuan remaja Jakarta tingkat pendidikan menengah baik tingkat pertama dan mumum menunjukan pengetahuan aktivitas fisik yang baik. Dan Penelitian juga menyimpulkan pola aktivitas fisik pada remaja menunjukan tingginya partisipasi murid dalam olahraga permainan dan mayoritas remaja melakukan olahraga kurang dari yang direkomendasikan. Disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara tingkat pengetahuan mengenai aktivitas fisik dalam remaja dan karakteristik demografik.


The level of knowledge regarding physical activity would raise awareness on the benefits and importance of physical activity. It is important to promote physical activity from a young age, as it will result in habitual healthy lifestyle in adulthood. Questionnaires were distributed to 300 students in several school in Jakarta to describe the knowledge and perception level of adolescents. The overall level of knowledge on physical activity is good (69.7%). Pattern of activity in the respondents shows majority (49.3%) of the respondent active in school organization while 25.7% of them is not active at school. It is shown that 36% of the respondents is participating in sports extracurricular with a majority of sport games (44.7%). 53.3% of the total respondents use private transportation. The average time spent in watching TV and playing video game is 190.4 minutes while 117.88 minutes on exercising in a day. This research concluded that knowledge regarding physical activity of adolescents in Jakarta is good and the highest participation of students is in sport games such as basketball. Majority of adolescent shows having exercise less than recommended. There are no correlation between knowledge level and demographic characteristics among adolescents in Jakarta.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febi Arya Hidayat
Abstrak :
Latar Belakang: Dalam dunia penerbangan, fatigue dapat menyebabkan inkapasitasi penerbang dan mengakibatkan kecelakaan pesawat. Jam terbang merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan risiko fatigue. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan jam terbang 7 hari dan beberapa faktor lain terhadap risiko fatigue pada penerbang sipil di Indonesia. Metode: Sebuah studi cross sectional dengan consecutive sampling dilakukan pada penerbang sipil yang sedang melakukan medical check-up di Balai Kesehatan Penerbangan di Jakarta pada Juni 2016. Karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan dan jam terbang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Data fatigue diperoleh melalui pemgisian self-questionnaire fatigue dan dihitung dengan Fatigue Severity Scale (FSS) yang telah dikalibrasi. Fatigue dikategorikan menjadi “Tidak Fatigue” (skor FSS <36) dan “Fatigue” (skor FSS ≥36). Analisis menggunakan risiko relatif dengan regresi Cox dan waktu yang konstan. Hasil: Penelitian ini mencakup 542 penerbang, 50,2% mengalami fatigue, dan 49,8% tidak fatigue. Subyek yang memiliki jam terbang lebih dari 30 jam dalam 7 hari dibandingkan dengan yang kurang sama dengan 30 jam dalam 7 hari, memiliki risiko fatigue 1,39 kali lebih tinggi [risiko relatif disesuaikan (RRA)= 1,39; CI=1,16-1,68; p = 0,001]. Subjek yang memiliki lisensi tipe ATPL dibandingkan dengan yang CPL memiliki risiko fatigue 1,31 kali lebih tinggi (RRa= 1,31; CI=1,11-1,54 p= 0,001). Selanjutnya subyek yang berolahraga secara appropriate memiliki risiko fatigue 32% lebih kecil (RRa=0.68; CI=0,43-1,06; p=0.094). Kesimpulan: Penerbang sipil di Indonesia yang memiliki jam terbang lebih dari 30 jam dalam 7 hari dan penerbang dengan lisensi tipe ATPL mengalami peningkatan risiko fatigue. Kebiasaan olahraga secara appropriate menurunkan risiko fatigue pada penerbang sipil di Indonesia. ...... Background: In aviation world, fatigue may cause the pilot incapacitation and can lead to the aircraft accidents. Flight hours is believed to be one of the factors related to the risk of fatigue. The purpose of this study is to identify relationship between flight hours in seven day and other factors to the risk of fatigue among civilian pilot in Indonesia. Methods: A cross sectional study with consecutive sampling was conducted among civilian pilots who attended medical check-up at Aviation Medical Center in Jakarta on June 2016. Demographic characteristics, employment related factors, habits and flight hours were obtained through questionnaire and interviews. Fatigue data were obtained through fatigue self-questionnaire form and measured with Fatigue Severity Scale which had been validated. Fatigue was categorized into non-fatigue (FSS score <36) and fatigue (FSS score ≥36). Risk relative was computed using Cox regression with a constant time. Results: This study included 542 pilots, 50,2% had fatigue and 49,8% were normal (non-fatigue). The subjects who have flight hours >30 hours/week compared to ≤30 hours/week, had 1.37-fold higher risk of fatigue [adjusted relative risk [RRa=1.37; CI=1,14-1,65; p=0.001]. The subject with ATPL license compared to CPL license, had 1.28-fold higher risk of fatigue [RRa=1.31; CI=1,11-1,54; p=0.001). Furthermore, subjects who have appropriate exercise, had 32% lower risk of fatigue (RRa=0.68; CI=0,43-1,06; p=0.094). Conclusions: Civilian pilots in Indonesia who had more than 30 hours flight time in 7 days and ATPL type pilots have an increased risk of fatigue. Appropriate exercise decreased the risk of fatigue on civilian pilots in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Amalia Utami Putri
Abstrak :
Tesis ini disusun untuk mengetahui pengaruh antara berbagai metode berkemih yang umum dilakukan di Indonesia dengan kualitas hidup penderita Cedera Medula Spinalis (CMS) yang memiliki gangguan berkemih neurogenik. Penelitian menggunakan desain uji potong lintang (cross-sectional). Subjek penelitian merupakan penderita gangguan berkemih neurogenik pada penderita CMS yang menggunakan metode berkemih secara spontan (dengan post voiding residu < 20%), kateterisasi bersih secara berkala (Clean Intermittent Catheterization/CIC) secara mandiri, CIC dibantu oleh pelaku rawat, dan kateter menetap. Semua subjek (n=85) dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik, kemudian mengisi kuesioner Qualiveen 30 versi Bahasa Indonesia yang sebelumnya telah diuji keshahihan dan keandalannya dalam versi Bahasa Indonesia. Hasil keluaran penelitian ini berupa penilaian Kualitas Hidup Berkemih pada Penderita Cedera Medula Spinalis dengan menggunakan instrumen spesifik yaitu Kuesioner Qualiveen-30 dalam bahasa Indonesia. Ditemukan bahwa skor total kuesioner Qualiveen-30 adalah 1,75  0,78 dengan skor terbesar terdapat pada domain Limitation (1,92  1,00) yang menunjukkan bahwa Limitation merupakan domain yang memiliki nilai kualitas hidup paling rendah diantara ke empat domain. Analisa bivariat menunjukkan bahwa domain Constraint memiliki hasil yang berbeda bermakna secara statistik (p = 0,007) diantara 4 metode berkemih yang dilakukan, dimana metode berkemih CIC oleh pelaku rawat memiliki kualitas hidup berkemih yang paling buruk dengan skor domain 2,500  0,727. Faktor – faktor lain yang berpengaruh kualitas hidup berkemih terhadap domain Constraint pada penderita CMS antara lain jenis kelamin (p=0,047), level cedera (p = 0,024), dan metode berkemih (p = 0,007). Pada analisis post hoc didapatkan subjek dengan metode berkemih CIC oleh pelaku rawat memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan subjek dengan metode berkemih spontan (p = 0,042) dan subjek dengan metode berkemih CIC mandiri (p = 0,009). ......This thesis was aimed to determine the effect of various methods of urination that are commonly carried out in Indonesia and the quality of life of patients with Spinal Cord Injury (SCI) who have neurogenic bladder disorders. The design was cross-sectional. Subjects were SCI patients with neurogenic bladder disorders who used spontaneous voiding methods (with post voiding residue <20%), Clean Intermittent Catheterization / CIC independently, CIC assisted by caregivers, and indwelling catheters. All subjects (n = 85) were interviewed, physically examined by physician, and filled out the Indonesian version of the Qualiveen 30 questionnaire. The results of this study is to assess the Quality of Life for neurogenic bladder and its related factors. It was found that the total score of the Qualiveen-30 questionnaire was 1.75 ± 0.78 with the highest score found in the Limitation domain (1.92 ± 1.00) which showed that it is the lowest quality of life value among the four domains (Limitation, Constraint, Fear, Feelings). Bivariate analysis showed that the Constraint domain had statistically significant different results (p = 0.007) among the 4 ovoiding methods performed. Clean Intermittent Catheter by caregiver had the worst quality of voiding with a domain score of 2,500 ± 0.727. Other factors influencing the Quality of Life on the Constraint domain include gender (p = 0.047), injury level (p = 0.024), and voiding method (p = 0.007). In the post hoc analysis it was found that subjects with CIC voiding methods by caregiver had lower quality of life compared to subjects with spontaneous voiding methods (p = 0.042) and subjects with independent CIC voiding methods (p = 0.009).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library